Soal Status Suhartoyo sebagai Ketua MK, MKMK: Tidak Ditemukan Pelanggaran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak menemukan adanya pelanggaran terhadap status Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Status tersebut dijelaskan
MKMK
untuk menjawab isu miring yang mempertanyakan keabsahan posisi
Ketua MK
yang diemban
Suhartoyo
.
“Majelis Kehormatan mencermati secara saksama pemberitaan dimaksud hingga saat ini. Namun, tidak ditemukan adanya pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Dr. Suhartoyo, S.H., M.H.,” kata Ketua MKMK
I Dewa Gede Palguna
dalam konferensi pers, Kamis (11/12/2025).
MKMK sendiri memang tidak menerima laporan terkait keabsahan Suhartoyo sebagai Ketua
MK
.
Namun, isu mengenai statusnya tetap bergulir di media sosial melalui berbagai narasi yang mempertanyakan legalitas penunjukannya.
Dalam hasil investigasinya, MKMK menemukan bahwa kabar miring tentang Suhartoyo bersumber dari penafsiran yang keliru terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUNJKT.
Putusan tersebut dikabulkan pada 13 Agustus 2023 setelah diajukan oleh
Anwar Usman
, hakim konstitusi yang sebelumnya diberhentikan dari jabatan Ketua MK.
Anwar menggugat keabsahan penunjukan Suhartoyo dan meminta agar keputusan tersebut dibatalkan.
“Dalam kaitan ini, Majelis Kehormatan menilai, terdapat upaya yang dilakukan secara sengaja untuk menyesatkan alur penalaran yang tertuang dalam amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara nomor 604/G/2023/PTUNJKT,” ujar Palguna.
Isu yang tersebar di media sosial hanya menyoroti bagian amar putusan yang berbunyi, “
Menyatakan batal Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, SH, MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028
.”
Padahal, amar putusan tidak berhenti pada pembatalan keputusan tersebut. PTUN juga menolak permohonan Anwar Usman yang meminta dirinya kembali diangkat sebagai Ketua MK.
Dalam pertimbangan hukumnya, PTUN menilai Suhartoyo telah menindaklanjuti persoalan tersebut dengan menerbitkan Surat Keputusan MK Nomor 8 Tahun 2024.
SK tersebut memuat secara lengkap pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK hingga proses penunjukan pimpinan yang baru.
Palguna menambahkan bahwa pemilihan Ketua MK dilakukan melalui rapat pleno yang dihadiri seluruh hakim konstitusi.
“Sehingga, tidak benar opini yang menyatakan bahwa melalui keputusan tersebut Dr. Suhartoyo, SH, MH mengangkat dirinya sendiri serta pada saat yang sama tidak terdapat alasan untuk secara hukum meragukan keabsahan Dr. Suhartoyo, SH, MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi masa jabatan 2023-2028,” jelas Palguna.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: I Dewa Gede Palguna
-
/data/photo/2025/12/11/693a6fe52c4bc.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soal Status Suhartoyo sebagai Ketua MK, MKMK: Tidak Ditemukan Pelanggaran
-
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 DPR Kini Bisa Copot Pejabat Negara, MKMK: Rusak Negara Ini Bos! Nasional
DPR Kini Bisa Copot Pejabat Negara, MKMK: Rusak Negara Ini Bos!
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)
I Dewa Gede Palguna
menilai
DPR
tidak ingin Indonesia tegak di atas hukum Undang-Undang Dasar 1945 jika membuat aturan
tata tertib
yang bisa mengikat keluar.
Hal ini disampaikan Palguna menanggapi tata tertib baru DPR yang bisa dijadikan dalil memberhentikan hakim konstitusi, hakim agung, hingga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia mengatakan, DPR seharusnya bisa mengerti hierarki dan beragam kekuatan yang mengikat dalam norma hukum.
“Jika mereka mengerti tetapi tetap juga melakukan, berarti mereka tidak mau negeri ini tegak di atas hukum dasar (
UUD 1945
) tetapi di atas hukum yang mereka suka dan mau, dan mengamankan kepentingannya sendiri. Rusak negara ini, bos,” kata Palguna, saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (5/2/2025).
