Tag: Hudiyono

  • Mantan Pj Bupati Sidoarjo Resmi Ditahan

    Mantan Pj Bupati Sidoarjo Resmi Ditahan

    GELORA.CO -Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahan mantan Penjabat (Pj) Bupati Sidoarjo, Hudiyono.

    Namun Kejati Jatim tidak mengungkap alasan penahanan Hudiyono tersebut.

    Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), Windhu Sugiarto menolak menjelaskan secara pasti terkait perkara yang menjerat Hudiyono tersebut.

    “Mungkin nanti rilisnya saya kirim ya, mas,” kata Windhu saat dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, Selasa 26 Agustus 2025.

    Dikutip dari RMOLJatim, Hudiyono diduga ditahan terkait perkara tindak pidana korupsi di Dinas Pendidikan Jawa Timur.

    Sebelumnya, Kejati Jatim tengah membongkar tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa yang terjadi pada Dinas Pendidikan Jawa Timur tahun 2017. 

    Dalam modus yang dilakukan, pelaku mengajukan anggaran melalui APBD sebesar Rp65 miliar yang ditujukan untuk pembelian alat kesenian untuk sekolah SMK swasta di Jawa Timur.

    Setiap sekolah dianggarkan sekitar Rp2,6 miliar untuk pengadaan barang alat kesenian. Namun kenyataannya alat kesenian yang dibelikan cuma seharga Rp2 juta.

    Dalam perkara ini, Kejati Jatim telah memeriksa 25 kepala SMK di Jatim. 

    Selain itu, Kejati Jatim sudah memeriksa Kabid SMK Hudiyono selaku Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) pada tahun 2017 lalu.

  • Akal-akalan Eks Plt Kepala Disdik Jawa Timur Hudiyono Kelola Dana Hibah Berujung Tersangka Korupsi

    Akal-akalan Eks Plt Kepala Disdik Jawa Timur Hudiyono Kelola Dana Hibah Berujung Tersangka Korupsi

    Windhu mengungkapkan, kasus ini bermula dari penyimpangan dalam pengelolaan anggaran belanja hibah dan belanja modal untuk SMK Negeri maupun swasta pada 2017 lalu.

    Berdasarkan penyidikan, kedua tersangka diduga merekayasa pengadaan barang dengan menetapkan harga dan jenis barang tanpa menganalisis kebutuhan sekolah penerima. Melainkan berdasarkan stok barang milik JT.

    “Proses lelang juga sudah dikondisikan sebelumnya, sehingga pemenang kegiatan merupakan perusahaan di bawah kendali JT. Akibatnya, barang berupa alat peraga yang disalurkan tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah dan tidak dapat dimanfaatkan,” ucap Windhu.

    Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp179,9 miliar. Saat ini, kata Windhu, perhitungan kerugian negara masih dilakukan oleh tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur.

  • Kejati Ungkap Dugaan Korupsi Rp 65 M dalam Dana Hibah Dispendik Jatim Tahun 2017

    Kejati Ungkap Dugaan Korupsi Rp 65 M dalam Dana Hibah Dispendik Jatim Tahun 2017

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengungkap dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah barang dan jasa untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta yang dikelola Dinas Pendidikan (Dispendik) Jawa Timur pada tahun anggaran 2017.

    Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati, menyatakan bahwa perhitungan kerugian negara akibat kasus ini masih dalam proses oleh Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Jawa Timur.

    “Setelah ditemukan bukti awal yang cukup, Kejati meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-334/M.5/Fd.2/03/2025 tanggal 3 Maret 2025,” ujar Mia.

    Dugaan Penyimpangan dalam Dana Hibah

    Kasus ini berawal dari penyelidikan yang dilakukan Kejati Jatim berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-33/M.5/Fd.1/01/2025 tanggal 6 Januari 2025.

    Dalam proses tersebut, tim penyidik telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk 25 kepala sekolah SMK Swasta penerima hibah di 11 kabupaten/kota di Jawa Timur.

