Tag: Hun Sen

  • Pembicaraan Telepon Bocor, PM Thailand Bikin Warga Ngamuk

    Pembicaraan Telepon Bocor, PM Thailand Bikin Warga Ngamuk

    Jakarta, CNBC Indonesia — Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra kini berada di ujung tanduk. Ribuan demonstran turun ke jalanan Bangkok menuntut pengunduran dirinya, usai rekaman telepon kontroversial antara dirinya dan mantan PM Kamboja Hun Sen bocor ke publik.

    Skandal ini bukan hanya memicu kemarahan rakyat, tapi juga mengancam kelangsungan pemerintahannya yang kini ditinggal partai koalisi kunci.

    Mengutip Reuters, Minggu (29/6/2025), aksi unjuk rasa ini merupakan demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak partai Pheu Thai yang dipimpin Paetongtarn berkuasa pada 2023. Tekanan terhadap Paetongtarn (38 tahun) pun meningkat, sementara ia tengah berjuang untuk memulihkan ekonomi yang lesu dan menjaga koalisi pemerintahan yang rapuh menjelang kemungkinan pemungutan suara mosi tidak percaya bulan depan.

    Para demonstran mengibarkan bendera di sekitar Victory Monument, sebuah monumen perang di persimpangan sibuk kota, dalam unjuk rasa yang diselenggarakan oleh United Force of the Land, koalisi aktivis nasionalis yang selama dua dekade terakhir telah berkali-kali memprotes pemerintahan yang didukung keluarga Shinawatra.

    Meskipun protes sebelumnya tidak langsung menjatuhkan pemerintahan tersebut, tekanan dari gerakan-gerakan ini pernah memicu intervensi hukum dan kudeta militer pada tahun 2006 dan 2014.

    Krisis politik saat ini berisiko memperburuk pemulihan ekonomi Thailand yang sedang goyah. Paetongtarn mengatakan pada hari Sabtu bahwa ia tidak khawatir terhadap aksi protes ini dan telah memerintahkan aparat untuk memastikan demonstrasi berjalan damai.

    “Itu hak rakyat, dan saya tidak akan membalas,” katanya.

    Paetongtarn kini memimpin koalisi mayoritas tipis setelah Partai Bhumjaithai menarik dukungan pekan lalu, dengan alasan kekhawatiran atas hilangnya kedaulatan dan integritas Thailand menyusul kebocoran rekaman pembicaraan telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.

    Dalam pembicaraan tersebut, Paetongtarn tampak mencoba menenangkan Hun Sen dan mengkritik seorang komandan militer Thailand, yang merupakan hal tabu di negara yang militernya memiliki pengaruh besar.

    Ia telah menyampaikan permintaan maaf atas komentarnya tersebut.

    Saat ini, perdana menteri juga menghadapi penyelidikan hukum, setelah sekelompok senator mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi dan lembaga antikorupsi nasional untuk menyelidiki tindakannya dalam kasus pembicaraan telepon yang bocor.

    Keputusan dari salah satu lembaga tersebut bisa berujung pada pencopotan dirinya dari jabatan.

    Hun Sen, yang dulunya merupakan sekutu keluarga Shinawatra, melontarkan kritik publik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Paetongtarn dan keluarganya dalam pidato televisi yang berlangsung selama berjam-jam pada hari Jumat. Ia menyerukan perubahan pemerintahan di Thailand.

    Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut pidato Hun Sen sebagai hal yang “luar biasa”, namun tetap menegaskan bahwa Thailand lebih memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan perselisihan bilateral yang memanas.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ribuan Demonstran Kembali Tuntut PM Thailand Mundur

    Ribuan Demonstran Kembali Tuntut PM Thailand Mundur

    Jakarta

    Ribuan pengunjuk rasa antipemerintah kembali berunjuk rasa di Bangkok, ibu kota Thailand pada hari Sabtu (28/6), menuntut pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra. Seruan mundur ini terkait bocornya panggilan teleponnya dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, awal bulan ini yang memicu kemarahan publik atas kepemimpinannya.

    Partai Bhumjaithai, mitra terbesar kedua dalam koalisi, telah meninggalkan koalisi Paetongtarn, menuduh PM berusia 38 tahun itu tunduk pada Kamboja dan melemahkan militer Thailand.

    Sekitar 4.000 demonstran memenuhi jalan-jalan di sekitar Monumen Kemenangan di Bangkok pada Sabtu (28/6), melambaikan bendera Thailand.

