Tag: Hindia

  • Cuaca Ekstrem Intai Bojonegoro: Waspadai Potensi Ancaman dalam Sepekan ke Depan

    Cuaca Ekstrem Intai Bojonegoro: Waspadai Potensi Ancaman dalam Sepekan ke Depan

    Bojonegoro (beritajatim.com) — Selama sepekan kedepan, Kabupaten Bojonegoro diprakirakan berpotensi terjadi cuaca ekstrem. Dampaknya, bisa menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi. Sehingga masyarakat diimbau agar lebih waspada.

    Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Bojonegoro Laela Noer Aeny mengatakan, kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem di Jawa Timur itu sesuai dengan surat imbauan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo.

    Dalam surat imbauan bernomor e.B/ME.02.04/006/KSUB/I/2025 tentang Kewaspadaan Cuaca Ekstrem di Jatim itu disebut terjadi antara 27 Januari 2025 hingga 5 Februari 2025.

    “Cuaca ekstrem ini dapat mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi, antara lain hujan lebat, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, serta hujan es, pada periode 27 Januari 2025-5 Februari 2025,” ujarnya, Selasa (28/1/2025).

    Sedangkan saat ini wilayah Jawa Timur berada di musim hujan dan sebagian besar wilayah sudah memasuki puncak musim hujan. Ini terjadi sebab adanya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), yakni fenomena atmosfer yang terjadi di lapisan troposfer.

    “Juga karena adanya gelombang atmosfer Rossby yang diprakirakan melintasi Jawa Timur mengakibatkan peningkatan pertumbuhan awan-awan penghujan di wilayah Jawa Timur,” terangnya.

    Dijelaskan, kondisi ini didukung dengan aktifnya Monsun Asia, serta suhu muka laut di perairan sekitar Jawa Timur yang hangat sehingga terjadi peningkatan suplai uap air ke atmosfer untuk pertumbuhan awan.

    Selain itu diprakirakan terbentuknya daerah siklonik di wilayah Samudera Hindia sebelah selatan Jawa Timur yang mendukung terbentuknya daerah konvergensi dan peningkatan pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Jawa Timur.

    “BMKG Juanda menghimbau masyarakat dan instansi terkait agar senantiasa waspada terhadap potensi cuaca ekstrem berupa hujan lebat hingga sangat lebat yang disertai petir dan angin kencang selama sepekan ke depan,” tegasnya.

    Lantaran hal itu, wilayah dengan topografi curam, bergunung, tebing diharapkan lebih waspada terhadap dampak yang dapat ditimbulkan akibat cuaca ekstrem seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, jalan licin, pohon tumbang serta berkurangnya
    jarak pandang.

    “Masyarakat juga dihimbau untuk selalu memantau kondisi cuaca terkini berdasarkan citra radar cuaca WOFI melalui website https://stametjuanda.bmkg.go.id/radar/, dan informasi peringatan dini 3 harian dan peringatan dini 2 – 3 jam ke depan,” pungkasnya. [lus/aje]

  • Dokter Jerman Jadi Terkenal Gara-Gara Bongkar Praktik Dukun RI

    Dokter Jerman Jadi Terkenal Gara-Gara Bongkar Praktik Dukun RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pada masa lalu, saat pengetahuan kedokteran belum berkembang, masyarakat kerap pergi menemui dukun untuk berkonsultasi masalah kesehatan. Tidak seperti saat ini, praktik dukun dipandang sebagai praktik klenik karena tidak teruji secara sains, khususnya di kota-kota besar. 

    Dalam praktiknya, dukun bakal mengucapkan berbagai mantra dan memberi pasien obat-obatan herbal. Praktik seperti ini rupanya berhasil menarik perhatian dokter asal Jerman, Friedrich August Carl, yang pada 1823 ditugaskan Departemen Kesehatan Hindia Belanda untuk menjadi dokter di Semarang.

    Saat bertugas pertama kali, ternyata dia heran kalau orang, baik itu warga lokal atau orang Eropa sekalipun, lebih mempercayai dukun untuk mengatasi masalah kesehatan. Dan, menariknya mereka justru banyak yang sehat kembali usai datang ke dukun.

