Tag: I Gede Nyoman Yetna

  • BEI Sebut Baru 2 dari 10 Emiten Delisting yang Bakal Buyback

    BEI Sebut Baru 2 dari 10 Emiten Delisting yang Bakal Buyback

    Jakarta

    PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukan 10 emiten dalam daftar delisting atau penghapusan pencatatan saham di perdagangan pasar modal. Namun begitu, tercatat hanya dua emiten yang baru menyampaikan rencana buyback atau pembelian kembali saham.

    Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya belum menentukan kejelasan delisting emiten tersebut. Saat ini, otoritas BEI masih melakukan proses hearing agar perusahaan terkait segera melakukan buyback saham.

    “Kalau tidak ada pihak yang akhirnya melakukan pembelian kembali, buyback tidak akan berhasil. Buyback tidak akan tercapai. Nah, kami di bursa tentu kita melihat dari sisi pengumumannya siapa sih yang dimaksud dengan ultimate beneficial owner,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, BEI juga masih menunggu perusahaan terkait menunjuk pihak pengendali efek untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini ia ungkap menyusul ada beberapa pengendali efek yang tengah menjalani hukuman pidana.

    “Iya (cari beneficial owner), atau pihak yang ditunjuk. Itu yang kita approach ke mereka,” tutupnya.

    Dalam catatan detikcom, BEI resmi mencatat 10 emiten yang akan delisting dari pasar modal. Adapun Beberapa emiten yang dinyatakan delisting berada dalam status maupun indikasi pailit. Adapun emiten ini diwajibkan untuk melaksanakan buyback pada tanggal 18 Januari hingga 18 Juli 2025 sebelum masa efektif delisting berlaku pada 21 Juli 2025.

    Dikutip dari Keterbukaan Informasi BEI, ada 10 emiten yang di-delisting sejak kemarin di yakni, PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX).

    Diketahui, PT Hanson International Tbk (MYRX) terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Benny Tjokrosaputro. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 172,969,221 lembar saham MYRX atau setara 15,43%.

    Sementara dua emiten yang telah menyampaikan rencana buyback di antaranya, PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW).

    (kil/kil)

  • BEI Minta Bank Aladin Sampaikan Keterangan soal PHK di Keterbukaan

    BEI Minta Bank Aladin Sampaikan Keterangan soal PHK di Keterbukaan

    Jakarta

    PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 72 karyawan tetap atau 25% dari total pekerja perseroan. Langkah ini dilakukan untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

    Menanggapi hal tersebut, Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna mengatakan, perseroan perlu segera menyampaikan informasi material PHK dan solusi yang diambil ke laman Keterbukaan Informasi BEI.

    “Tapi, dalam hal itu terjadi dan dikategorikan informasi material, segera mereka harus menyampaikan, termasuk solusi yang akan diambil. Misalnya, kalau untuk PHK, bagaimana proses PHK tersebut tentunya akan mengikuti ketentuan yang berlaku,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, BANK juga wajib memastikan PHK tidak mengganggu layanan dan operasional perseroan. Namun begitu, ia menyerahkan sepenuhnya langkah PHK yang diambil BANK kepada manajemen perseroan.

    “Itu kita berikan kebebasan kepada manajemen untuk melakukan assessment. Tapi, dalam hal itu terjadi dan dikategorikan informasi material, segera mereka harus menyampaikan (informasi),” tutupnya.

    Untuk diketahui, Corporate Communication Bank Aladin Syariah Melita Giovanni mengatakan, perseroan memutuskan PHK untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

    “Sebagai bagian dari komitmen jangka panjang kami untuk memberikan layanan terbaik kepada nasabah dan mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan, Bank Aladin Syariah saat ini tengah melakukan penyesuaian dan optimalisasi kinerja internal perusahaan,” kata Melita dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/3/2025).

    Secara keseluruhan, Melita mengatakan BANK melakukan PHK terhadap 130 karyawan, yang di antaranya merupakan karyawan berstatus kontrak. PHK ini dilakukan untuk menciptakan struktur organisasi yang lebih lincah, efisien dan mampu merespons kebutuhan nasabah dengan lebih cepat dan efektif.