    Para demonstran sebagian besar berusia lanjut dan dipimpin oleh aktivis veteran gerakan “Yellow Shirt” yang membantu menggulingkan ayah Paetongtarn, mantan PM Thaksin Shinawatra, pada tahun 2000-an.

    “Saya di sini untuk melindungi kedaulatan Thailand dan mengatakan bahwa PM tidak layak,” kata pengunjuk rasa berusia 70 tahun, Seri Sawangmue, yang melakukan perjalanan semalam dengan bus dari utara negara itu untuk ikut aksi demo tersebut, dilansir dari kantor berita AFP, Sabtu (28/6/2025).

    “Setelah saya mendengar panggilan telepon yang bocor itu, saya tahu saya tidak bisa mempercayainya,” katanya kepada AFP. “Saya telah melalui banyak krisis politik dan saya tahu ke mana arahnya. Dia bersedia menyerahkan kedaulatan kita,” cetusnya.

    Dalam rekaman percakapan tertanggal 15 Juni yang bocor itu, Paetongtarn terdengar mendesak mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen yang dipanggilnya dengan sebutan ‘paman’, agar menyelesaikan sengketa wilayah secara damai, serta memintanya untuk tidak mendengarkan “pihak lain” di Thailand, termasuk seorang jenderal militer yang disebutnya sebagai “lawannya.”

    Dia kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ucapannya adalah bagian dari taktik negosiasi, dan tidak ada masalah dengan militer.

    Pada hari Selasa mendatang, Mahkamah Konstitusi akan memutuskan apakah akan menerima petisi dari para senator yang meminta pencopotan Paetongtarn atas tuduhan ketidakprofesionalan.

    Pada hari yang sama, ayahnya, Thaksin akan diadili atas tuduhan pencemaran nama baik kerajaan yang terkait dengan pernyataan yang sudah berlangsung satu dekade di media Korea Selatan.

    Paetongtarn menjabat kurang dari setahun yang lalu setelah pendahulunya didiskualifikasi oleh perintah pengadilan, dan ayahnya kembali dari pengasingan setelah 15 tahun.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sengketa Perbatasan Thailand-Kamboja Memanas, Warga Merasa Dirugikan

    Sengketa Perbatasan Thailand-Kamboja Memanas, Warga Merasa Dirugikan

    Bangkok

    Ketegangan yang telah berlangsung cukup lama antara Thailand dan Kamboja terkait perbatasan, kembali memuncak beberapa bulan terakhir, yang menewaskan seorang tentara Kamboja yang menjadi korban baku tembak.

    Sejak itu, ketegangan meningkat dan kedua negara menempatkan pasukan dalam jumlah besar di berbagai pos pemeriksaan di area perbatasan sepanjang 800 kilometer.

    Beberapa hari lalu, Thailand menutup perbatasan di Chong Sai Taku, Buriram, sementara Kamboja juga menutup dua pos pemeriksaan di provinsi Oddar Meanchey.

    Thailand dan Kamboja memiliki 17 pos perlintasan perbatasan resmi, namun salah satu pos tersibuk adalah yang menghubungkan provinsi Sa Kaeo (Thailand) dengan Poipet (Kamboja).

    Jalur ini sering kali digunakan warga dari kedua negara untuk bekerja, dan bagi warga Thailand untuk mengunjungi kasino yang ada di Kamboja. Tidak hanya itu, wisatawan internasional juga menggunakan jalur ini.

    Namun, setelah bentrokan di Chong Bok di wilayah timur dekat Laos, Thailand memutuskan untuk mengurangi jam operasional pos perbatasan Sa Kaeo sebanyak delapan jam. Kini, pos hanya buka pukul 08.00 hingga 16.00, padahal sebelumnya dibuka dari 06.00 hingga 22.00. Perubahan ini sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari penduduk dan pekerja di sekitar area tersebut.

    Sengketa perbatasan merugikan bisnis lokal

    Ball, warga Thailand yang memiliki toko ganja di kota perbatasan Aranyaprathet, mengatakan penjualannya turun hampir tiga perempat sejak perubahan perbatasan.

    Lim Num Hong, warga Thailand keturunan Tionghoa yang bekerja di pangkalan taksi dekat perbatasan, biasanya melayani penumpang ke Bangkok. Selama dua hari terakhir, ia tidak mendapat pesanan sama sekali karena sulitnya akses lintas batas. Bahkan, ia hanya mendapat satu pesanan selama total empat hari.