    Tentu saja, Carl bertanya-tanya: kenapa bisa berhasil, padahal pengobatannya tak sesuai ilmu kedokteran yang dia pelajari. Toh, di Hindia Belanda minim obat-obatan modern, tak seperti di Eropa.

    Pertanyaan seperti ini sebenarnya dipikirkan juga oleh banyak dokter Eropa lainnya. Bahkan, sudah sejak lama dokter Eropa merasa tersaingi oleh dukun. Menurut Hans Pols dalam Merawat Bangsa (2018) ketersaingan ini muncul karena persoalan akses pengobatan.

    Biasanya dokter hanya ada di perkotaan, jauh dari tempat tinggal mayoritas warga yang berada di perdesaan. Selain itu, biaya dokter pun lebih mahal. Belum lagi, warga juga masih diselimuti ketakutan ihwal rangkaian pengobatan modern yang masih sangat asing. Dengan pertimbangan tersebut, praktis mayoritas orang lebih memilih berobat ke dukun.

    Namun, Carl yang didasari oleh rasa penasaran teramat besar, berhasil mengamati praktik dukun secara seksama.

    Sebagaimana dipaparkan Hans Pols dalam “European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediation” (2008), Carl melihat dukun dalam praktiknya berupaya menebak penyakit berdasarkan gejala, lalu akan memberikan mantra dan obat herbal.

    Bagi Carl, rangkaian pengobatan tersebut bertumpu pada obat herbal. Jadi, mantra-mantra hanya penyerta dan yang menjadi kunci adalah penggunaan obat herbal yang diperoleh dari tanaman lokal.

    Akan tetapi, obat-obatan herbal tersebut hanya didasarkan pada kebiasaan dan pengalaman, bukan berdasarkan wawasan dan pengetahuan, sehingga perlu divalidasi oleh riset ilmiah.

    Atas dasar inilah, Carl juga meneliti obat herbal yang dipakai oleh dukun atau masyarakat umum dengan output riset ilmiah.

    Dokter Jerman tersebut lantas mencari informasi soal obat herbal. Dia banyak bertanya ke masyarakat biasa, pedagang, pasien-pasien, dan istrinya sendiri. Tak cuma itu, dia juga menjadikan diri sendiri dan pasien sebagai objek eksperimen hingga terbukti berhasil.

    Singkat cerita, perjalanan panjang membongkar praktik dukun dan penggunaan obat herbal tersebut membuahkan hasil positif. Dia membukukan semuanya ke dalam karya berjudul Pratische Waarnemingen Over Eenige Javaansche Geneesmiddelen (Pengamatan Praktis Beberapa Obat Jawa).

    Masih mengutip Hans Pols, karya tersebut mencatat seluruh obat-obatan herbal yang ada dan disandingkan dengan obat-obatan modern. Selain itu, dia juga mengkategorisasikan obat-obatan berdasarkan penyakit sesuai ilmu medis modern.

    Keberhasilan Carl lantas membuat banyak dokter di Hindia Belanda menjadikan obat herbal sebagai salah satu pengobatan. Mereka jadi lebih mudah mencarikan solusi pengobatan penyakit modern dengan memakai obat herbal.

    Beranjak dari sini, nama Friedrich August Carl naik daun di akhir abad ke-19. Dia pun tercatat sebagai dokter pertama yang membuat dan mempraktikkan pedoman pengobatan herbal ala Indonesia.

    (mkh/mkh)

  • Hari ini beberapa kota besar Indonesia diguyur hujan ringan dan berpetir

    Hari ini beberapa kota besar Indonesia diguyur hujan ringan dan berpetir

    logo BMKG

    Hari ini beberapa kota besar Indonesia diguyur hujan ringan dan berpetir
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 27 Januari 2025 – 08:05 WIB

    Elshinta.com – Hujan ringan hingga hujan lebat dan disertai petir diprakirakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan mengguyur mayoritas kota besar di Indonesia pada hari ini, Senin, sehingga semua pihak diminta mewaspadai potensi yang menyertainya.  