Palguna juga mempertanyakan pengetahuan hukum para anggota Dewan yang seharusnya mengerti tata tertib berlaku untuk internal DPR, bukan mengikat keluar institusi pemilik tata tertib.
“Ini tidak perlu Ketua MKMK yang jawab. Cukup mahasiswa hukum semester tiga. Dari mana ilmunya ada tata tertib bisa mengikat keluar? Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum? Masa DPR tak mengerti teori kewenangan? Masa DPR tidak mengerti teori pemisahan kekuasaan dan
checks and balances
?” imbuh dia.
Sebagai informasi, DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.
Hal ini tertuang dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Tata Tertib
yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan mengatakan, revisi ini memberi DPR ruang untuk meninjau kembali kinerja pejabat yang telah mereka tetapkan dalam rapat paripurna.
Jika dalam evaluasi ditemukan kinerja yang tidak memenuhi harapan, DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian.
“Dengan pasal 228A diselipkan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap jabatan calon-calon yang sebelumnya dilakukan fit and proper test melalui DPR,” ujar Bob Hasan, di Gedung DPR RI, Selasa (4/2/2025).
Bob menegaskan bahwa hasil evaluasi ini bisa berujung pada rekomendasi pemberhentian bagi pejabat yang dianggap tidak menunjukkan kinerja optimal.
“Iya, itu kan ujungnya masalah pemberhentian dan keberlanjutan daripada pejabat ataupun calon yang telah diparipurnakan melalui fit and proper test DPR itu. Itu kan pejabat yang berwenang, mekanisme yang berlaku itu kan pejabat yang berwenang, ya kan,” kata Bob.
Dengan adanya revisi tata tertib ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala.
Pejabat tersebut antara lain adalah Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/16/6788c94da9110.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiba-tiba Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa KPK, Terkait Kasus Apa? Nasional 17 Januari 2025
Tiba-tiba Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa KPK, Terkait Kasus Apa?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) memeriksa Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
Ridwan Mansyur
sebagai saksi dalam perkara korupsi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Berdasarkan jadwal pemeriksaan KPK, tidak ada nama Ridwan Mansyur yang muncul di dalam daftar orang-orang yang hendak dikonfirmasi penyidik pada Kamis kemarin.
Keberadaan sosok Hakim MK terindikasi oleh wartawan, sejak seorang pria terlihat mengenakan kemeja merah serta kartu pengenal atau ID card pegawai MK duduk di lobi Gedung Merah Putih KPK.
Indikasi tersebut baru terkonfirmasi, saat Ridwan Mansyur muncul dari lantai dua Gedung KPK, yang selama ini menjadi tempat pemeriksaan saksi sekitar pukul 13.11 WIB.
Saat turun, dia tampak mengenakan kalung yang biasa dipakai seorang saksi ketika menjalani pemeriksaan.
Ridwan lalu menuju meja resepsionis untuk mengembalikan kalung tersebut dan menukarkannya dengan kartu tanda pengenal yang dititipkan saat datang.
Ketika hendak meninggalkan lobi gedung KPK, Ridwan Mansyur tampak dikawal dua orang, yaitu petugas keamanan KPK yang mengenakan setelan berwarna coklat dan seorang pegawai MK yang sudah menunggunya di lobi.
Awalnya, Ridwan Mansyur tampak berjalan normal saat keluar dari lobi gedung KPK. Petugas keamanan KPK pun sempat mengarahkannya ke jalan akses untuk meninggalkan lokasi.
Di sana, sejumlah awak media telah menunggunya. Beberapa kali petugas keamanan KPK mengimbau awak media berhati-hati karena antara lobi dengan jalan akses yang biasa digunakan untuk mobil menurunkan tamu, memiliki perbedaan tinggi.
Hal ini yang kemudian membuat laju perjalanannya sedikit melambat.
Ridwan Mansyur kemudian dibombardir dengan sejumlah pertanyaan oleh awak media.
“Diperiksa kasus apa, Pak? Sudah sidik atau (masih) lidik?” ucap salah seorang awak media.
“Kasus apa Pak? Agar opini tidak liar di publik, kasus apa aja Pak?” timpal awak media yang lain.
“Oh belum orang cuma memberikan keterangan. Sudah selesai. Menjadi sebagai saksi,” kata Ridwan Mansyur irit bicara.
