Pimpinan MPR Dorong Evaluasi Total MBG Imbas Maraknya Kasus Keracunan
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong adanya evaluasi total terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), usia ratusan siswa menjadi korban keracunan.
Menurutnya, kasus keracunan yang menimpa ratusan siswa tentu bertolak belakang dengan dengan tujuan utama MBG untuk meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia.
“Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai penyelenggara MBG, perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh, dan memastikan bahwa pelaksanaan MBG di semua daerah berjalan dengan benar, aman, sehat, bergizi, halal dan akuntabel,” ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).
Evaluasi juga berkaitan dengan kepercayaan publik yang melihat bahwa pelaksanaan MBG membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Ia pun mengutip data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), di mana hingga September 2025 telah terjadi 6.452 anak mengalami keracunan usai menyantap MBG.
Berulangnya kasus keracunan, kata HNW, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mengamanatkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta perlindungan.
“Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya merugikan anak-anak dan orang tua, tetapi juga bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG, bahkan menggagalkan realisasi salah satu program besar Astacita Presiden Prabowo,” ujar HNW.
Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan pemerintah terhadap pelaksanaan MBG untuk mencegah terulangnya kasus keracunan terhadap siswa.
Pemerintah dapat memulainya dari evaluasi terhadap produksi di Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), proses distribusi, hingga penyajian kepada anak-anak di sekolah.
“Saya mendukung aspirasi agar pemerintah mengevaluasi program MBG secara komprehensif dan transparan. Sehingga program MBG kembali ke jalur yang baik dan benar sebagaimana visi awalnya, yakni melindungi dan mencerdaskan anak-anak bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN Ambulans membawa siswa SMKN 1 Cihampelas yang mengalami keracunan usai menyantap menu MBG di sekolahnya pada Rabu (24/9/2025).
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto disebut telah memberi pengarahan kepada BGN dalam menanggapi kasus keracunan MBG yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Arahan Prabowo kepada BGN itu diungkapkan Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro.
“Pihak BGN sendiri kan sudah diberi arahan ya oleh Pak Presiden untuk memitigasi masalah yang terjadi, juga untuk menutup ruang masalah-masalah baru mungkin yang terjadi sehingga bisa dengan segera untuk diatasi,” ujar Juri di Kantor Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, Rabu (24/9/2025).
MBG, kata Juri, merupakan program yang dibutuhkan masyarakat, terutama bagi para siswa demi meningkatkan gizi mereka.
Oleh karena itu, BGN selaku pelaksana program MBG akan terus melakukan evaluasi dan perbaikan setelah maraknya kasus keracunan yang menimpa banyak siswa.
Terkait banyaknya desakan agar program MBG dihentikan sementara, ia mengatakan bahwa setiap aspirasi akan didengarkan pemerintah.
Namun untuk saat ini, program MBG tidak akan dihentikan sementara dan terus berjalan sambil dilakukan evaluasi.
“Tentu didengar ya beberapa aspirasi dari beberapa kalangan yang minta ada evaluasi total, ada pemberhentian sementara, ada juga sambil jalan kita perbaiki tapi tidak perlu menghentikan secara total,” ujar Juri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Hidayat Nur Wahid
-
/data/photo/2025/06/05/6841546674d8a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pimpinan MPR Dorong Evaluasi Total MBG Imbas Maraknya Kasus Keracunan Nasional 25 September 2025
-

HNW dukung Kepala BP Haji jadi Menteri Haji dan Umrah
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung Kepala dan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji ditunjuk menjadi Menteri dan Wakil Menteri Haji dan Umrah yang akan dibentuk Presiden berdasarkan amanat Undang-Undang Perubahan Haji dan Umrah.
HNW, sapaan karibnya, menyebut persiapan penyelenggaraan ibadah haji untuk tahun 2026 sudah semakin mepet sehingga lebih baik Kementerian Haji dan Umrah nanti melanjutkan dari yang sudah berjalan di Badang Penyelenggara (BP) Haji sekarang.
“Kami dukung agar nanti Presiden melantik Kepala dan Wakil Kepala BP Haji menjadi Menteri dan Wakil Menteri Haji. Keduanya merupakan pimpinan pertama sejak BP Haji dihadirkan oleh Presiden Prabowo, dan tentu keduanya telah menguasai amanat dan visi misi pengelolaan haji yg diinginkan Presiden Prabowo,” kata NHW dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
HNW mengatakan soliditas internal lembaga sangat dibutuhkan menghadapi persiapan haji 2026 yang sudah mulai berjalan dan umat menaruh harapan besar akan suksesnya lembaga Kementerian Haji.