    Prakirawati BMKG Azhari Putri Cempaka di Jakarta, Senin, menjabarkan bahwa potensi hujan berintensitas ringan atau dengan curah hujan kurang dari 2,5 mm per jam diprakirakan mengguyur Kota Banda Aceh, Pekanbaru, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Palangka Raya, Palu, Gorontalo, Jayawijaya, Jayapura, Manokwari, dan Ambon.  

    Hujan berintensitas sedang atau curah hujan lebih dari 4,0 mm per jam diperkirakan mengguyur Kota Medan, Pontianak, Makassar, dan Nabire.

    Hujan deras dengan curah hujan lebih dari 50 mm per jam diprakirakan mengguyur Kota Mamuju. Sementara Tanjung Pinang, Bengkulu, Pangkal Pinang, Palembang, Jambi, Bandung, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Tanjung Selor, Samarinda, Kendari, Manado, Ternate, Sorong, dan Merauke diperkirakan diguyur hujan yang disertai dengan petir. 

    Kemudian untuk Kota Padang di Sumatera Barat diprakirakan berawan dan atau berkabut sepanjang hari dengan suhu berkisar 22-29 Celcius. Prakirawati BMKG memaparkan bahwa potensi hujan yang hampir merata di sejumlah kota besar itu dipengaruhi oleh adanya beberapa dinamika atmosfer.

    Adapun di antaranya BMKG memantau keberadaan sirkulasi siklonik di perairan Samudera Hindia selatan Bali dan Laut Arafura di selatan Papua. Sirkulasi siklonik tersebut membentuk daerah perlambatan angin yang memanjang dari Samudera Hindia selatan jawa – selatan Jawa hingga Arafura, Samudera Hindia barat Lampung – Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

    Kondisi ini dinilai mampu meningkatkan pertumbuhan awan penghujan dan gelombang laut tinggi disepanjang kawasan sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara rendah itu.

    BMKG juga mengimbau masyarakat, khususnya nelayan atau pelaku transportasi laut untuk mewaspadai potensi gelombang laut tinggi dengan ketinggian 2,5 meter – 4 meter di Laut Natuna utara. Hal ini dipicu oleh adanya potensi peningkatan kecepatan angin lebih dari 25 knot mulai dari Laut China selatan, Laut Natuna utara, dan Laut Filipina.

    Sumber : Antara

  • 27 Januari 2008: Soeharto, Bapak Pembangunan Indonesia

    27 Januari 2008: Soeharto, Bapak Pembangunan Indonesia

    Soeharto adalah Presiden Indonesia kedua yang menjabat sejak tahun 1968 sampai 1998. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai penjabat presiden sebelum akhirnya diangkat menjadi presiden. (https://tinyurl.com/4hvasfae)

    27 Januari 2008: Soeharto, Bapak Pembangunan Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 27 Januari 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Soeharto, yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan Indonesia, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah modern Indonesia. Ia lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Yogyakarta, dari keluarga petani sederhana. Perjalanan hidupnya yang penuh dinamika membentuk perannya sebagai pemimpin yang kontroversial namun berpengaruh besar dalam perjalanan bangsa.

    Awal Kehidupan dan Karier Militer

    Masa kecil Soeharto diwarnai dengan kehidupan sederhana di pedesaan Jawa. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia memutuskan untuk bergabung dengan dunia militer pada era penjajahan Hindia Belanda. Karier militernya semakin menonjol selama masa pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan Indonesia. Soeharto menjadi salah satu perwira yang memimpin operasi-operasi penting, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

    Naik ke Puncak Kekuasaan

    Soeharto mulai mendapatkan perhatian nasional ketika ia ditunjuk untuk memimpin Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada awal 1960-an. Perannya menjadi krusial pada tahun 1965 ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI). Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, Soeharto mengambil alih kendali militer dan politik, yang akhirnya membuka jalan baginya untuk menjadi Presiden Indonesia pada tahun 1967, menggantikan Soekarno.