Dia pun enggan mengungkap terkait kasus apa dan diperiksa sebagai saksi siapa, saat awak media kembali meminta penegasannya.
Ridwan Mansyur justru lebih memilih masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya dan meninggalkan wartawan sembari mengucapkan terima kasih.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto membenarkan bahwa
Hakim MK Ridwan Mansyur
diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Kamis itu.
Tessa mengatakan, Ridwan Mansyur diperiksa sebagai saksi dalam dugaan suap yang menjerat mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
“Betul diperiksa sebagai saksi. Perkara MA tersangka Hasbi Hasan. Kasus suap,” kata Tessa saat dikonfirmasi, Selasa.
Secara terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna juga membenarkan
Hakim MK Ridwan Mansyur diperiksa KPK
sebagai saksi dalam perkara mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
“Beliau (Ridwan Mansyur) sudah melapor kepada saya selaku Ketua MKMK bahwa beliau dimintai keterangan oleh KPK sebagai saksi dalam perkara mantan Sekretaris MA,” ujar Palguna, saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis.
Menurut Palguna, pemeriksaan Ridwan Mansyur bukan permintaan mendadak. Dia menyebut, permintaan keterangan oleh penyidik itu sudah disampaikan jauh sebelumnya.
Namun, karena di MK masih sangat padat jadwal memeriksa perkara perselisihan hasil Pilkada, penyidik KPK memberikan keleluasaan waktu kepada Ridwan Mansyur untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
“Hari ini karena kebetulan Panel II tidak ada sidang (sebab pemeriksaan pendahuluan untuk Panel II sudah selesai), maka digunakanlah waktu kosong ini untuk memberikan keterangan itu,” kata Palguna.
Palguna mengatakan, sikap MKMK tentu mendorong Ridwan Mansyur untuk memberikan keterangan guna membantu penyidik KPK menyelesaikan tugasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H. – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H. adalah Hakim Konstitusi Republik Indonesia.
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dipilih Presiden Joko Widodo untuk menduduki posisi Hakim Konstitusi menggantikan I Dewa Gede Palguna yang purna tugas pada 7 Januari 2020 lalu.
Sosok Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menuliskan dalam sejarah bahwa dirinya menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.
Selain hakim, pria kelahiran Kupang ini juga dikenal sebagai akademisi yang mengajar di Universitas Atma Jaya Jakarta, dilansir Wikipedia.
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes.
Diketahui, ayah hakim Daniel Yusmic merupakan guru yang pernah bertugas di Kefamenanu dan Pulau Rote.
Hakim kelahiran 15 Desember 1964 ini adalah anak kelima dari tujuh bersaudara.
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menikah dengan Sumiaty.
Keduanya dikarunia tiga anak, yakni Refindie Micatie Esanie Foekh, Franklyn Putera Natal Foekh, dan Abram Figust Olimpiano Foekh.
Pendidikan
Dilansir dari situs MKRI, Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H. pernah menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga.
Hakim Daniel menempuh pendidikan dasar hingga sarjana di Kupang.
Sementara pendidikan tinggi lainnya ia tempuh di luar tempat kelahirannya.
Berikut rincian pendidikan yang pernah dijalani oleh Hakim Daniel :
SD Inpres Oetete II (1979)
SLTP Negeri II Kupang (1982)
SLTA Negeri I Kupang (1985)
S1 Ilmu HTN UNDANA Kupang (1990)
S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia (1995)
S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia (2005)Sepak Terjang
Daniel Yusmic Foekh sempat gagal menjadi wartawan.
Bahkan ia bekerja sebagai karyawan swasta setelah dirinya lulus sarjana.
Kemudian Daniel Yusmic Pancastaki Foekh melanjutkan studi bidang hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk jenjang magister.
Dilanjutkan dengan jenjang doktoral yang juga ditempuh di Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2010.
Hakim Daniel juga diketahui sebagai seorang dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia.
Hingga akhirnya pria kelahiran Kupang ini menjadi dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya di Jakarta.
Ia mengampu mata kuliah hukum tata negara, hukum tata negara darurat, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi.