    Selain itu, Kejati juga meminta keterangan dari beberapa pejabat terkait, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, Kepala Biro Hukum Provinsi Jatim, Kabid SMK Dispendik Jatim selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta pejabat Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) Pemprov Jatim. Tak hanya itu, vendor penyedia barang dan jasa juga turut diperiksa.

    Menurut Mia, pada tahun 2017 Dispendik Jatim mengalokasikan anggaran sebesar Rp 65 miliar untuk belanja hibah barang dan jasa bagi SMK Swasta. Penyaluran dana tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor 188/386/KPTS/013/2017 yang diterbitkan pada 21 Juli 2017. Namun, dalam implementasinya, ditemukan dugaan penyimpangan.

    Pembagian Proyek dan Dugaan Mark-Up

    Dana hibah tersebut dibagi menjadi dua paket proyek, yaitu:

    Paket I: Melibatkan 12 SMK Swasta dan dimenangkan oleh PT Desina Dewa Rizky dengan nilai kontrak Rp 30,5 miliar. Kontrak ini ditandatangani oleh Hudiyono sebagai PPK dan Djono Tehyar sebagai Direktur PT Desina Dewa Rizky.

    Paket II: Melibatkan 13 SMK Swasta dan dimenangkan oleh PT Delta Sarana Medika dengan nilai kontrak Rp 33 miliar. Kontrak ini ditandatangani oleh Hudiyono sebagai PPK dan Subagio (almarhum) sebagai Direktur PT Delta Sarana Medika.

    Dalam pelaksanaannya, ditemukan bahwa barang yang diterima beberapa sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan jurusan, tidak sesuai dengan SK Gubernur, serta terdapat indikasi mark-up harga yang berpotensi merugikan keuangan negara.

    Penyidikan dan Penggeledahan

    Kejati Jatim menyoroti dugaan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial dari APBD, serta Pergub Jatim Nomor 40 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Hibah dan Bansos.

    Sebagai bagian dari penyidikan, pada Rabu (12/3/2025) pukul 10.00 WIB, tim penyidik Kejati Jatim melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di Surabaya, termasuk Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, kantor penyedia barang/jasa, dan dua rumah yang diduga terkait proyek hibah ini.

    Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan berbagai dokumen serta barang bukti elektronik seperti ponsel dan laptop yang berkaitan dengan proyek ini. “Dokumen dan barang bukti yang ditemukan akan disita untuk memperkuat alat bukti dalam perkara ini,” tegas Mia.

    Saat ini, Kejati Jatim terus mengumpulkan alat bukti dengan memeriksa saksi, meminta keterangan ahli, serta berkoordinasi dengan BPKP untuk memastikan besaran kerugian negara dalam kasus ini. [uci/ted]

  • Ini Nama yang Diperiksa KPK Terkait Dana Hibah Pemprov Jatim

    Ini Nama yang Diperiksa KPK Terkait Dana Hibah Pemprov Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Sejumlah nama diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin dan hari ini di kantor BPKP Jawa Timur. Pemeriksaan ini diduga terkait kasus dana hibah Pemprov Jatim 2021-2022 yang tengah ditangani KPK.

    Dari pantauan beritajatim.com, tampak beberapa anggota DPRD Jatim yang sudah datang ke gedung BPKP untuk menjalani pemeriksaan. Mereka adalah Zaenal Afif (saksi kunci, mantan pejabat di Sekretariat DPRD Jatim), Hudiyono (pensiunan Pemprov Jatim) dan Agatha Retnosari (mantan anggota DPRD Jatim dari PDIP), Wara Sundari Renny Pramana, anggota DPRD Jatim 2024-2029, Hasan Irsyad anggota DPRD Jatim, M Reno Zulkarnaen, Anggota DPRD Jatim 2019-2024.

    Mereka yang sudah datang langsung naik ke lantai dua usai mengisi buku tamu di meja resepsionis.