    Seorang pria asal Sa Kaeo, Mon, kehilangan pekerjaannya di kasino Kamboja karena perubahan jam buka perbatasan.

    “Saya bekerja sebagai layanan pelanggan di sebuah kasino di Kamboja selama satu tahun terakhir. Pekerjaan saya berakhir tiga atau empat hari lalu, sejak pengumuman perubahan jam operasional perbatasan. Sekarang saya sudah pulang dan tidak punya pekerjaan,” ujarnya kepada DW.

    Militer Thailand telah melarang warga Thailand menyeberang perbatasan untuk bekerja di bar dan kasino Poipet sejak 17 Juni.

    Dampak ekonomi dari konflik Thailand-Kamboja

    Kementerian Tenaga Kerja Thailand melaporkan, sekitar 500.000 pekerja migran asal Kamboja tercatat bekerja di Thailand.

    Vatey Mony, warga Kamboja yang tinggal di Sa Kaeo, mengelola warung makan kecil di pasar Aranyaprathet yang melayani warga Thailand, Kamboja, dan turis. Ia mempertimbangkan alternatif untuk meninggalkan daerah perbatasan, karena pendapatannya terus menurun dan kekhawatiran akan konflik yang berkelanjutan.

    “Perbatasan tutup lebih awal, pelanggan makin sepi, kami mengalami kerugian. Saya dan saudara perempuan saya mungkin harus kembali ke Kamboja karena takut perang di masa depan,” ungkapnya kepada DW.

    Perdagangan juga kian terdampak, dengan Kamboja melarang impor buah, sayuran, bensin, dan propana sejak Minggu lalu. Sementara, Thailand dilaporkan melarang sepeda motor asal Kamboja masuk ke seluruh pos perbatasan darat.

    Tita Sanglee, peneliti asosiasi di ISEAS-Yusof Ishak Institute mengatakan, eskalasi yang berkelanjutan akan merugikan kedua negara secara ekonomi.

    “Saya tidak melihat konflik Thailand-Kamboja akan meningkat menjadi perang bersenjata besar-besaran. Eskalasi nyata justru lebih mungkin terjadi di sektor ekonomi,” ujarnya kepada DW.

    “Kedua pihak kini mulai mengambil langkah-langkah untuk saling merugikan secara ekonomi, dan penutupan perbatasan menjadi faktor utama. Keduanya sama-sama punya banyak hal yang dipertaruhkan. Thailand sangat bergantung pada tenaga kerja asal Kamboja, dan juga mengekspor banyak barang ke sana. Padahal, ekspor Thailand seperti bahan bakar, mesin, dan minuman adalah barang penting dalam konsumsi sehari-hari,” tambahnya.

    Pada tahun 2024, nilai perdagangan bilateral antara Thailand dan Kamboja mencapai lebih dari 4 miliar dolar AS (sekitar Rp 64 triliun), menjadikan Thailand sebagai mitra dagang terbesar keempat bagi Kamboja.

    Suthien Pewchan dari Sisaket, Thailand, dekat lokasi bentrokan Chong Bok, mengatakan tidak ada kekurangan barang di pasar.

    “Tidak ada kekurangan barang. Tapi kami dilarang mengumpulkan makanan seperti jamur liar dari hutan. Saat ini, kami sudah siap sepenuhnya. Memang belum ada pertempuran lagi, tapi warga tetap waspada. Sudah ada rencana darurat kalau kejadian seperti tahun 2011 terulang lagi,” ujarnya kepada DW.

    Sengketa perbatasan yang berlarut-larut

    Sengketa ini sudah berlangsung lama, dengan bentrokan besar pada 2008 dan 2011 terkait klaim wilayah di sekitar Candi Preah Vihear. Puluhan tentara tewas sebelum akhirnya disepakati gencatan senjata.

    Pada 2015, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan wilayah tersebut milik Kamboja. Kini Kamboja ingin ICJ turut campur lagi untuk menyelesaikan sengketa lahan Chong Bok dan wilayah lain, sementara Thailand lebih memilih penyelesaian secara bilateral.

    “Kamboja ingin membawa konflik saat ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) karena mereka pernah menang di sana sebelumnya,” ujar Zachary Abuza, pakar Asia Tenggara dari Lowy Institute, kepada DW.