Tak sampai di situ saja, Daniel pun pernah dipercaya menjadi Kepala Bagian Hukum Tata Negara dan Wakil Dekan Fakultas Hukum.
Namanya juga diketahui aktif di Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK).
Ia pernah mendaftar menjadi hakim MK di tahun 2003 dari unsur pemerintah.
Namun, dalam pendaftaran tersebut Daniel gagal karena tidak memenuhi syarat.
Pada tahun 2019, Daniel tidak menyerah dan mulai mendaftar lagi menjadi calon hakim MK.
Saat itu ia mendaftar untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah akan habis masa jabatannya.
Usahanya tidak sia-sia, pada bulan Desember 2019 itulah Daniel dinyatakan lolos menjadi salah satu dari delapan orang kandidat usai seleksi administrasi dan tertulis.
Kemudian nama Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menjadi satu dari tiga nama yang diajukan oleh panitia seleksi kepada Presiden.
Hingga akhirnya, pada 7 Januari 2020, Daniel dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara bersama Suhartoyo.
(TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih)
-

Masa Jabatan Palguna Cs di MKMK Diperpanjang Hingga 31 Desember 2025
Jakarta, CNN Indonesia —
Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang masa jabatan tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hingga 31 Desember 2025 atau setahun sejak 31 Desember 2024.
Keputusan itu tertuang dalam SK Ketua MK Nomor 6 Tahun 2024 yang dibacakan langsung Suhartoyo dalam sidang pleno khusus MK, Kamis (2/1).
“Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang berakhir masa tugasnya pada 31 Desember 2024, diperpanjang masa tugasnya sampai dengan 31 Desember 2025 mendatang,” kata Suhartoyo.
Pada kesempatan itu, tiga anggota MKMK sekaligus mengucap sumpah janji perpanjangan masa jabatannya. Mereka yakni, Ridwan Mansyur (Hakim Konstitusi), I Dewa Gede Palguna (Tokoh Masyarakat), dan Yuliandri (Akademisi). Ketua MKMK tetap dijabat oleh Dewa Palguna.
Suhartoyo dalam sambutannya mengatakan perpanjangan masa tugas MKMK telah melalui diskusi panjang, bahkan sempat menuai penolakan dari anggota MKMK.
Namun, keputusan itu telah menemui titik temu karena telah menjadi kesepakatan para hakim konstitusi. Suhartoyo mengatakan pihaknya meyakini para anggota MKMK mampu melanjutkan tugasnya, terlebih MK kini segera menghadapi sidang sengketa pilkada.
“Diskusi agak panjang ketika kita akan memperpanjang para anggota MKMK, karena ada titik-titik temu yang harus diselesaikan, karena konon para anggota MKMK ini agak keberatan dengan perpanjangan ini,” kata Suhartoyo.
“Oleh karena itu, sekali lagi saya mohon kepada, mohon kerelaan hatinya untuk kembali bisa meluangkan waktunya dan merelakan jika Bapak-bapaknya memang masih harus sering ke Jakarta lagi untuk menunaikan tugasnya yang mulia ini,” imbuhnya.
(thr/gil)
[Gambas:Video CNN]
-

Pemerintah susun kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pidato pada puncak peringatan Hari HAM Sedunia Ke-76 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12/2024) malam. (ANTARA/Fath Putra Mulya)
Menko: Pemerintah susun kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Rabu, 11 Desember 2024 – 06:55 WIBElshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan menyusun kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dalam rangka menghadirkan dasar hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Yusril menyampaikan pernyataan itu dalam momentum puncak peringatan Hari HAM Sedunia Ke-76 yang diselenggarakan Kementerian HAM di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12) malam.
“Pemerintahan baru, di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto, akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu, tanpa mengenal batas waktu surut ke belakang,” kata dia.
Menurut Yusril, undang-undang yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu lahir dari hasil pembelajaran dari pengalaman Afrika Selatan. Yusril bercerita, ia dengan sejumlah tokoh HAM dan pejabat Kementerian Hukum dan HAM ketika itu datang ke Afrika Selatan untuk mempelajari pengalaman negara itu menyelesaikan kasus HAM.
