Tag: Hissein Brahim Taha

  • Profesor Ini Kritik Keras Negara Muslim Soal Nasib Gaza & Afghanistan

    Profesor Ini Kritik Keras Negara Muslim Soal Nasib Gaza & Afghanistan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang profesor mengkritik habis-habisan para negara muslim terkait krisis di Gaza dan Afghanistan. OKI yang merupakan kumpulan dari 57 negara mayoritas muslim juga dinilai banyak retorika namun sangat kurang dalam tindakan.

    Ini diungkapkan Profesor Emeritus Studi Timur Tengah dan Asia Tengah Universitas Nasional Australia, Amin Saikal dalam tulisannya yang dimuat di The Conversation tanggal 31 Juli 2025.

    “Dalam penanganan dua krisis terbesar saat ini di dunia Muslim, kehancuran Gaza dan kekuasaan kejam Taliban di Afghanistan, negara-negara Arab dan Muslim sangat tidak efektif,” jelas Saikal, dikutip Sabtu (2/8/2025).

    “Badan utama mereka, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), kuat dalam retorika namun kurang bertindak serius dan nyata,” dia menambahkan.

    Saikal yang juga Wakil Rektor Rekan Strategis Universitas Victoria mengatakan OKI sebenarnya diharapkan bisa bertindak sebagai badan perwakilan dan konsultatif. Selain itu juga membuat keputusan dan rekomendasi soal isu utama di dunia Muslim.

    Namun yang terjadi sebaliknya. OKI dianggap tak berbuat banyak saat serangan Israel kepada Gaza dan melawan pemerintahan Taliban di Afghanistan.

    Salah satu contoh ketidakberdayaan OKI pada serangan Gaza adalah tidak dapat membujuk negara tetangga Israel, khususnya Mesir dan Yordania agar dapat membuka perbatasan untuk masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Selain itu juga tidak bisa memaksa berbagai negara, yakni Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko untuk menangguhkan hubungan dengan Israel. Dengan begitu Israel bisa menyetujui solusi dua negara.

    Seruan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan pelapor khusus PBB untuk Palestina Franseca Albanese untuk menangguhkan Israel dari PBB juga tidak diadopsi oleh OKI.

    “Tidak bisa mendesak anggota Arabnya yang kaya minyak, khususnya Arab Saudi dan UEA untuk memanfaatkan sumber daya untuk mendorong Presiden AS Donald Trump menyetop pasokan senjata ke Israel dan menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang,” kata Saikal.

    Sementara untuk masalah Afghanistan, OKI juga dinilai tak berbuat banyak. Termasuk gagal menekan pada Taliban yang ultra-ektremis.

    Salah satunya terkait larangan Taliban untuk anak perempuan mendapatkan pendidikan. Pada Desember 2022, Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha pernah menyerukan penyatuan ulama Islam dan otoritas agama untuk melawan keputusan tersebut.

    Sayang seruan itu tak pernah jadi kenyataan dan dalam waktu sebulan keputusan OKI berubah drastis. Karena kelompok itu meminta komunitas internasional tidak ikut campur dalam urusan Afghanistan.

    Hingga kini tak ada negara Muslim yang mengakui pemerintahan Taliban. Namun mereka, dan juga OKI tak mengambil tindakan apapun untuk kelompok tersebut.

    “Sebagian besar anggota OKI terlibat dengan Taliban untuk tingkat politik, ekonomi, keuangan dan perdagangan,” tegasnya.

    Dalam tulisan tersebut, Saikal mengatakan beberapa alasan OKI tak efektif dalam dua krisis itu. Salah satunya negara-negara anggota belum menjadi pembangun jembatan untuk mengembangkan strategi terkait tujuan dan tindakan saat mengatasi perbedaan geopolitik dan sektarian.

    OKI juga dinilai hanya sebagai ajang diskusi. Mengingat saat ini terjadi persaingan antar negara anggota, juga dengan wilayah lain di AS dan China.

    “Sudah saatnya melihat fungsi OKI dan menentukan caranya lebih efektif dalam menyatukan umat,” tutur Saikal.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dikabarkan akan mengadakan pertemuan darurat para menteri luar negeri untuk membahas rencana Presiden AS Donald Trump terkait pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Pertemuan ini diinisiasi oleh Iran sebagai respons diplomatik terhadap rencana tersebut.