    Perlu diketahui, hari ini KPK memanggil 29 anggota DPRD Jatim periode 2019 sampai 2024. Pemeriksaan yang dilakukan di kantor BPKP Jatim ini terkait dana hibah APBD Pemprov Jatim tahun 2021-2022 untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas).

    “Informasinya ada 29 orang yang dipanggil kesini, ini baru enam yang datang. Sekarang sedang diperiksa di lantai dua,” ujar salah satu petugas BPKP, Selasa (12/11/2024).

    Dalam kasus korupsi Dana Hibah APBD Jawa Timur, KPK sudah menetapkan 21 tersangka. Empat tersangka di antaranya sebagai penerima, dan 17 orang sebagai tersangka pemberi suap.

    Dari empat tersangka penerima, 3 orang merupakan penyelenggara negara dan 1 lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara.

    Sedangkan 17 tersangka pemberi, 15 di antaranya adalah pihak swasta dan 2 lainnya dari penyelenggara negara.

    KPK juga sudah menggeledah 10 rumah atau bangunan yang berlokasi di Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Sumenep untuk kasus itu, dalam kurun waktu 30 September-3 Oktober 2024.

    Kasus korupsi Dana Hibah itu merupakan hasil pengembangan perkara yang melibatkan Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak bekas Wakil Ketua DPRD Jawa Timur.

    Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Sahat dengan hukuman 9 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider penjara 6 bulan, yang dibacakan di persidangan, tanggal 26 September 2023.

    Kemudian, Sahat wajib membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp39,5 miliar. [uci/beq]

  • Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Arwana menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara pada Terdakwa Syaiful Rahman. Mantan Kadispendik Jatim ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dalam dakwaan primer.

    “Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh tahun, dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar hakim Arwana dalam putusannya, Selasa (19/12/2023).

    Selain hukuman tujuh tahun penjara, Majelis hakim PN Tipikor Surabaya juga menjatuhkan hukuman denda Rp 8,2 miliar pada Terdakwa.

    Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa. “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.

    Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar. Atas putusan tersebut, Jaksa mengatakan pikir-pikir.

    Syaiful Maarif kuasa hukum Terdakwa sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian. “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah. Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan. “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut. Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut. “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP. “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).

    korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [uci/kun]

  • Terbukti Korupsi, Eks Kadispendik Jatim Dihukum 7 Tahun

    Harta Eny Rustiana Bakal Disita Jika Tak Bayar Rp8,2 Miliar

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara pada mantan Kepala Sekolah SMK Swasta di Jember Eny Rustiana, Selasa (19/12/2023). Eny juga diwajibkan membayar denda Rp 8,2 miliar.

    Denda tersebut harus dibayarkan Terdakwa satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka Jaksa akan menyita harta kekayaan Terdakwa.

    “Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama lima tahun,” ujar hakim Ema.

    Terdakwa diadili dalam perkara korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar.

    Atas putusan tersebut, Jaksa mengatakan pikir-pikir.

    Syaiful Maarif kuasa hukum Terdakwa sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian.

    “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah.

    Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan.

    “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut.

    Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut.

    “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP.

    “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023). [uci/but]

  • Mantan Kadispendik Jatim Jalani Sidang Putusan Korupsi DAK

    Mantan Kadispendik Jatim Jalani Sidang Putusan Korupsi DAK

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan Kadispendik Jatim Syaiful Rahman menjalani sidang putusan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) hari ini, Selasa (19/12/2023). Syaiful Rahman menjadi terdakwa atas perkara dugaan korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber DAK Dispendik Jatim 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar.

    Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya sebelumnya, Syaiful Rahman dituntut pidana penjara selama 9 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya.

    Kuasa hukum Terdakwa yakni Syaiful Ma’arif mengatakan pihaknya siap mendampingi kliennya. Dia berharap putusan majelis hakim memenuhi rasa keadilan bagi kliennya.

    ” Mohon doanya,” ujarnya.