    “Perlu kami klarifikasi bahwa sebagian lagi yang disebut dalam pemberitaan adalah karyawan yang berstatus kontrak, yang bekerja melalui pihak ketiga atau vendor eksternal dan bukan merupakan karyawan tetap Bank Aladin Syariah,” tutupnya.

    (kil/kil)

  • Antusias, BEI ungkap 32 perusahaan siap IPO di tengah gejolak pasar

    Antusias, BEI ungkap 32 perusahaan siap IPO di tengah gejolak pasar

    Hingga saat ini, terdapat 32 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan terdapat 32 perusahaan berada dalam antrean (pipeline) akan melangsungkan Initial Public Offering (IPO) di tengah volatilitas pasar saham domestik maupun global.

    Sampai 10 April 2025, sebanyak sebelas perusahaan telah melangsungkan IPO di pasar modal Indonesia, dengan dana dihimpun mencapai Rp5,92 triliun.

    “Hingga saat ini, terdapat 32 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, di Jakarta, Jumat.

    Dari 32 perusahaan itu, Nyoman merincikan sebanyak 17 perusahaan masuk kategori beraset skala menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, merujuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017.

    Kemudian, sebanyak 12 perusahaan beraset skala besar dengan aset di atas Rp250 miliar, serta sebanyak tiga perusahaan beraset skala kecil dengan aset di bawah Rp50 miliar.

    Dari 32 perusahaan itu, dari sisi sektor, terdapat sebanyak tujuh perusahaan sektor barang konsumen primer, lima perusahaan sektor kesehatan, dan empat perusahaan sektor barang konsumen non primer.

    Lalu, empat perusahaan sektor industri, tiga perusahaan sektor energi, tiga perusahaan sektor keuangan, dan tiga perusahaan sektor transportasi dan logistik,

    Kemudian, satu perusahaan sektor teknologi. satu perusahaan sektor infrastruktur, dan satu perusahaan sektor barang baku,

    Sampai periode 10 April 2025, telah diterbitkan sebanyak 37 emisi dari 27 penerbit Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) dengan dana yang dihimpun senilai Rp50,1 triliun.

    Di sisi lain, terdapat 47 emisi dari 36 penerbit EBUS yang sedang berada dalam antrean (pipeline) untuk menerbitkan emisi EBUS.

    Sementara itu, untuk aksi rights issue, sampai periode ini telah terdapat dua perusahaan yang telah melakukan aksi rights issue dengan total nilai Rp470 miliar.

    Dalam antrean, terdapat sebanyak empat perusahaan yang akan melangsungkan aksi rights issue, yang terdiri dari dua perusahaan sektor barang baku, satu perusahaan sektor energi, serta satu perusahaan sektor kesehatan.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • 21 emiten antusias gelar buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun

    21 emiten antusias gelar buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan terdapat sebanyak 21 perusahaan tercatat (emiten) yang antusias melaksanakan buyback (pembelian kembali) tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di tengah volatilitas pasar saham domestik maupun global saat ini.

    Sebanyak 21 emiten itu diperkirakan akan mengalokasikan total anggaran untuk melangsungkan buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun.

    “Hingga 9 April 2025, terdapat 21 emiten yang berencana untuk melakukan relaksasi kebijakan buyback tanpa RUPS, dengan total nilai anggaran perkiraan alokasi dana buyback sebesar Rp14,97 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Jumat.

    Dari 21 emiten itu, Ia mengungkapkan sebanyak 15 emiten telah melangsungkan buyback tanpa RUPS dengan realisasi anggaran buyback senilai Rp429,72 miliar, atau baru sebesar 2,87 persen dari total perkiraan anggaran yang senilai Rp14,97 triliun.

    “Terdapat 15 dari 21 emiten yang telah melakukan pelaksanaan buyback tanpa RUPS dengan nilai realisasi sebesar Rp429,72 miliar (2,87 persen),” ujar Nyoman.

    Nyoman memastikan BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus melakukan monitoring terkait perkembangan pasar untuk mengambil respon kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar.

    “OJK dan BEI terus melakukan monitoring atas perkembangan pasar untuk mengambil respon kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar,” ujar Nyoman.

    Sebelumnya, OJK bersama BEI telah menerbitkan kebijakan pelaksanaan buyback tanpa RUPS pada 17 Maret 2025 lalu, di tengah volatilitas yang terjadi di pasar saham Indonesia.