    “Sementara Thailand ingin memanfaatkan kekuatan ekonominya, mereka benar-benar yakin memiliki pengaruh ekonomi yang besar,” tambahnya.

    Gejolak politik akibat sengketa perbatasan

    Sengketa ini juga memicu krisis politik dalam negeri Thailand.

    Rekaman pembicaraan antara Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dan mantan PM Kamboja Hun Sen bocor, di mana Paetongtarn mengkritik seorang komandan militer terkait konflik perbatasan.

    Akibatnya, Partai Bhumjaithai, partai terbesar kedua di koalisi pemerintahan, keluar dari koalisi pimpinan Paetongtarn. Hal ini menimbulkan ketidakpastian terhadap masa depan pemerintahan Perdana Menteri tersebut.

    “Sengketa perbatasan Thailand-Kamboja telah berubah menjadi krisis politik besar di Thailand,” kata Thitinan Pongsudhirak, profesor ilmu politik dari Universitas Chulalongkorn, kepada DW.

    “Dengan posisi Perdana Menteri Paetongtarn yang makin goyah akibat isolasi politik dan ancaman runtuhnya pemerintahan, politik Thailand kini berada dalam kondisi kacau. Sementara itu, hubungan Thailand-Kamboja diperkirakan akan terus diwarnai ketegangan dan konfrontasi dalam waktu yang cukup lama,” pungkas Thitinan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video DPR Apresiasi Kebijakan Prabowo Soal Tambang Raja Ampat-Sengketa 4 Pulau

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hot! Rekaman Telepon dengan Eks PM Kamboja Bocor, Si Cantik PM Thailand Terancam Lengser

    Hot! Rekaman Telepon dengan Eks PM Kamboja Bocor, Si Cantik PM Thailand Terancam Lengser

    GELORA.CO –  Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra tengah menghadapi krisis politik besar setelah rekaman percakapan telepon pribadinya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik.

    Kebocoran ini memicu kemarahan masyarakat luas dan mengguncang koalisi pemerintahan yang baru terbentuk dilansir dari The Guardian

    Dalam rekaman tersebut, PM berparas cantik Paetongtarn—putri dari mantan perdana menteri yang kontroversial, Thaksin Shinawatra—membahas perselisihan perbatasan yang sedang berlangsung antara Thailand dan Kamboja dengan Hun Sen, yang dikenal sebagai teman dekat keluarganya.

    Ia terdengar mengkritik seorang petinggi militer Thailand yang disebutnya “hanya ingin terlihat garang” dan menyebutnya sebagai lawan politik. Kepada Hun Sen, Paetongtarn bahkan menyapanya dengan sebutan akrab “paman” dan berkata, “kalau ada apa-apa, bilang saja ke saya, nanti saya urus.”

    Pernyataan tersebut langsung menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak di dalam negeri. Dalam konferensi pers pada Kamis 19 Juni 2025 Paetongtarn menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

    “Saya meminta maaf atas bocornya rekaman pembicaraan saya dengan seorang tokoh Kamboja yang telah memicu kemarahan publik,” ujarnya.

    Meskipun Hun Sen telah lengser sejak 2023 dan digantikan oleh putranya, Hun Manet, ia tetap dianggap figur berpengaruh dalam politik Kamboja.

    Setelah potongan rekaman tersebar, Hun Sen merilis versi lengkap percakapan itu, yang makin memperkeruh situasi.

    Akibat krisis ini, Partai Bhumjaithai—anggota koalisi terbesar kedua dalam pemerintahan—menarik dukungan mereka, meninggalkan Paetongtarn dengan mayoritas tipis di parlemen.

    Partai lain seperti Chartthaipattana, United Thai Nation, dan Demokrat masih bertahan, namun tengah melakukan pembicaraan darurat.

    Jika satu lagi mitra koalisi keluar, pemerintahan Paetongtarn bisa runtuh. Ini bisa memicu pemilu dini atau upaya pembentukan koalisi baru.

    Pemimpin oposisi dari Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut, telah menyerukan agar parlemen dibubarkan untuk mencegah kekacauan lebih lanjut dan menghindari potensi kudeta militer.

    Thailand memiliki sejarah panjang intervensi militer, dengan lebih dari selusin kudeta sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932.

    Ayah Paetongtarn, Thaksin Shinawatra, digulingkan oleh militer pada 2006. Bibi Paetongtarn, Yingluck, juga dilengserkan melalui keputusan pengadilan yang disusul kudeta pada 2014.