    Mengutip PressTV, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan upaya diplomatik yang intens selama beberapa hari terakhir.

    Araghchi berdiskusi dengan para menteri luar negeri dari Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Turki, Pakistan, Malaysia, dan Gambia, yang saat ini memegang jabatan sebagai presiden bergilir OKI.

    Dalam surat resmi kepada Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, Araghchi menekankan pentingnya mengadakan pertemuan guna membahas dan menghadapi upaya kolonial yang bertujuan untuk memindahkan paksa penduduk Palestina dari Jalur Gaza.

    Usulan Iran ini mendapatkan dukungan luas dari negara-negara anggota OKI.

    Waktu pasti pelaksanaan pertemuan tersebut belum diumumkan, tetapi pertemuan diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan, menurut seorang koresponden IRNA pada Rabu (12/2/2025) yang mengutip sumber dari Kementerian Luar Negeri Iran.

    Sebelumnya, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengumumkan atau mendukung rencana eksodus paksa warga Gaza ke negara-negara seperti Mesir, Yordania, dan bahkan Arab Saudi.

    Iran mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dan mengambil sikap kolektif terhadap tindakan ini.

    “Rencana pemindahan paksa ini adalah kelanjutan dari upaya kolonial untuk menghapus Palestina,” kata Araghchi, menekankan pentingnya tindakan internasional yang cepat dan tegas.

    Ia juga mengutuk upaya terang-terangan untuk menormalisasi genosida dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh rezim pendudukan.

    Araghchi lebih lanjut mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel yang menyarankan “pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi.”

    Ia menyebut pernyataan ini sebagai bentuk agresi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagai ancaman serius bagi perdamaian serta keamanan regional.

    Menegaskan kembali pentingnya tindakan kolektif, Araghchi mendorong OKI untuk mengambil langkah signifikan dalam menghadapi skema gabungan AS-Israel tersebut.

    “Masyarakat internasional, khususnya negara-negara regional dan Islam, harus segera mengambil langkah-langkah mendesak untuk mencegah legitimasi tindakan kriminal ini,” tegasnya.

    Pengamat mengatakan bahwa pertemuan OKI mendatang akan menjadi platform penting bagi negara-negara anggota untuk mengoordinasikan respons mereka terhadap krisis yang berkembang, serta memperkuat dukungan mereka terhadap kedaulatan Palestina.

    Daftar Anggota OKI

    Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah organisasi antarpemerintah dengan 57 negara anggota yang memiliki perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa.

    OKI Didirikan di Rabat, Maroko pada 12 Rajab 1389 H (25 September 1969) dalam Pertemuan Pertama para Pemimpin Dunia Islam.

    Pertemuan itu digelar sebagai reaksi terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel. 

    OKI mengubah namanya dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam pada 28 Juni 2011 pada saat pertemuan 38 dewan Menteri Luar Negeri di Astana, Kazakhstan.

    OKI saat ini mempunyai 57 negara anggota. Beberapa di antaranya bukan merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim.

    Berikut daftar negara anggota OKI.

    Afghanistan (Diskors 1980–Maret 1989)
    Aljazair 
    Chad 
    Guinea 
    Indonesia 
    Iran 
    Kuwait 
    Lebanon 
    Libya 
    Malaysia 
    Mali 
    Maroko 
    Mauritania 
    Mesir (Diskors Mei 1979–Maret 1984)
    Niger 
    Pakistan (Menghalangi keanggotaan India)
    Palestina
    Arab Saudi 
    Senegal 
    Sudan 
    Somalia 
    Tunisia 
    Turki 
    Yaman
    Yordania 
    Bahrain 
    Oman 
    Qatar 
    Suriah 
    Uni Emirat Arab 
    Sierra Leone 
    Bangladesh 
    Gabon 
    Gambia 
    Guinea-Bissau 
    Uganda 
    Burkina Faso 
    Kamerun 
    Komoro 
    Irak 
    Maladewa 
    Jibuti 
    Benin 
    Brunei Darussalam 
    Nigeria 
    Azerbaijan 
    Albania 
    Kirgizstan 
    Tajikistan 
    Turkmenistan 
    Mozambik 
    Kazakhstan 
    Uzbekistan 
    Suriname 
    Togo 
    Guyana 
    Pantai Gading

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)