Anggota Komisi VIII DPR itu mengatakan setiap tahunnya Indonesia memberangkatkan lebih dari 220 ribu orang jamaah haji, dengan total dana penyelenggaraan sekitar Rp20 triliun. Ke depan, sesuai dengan Visi Saudi 2030 dan perjuangan pemenuhan kuota haji, jumlah jamaah Haji dari Indonesia sangat mungkin terus meningkat.
HNW mengapresiasi Presiden Prabowo yang mempunyai perhatian dengan urusan haji sehingga menerbitkan Perpres Nomor 154 Tahun 2024 tentang BP Haji.
DPR RI kemudian bekerja agar dasar hukum BP Haji semakin kuat dan tidak hanya berbentuk badan, melalui RUU Perubahan Ketiga atas UU Haji dan Umrah yang telah disahkan di Rapat Paripurna DPR pada 26 Agustus 2025.
“Alhamdulillah DPR berhasil menyelesaikan RUU Perubahan Haji tepat waktu, dan menyepakati peningkatan status kelembagaan BP Haji dari ‘Badan’ menjadi ‘Kementerian’. Untuk itu, dibutuhkan sosok yang kompeten, profesional, dan memiliki rekam jejak keumatan untuk memimpin Kementerian baru seperti Kementerian Haji dan Umrah, seperti Kepala dan Wakil Kepala BP Haji saat ini,” ujarnya.
Hidayat menyebut Gus Irfan (Mochamad Irfan Yusuf) yang saat ini menjabat Kepala BP Haji merupakan cucu pendiri NU K.H. Hasyim Asyari dan banyak beraktivitas di pesantren maupun kalangan NU. Sementara Dahnil Anzar selaku Wakil Kepala BP Haji merupakan aktivis Muhammadiyah yang pernah menjabat Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah.
Dengan rekam jejak tersebut, pada rapat haji terakhir di Komisi VIII DPR pada 27 Agustus 2025, secara umum anggota Komisi VIII juga mendukung bila Kepala dan Wakil Kepala BP Haji untuk lanjut diangkat sebagai Menteri dan Wakil Menteri yang memimpin Kementerian Haji dan Umrah nanti.
“Mereka berdua selain merupakan perintis awal di BP Haji, yang sudah melampaui fase rintisan awal yang tentu tidak mudah dalam menyusun berbagai SOP dan kelengkapan kerja kelembagaan di sana, juga sekaligus telah mewakili dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni NU dan Muhammadiyah,” kata HNW.
Ia pun memberikan dukungan penuh agar keduanya bisa dilantik sebagai menteri dan wakil menteri Haji demi penyelenggaraan haji yang lebih baik dan pelayanan haji yang lebih profesional bagi masyarakat Indonesia.
“Tentu kami dukung agar mereka berdua dilantik Presiden menjadi Menteri dan Wakil Menteri Haji, dengan harapan terwujudnya keinginan Umat agar penyelenggaraan haji ke depan menjadi lebih baik, lebih profesional, dan tidak mengulangi masalah seperti pada penyelenggaraan ibadah haji sebelumnya. Dan tentu juga agar dapat memenuhi harapan Presiden Prabowo dengan dihadirkannya Kementerian Haji terpisah dari Kementerian Agama,” tuturnya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Pembentukan Kementerian Haji tingkatkan pengelolaan ibadah haji
Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Slamet Rosyadi. ANTARA/Sumarwoto
Pakar: Pembentukan Kementerian Haji tingkatkan pengelolaan ibadah haji
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Selasa, 26 Agustus 2025 – 15:04 WIBElshinta.com – Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Slamet Rosyadi menilai rencana pembentukan Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah merupakan langkah yang mendesak untuk meningkatkan profesionalisme pengelolaan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
“Kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia cukup besar sehingga perlu manajemen khusus. Tidak mudah untuk memobilisasi dan mengelola jumlah jamaah haji yang besar,” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, pembentukan kementerian yang secara khusus menangani haji dan umrah tersebut bisa menjadi solusi untuk mengatasi isu-isu yang sering terjadi, seperti masa tunggu calon haji yang bisa mencapai 50 tahun hingga praktik-praktik penyalahgunaan visa dan kuota.