    Era Orde Baru

    Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun, dari 1967 hingga 1998, dalam periode yang dikenal sebagai Orde Baru. Pemerintahannya ditandai oleh fokus pada stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan infrastruktur. Ia berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984, yang menjadi salah satu pencapaian terbesar di masanya.

    Namun, masa pemerintahannya juga diwarnai dengan kritik terhadap otoritarianisme, pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi yang meluas. Soeharto menggunakan pendekatan keras untuk menjaga stabilitas politik, termasuk melalui pengawasan ketat terhadap media dan aktivitas politik oposisi.

    Kejatuhan dan Warisan

    Krisis ekonomi Asia pada akhir 1990-an mengguncang fondasi pemerintahan Soeharto. Tekanan dari masyarakat, mahasiswa, dan komunitas internasional akhirnya memaksanya untuk mundur dari jabatannya pada Mei 1998. Pengunduran dirinya menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era reformasi di Indonesia.

    Meskipun pemerintahannya kontroversial, Soeharto tetap dikenang sebagai tokoh yang membawa transformasi besar dalam bidang ekonomi dan infrastruktur. Sebagian masyarakat Indonesia menghormatinya sebagai pemimpin visioner, sementara yang lain mengkritiknya karena pelanggaran HAM dan korupsi selama masa jabatannya.

    Akhir Kehidupan

    Setelah mundur dari jabatan presiden, Soeharto hidup relatif tertutup dan jarang muncul di hadapan publik. Ia meninggal dunia pada 27 Januari 2008 di Jakarta pada usia 86 tahun. Warisannya tetap menjadi topik diskusi hangat di kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat umum hingga saat ini.

    Soeharto adalah simbol dari sebuah era yang kompleks dalam sejarah Indonesia. Perannya sebagai pemimpin bangsa, baik dalam keberhasilan maupun kekurangannya, menjadikan dia sebagai figur yang tak terlupakan dalam perjalanan negeri ini.

    Sumber : Sumber Lain

  • Cuaca Sejumlah Kota Besar di Indonesia Diprakirakan Hujan Ringan hingga Lebat

    Cuaca Sejumlah Kota Besar di Indonesia Diprakirakan Hujan Ringan hingga Lebat

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan  cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia akan turun hujan ringan hingga hujan lebat disertai petir pada Senin (27/1.2025). 

    Prakirawati BMKG Azhari Putri Cempaka menyebutkan hujan ringan dengan curah hujan kurang dari 2,5 mm per jam diperkirakan terjadi di beberapa kota besar, seperti Banda Aceh, Pekanbaru, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Palangka Raya, Palu, Gorontalo, Jayawijaya, Jayapura, Manokwari, dan Ambon.

    Hujan berintensitas sedang dengan curah hujan lebih dari 4,0 mm per jam, diprakirakan mengguyur Kota Medan, Pontianak, Makassar, dan Nabire.

    Sementara itu, hujan deras dengan curah hujan lebih dari 50 mm per jam diprakirakan mengguyur Kota Mamuju. Cuaca di sejumlah kota besar di Indonesia lainnya, seperti Tanjung Pinang, Bengkulu, Pangkal Pinang, Palembang, Jambi, Bandung, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Tanjung Selor, Samarinda, Kendari, Manado, Ternate, Sorong, dan Merauke, diperkirakan mengalami hujan disertai petir.

    Untuk Kota Padang di Sumatera Barat, cuaca diprediksi berawan hingga berkabut sepanjang hari, dengan suhu udara berkisar antara 22–29 derajat celsius.

    “Potensi cuaca hujan yang hampir merata di sebagian besar wilayah Indonesia ini dipengaruhi oleh dinamika atmosfer. Sirkulasi siklonik yang terpantau di perairan Samudra Hindia selatan Bali dan Laut Arafura selatan Papua menjadi salah satu faktor utama,” jelas Azhari dilansir dari Antara.