“Dengan diilhami pengalaman-pengalaman Afrika Selatan, kita berhasil membentuk Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu. Walaupun dalam perjalanan belakangan, seluruh undang-undang itu dibatalkan oleh MK,” kata dia.
Akibat pembatalan itu, imbuh Yusril, cukup banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak dapat diselesaikan. Hingga kemudian Presiden Ketujuh RI Joko Widodo meneken peraturan terkait penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.
Terlepas dari itu, Menko menegaskan bahwa pemerintahan baru berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Dia pun mengajak semua pihak untuk menyelesaikan persoalan HAM di masa lalu sambil menatap masa depan.
“Semoga peringatan malam ini menggugah kesadaran kita bersama akan pentingnya persoalan-persoalan HAM yang menjadi agenda Pemerintah baru sekarang untuk kita majukan di masa depan,” katanya.
Diketahui bahwa MK membatalkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK, dalam pertimbangannya, menilai bahwa rumusan norma maupun kemungkinan pelaksanaan norma yang ada di dalam UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak memiliki kepastian hukum untuk mencapai tujuan rekonsiliasi yang diharapkan.
Putusan MK itu dibacakan dalam sidang pleno Kamis, 7 Desember 2006 yang dipimpin Ketua MK ketika itu Jimly Asshiddiqie. Sementara itu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (sekarang Ketua Majelis Kehormatan MK) mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion).
Menurut Palguna, permohonan uji materi yang diajukan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 65 (LPKP 65), dan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim ORBA (LPR-KROB) itu seharusnya tidak dapat diterima.
Sumber : Antara
-

PSI Gugat Usia Minimum Capres Cawapres ke MK, I Dewa Gede Palguna: Salah Alamat
Surabaya (beritajatim.com) – Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna menegaskan bahwa gugatan batas usia minimal capres cawapres ke MK salah alamat. Ia meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak terkait hal itu.
“Saya tegaskan, urusan umur itu nggak ada urusan dengan konstitusi. Itu bukan isu pengujian konstitusionalitas. Itu wilayahnya legislative review. Itu legal policy pembuat undang-undang,” kata Dewa dalam keterangan tertulis yang diterima beritajatim.com, Selasa (26/9/2023).
Menurutnya, soal berapa usia yang akan ditetapkan bagi presiden dan calon wakil presiden, merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Tidak ada dasar yang mengatakan, bahwa penetapan umur pada seseorang untuk menempati jabatan tertentu, baik jabatan politik maupun non politik bukan urusan konstitusional.
Baca Juga: Tak Hanya Yogurt, Yakult Merah Juga Haram dan Najis, KH Marzuqi Mustamar: Mohon Jangan Dibeli
“Bagaimana kita mengatakan 40 tahun, 30 tahun atau berapapun itu konstitusional? Nggak ada kan? Terus bagaimana kita mengukur konstitusional atau tidak. Argumentasi bahwa usia minimal capres cawapres adalah 40 tahun adalah inkonstitusional apa, kan nggak ada dasarnya,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak. Sebab, tidak semua persoalan dibawa ke MK untuk penyelesaian.
“Yang dibawa ke MK itu apabila terdapat norma undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Posisi dasarnya kan itu,” ucapnya.
Baca Juga: Belum Genap Sebulan Bertugas, Kasatlantas Polres Gresik Dimutasi Lagi
Maka, dia sepakat bahwa MK tidak memproses gugatan batas usia minimal capres cawapres. Sebab jika gugatan itu diproses, maka MK bisa dianggap menyerobot kewenangan pembuat undang-undang.
“Saya tegaskan itu (gugatan batas usia minimal capres cawapres) bukan ranahnya MK. Itu sepenuhnya ranah pembuat undang-undang. Itu ranah positif legislator, bukan negative legislator seperti MK,” pungkasnya.
Diketahui, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggugat aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres – cawapres ke MK.
Baca Juga: Proyek Revitalisasi Pasar Suko TPKD Pasar Suko Spesifikasikan Bangunan Non Komersial
PSI Ingin agar aturan batasan usia minimal capres – cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Selain PSI, ada juga Partai Garuda yang kemudian ikut menggugat atau mengajukan uji materi atas aturan ini.
Aturan pembatasan usia minimal capres – cawapres ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”. [asg/ian]


/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)