Selama ini, kata dia, pengelolaan haji menjadi bagian dari Kementerian Agama yang ruang lingkupnya terlalu besar, sehingga banyak penyimpangan yang tidak terdeteksi atau tidak termonitor dengan baik.
“Dengan adanya Kementerian Haji, pengelolaan haji bisa lebih profesional dan jauh dari praktik-praktik korupsi, sehingga penanganannya jadi lebih fokus,” katanya menegaskan.
Ia mengatakan ibadah haji merupakan impian dan cita-cita hampir setiap umat Islam di Indonesia, sehingga semangat beragama itu harus dijaga dan difasilitasi dengan baik oleh pemerintah.
Selain haji, dia juga menekankan pentingnya penataan ibadah umrah yang jumlah jamaahnya terus meningkat setiap bulan.
“Bahkan saat sekarang, umrah bukan lagi hanya sekadar ibadah, juga dibarengi dengan wisata religi. Itu bagus sekali, daripada berwisata ke tempat yang tidak punya nilai-nilai spiritual, lebih baik ke Tanah Suci,” katanya.
Dengan demikian, kata dia, penyelenggaraan umrah juga harus ditata dan dikelola dengan baik oleh pemerintah melalui Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang akan segera dibentuk.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah harus memastikan biro-biro perjalanan umrah senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah.
“Dengan adanya Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan, transparansi, serta akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah bagi masyarakat Indonesia,” kata Prof Slamet.
Komisi VII DPR RI dan pemerintah telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang rencananya dibawa ke rapat paripurna pada Selasa (26/8). RUU tersebut mengubah Badan Penyelenggara Haji menjadi kementerian.
Dalam pemberitaan ANTARA, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid alias HNW mengatakan pembentukan Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direalisasikan paling lambat 30 hari sejak undang-undang berlaku.
“Alhamdulillah usulan tersebut kini telah disetujui dan disepakati bersama baik oleh DPR maupun Pemerintah. Sekarang RUU ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” kata HNW di Jakarta (26/8).
Sumber : Antara
-

Pimpinan MPR tegaskan fasilitasi dikusi menuju amendemen UUD
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto menegaskan pihaknya berkomitmen memfasilitasi diskusi rutin yang membicarakan menuju perubahan atau amendemen UUD NRI Tahun 1945.
“Sebagai pimpinan MPR, saya pastikan untuk menuju perubahan UUD NRI Tahun 1945, MPR akan memfasilitasi dengan menggelar diskusi rutin untuk amendemen UUD NRI Tahun 1945,” kata Bambang Pacul, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal itu disampaikannya dalam Seminar Konstitusi dengan tema “Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi” di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8).
Dia mengatakan diskusi itu nantinya diisi oleh mereka yang sudah memiliki pemahaman terhadap sejarah perubahan konstitusi sejak UUD 1945.
“Menuju amandemen UUD NRI Tahun 1945 ini didukung tim yang terdiri dari para pakar,” ujarnya.
Pacul mengatakan bahwa usulan amendemen terhadap UUD NRI Tahun 1945 sudah pasti ada karena perubahan sendiri adalah suatu keniscayaan.
“Perubahan atau amandemen UUD merupakan kewenangan MPR RI sesuai Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945,” ucapnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa UUD adalah buatan manusia, apalagi dibuat melalui kesepakatan bersama, sehingga dalam UUD pasti memiliki ruang ketidaksempurnaan.
“Sehebat apapun perumus konstitusi akan tetap tidak sempurna,” ujar Jimly yang hadir sebagai narasumber dalam seminar.
Jimly mengatakan Bung Karno sudah menegaskan bahwa UUD 1945 adalah UUD kilat atau sementara yang akan disempurnakan, lalu pada tahun 1950 diupayakan penyempurnaan melalui UUD Sementara.
“Jadi jangan membayangkan UUD 1945 sempurna,” katanya.
Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan perubahan UUD 1945 empat tahap tahun 1999-2002 juga tidak lah sempurna.
Dia menambahkan UUD NRI Tahun 1945 hasil dari perubahan empat tahap UUD tahun 1999-2002 itu harus dievaluasi secara menyeluruh.
“Konstitusi kita tidak sempurna, Dari waktu ke waktu, konstitusi harus menampung nilai-nilai dan norma baru. Caranya melalui amandemen UUD, tetapi tidak mungkin konstitusi selalu diubah, maka diperlukan adanya konvensi ketatanegaraan,” tuturnya.