    Sesuai Pasal 7 Peraturan OJK (POJK) 13/2023, dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa memperoleh persetujuan RUPS.

    Pelaksanaan pembelian kembali saham karena kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan juga wajib memenuhi ketentuan POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • BEI Tetap Akomodasi Perusahaan Beraset Kecil untuk IPO meskipun Tuai Kritik

    BEI Tetap Akomodasi Perusahaan Beraset Kecil untuk IPO meskipun Tuai Kritik

    Jakarta, Beritasatu.com – Hingga awal 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menerima kedatangan sejumlah emiten berskala kecil yang melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan target dana di bawah Rp 100 miliar.

    Fenomena meningkatnya jumlah emiten kecil yang melantai di bursa ini menuai berbagai tanggapan dari investor dan pelaku pasar. Banyak pihak mempertanyakan kontribusi emiten-emiten tersebut terhadap pertumbuhan kapitalisasi pasar secara keseluruhan, mengingat skala bisnis mereka yang relatif kecil.

    Meski kritik bermunculan, Direktur BEI I Gede Nyoman Yetna menegaskan, pihaknya tetap berkomitmen untuk memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh perusahaan, termasuk yang berskala kecil, untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal.

    Menurutnya, keberadaan pasar modal harus mampu mengakomodasi berbagai jenis perusahaan, baik besar maupun kecil, selama mereka memiliki prospek bisnis yang baik.

    “Pasar modal harus memberikan ruang bagi semua perusahaan, tidak hanya bagi yang besar tetapi juga bagi yang kecil. Namun, tentu saja, yang kami akomodasi adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek yang menjanjikan,” ujar Nyoman kepada wartawan di gedung BEI, Rabu (5/3/2025).

    Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan bahwa BEI memiliki sejumlah kriteria dalam menilai apakah suatu perusahaan layak untuk melantai atau IPO di bursa.

    Penilaian tersebut mencakup aspek kinerja perusahaan, fundamental bisnis, serta rencana ekspansi di masa mendatang. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, BEI memastikan bahwa emiten yang masuk ke pasar modal adalah perusahaan yang memiliki daya saing dan potensi pertumbuhan.

    Hingga saat ini, terdapat 24 perusahaan yang masuk dalam pipeline pencatatan saham BEI. Dari jumlah tersebut, 23 perusahaan termasuk dalam kategori perusahaan beraset besar, dengan nilai aset lebih dari Rp 250 miliar, sementara satu perusahaan lainnya tergolong beraset menengah dengan nilai aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar.

    “Kami tetap berupaya mengakomodasi perusahaan dengan berbagai ukuran aset. Yang terpenting adalah memastikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki prospek yang jelas dan dapat memberikan nilai tambah bagi pasar modal,” pungkas Nyoman.

    Dengan kebijakan yang inklusif ini, BEI berharap dapat mendorong lebih banyak perusahaan untuk memanfaatkan pasar modal untuk IPO sebagai sarana pendanaan dan pertumbuhan bisnis, sehingga secara keseluruhan dapat berkontribusi terhadap dinamika dan perkembangan pasar modal Indonesia.
     

  • BEI akan koordinasi dengan OJK soal potensi delisting Sritex

    BEI akan koordinasi dengan OJK soal potensi delisting Sritex

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BEI akan koordinasi dengan OJK soal potensi delisting Sritex
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 04 Maret 2025 – 23:23 WIB

    Elshinta.com – Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menyampaikan bahwa BEI akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehubungan dengan perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup termasuk proses delisting.

    Saat ini, BEI masih menunggu dokumen hukum resmi atas putusan final pailit dari PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex.

    “Dalam hal, SRIL resmi dinyatakan pailit, Bursa akan menyampaikan laporan kepada OJK sebagaimana diatur dalam POJK 45 tahun 2024,” ujar Nyoman di Jakarta, Selasa.

    Dalam rangka upaya perlindungan investor, Ia menjelaskan bahwa Pasal 18 POJK 45 tahun 2024 mengatur bahwa prosedur perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup wajib disertai dengan beberapa hal di antaranya mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik hingga jumlah pemegang saham kurang dari 50 pihak atau jumlah lain yang ditetapkan OJK.

    “Terkait prosedur dan jangka waktu pelaksanaan RUPS tersebut ditetapkan oleh OJK,” ujar Nyoman.