    Ratusan demonstran turun ke jalan pada Kamis, termasuk kelompok anti-Thaksin “Kaos Kuning” yang menuntut pengunduran diri PM.

    Salah satu spanduk bertuliskan: “Pemerintah Thailand Berhati Khmer, Mundur!”

    Meski begitu, analis politik Thailand Ken Lohatepanont menilai kudeta belum terlihat sebagai opsi utama.

    “Proses demokrasi masih berjalan. Namun tekanan politik jelas meningkat,” ujarnya.

    Pihak militer menyatakan tetap menjunjung demokrasi dan kedaulatan nasional.

    Panglima Angkatan Darat Jenderal Pana Claewplodtook menyerukan persatuan nasional sebagai prioritas utama.

    Masalah hukum pun mulai menghampiri Paetongtarn. Setidaknya tiga petisi telah dilayangkan terhadapnya: ke Komisi Antikorupsi Nasional atas dugaan pelanggaran etika dan konstitusi; ke Biro Investigasi Pusat atas potensi pelanggaran keamanan nasional; dan ke Komisi Pemilu agar menyelidiki kasus tersebut.

    Semua ini terjadi di tengah kondisi ekonomi Thailand yang goyah—jumlah wisatawan Tiongkok menurun dan bayang-bayang tarif impor Amerika Serikat sebesar 36% mengintai sektor ekspor.

    Paetongtarn, yang baru menjabat belum genap setahun, belum menyatakan mundur.

    Ia justru menegaskan bahwa pemerintahannya solid dan siap mendukung militer dalam menghadapi sengketa perbatasan dengan Kamboja.

    “Sekarang bukan waktunya saling menyalahkan. Kita harus bersatu untuk mempertahankan kedaulatan nasional,” tegasnya.

    Jumat ini, ia dijadwalkan mengunjungi wilayah timur laut Thailand untuk bertemu Letjen Boonsin Padklang—komandan militer yang sebelumnya ia kritik dalam rekaman yang bocor.

  • Heboh Skandal Telepon dengan Eks PM Kamboja, PM Thailand Minta Maaf

    Heboh Skandal Telepon dengan Eks PM Kamboja, PM Thailand Minta Maaf

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra meminta maaf pada hari Kamis (19/6) terkait bocornya percakapan telepon antara dirinya dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, yang telah memicu kemarahan publik. Insiden ini menempatkan pemerintahannya di ambang kehancuran.

    Mitra koalisi utamanya telah mengundurkan diri, dan seruan meningkat agar dia mengundurkan diri atau mengumumkan pemilihan umum.

    Partai konservatif Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pada hari Rabu (18/6), dengan mengatakan perilaku Paetongtarn dalam panggilan telepon yang bocor itu telah melukai martabat negara dan militer.

    Saat tekanan meningkat pada hari Kamis, Paetongtarn, putri mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, meminta maaf saat konferensi pers bersama para panglima militer dan tokoh senior dari partainya, Pheu Thai.

    “Saya ingin meminta maaf atas rekaman percakapan saya dengan seorang pemimpin Kamboja yang bocor dan telah menimbulkan kemarahan publik,” kata Paetongtarn kepada wartawan, dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/6/2025).

    Dalam percakapan telepon tersebut, Paetongtarn terdengar membahas dengan Hun Sen tentang sengketa perbatasan dengan Kamboja yang sedang berlangsung. Hun Sen mengundurkan diri sebagai perdana menteri Kamboja pada tahun 2023 setelah berkuasa selama empat dekade, tetapi masih memiliki pengaruh yang cukup besar.

    Paetongtarn menyapa pemimpin veteran itu sebagai “paman” dan menyebut komandan tentara Thailand di timur laut negara itu sebagai lawannya, sebuah pernyataan yang memicu kritik keras di media sosial.

    “Saya harus meminta maaf atas apa yang terjadi karena saya benar-benar tidak tahu bahwa percakapan itu direkam,” kata Paetongtarn dalam konferensi pers setelah pertemuan mendesak dengan para pemimpin militer, dikutip media Thailand, The Nation, Kamis (19/6/2025).

    Dia menambahkan bahwa pemerintahnya tetap bersatu dengan angkatan bersenjata untuk mempertahankan integritas teritorial Thailand dari segala gangguan oleh Kamboja.