    Menurutnya, sirkulasi siklonik tersebut menciptakan daerah perlambatan angin yang memanjang dari Samudra Hindia selatan Jawa hingga Arafura, serta dari Samudra Hindia barat Lampung hingga Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

    “Kondisi ini memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan serta gelombang laut tinggi di wilayah dengan tekanan udara rendah,” tambah Azhari.

    BMKG juga mengimbau masyarakat, khususnya nelayan dan pelaku transportasi laut, untuk mewaspadai potensi gelombang laut tinggi dengan ketinggian 2,5 hingga 4 meter. Potensi ini dipicu oleh kecepatan angin lebih dari 25 knot di beberapa wilayah perairan, seperti Laut Natuna Utara, Laut Cina Selatan, dan Laut Filipina.

    Masyarakat diharapkan untuk selalu memantau perkembangan informasi cuaca di sejumlah kota besar di Indonesia melalui kanal resmi BMKG agar dapat mengantisipasi dampak cuaca ekstrem.

  • Melintasi Alas Roban di Malam Hari, Teringat Memori Mudik Masa Lalu

    Melintasi Alas Roban di Malam Hari, Teringat Memori Mudik Masa Lalu

    Jakarta

    Alas Roban menjadi memori yang tak terlupakan bagi sebagian orang sebelum Tol Trans Jawa beroperasi penuh. Ada kenangan saat kembali melintasi jalan yang dulunya jadi lajur utama bagi pemudik ini.

    Saat ini ada tiga jalur Alas Roban yang bisa dilewati. Jalan Poncowati yang merupakan jalan lama. Lalu, ada Jalan Lingkar Selatan dan Jalan Pantura.

    Sekadar informasi, dalam catatan detikcom, medio 1990 hingga 2000-an, untuk mengurai arus lalu lintas yang kian padat di jalur Alas Roban, dibangunlah 2 jalur baru di sisi utara dan selatan jalan lama. Untuk membangun 2 jalur baru ini, sekitar 19 hektar area Alas Roban dibabat.

    Kami yang menggunakan sepeda motor memilih lewat Jalan Baru, yakni jalan Pantura. Jalan ini relatif lebih aman karena jalannya cukup landai, jalan ini dikhususkan untuk kendaraan kecil dan kendaraan beroda dua. Biasanya yang menggunakan mobil pribadi dan motor menggunakan jalan ini.

    Sebelum ada Tol Trans Jawa, jalur Alas Roban memang sering menjadi biang kemacetan tiap kali musim mudik tiba.

    Ibrahim masih menyimpan memori saat melintasi jalur Alas Roban. Saat melihat kontur jalan, dia teringat memori pulang kampung menggunakan bus, yang biasa melewati Jalan Lama atau Jalan Poncowati. Jalur ini adalah jalur khusus untuk kendaraan besar seperti truk berukuran sedang ataupun bus-bus. Karakter jalan di jalur ini selain sempit jalannya juga sedikit menanjak dan berkelok-kelok.

    “Waktu itu (mudik lebaran) sore bisa ketemu siang.. Ya hampir 24 jam dulu mah, kalau lagi musim lebaran itu,” kata Ibrahim yang biasa mudik dari Depok ke Tawangmangu, Jawa Tengah.

    Kenangan yang sama juga dialami Wisnu, dia mudik dari Cileungsi ke Pati dan Blitar menggunakan kendaraan pribadi.

    “Inget aja dulu, memori pas mudik dulu lewat sini. Macet-macetan. Terus istirahat di bawah pohon jati, gelar tiker,” ucapnya lagi.

    Tim detikOto menggunakan motor saat melintasi Alas Roban di malam hari. Bagaimana situasinya? kondisi Jalan Baru Alas Roban cenderung lengang pada Sabtu (25/1/2025). Minimnya penerangan juga membuat Alas Roban rawan akan kecelakaan lalu lintas, belum lagi ada lubang di jalan tidak terlihat.

    Mengutip buku berjudul Jalan Pos Daendels, sekitar 2 abad yang lalu, jalur Alas Roban merupakan bagian dari Jalan Raya Pos yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels. Alas sendiri memiliki arti hutan.