Meski demikian, dia mengatakan apabila dilakukan kembali amendemen UUD maka jangan hanya dilakukan untuk memasukkan ketentuan tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Dia memandang evaluasi menyeluruh terhadap konstitusi itu perlu dilakukan menjelang 25 tahun reformasi, misalnya penataan lembaga DPD dan kewenangan Komisi Yudisial (KY).
“Momentum kepemimpinan MPR periode 2024-2029 di bawah Ketua MPR Ahmad Muzani sesudah terbentuknya pemerintahan baru Prabowo Subianto adalah saat tepat untuk memperbaiki sistem konstitusi kita,” ujarnya.
Sependapat dengan Jimly, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menambahkan sesempurna apapun konstitusi dirumuskan maka tidak akan selalu menjawab perkembangan ketatanegaraan kita.
“Kalau konstitusi diubah terus menerus maka tidak ada bedanya dengan UU maka biasanya dibangun tradisi positif yang dikenal dengan konvensi ketatanegaraan,” ujarnya.
Dia lantas berkata, “Perubahan UUD memang hasil kompromistis, tetapi kalau tidak disepakati maka akan ada kelompok yang tidak terwakili dalam perubahan konstitusi.”
Seminar Konstitusi yang dibuka oleh Ketua MPR RI Ahmad Muzani itu dihadiri pula oleh Wakil Ketua MPR RI lainnya yakni Rusdi Kirana dan Hidayat Nur Wahid.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

MPR tak tutup rapat sekaligus buka lebar amendemen UUD
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Muzani: MPR tak tutup rapat sekaligus buka lebar amendemen UUD
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Kamis, 21 Agustus 2025 – 23:23 WIBElshinta.com – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Ahmad Muzani mengatakan MPR tidak menutup rapat-rapat terhadap amendemen Undang-Undang Dasar (UUD), sekaligus membuka selebar-lebarnya terhadap perubahan konstitusi.
Sebab, kata dia, UUD tidak boleh terlalu sering dilakukan perubahan, tetapi juga UUD tidak boleh ditutup rapat untuk perubahan agar bisa mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.
“Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD, kami tidak menutup diri dan menutup rapat-rapat atas perubahan itu. Meskipun di sisi lain, kami juga tidak membuka lebar-lebar atas keinginan terhadap perubahan UUD,” kata Muzani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikannya ketika membuka Seminar Konstitusi dengan tema “Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi” di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Dia pun menegaskan MPR merupakan lembaga negara yang diberikan kewenangan penuh oleh UUD NRI Tahun 1945 untuk melakukan perubahan atau amandemen UUD.
Dia mengatakan MPR perlu terus menerus mendengar dan merefleksi diri tentang makna konstitusi ini supaya MPR mengambil keputusan yang benar tentang perlu tidaknya dilakukan amandemen UUD.
Untuk itu, lanjut dia, MPR mendengarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang di masyarakat terhadap perlu tidaknya dilakukan amendemen UUD.
“Banyak akademisi, tokoh-tokoh, dan kalangan lain yang menyuarakan perubahan UUD. Pemikiran-pemikiran itu kita harus dengarkan,” ucapnya.
Termasuk, sambung dia, lewat Seminar Konstitusi hari ini sebagai upaya untuk terus mendengar dan mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat.
Muzani menerangkan bahwa acara seminar ini merupakan rangkaian peringatan Hari Konstitusi yang diperingati setiap tanggal 18 Agustus ketika para pendiri bangsa menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang baru saja diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
“Keberanian para pendiri bangsa menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang sampai sekarang dipakai adalah keberanian yang luar biasa karena itu sebagai generasi penerus setelah 80 tahun kita merdeka, kita juga harus mempunyai keberanian untuk merefleksi dan merenung tentang konstitusi kita,” tuturnya.
Lebih lanjut, Muzani juga menyebut tiga lembaga negara yakni MPR, DPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK) harus melakukan komunikasi untuk merefleksikan dan mengaktualisasikan UUD NRI Tahun 1945 agar sejalan dengan perkembangan zaman.
Dia menuturkan MPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945, sedangkan DPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan membuat UU sebagai penterjemahan dari UUD.