    Sedangkan, pembelian kembali saham (buyback saham) diselesaikan dalam waktu enam bulan setelah penyampaian keterbukaan informasi mengenai pelaksanaan pembelian kembali saham dan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu paling lama enam bulan dalam rangka memenuhi kondisi yang telah ditetapkan OJK.

    Sebagai informasi, saham SRIL telah di suspensi oleh BEI sejak tanggal 18 Mei 2021, sehingga saat ini suspensi sudah lebih dari 24 bulan.

    Berdasarkan ketentuan III.1.3.3. Peraturan Bursa nomor I-N delisting atas suatu Perusahaan Tercatat dapat disebabkan salah satunya karena: “III.1.3.3. Saham Perusahaan Tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan/ atau di seluruh Pasar, paling kurang selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.”

    Sumber : Antara

  • Sritex Bakal Didepak Bursa Usai Setop Produksi Secara Permanen, Bagaimana Nasib Investor Sahamnya? – Halaman all

    Sritex Bakal Didepak Bursa Usai Setop Produksi Secara Permanen, Bagaimana Nasib Investor Sahamnya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) berpotensi didepak dari bursa saham oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Hal itu seiring telah berhentinya operasional bisnis SRIL secara permanen pada 1 Maret 2025.

    Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, terkait dengan rencana penghapusan pencatatan saham atau delisting, manajemen BEI masih menunggu perkembangan operasional emiten tekstil ini. 

    “Terkait hal tersebut kami tunggu dulu. Kami proses juga dan disiapkan. Tentunya, kami menunggu perkembangan,” kata Nyoman dikutip dari Kontan, Minggu (2/3/2025).

    Nyoman menyampaikan, BEI akan melakukan kunjungan langsung ke emiten terkait dan sampai akhirnya, otoritas bursa akan mengambil tindakan sambil bekerja sama dengan profesi penunjang.

    “Apapun yang terjadi, kami lakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, termasuk dalam hal proses delisting ada kewajiban buyback pada perusahaan manapun yang delisting,” ucap Nyoman. 

    Berdasarkan POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif terhadap Kelangsungan Usaha disebutkan, apabila delisting dilakukan atas perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi perusahaan tertutup.

    “Dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK tersebut,” terang Nyoman.

    Adapun, Sritex juga dinyatakan telah memenuhi kriteria untuk dihapus dari bursa efek atau delisting karena telah menjalani suspensi selama 42 bulan.

    BEI telah melakukan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini. 

    “Karena adanya penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6,” ujar Nyoman.

    Tercatat, saham SRIL saat disuspend berada di level Rp146 per saham.

    Utang Sritex

    Sritex mengalami penumpukan utang dan dinyatakan pailit Sritex tercantum dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. 

    Pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon. Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

    Para termohon tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022. 

    Merujuk Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024, total utang Sritex mencapai US$ 1,597 miliar atau sekitar Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600). Jika dirinci, utang jumbo yang ditanggung Sritex ini meliputi utang jangka pendek sebesar US$ 131,41 juta, dan utang jangka panjang US$ 1,46 miliar.

    Untuk utang jangka panjang, porsi terbesar adalah utang bank yang mencapai US$ 809,99 juta, lalu disusul utang obligasi sebesar US$ 375 juta.

    Di sisi lain, aset perusahaan juga mengalami penurunan. Per 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan aset US$ 617,33 juta, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 648,98 juta.

    Dengan demikian, jumlah aset perusahaan jauh di bawah kewajiban yang ditanggung Sritex.

  • Tutup Pabrik, Saham Sritex Segera Didepak dari BEI?

    Tutup Pabrik, Saham Sritex Segera Didepak dari BEI?

    Jakarta, Beritasatu.com – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi sinyal akan menghapus pencatatan saham atau delisting PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) setelah perusahaan tekstil raksasa ini mengumumkan tutup permanen per 1 Maret 2025. Ribuan buruh Sritex terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat keputusan ini.

    Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan manajemen Sritex untuk mengonfirmasi keputusan tersebut. BEI juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pihak ketiga, guna memastikan langkah yang diambil dilakukan secara profesional.

    “Apabila ada isu penting, langkah pertama yang kami lakukan adalah konfirmasi dengan manajemen. Selanjutnya, kami meminta informasi lebih lanjut dan menyusun informasi resmi,” ujar Nyoman di main hall BEI, Jakarta, Jumat (28/2/2025).