    Syaiful Ma’arif sebelumnya mengatakan bahwa pertimbangan tuntutan JPU sama seperti BAP penyidik kepolisian.

    “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah.

    Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan.

    “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut.

    Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut.

    “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP.

    “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).

    Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [uci/beq]

  • Dituntut 9 Tahun, Mantan Kadispendik Jatim Melawan

    Dituntut 9 Tahun, Mantan Kadispendik Jatim Melawan

    Surabaya (beritajatim.com) – Tuntutan 9 tahun yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya pada Selasa (22/11/2023) lalu mendapat perlawanan dari mantan Kadispendik Jatim Syaiful Rahman.

    Melalui kuasa hukumnya yakni Syaiful Maarif, Terdakwa kasus korupsi renovasi atap dan pengadaan mebeler sejumlah SMK Jatim bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018 dengan kerugian negara Rp8,2 miliar ini mengatakan nota tuntutan yang diajukan Jaksa sama seperti BAP penyidik kepolisian.

    “Apa yang disampaikan oleh JPU dalam replik itu, hampir sama dari agenda tuntutan. Dalam tuntutan sudah jelas bahwa semua berangkat mengacu pada BAP saja. Sementara, proses pembuatan BAP sendiri menjadi problem,” ujarnya.

    Syaiful Maarif menerangkan empat aspek yang dianggap BAP kliennya sejak dari penyidik kepolisian sudah bermasalah.

    Pertama, ia menyebutkan, Terdakwa Eny tidak tidak didampingi PH selama menjalani tahapan penyidikan di kepolisian.

    Maka, sesuai ketentuan Pasal 56 dan Pasal 114, proses penyidikan terdakwa menjadi tidak sah secara hukum. Sehingga ini berdampak pada dakwaan maupun tuntutan.

    “Ketika kami kupas di dalam pleidoi. Dalam replik sama sekali tidak disebutkan. Bahkan hanya mengutip kembali,” katanya.

    Kedua, Terdakwa Syaiful Rachman sama sekali tidak terlibat dalam proses pelaksanaan dan pengadaan barang proyek tersebut.

    Karena, pelaksanaan proyek sejak awal sudah dilakukan secara teknis oleh Kabid SMK Dispendik Jatim, Hudiyono, kala itu, yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pada kepala sekolah (kepsek).

    Sehingga, menurut Syaiful Maarif, tidak terdapat peran atau partisipasi langsung pihak kliennya atas berlangsungnya proyek tersebut.

    “Karena semua itu sudah ada penandatanganan perjanjian antara bapak Hudiyono dengan para kepsek. Maka proses pengadaannya, ada pada penerima anggaran,” terangnya.

    Ketiga, mengenai kerugian negara yang dihitung oleh BPKP Jatim. Menurut Syaiful Maarif, kalkulasi kerugian negara yang dijadikan dasar JPU melakukan tuntutan cuma disadarkan pada catatan pada BAP.

    “Sementara BAP sendiri ditolak para saksi saksi. Sehingga tanda tanya keabsahan yang dilakukan BPKP. Dan dia juga tidak melakukan kroscek ke lapangan. Dia tidak melibatkan pihak konstruksi menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Keempat, Syaiful Maarif menyebut Terdakwa Syaiful tidak pernah menerima keuntungan dalam bentuk apapun dari proyek-proyek yang dikerjakannya selama mengabdi sebagai Kadispendik Jatim selama 10 tahun. Termasuk proyek DAK pada tahun 2018 yang ternyata menyeretnya ke meja hijau.

    “Bahkan mulai pertama kali menjabat sebagai PNS sampai terakhir memperoleh penghargaan luar biasa, jadi luar biasa karya pak Syaiful. Makanya, pleidoi; dia niatnya baik malah dikasih jeruji seperti ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, JPU Kejari Surabaya Nur Rochmansyah membacakan tinjauan atas pleidoi terdakwa atau replik. Bahwa, pihaknya tetap pada tuntutannya.