Lalu, MK adalah lembaga yang diberi kewenangan menafsir semua produk UU apakah memiliki kesesuaian atau tidak dengan UUD.
“Ketiga lembaga negara ini memiliki kewenangan yang sangat jelas dalam UUD NRI Tahun 1945 karena itu hubungan dan komunikasi ketiga lembaga negara ini harus terus dipikirkan untuk merefleksikan dan mengaktualisasi UUD sepanjang zaman,” kata dia.
Dalam seminar konstitusi tersebut, turut hadir pula sejumlah Wakil Ketua DPR RI yakni Bambang Wuryanto, Rusdi Kirana, dan Hidayat Nur Wahid.
Adapun pembicara dalam seminar tersebut ialah pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan mantan Panitia Adhoc (PAH I) MPR RI Jacob Tobing (mantan PAH I ).
Sumber : Antara
-

HNW Ingatkan Pemerintah Pembayaran Uang Muka Haji 2026 Harus Hati-hati
Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam pembayaran uang muka Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk musim haji 2026. Ia menilai perlunya ketelitian karena penyelenggaraan haji berada di bawah Badan Penyelenggara Haji atau Kementerian Haji dan Umrah, sedangkan pembayaran uang muka dilakukan oleh Dirjen PHU Kementerian Agama.
“Jangan sampai uang muka ini sekarang dibayarkan oleh Kementerian Agama, lalu nanti keluar Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah bahwa Haji 2026 dilaksanakan oleh BP Haji. Sehingga agar pembayaran awal oleh Kemenag di kemudian hari tidak justru menjadi masalah, penting sejak awal ada tanggung jawab dan kerjasama di antara kedua lembaga. Agar tak jadi masalah hukum lagi. Terlebih saat ini juga ada kasus terkait haji tahun sebelumnya yang sedang ditangani di Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (21/8/2025).
Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Agama mengajukan kepada Komisi VIII DPR-RI untuk persetujuan pembayaran uang muka BPIH dalam rangka pembayaran pemesanan zona tenda di Armuzna. Nilai yang diajukan untuk pembayaran tersebut sebesar 627,24 juta SAR atau sekitar Rp 2,7 Triliun, dengan batas akhir pembayaran yang ditentukan pihak Saudi Arabia yaitu pada 23 Agustus 2025.
HNW menyayangkan pemerintah yang baru menyampaikan informasi mengenai kebutuhan mendesak pembayaran uang muka 2 hari menjelang tenggat waktu yang ditentukan Saudi. Apalagi, 22 dan 23 Agustus adalah Hari Jumat dan Sabtu di mana kedua hari tersebut merupakan hari libur di Arab Saudi.
“Seharusnya hal ini dibahas sejak jauh-jauh hari, agar pembahasannya lebih matang dan mendalam. Karena meskipun DPR-RI sedang reses, ada mekanisme menyelenggarakan rapat di masa reses, jika memang isunya mendesak dan penting sebagaimana yang diutarakan Kemenag dan BP Haji hari ini,” imbuhnya.
Selain itu, tanggung jawab juga harus dipegang bersama antara Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji sesuai regulasi yang masih berlaku yakni UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang PIHU dan Perpres Nomor 154 Tahun 2024 tentang BP Haji.
(akd/akd)
-

HNW harap RUU Haji bergulir cepat untuk akomodasi Kementerian Haji
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah (RUU Haji) dapat bergulir cepat untuk mengakomodasi hadirnya kementerian/lembaga yang fokus mengurusi penyelenggaraan haji.
“Karena memang diperlukan segera hadirnya produk hukum yang bisa menaungi lembaga yang nanti akan menyelenggarakan haji, sesudah dipisah dari Kementerian Agama,” kata HNW, sapaan karibnya, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sebab, kata dia, proses persiapan penyelenggaraan ibadah haji untuk tahun 2026 sedianya sudah dimulai pada Agustus, mulai dari persiapan pendaftaran, penyewaan hotel, dan lain sebagainya.
“Harapannya begitu (RUU Haji rampung segera) karena kalau sampai melewati Agustus, nanti kasihan lembaga yang akan menyelenggarakan haji dan juga nanti penyiapannya,” ucap anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Dia menyebut Komisi VIII DPR RI mulai menggulirkan pembahasan terkait RUU Haji pada Rabu ini.
“Rapat dengar pendapat dengan ormas-ormas Islam, dengan komunitas lansia, komunitas difabel, komunitas penyelenggara haji dan umrah, dengan para pakar. Mulai nanti siang itu pembahasan itu sudah dimulai,” katanya.
HNW berharap pembahasan RUU Haji tersebut pada akhirnya benar-benar mampu menghadirkan lembaga/kementerian yang fokus mengurusi ibadah haji agar tidak lagi membebani Kementerian Agama.
“Karena kalau memang akan diselenggarakan tidak lagi di Kementerian Agama, tapi di lembaga yang baru, apa pun namanya nanti, badan baru ini tidak akan bisa bekerja kalau tidak ada undang-undang,” ujarnya.
HNW menambahkan institusi yang akan fokus mengurusi penyelenggaraan haji lebih baik berbentuk Kementerian Haji, untuk menggantikan posisi yang sebelumnya diemban Badan Penyelenggara Haji.
“Karenanya supaya di Indonesia juga bisa terlaksanalah apa yang diharapkan Pak Presiden, penyelenggaraan haji lebih baik, dengan adanya lembaga yang punya kaki sampai ke daerah, struktur sampai ke tingkat kecamatan, maka itu lembaganya namanya adalah kementerian, bukan badan,” tuturnya.
Menurut dia, apabila hanya berbentuk badan maka berpotensi menciptakan hubungan yang tidak hierarki.
“Kalau itu terjadi dengan badan haji, nanti bagaimana mengelola haji di Indonesia yang mayoritas mutlaknya kan justru ada di daerah-daerah, tidak ada di Jakarta, tidak ada di pusat,” katanya.
HNW menimpali, “Kementerian Agama saja dengan struktur yang dimiliki sampai tingkat kecamatan, itu tidak mudah menyelenggarakan (secara) maksimal haji ini sehingga tidak ada masalah.”
Dia juga menekankan perlu ada pemisahan lembaga/kementerian yang khusus mengurusi ibadah haji dengan Kemenag untuk menyelesaikan beragam permasalahan yang hampir terjadi saat pelaksanaan haji setiap tahunnya.
Selain itu, pembentukan kementerian yang fokus mengurusi haji diperlukan agar pembahasan soal pelaksanaan hingga permasalahan ibadah haji antara RI dengan pemerintah Arab Saudi dapat dilakukan dengan level kelembagaan yang setara.
“Saudi Arabia itu memperlakukan sistem yang equal, setara. Nah, kalau kementerian ya dengan kementerian, badan dengan badan,” katanya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Hari Konstitusi ingatkan UUD adalah sumbu semua aturan
Ketua MPR RI Ahmad Muzani bersama jajaran Wakil Ketua MPR RI yakni Edhie Baskoro Yudhoyono, Hidayat Nur Wahid, Eddy Soeparno, dan AM Akbar Supratman saat konferensi pers Hari Konsitusi dan Hari Ulang Tahun Ke-80 MPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (18/8/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi
Ketua MPR: Hari Konstitusi ingatkan UUD adalah sumbu semua aturan
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Senin, 18 Agustus 2025 – 22:18 WIBElshinta.com – Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengatakan bahwa Hari Konstitusi Ke-80 yang diperingati pada Senin (18/8) mengingatkan bahwa konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah sumbu bagi semua peraturan perundang-undangan.
Dia menjelaskan Hari Konstitusi diperingati karena Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan pada 18 Agustus 1945 oleh para pendiri bangsa kala itu, satu hari setelah Hari Proklamasi Kemerdekaan RI.
“Sejak itu Indonesia memiliki kompas bagi perjalanan arah Indonesia merdeka sampai sekarang,” kata Muzani usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun MPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.
Menurut dia, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami proses perubahan atau amandemen oleh MPR RI selama empat kali sejak reformasi, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2022.
Meskipun memiliki kewenangan untuk mengubah dasar negara tersebut, dia memastikan bahwa MPR RI akan bersikap hati-hati jika hendak menggelar amandemen.
“Karena itu partisipasi dari semua pihak, pandangan, saran tentu saja kami sangat harapkan,” kata dia.
Namun sejauh ini, dia menganggap bahwa UUD yang telah mengalami amandemen sebanyak empat kali adalah sudah merupakan konstitusi terbaik bagi Republik Indonesia.
“Kita berharap semua lembaga negara bisa menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan kewenangan yang dimiliki menurut Undang-Undang Dasar 1945,” kata dia.
Sumber : Antara