    Nyoman menambahkan, pihaknya akan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku terkait masa depan saham Sritex.

    “Ya, kita tunggu dahulu dokumentasinya. Termasuk peranan buyback karena itu impact. Apa pun yang terjadi nanti, tentu kami akan lakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, termasuk proses delisting. Kewajiban buyback tentunya dilakukan pada perusahaan mana pun yang delisting dari bursa,” tambah Nyoman.

    BEI sebelumnya telah mengumumkan potensi delisting SRIL pada 18 Mei 2022, setelah sahamnya disuspensi dari seluruh pasar selama 12 bulan.

    Bursa dapat menghapus pencatatan saham suatu perusahaan apabila mengalami kondisi atau peristiwa yang berdampak negatif secara signifikan terhadap kelangsungan usaha, baik dari aspek finansial maupun hukum. Apabila perusahaan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai, delisting menjadi konsekuensi yang harus diterima.

    Sebelumnya pada Kamis (27/2/2025), ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mulai mengemasi barang-barangnya. Langkah ini mengikuti putusan pailit yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) terhadap Sritex dan diputuskan untuk tutup permanen mulai 1 Maret 2025. 

  • 19 Perusahaan Beraset Besar Bersiap IPO di Pasar Modal Indonesia

    19 Perusahaan Beraset Besar Bersiap IPO di Pasar Modal Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa saat ini terdapat 19 perusahaan dengan aset besar yang tengah bersiap untuk melangsungkan initial public offering (IPO) di pasar modal Indonesia.

    Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017, perusahaan yang dikategorikan sebagai beraset besar memiliki aset di atas Rp 250 miliar. Dari total 20 perusahaan dalam daftar antrean IPO, 19 di antaranya masuk kategori ini, sementara satu perusahaan lainnya memiliki aset skala menengah, yaitu antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar.

    Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, perusahaan-perusahaan yang sedang dalam proses IPO berasal dari berbagai sektor industri.

    Perincian perusahaan siap IPO adalah enam perusahaan dari sektor barang konsumen primer, empat dari sektor industri, serta tiga dari sektor energi. Selain itu, ada pula tiga perusahaan dari sektor kesehatan, dua dari sektor barang baku, serta masing-masing satu perusahaan dari sektor keuangan dan sektor transportasi dan logistik.

    Hingga Jumat (14/2/2025), tercatat sudah ada delapan perusahaan yang sukses menggelar IPO di pasar modal Indonesia, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 3,70 triliun.

    Pada periode yang sama, telah diterbitkan 13 emisi dari 11 penerbit Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp 15,3 triliun. Saat ini, sebanyak 15 emisi dari 12 penerbit EBUS masih berada dalam antrean untuk penerbitan.

    Di sisi lain, untuk aksi right issue, hingga 14 Februari 2025, terdapat dua perusahaan yang telah melaksanakan aksi tersebut dengan total nilai Rp 470 miliar.

    Sementara itu, selain ada perusahaan siap IPO, ada tujuh perusahaan lainnya masih dalam antrean untuk melakukan rights issue, terdiri dari tiga perusahaan sektor barang baku, dua dari sektor energi, serta dua dari sektor kesehatan.

  • Perpina Dukung Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Prabowo-Gibran – Halaman all

    Perpina Dukung Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Prabowo-Gibran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebagai upaya mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen di masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Perpina (Perempuan Pemimpin Indonesia) DPD DKI Jakarta menggelar acara bertajuk “Go Public: Unlocking Opportunities for Women-Led Enterprises to Scale and Succeed” di Auditorium Gedung Bursa Efek Jakarta, Selasa (4/2/2025).

    Acara ini merupakan bagian dari komitmen Perpina untuk mendorong dan memberdayakan pelaku usaha, khususnya perempuan untuk mengakses peluang yang lebih besar dalam dunia bisnis, khususnya terkait dengan langkah untuk menjadi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

    Dalam acara tersebut, hadir sebagai pembicara kunci I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, yang memberikan wawasan terkait manfaat besar yang bisa didapatkan perusahaan yang go public.

    Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Lewat Sinergi

    I Gede Nyoman Yetna, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan acara tersebut.