    Kehilangan 69 anggota parlemen Bhumjaithai membuat Paetongtarn kini hanya memiliki sedikit suara untuk memperoleh mayoritas di parlemen. Pemilihan umum dadakan tampaknya menjadi kemungkinan yang jelas — hanya berselang dua tahun setelah pemilihan umum terakhir pada Mei 2023.

    Dua partai koalisi lainnya, Partai Bangsa Thailand Bersatu dan Partai Demokrat, akan mengadakan pertemuan untuk membahas situasi tersebut pada Kamis malam waktu setempat.

    Paetongtarn berharap permintaan maafnya dan menunjukkan persatuan dengan militer cukup untuk meyakinkan mereka agar tetap bertahan.

    Kehilangan salah satu dari mereka kemungkinan akan berarti berakhirnya pemerintahan Paetongtarn, yang berarti akan adanya pemilihan umum atau upaya oleh partai-partai lain untuk menyatukan koalisi baru.

    Pada Kamis (19/6), ratusan pengunjuk rasa antipemerintah, beberapa di antaranya adalah veteran gerakan anti-Thaksin “Yellow Shirts” yang marak pada akhir tahun 2000-an, berdemonstrasi di luar Government House untuk menuntut Paetongtarn mundur.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Demonstran Ramai-ramai Serukan PM Thailand Mundur, Ada Apa?

    Demonstran Ramai-ramai Serukan PM Thailand Mundur, Ada Apa?

    Jakarta

    Ratusan demonstran antipemerintah berkumpul di luar gedung Government House (kantor resmi Perdana Menteri dan jajaran menteri kabinet) di Bangkok, ibu kota Thailand, untuk menuntut Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra mengundurkan diri.

    Putri mantan PM Thaksin Shinawatra itu didesak untuk mundur terkait kebocoran panggilan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, yang memicu kemarahan publik Thailand.

    Skandal tersebut mengguncang koalisi Paetongtarn setelah partai Bhumjaithai, selaku mitra utama, menarik diri pada hari Rabu (18/6), menuduhnya merusak negara dan menghina martabat militer.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/6/2025), dalam panggilan telepon yang bocor itu, Paetongtarn menyebut komandan militer di timur laut Thailand sebagai lawannya, dan memanggil Hun Sen sebagai “paman”. Hal ini telah menuai reaksi keras dari publik.

    Peserta aksi demo yang diadakan di tengah terik matahari itu sebagian besar sudah tua dan mengenakan baju kuning — warna yang sangat erat kaitannya dengan monarki Thailand. Para demonstran menuduh Paetongtarn yang berusia 38 tahun itu “kurang memiliki keterampilan diplomatik” dan “membahayakan kepentingan nasional”.

    “Saya sangat kecewa ketika mendengar rekaman audio (yang bocor) itu,” kata Kanya Hanotee, 68, seorang pekerja kuil kepada AFP.

    “Dia kurang memiliki keterampilan negosiasi. Memangnya dia siapa? Negara ini bukan miliknya,” cetusnya.

    Lihat juga Video ‘Warga AS Demo Minta Trump Tak Ikut Campur Perang Iran-Israel’:

    Dalam aksinya, para demonstran melambaikan bendera Thailand dan tulisan-tulisan yang menyebut Paetongtarn sebagai “pengkhianat”. Massa demonstran juga dan meneriakkan “Pergi!” dan “Pergi ke neraka!” sementara puluhan polisi antihuru-hara berdiri di dekat massa.

    Banyak di antara kerumunan itu adalah pendukung lama gerakan “Yellow Shirts” yang konservatif dan pro-kerajaan, yang telah menentang keras dinasti politik mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra sejak tahun 2000-an.

    Lihat juga Video ‘Warga AS Demo Minta Trump Tak Ikut Campur Perang Iran-Israel’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tiba-Tiba Kamboja Minta Militer Siaga & Setop Drama Thailand, Kenapa?

    Tiba-Tiba Kamboja Minta Militer Siaga & Setop Drama Thailand, Kenapa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kamboja memerintahkan pasukan untuk tetap “siaga penuh” dan melarang drama Thailand di televisi pada hari Jumat (13/6/2025). Ini menjadi update terbaru dari pertikaian perbatasan yang sedang berlangsung antara negara-negara tetangga Asia Tenggara tersebut.