    “JPU berpendapat, butir-butir pembelaan yang dihasilkan oleh PH terdakwa merupakan kesimpulan tanpa mengambil seluruh fakta yang ada di dalam persidangan. Pendapat JPU, kami berpendapat tuntutan kami sudah tepat,” ujar Nur Rochmansyah, di hadapan majelis persidangan, di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (8/12/2023).

    Diberitakan sebelumnya, kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim tahun 2018, rugikan negara Rp8,2 miliar, secara daring dari Rutan Kejati Jatim yang terhubung dengan layar monitor di Ruang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/12/2023) lalu. [Uci/ian]

  • Hudiyono Kadis Budpar Pemprov Jatim Jadi Saksi Dugaan Korupsi DAK

    Hudiyono Kadis Budpar Pemprov Jatim Jadi Saksi Dugaan Korupsi DAK

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang menyeret mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman kembali dilanjutkan.

    Sidang kali ini, JPU mendatangkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Budpar) Provinsi Jatim Hudiyono.

    Hudiyono diperiksa hingga larut malam, banyak hal yang dia jelaskan. Diperiksanya Hudiyono bukan berkaitan dengan jabatannya sekarang, namun berkaitan dengan jabatan dia pada tahun 2018 sebagai Kepala Bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

    Selain itu, ia juga berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pelaksanaan DAK tahun 2018.

    Dalam sidang, Hudiyono ditanya terkait keterlibatannya dalam kasus yang juga menjerat Eny Rustiana, mantan Kepala Sekolah SMK Baiturrohmah Wringinagung, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember.

    “Saat itu saya sampai pada pemberkasan saja. Karena saat proses pencairan dana, saya sudah pindah tugas. Tidak lagi di Dinas Pendidikan,” ujar Hudiyono.

    Hudiyono menjelaskan, dirinya menunjuk tim teknis untuk mengurus proyek pengadaan mebeler dan ruang praktik siswa, untuk 60 sekolah di Jatim itu.

    “Waktu itu salah satu tim teknisnya adalah pak Agus Karyanto. Saya menunjuknya karena ia lebih paham soal teknis-teknis pembangunan,” papar Hudiyono.

    Pada tahun 2018, Agus Karyanto merupakan guru bangunan di SMK di Negeri 1 Sidoarjo. Sebagai anggota tim teknis, Agus Karyanto juga mendapatkan SK yang ditanda tangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan yang waktu itu dijabat oleh terdakwa Saiful Rachman.

    Diakui Hudiyono, saat itu saat proyek yang merugikan negara hingga Rp 6 miliar itu berjalan, ia pernah ditemui oleh terdakwa Eny Rustiana. Kedatangan Eny untuk meminta agar pembuatan galvalum dan pengadaan mebeler dikerjakan olehnya.

    “Pak bagaimana kalau saya yang kerjakan (pembuatan galvalum dan mebeler),” kata Hudiyono menirukan perkataan Eni padnya saat itu.

    Hudiyono mengatakan, ia menolak permintaan Eny. Alasannya, hal tersebut melanggar prosedur.

    Pada kesaksiannya pula, mantan kepala Dinas Kominfo itu mengungkapkan, Saiful Rachman yang langsung memerintahkannya untuk memberikan pengerjaan galvalum dan mebeler kepada Eny.

    “Pak Kadis (Saiful Rachman) bilang, selain kepala sekolah, bu Eny juga memiliki kemampuan teknis. Sehingga proyek tersebut diberikan saja kepadanya,” imbuh Hudiyono.

    Seperti diketahui, mantan kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Saiful Rachman terseret kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK).

    Ia tidak sendiri, ada mantan Kepsek SMK Baiturrohmah Wringinagung, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Eny Rustiana.

    Keduanya diduga menggunakan dana untuk tujuan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Nilainya mencapai Rp 16,2 miliar. Dengan kerugian negara hingga Rp 6,2 miliar. [uci/ted]