    Jalan yang dibangun Daendels mengikuti kontur alam Alas Roban yang berkelok-kelok. Pembangunan jalan ini membelah sebagian hutan jati di kawasan tersebut.

    (riar/din)

  • Pabrik Gula Sukowidi, Saksi Bisu Perjalanan Industri Banyuwangi Era Kolonial

    Pabrik Gula Sukowidi, Saksi Bisu Perjalanan Industri Banyuwangi Era Kolonial

    Liputan6.com, Banyuwangi Setetes air tebu bagai emas yang bernilai tinggi di era kolonial Hindia Belanda. Dan bangunan Pabrik Gula Sukowidi yang kini berusia 130 tahun, menjadi salah satu saksi bisu perjalanan industri gula di Banyuwangi. Pabrik gula Sukowidi yang berada di Kecamatan Kalipuro itu, berada di bawah kepemilikan N.V Cultuur Maatschappij de Maas dari Rotterdam dan Hindia Belanda yang diwakili oleh Firma Anemaent & Co yang dibangun pada tahun 1895. Di tahun itu pula penanaman tebu pertamanya.

    Dijelaskan oleh Koordinator Arkeolog Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi (Disbudpar Banyuwangi), Bayu Ari Wibowo, pendirian pabrik gula tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, yang pertama karena kebutuhan gula yang meningkat dan menjadi komoditas perkebunan dengan harga tinggi di Hindia Belanda termasuk perkembangan pabrik gula Sukowidi pada 1895-1930 dapat dikatakan cukup baik. “Bahkan dikatakan hasil produksi per hektare tidak jauh berbeda dengan rata-rata produksi pada pabrik gula di grup Situbondo,” kata Bayu, Kamis (23/1/2025).

    Dalam perjalanan industri komoditas dengan rasa manis itu, pabrik gula Sukowidi pernah mengalami beberapa insiden. Pada bulan Januari-Juni 1902 perkebunan tebu di wilayah Sukowidi pernah terbakar beberapa kali. Seorang pemuda bernama J.F Hagenstein, yang tinggal di Desa Bahungan, Banyuwangi dituduh membakar alang-alang sehingga menyebabkan perkebunan tebu tersebut terbakar. “Dari sumber penelitian, mengatakan sudah tiga kali ini J.F Hagenstein dituduh. Sebelumnya, juga dituduh sengaja membakar kebun tebu dengan menggunakan media korek api dan kulit kelapa,” ujar Bayu.

    Setelah kurang lebih 35 tahun beroperasi, pabrik gula Sukowidi terancam ditutup karena krisis ekonomi yang mulai menyeruak ke permukaan. Kala itu, hanya 920 bau dari 1.150 bau area kebun tebu milik pabrik yang ditanami. Itu pun tidak penuh atau hanya sekitar 20 persen dari kapasitas produksi. 

    Ketika krisis ekonomi di tahun 1930 itu, termasuk masa krisis malaise sampai 1937. Pabrik gula Sukowidi ini mengalami kesulitan untuk bangkit. Hal ini tentu terjadi akibat harga gula di pasar internasional turun drastis dan banyaknya penyakit tebu. “Ditambah lagi dengan kurang cakapnya manajemen kepegawaiannya, yang banyak sekali pergantian pekerja,” papar Bayu.

    Namun muncul kabar, pemerintahan saat itu memutuskan bahwa Pabrik Gula Sukowidi tidak akan ditutup dan penanaman tebu untuk tahun 1933 sudah dapat direncanakan. Tentu berita itu sangat menggembirakan, tak hanya bagi karyawan tetapi juga bagi pemerintah wilayah. Mengingat, Sukowidi merupakan pabrik gula satu-satunya yang masih berdiri di Banyuwangi yang kontribusinya sangat besar bagi kemakmuran masyarakat. 

  • Gelombang Tinggi 2,5 Meter Akan Hantam 6 Wilayah Perairan Ini

    Gelombang Tinggi 2,5 Meter Akan Hantam 6 Wilayah Perairan Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait potensi terjadinya gelombang tinggi hingga 2,5 meter di beberapa wilayah perairan Indonesia.