    Menurutnya, langkah-langkah yang dilakukan Perpina DPD DKI Jakarta memiliki dampak signifikan dalam meningkatkan kesadaran para pelaku usaha, khususnya perempuan, untuk mengembangkan perusahaan mereka agar bisa melantai di pasar bursa Indonesia.

    Dengan demikian, perusahaan-perusahaan ini dapat memanfaatkan berbagai keuntungan yang ditawarkan oleh pasar saham.

    “Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu pasar saham terbaik di Asia, dan Indonesia menawarkan potensi luar biasa untuk pertumbuhan ekonomi. Jika perusahaan kita berhasil terdaftar di Bursa Efek Indonesia, banyak keuntungan yang bisa diperoleh, di antaranya adalah akses ke sumber pendanaan baru, peningkatan valuasi aset, insentif pajak, serta kesempatan untuk meningkatkan citra perusahaan di mata publik,” ujar Nyoman.

    Nyoman juga menegaskan bahwa pasar saham Indonesia masih sangat menarik bagi para investor, yang pada gilirannya dapat membantu perusahaan berkembang pesat.

    Selain itu, kegiatan ini turut mempersembahkan sesi panel dengan narasumber Listyorini Dian Pratiwi selaku Kepala Divisi Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI.

    Dia menyampaikan materi mengenai ‘Road to Go Public and Indonesia Capital Market Updates’ dan Dinar Primasari sebagai Corporate Secretary PT Cisarua Mountain Dairy Tbk yang membagikan topik ‘IPO Success Story’. 

    Sebagai penutup, sesi pembicara selanjutnya diisi oleh Klemens Rahardja yang merupakan Founder The Entrepreneur Society yang memberikan wawasan mengenai ‘Branding Strategy to Secure Funding from IPO’.

    Mendorong Perusahaan Perempuan untuk Melantai di Bursa

    Ketua Perpina DPD DKI Jakarta, Risty Rustarto, menyampaikan acara ini merupakan bagian dari upaya besar untuk memberdayakan perempuan dalam dunia bisnis.

    Ia berharap kegiatan ini dapat mendorong lebih banyak perusahaan, baik yang besar, menengah, maupun kecil, untuk go public.

    “Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan kesempatan bagi para pengusaha di Indonesia, khususnya perempuan, untuk naik kelas dengan menjadi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dengan melantai di bursa sebagai perusahaan tercatat, peluang perusahaan untuk berkembang lebih besar,” ungkap Risty.

    Acara ini tidak hanya berfokus pada tahapan teknis untuk go public, namun juga memberikan pelatihan penting terkait cara membangun branding value perusahaan di mata publik.

    Hal ini sangat krusial, karena citra perusahaan yang baik akan berpengaruh langsung terhadap harga saham perusahaan di pasar.

    Sinergi dengan Program Pemerintahan Prabowo

    Risty juga menekankan bahwa langkah Perpina sejalan dengan program yang telah dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.

    Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam jangka menengah, dan sinergi antara sektor publik dan swasta sangat dibutuhkan untuk mencapai target tersebut.

    Perpina  sebagai organisasi yang mengedepankan pemberdayaan ekonomi perempuan, berperan aktif dalam mewujudkan hal tersebut dengan memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk terlibat dalam sektor bisnis yang lebih besar.

    Diikuti oleh Pengusaha Lintas Sektor

    Acara ini dihadiri oleh puluhan CEO, founder, dan pengusaha yang sebagian besar berasal dari anggota Perpina, namun juga dihadiri oleh perwakilan pengusaha dari berbagai komunitas pengusaha wilayah di Indonesia, seperti The Entrepreneur Society dan IKAPIM (Ikatan Alumni Mahasiswa Indonesia se-Malaysia).

    Risty berharap acara ini dapat menjadi titik awal bagi banyak perusahaan perempuan untuk mulai mempertimbangkan langkah strategis dalam meningkatkan skala usaha mereka, terutama dengan memanfaatkan pasar modal sebagai salah satu jalur pendanaan yang potensial.

    “Kami sangat berharap kegiatan seperti ini dapat memotivasi lebih banyak perusahaan untuk berkembang, lebih cepat, dan lebih besar lagi. Dengan semakin banyak perusahaan yang go public ke pasar bursa, kita bisa melihat transformasi besar dalam dunia bisnis Indonesia,” tambah Risty.