    Phnom Penh juga memutus koneksi internet yang melewati Thailand pada malam menjelang pertemuan antara kedua belah pihak yang bertujuan untuk meredakan ketegangan setelah bentrokan mematikan bulan lalu. Kekerasan berkobar pada tanggal 28 Mei di daerah yang dikenal sebagai Segitiga Zamrud, tempat perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos bertemu, dengan seorang tentara Kamboja tewas.

    “Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet memposting di Facebook pada hari Kamis malam bahwa negara tersebut memutus semua pita lebar internet dari Thailand, menyebabkan beberapa pengguna mengeluhkan kecepatan yang lambat. Kementerian informasi dan budaya juga memerintahkan stasiun televisi dan bioskop untuk berhenti menayangkan serial TV Thailand,” tulis AFP melaporkan.

    Sementara itu, mantan pemimpin berpengaruh Kamboja Hun Sen, yang juga ayah dari Hun Manet, mendesak pemerintah pada hari Jumat untuk menghentikan “impor barang-barang Thailand ke pasar Kamboja”. Ini dilakukan jika Thailand menolak mencabut pembatasan yang diberlakukan di pos pemeriksaan perbatasan dalam beberapa hari terakhir.

    “Semua angkatan bersenjata harus tetap waspada penuh 24 jam sehari, siap untuk menanggapi dan bertahan jika terjadi agresi,” tulisnya di Facebook seraya mendesak pihak berwenang di provinsi-provinsi dekat perbatasan untuk bersiap mengevakuasi penduduk ke daerah yang lebih aman.

    Di sisi lain, pihak berwenang Kamboja juga mengumumkan bahwa penyeberangan perbatasan Daung-Ban Laem yang populer dengan Thailand akan ditutup tanpa batas waktu mulai hari Jumat. Departemen imigrasi Kamboja mengatakan tindakan itu dilakukan untuk menjaga “keamanan dan keselamatan bagi masyarakat”.

    Dalam unggahan Facebook lainnya, Hun Sen mendorong para petani Thailand untuk memprotes militer mereka. Ia mengatakan Kamboja akan membuka kembali penyeberangan perbatasan ketika semua pembatasan perbatasan yang diberlakukan oleh militer Thailand dicabut.

    Pejabat Kamboja dan Thailand akan bertemu di Phnom Penh pada hari Sabtu untuk membahas sengketa perbatasan.

    Perselisihan ini bermula dari penggambaran garis perbatasan sepanjang 800 kilometer (500 mil), yang sebagian besar dilakukan selama pendudukan Prancis di Indochina.

    Wilayah tersebut telah mengalami kekerasan sporadis sejak tahun 2008. Hal ini mengakibatkan sedikitnya 28 kematian.

    Awal bulan ini Hun Manet mengatakan bahwa Kamboja akan mengajukan pengaduan ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas empat wilayah perbatasan yang disengketakan, termasuk lokasi bentrokan terakhir. ICJ memutuskan pada tahun 2013 bahwa wilayah yang disengketakan di sebelah kuil Preah Vihear adalah milik Kamboja, tetapi Thailand mengatakan tidak menerima yurisdiksi ICJ.

    Pada hari Minggu, tentara dari kedua negara sepakat untuk menempatkan kembali tentara mereka di lokasi bentrokan terakhir untuk menghindari konfrontasi. Thailand telah menutup beberapa penyeberangan perbatasan dan memperketat kontrol perbatasan dengan Kamboja dalam beberapa hari terakhir.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Thailand dan Kamboja Tarik Pasukan Usai Baku Tembak di Perbatasan

    Thailand dan Kamboja Tarik Pasukan Usai Baku Tembak di Perbatasan

    Jakarta

    Thailand dan Kamboja mengumumkan kesepakatan untuk menarik pasukan mereka di daerah perbatasan yang disengketakan. Penarikan pasukan usai seorang tentara Kamboja tewas bulan lalu dalam bentrokan militer.

    Dilansir AFP, Senin (9/6/2025), telah terjadi kekerasan sporadis di perbatasan Thailand-Kamboja sejak 2008, yang mengakibatkan sedikitnya 28 kematian.

    Seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan terbaru pada tanggal 28 Mei di daerah yang dikenal sebagai Segitiga Zamrud, tempat perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos bertemu.

    Menyusul perselisihan dalam beberapa hari terakhir mengenai kontrol perbatasan dan pasukan, kedua belah pihak bertemu pada Minggu (8/6), dan sepakat untuk menempatkan kembali tentara mereka.

    Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra mengatakan dia telah berbicara dengan pemerintah Kamboja dan pembicaraan telah mencapai “kesimpulan positif”.

    “Kedua belah pihak telah sepakat untuk bersama-sama menyesuaikan pasukan militer di titik-titik konflik untuk mengurangi suasana konfrontasi,” tulisnya di X. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan pada tanggal 14 Juni, tambah perdana menteri.

    Mantan Perdana Menteri Kamboja yang berpengaruh, Hun Sen, mengatakan penyesuaian kekuatan melalui “saling pengertian” adalah “penting untuk menghindari bentrokan kekerasan berskala besar”.

    Thailand dan Kamboja telah lama berselisih mengenai perbatasan mereka yang panjangnya lebih dari 800 kilometer (500 mil), yang sebagian besar dibuat selama pendudukan Prancis di Indochina.

    ICJ memutuskan pada tahun 2013 bahwa wilayah yang disengketakan itu milik Kamboja, tetapi Thailand mengatakan tidak menerima yurisdiksi ICJ.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Thailand dan Kamboja Tarik Pasukan Usai Baku Tembak di Perbatasan

    Thailand dan Kamboja Tarik Pasukan Usai Baku Tembak di Perbatasan

    Jakarta

    Thailand dan Kamboja mengumumkan kesepakatan untuk menarik pasukan mereka di daerah perbatasan yang disengketakan. Penarikan pasukan usai seorang tentara Kamboja tewas bulan lalu dalam bentrokan militer.

    Dilansir AFP, Senin (9/6/2025), telah terjadi kekerasan sporadis di perbatasan Thailand-Kamboja sejak 2008, yang mengakibatkan sedikitnya 28 kematian.

    Seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan terbaru pada tanggal 28 Mei di daerah yang dikenal sebagai Segitiga Zamrud, tempat perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos bertemu.

    Menyusul perselisihan dalam beberapa hari terakhir mengenai kontrol perbatasan dan pasukan, kedua belah pihak bertemu pada Minggu (8/6), dan sepakat untuk menempatkan kembali tentara mereka.

    Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra mengatakan dia telah berbicara dengan pemerintah Kamboja dan pembicaraan telah mencapai “kesimpulan positif”.

    “Kedua belah pihak telah sepakat untuk bersama-sama menyesuaikan pasukan militer di titik-titik konflik untuk mengurangi suasana konfrontasi,” tulisnya di X. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan pada tanggal 14 Juni, tambah perdana menteri.

    Mantan Perdana Menteri Kamboja yang berpengaruh, Hun Sen, mengatakan penyesuaian kekuatan melalui “saling pengertian” adalah “penting untuk menghindari bentrokan kekerasan berskala besar”.

    Thailand dan Kamboja telah lama berselisih mengenai perbatasan mereka yang panjangnya lebih dari 800 kilometer (500 mil), yang sebagian besar dibuat selama pendudukan Prancis di Indochina.

    ICJ memutuskan pada tahun 2013 bahwa wilayah yang disengketakan itu milik Kamboja, tetapi Thailand mengatakan tidak menerima yurisdiksi ICJ.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Prabowo terima kunjungan kehormatan Presiden Senat Kamboja di Jakarta

    Presiden Prabowo terima kunjungan kehormatan Presiden Senat Kamboja di Jakarta

    Senin, 5 Mei 2025 15:41 WIB

    Presiden Prabowo Subianto (kedua kanan) bersama Presiden Senat Kerajaan Kamboja Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen (ketiga kanan) menyapa siswa sekolah dasar saat kunjungan kehormatan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025). Kunjungan kehormatan Presiden Senat Kerajaan Kamboja ke Indonesia tersebut untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang strategis antarkedua negara. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

    Presiden Prabowo Subianto (kanan) bersama Presiden Senat Kerajaan Kamboja Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen (kiri) saat kunjungan kehormatan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025). Kunjungan kehormatan Presiden Senat Kerajaan Kamboja ke Indonesia tersebut untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang strategis antarkedua negara. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

    Presiden Prabowo Subianto (kiri) bersama Presiden Senat Kerajaan Kamboja Samdech Akka Moha Sena Padei Techo Hun Sen (kedua kiri) memeriksa pasukan saat kunjungan kehormatan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025). Kunjungan kehormatan Presiden Senat Kerajaan Kamboja ke Indonesia tersebut untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang strategis antarkedua negara. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.