    Gelombang tinggi tersebut diprediksi mulai terjadi pada Sabtu (25/1/2025) pukul 07.00 WIB hingga Selasa (28/1/2025) pukul 07.00 WIB.

    Menurut data BMKG, gelombang dengan ketinggian antara 1,25 hingga 2,5 meter berpotensi melanda enam wilayah perairan, yaitu Samudera Hindia barat Aceh hingga Lampung, Samudera Hindia selatan Banten hingga  Nusa Tenggara Timur (NTT), Laut Maluku, Samudera Pasifik utara Maluku hingga Papua, Laut Arafuru bagian barat dan tengah, serta Laut Natuna Utara.

    Selain itu, kecepatan angin tertinggi terpantau di Samudra Hindia barat Lampung dan Laut Banda.

    Pola angin di bagian utara Indonesia didominasi pergerakan dari Timur Laut ke Timur dengan kecepatan 6-25 knot, sementara di wilayah selatan, angin bergerak dari Barat Daya ke Barat Laut dengan kecepatan 6-25 knot.

    BMKG mengimbau para nelayan dan masyarakat yang beraktivitas di wilayah perairan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman gelombang tinggi ini.

  • Kendari dalam bayang-bayang invasi Jepang

    Kendari dalam bayang-bayang invasi Jepang

    Kapal induk pesawat laut USS Childs (AVD-1). (wikipedia)

    24 Januari 1942: Kendari dalam bayang-bayang invasi Jepang
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 24 Januari 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Pada tanggal 24 Januari 1942, peristiwa bersejarah terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pertempuran Kendari menjadi salah satu episode penting dalam rangkaian invasi Jepang ke wilayah Hindia Belanda selama Perang Dunia II. Wilayah Kendari, yang saat itu memiliki nilai strategis tinggi karena keberadaan lapangan udara penting, menjadi target utama Jepang dalam upayanya menguasai kawasan Asia Tenggara.

    Setelah serangan terhadap Pearl Harbor pada Desember 1941, Jepang melancarkan invasi besar-besaran ke Asia Tenggara untuk memperluas kekuasaan dan mengamankan sumber daya alam yang penting bagi upaya perangnya. Wilayah Hindia Belanda, termasuk Kendari, kaya akan minyak dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan oleh Jepang. Kendari memiliki posisi strategis karena letaknya yang dekat dengan jalur pelayaran penting dan keberadaan lapangan udara yang dapat mendukung operasi militer di seluruh wilayah Indonesia Timur dan Pasifik.

    Pada dini hari tanggal 24 Januari 1942, pasukan Jepang yang dipimpin oleh Divisi Infanteri ke-38 melancarkan serangan amfibi ke Kendari. Serangan ini diawali dengan bombardemen laut yang intens untuk melemahkan pertahanan Belanda. Pasukan Jepang kemudian mendarat di pantai-pantai Kendari dengan kekuatan yang sangat besar.

    Di sisi lain, pasukan Hindia Belanda (KNIL) yang bertanggung jawab atas pertahanan Kendari menghadapi keterbatasan sumber daya dan personel. Meski telah mempersiapkan benteng pertahanan, perlawanan mereka tidak dapat menandingi superioritas militer Jepang yang dilengkapi dengan senjata modern dan dukungan udara. Pertempuran berlangsung sengit namun relatif singkat. Dalam hitungan jam, pasukan Jepang berhasil merebut lapangan udara Kendari, yang merupakan tujuan utama mereka. Dengan jatuhnya lapangan udara ini, Jepang mendapatkan pijakan strategis untuk melanjutkan invasi mereka ke wilayah lain di Indonesia, termasuk Timor dan Papua.

    Kemenangan Jepang di Kendari mempertegas lemahnya pertahanan Hindia Belanda terhadap invasi besar-besaran. Jatuhnya Kendari membuka jalan bagi Jepang untuk memperluas kontrolnya atas Indonesia Timur. Lapangan udara Kendari menjadi salah satu basis utama Jepang selama perang, mendukung operasi udara mereka di Pasifik Selatan. Di sisi lain, pertempuran ini juga menunjukkan pentingnya Kendari dalam konteks geopolitik saat itu. Meskipun hanya berlangsung singkat, pertempuran ini menandai awal dari pendudukan Jepang di Sulawesi Tenggara, yang berlangsung hingga akhir Perang Dunia II pada tahun 1945.

    Pertempuran Kendari pada 24 Januari 1942 adalah salah satu episode penting dalam sejarah pendudukan Jepang di Indonesia. Peristiwa ini mengingatkan kita akan perjuangan dan pengorbanan yang terjadi selama masa perang. Hari ini, Kendari telah berkembang menjadi kota yang damai dan terus maju, namun jejak sejarahnya tetap menjadi bagian penting dari identitasnya.

    Sumber : Sumber Lain

  • Nusakambangan, Saksi Bisu Perjalanan Sistem Pemasyarakatan Indonesia

    Nusakambangan, Saksi Bisu Perjalanan Sistem Pemasyarakatan Indonesia

    Liputan6.com, Cilacap – Nusakambangan di Jawa Tengah mengukir sejarah panjang sebagai pulau pemasyarakatan sejak era kolonial Belanda. Pulau yang membentang sepanjang 36 kilometer di selatan Kabupaten Cilacap ini bertransformasi dari Pulau Bunga menjadi kompleks lembaga pemasyarakatan berkeamanan tinggi.

    Mengutip dari berbagai sumber, sejarah Nusakambangan sebagai pulau pemasyarakatan bermula pada 1861 ketika pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan tenaga narapidana untuk membangun Benteng Karang Bolong di bagian tenggara pulau. Para narapidana yang disebut Perantayan ini menjadi cikal bakal masuknya orang-orang hukuman ke pulau tersebut.

    Pembangunan lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan dimulai dengan pendirian Bui Permisan pada 1908 di bagian selatan pulau. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan keamanan, mengingat kawasan tersebut dikelilingi Samudra Hindia dan hutan lebat.

    Pemerintah kolonial kemudian membangun sejumlah lembaga pemasyarakatan lain secara bertahap. Ekspansi pembangunan lembaga pemasyarakatan berlanjut dengan berdirinya Bui Karang Anyar dan Nirbaya pada 1912.

    Selanjutnya, Bui Batu dibangun pada 1925, disusul Bui Karang Tengah dan Geliger pada 1928, serta Bui Besi pada 1929. Pembangunan terus berlanjut dengan pendirian Bui Limus Bunti dan Cilacap pada 1935.

    Pascakemerdekaan Indonesia, pembangunan lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan tetap berlanjut. Bui Kembang Kuning yang dibangun pada 1950 menjadi lembaga pemasyarakatan terakhir dengan kapasitas seribu orang.

    Total terdapat 12 lembaga pemasyarakatan yang tersebar di pulau tersebut. Sebelum menjadi pulau pemasyarakatan, Nusakambangan telah dihuni penduduk yang tersebar di berbagai wilayah seperti Jumleng, Kembang Kuning, dan Kaliwangi.

    Pada 1986, pemerintah kolonial memindahkan sebagian besar penduduk asli ke Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap untuk mengamankan fungsi pulau sebagai basis pertahanan. Sistem pengelolaan narapidana di Nusakambangan menerapkan pola pembinaan melalui kegiatan perkebunan karet sejak era kolonial.

    Populasi pulau terdiri dari tiga kelompok masyarakat yaitu pegawai lembaga pemasyarakatan, narapidana, serta guru sekolah dasar dan petugas mercusuar. Keberadaan lembaga pemasyarakatan mengubah wajah Nusakambangan yang sebelumnya dikenal sebagai Pulau Bunga pada masa Kerajaan Mataram.

    Julukan tersebut muncul ketika Raja Mangkurat I mengutus abdinya mencari bunga Wijaya Kusuma di pulau ini. Kini, Nusa Kambangan yang dikelilingi Samudra Hindia menjadi simbol sistem pemasyarakatan Indonesia dengan pengamanan berlapis.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun