Tag: Hetifah Sjaifudian

  • Komisi X DPR usul reformasi alokasi dana pendidikan terkait putusan MK

    Komisi X DPR usul reformasi alokasi dana pendidikan terkait putusan MK

    Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. ANTARA/HO-Humas DPR RI.

    Komisi X DPR usul reformasi alokasi dana pendidikan terkait putusan MK
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 31 Mei 2025 – 09:13 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengusulkan adanya reformasi alokasi anggaran atau dana pendidikan agar negara dapat menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pendidikan dasar yang gratis.

    Hetifah saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, menyampaikan reformasi anggaran pendidikan itu dapat dilakukan oleh pemerintah melalui optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan realokasi dana proyek non-urgent.

    “Dengan demikian, skema pendanaan dapat berbentuk sekolah swasta yang berbiaya rendah mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah sedangkan sekolah swasta premium tetap boleh memungut biaya tambahan dengan pengawasan,” kata dia.

    Berikutnya, Hetifah mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk sekolah swasta. 

    Penyaluran dana itu, menurut dia, harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.

    “Yang penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara Putusan MK Nomor.l 3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. Selain itu, Permendikbud terkait BOS juga harus diperkuat,” kata dia.

    Hetifah lalu menegaskan kunci keberhasilan pelaksanaan putusan MK itu adalah koordinasi pusat dan daerah dalam pengalokasian dana. Lalu, diperlukannya peran pemerintah dalam mengawasi implementasi putusan itu untuk mengakomodasi kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.

    “Opsinya adalah melaksanakannya secara bertahap. Pada fase awal, pemerintah dapat fokus pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian baru jangka panjangnya pada perluasan pendanaan merata dengan evaluasi berkala,” kata dia.

    Langkah-langkah itu, menurut Hetifah, bernilai penting untuk dilakukan, menyusul adanya tiga tantangan implementasi putusan itu, yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian sekaligus kualitas sekolah swasta.

    Meskipun selama ini sekolah swasta mendapatkan bantuan negara seperti BOS, Hetifah memandang, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah. Akibatnya, alokasi BOS harus ditambah secara signifikan dan pemerintah daerah melalui APBD perlu menambah alokasi ini.

    Selanjutnya, ia menyampaikan dengan berjalannya revisi UU Sisdiknas di Komisi X saat ini, putusan MK itu akan menjadi masukan utama dalam merancang skema pembiayaan pendidikan ke depan.

    “Komisi X berkomitmen mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak sekadar menjadi kebijakan populis, tetapi juga langkah strategis memperkuat SDM bangsa, karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia,” kata Hetifah.

    Sebelumnya pada Selasa (27/5), MK memutuskan negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, harus menggratiskan pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di MK RI.

    Sumber : Antara

  • MK Putuskan Biaya Sekolah SD-SMP Gratis, DPR Sarankan Hal Ini

    MK Putuskan Biaya Sekolah SD-SMP Gratis, DPR Sarankan Hal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi X DPR RI mengusulkan adanya reformasi alokasi dana pendidikan agar pemerintah dapat menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar gratis.

    Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan reformasi anggaran pendidikan itu dapat dilakukan oleh pemerintah melalui optimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan realokasi dana proyek non-urgent.

    “Skema pendanaan dapat berbentuk sekolah swasta yang berbiaya rendah mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah sedangkan sekolah swasta premium tetap boleh memungut biaya tambahan dengan pengawasan,” kata dia dilansir dari Antara, Sabtu (31/5/2025). 

    Berikutnya, Hetifah mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk sekolah swasta. 

    Penyaluran dana itu, menurut dia, harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.

    Dia menilai hal paling penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara Putusan MK Nomor.l 3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan.

    “Selain itu, Permendikbud terkait BOS juga harus diperkuat,” kata dia.

    Hetifah lalu menegaskan kunci keberhasilan pelaksanaan putusan MK itu adalah koordinasi pusat dan daerah dalam pengalokasian dana. Lalu, diperlukannya peran pemerintah dalam mengawasi implementasi putusan itu untuk mengakomodasi kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.

    “Opsinya dengan melaksanakannya secara bertahap. Pada fase awal, pemerintah dapat fokus pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian baru jangka panjangnya pada perluasan pendanaan merata dengan evaluasi berkala,” kata dia.

    Langkah-langkah itu, menurut Hetifah, bernilai penting untuk dilakukan, menyusul adanya tiga tantangan implementasi putusan itu, yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian sekaligus kualitas sekolah swasta.

    Meskipun selama ini sekolah swasta mendapatkan bantuan negara seperti BOS, Hetifah memandang, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah. Akibatnya, alokasi BOS harus ditambah secara signifikan dan pemerintah daerah melalui APBD perlu menambah alokasi ini.

    Selanjutnya, ia menyampaikan dengan berjalannya revisi UU Sisdiknas di Komisi X saat ini, putusan MK itu akan menjadi masukan utama dalam merancang skema pembiayaan pendidikan ke depan.

    “Komisi X berkomitmen mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak sekadar menjadi kebijakan populis, tetapi juga langkah strategis memperkuat SDM bangsa, karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia,” kata Hetifah.

    Sebelumnya pada Selasa (27/5), MK memutuskan negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, harus menggratiskan pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di MK RI.

  • MK Wajibkan SD-SMP Swasta Gratis, Komisi X DPR Usul Alokasi Dana Pendidikan

    MK Wajibkan SD-SMP Swasta Gratis, Komisi X DPR Usul Alokasi Dana Pendidikan

    Jakarta

    Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 34 ayat 2 yang memuat frasa ‘tanpa memungut biaya;. Ia menyatakan akan berkomitmen mengawal putusan MK tersebut.

    Hetifah awalnya menjelaskan ada tiga tantangan implementasi keputusan ini. Ketiga tantangan itu yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian dan kualitas sekolah swasta.

    “Meskipun selama ini sekolah swasta mendapatkan bantuan negara seperti BOS, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah. Akibatnya alokasi BOS harus ditambah secara signifikan dan pemerintah daerah melalui APBD perlu menambah alokasi ini. Untuk itu anggaran ‘mandatory spending’ untuk pendidikan sekurang-kurangnya 20% APBN/APBD perlu dialokasikan sesuai prioritas dan tepat sasaran,” kata Hetifah lewat pesannya kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).

    Namun, ia mengungkap ada resiko di balik putusan MK tersebut. Menurutnya, sekolah swasta akan kehilangan otonomi dalam pengelolaan jika harus bergantung pada negara dan mengurangi inovasi pendidikan.

    “Untuk itu, saya mengusulkan reformasi alokasi dana pendidikan melalui optimalisasi 20% anggaran pendidikan dan realokasi dana proyek non-urgent. Skema pendanaan dapat berbentuk sekolah swasta yang berbiaya rendah mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah sedangkan sekolah swasta premium tetap boleh memungut biaya tambahan dengan pengawasan,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Hetifah mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana BOS untuk sekolah swasta. Penyaluran dana ini harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.

    Ia juga menegaskan kunci keberhasilan putusan ini terletak pada koordinasi pusat dan daerah dalam pengalokasian dana, dan peran pemerintah dalam mengawasi implementasi untuk mengakomodasi kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.

    “Opsinya adalah melaksanakannya secara bertahap. Pada fase awal pemerintah dapat fokus pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian baru jangka panjangnya pada perluasan pendanaan merata dengan evaluasi berkala,” ucap politisi Partai Golkar itu.

    “Komisi X berkomitmen mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak sekadar menjadi kebijakan populis, melainkan langkah strategis memperkuat SDM bangsa. Karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia,” tutur Hetifah.

    Keputusan MK

    Diketahui, hakim MK mengetok keputusan untuk menggratiskan wajib belajar 9 tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta, pada Selasa (27/5). Sebagian gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dikabulkan MK.

    “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat’,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Rabu (28/5).

    Dalam pertimbangannya, hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menilai frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Akibatnya, kata Enny, ada keterbatasan data tampung di sekolah negeri hingga peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta.

    “Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” ujar Enny.

    MK berpandangan negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, kata Enny, frasa ‘tanpa memungut biaya’ dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

    (maa/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • DPR Dorong Subsidi Sekolah Swasta dan Revisi Dana BOS

    DPR Dorong Subsidi Sekolah Swasta dan Revisi Dana BOS

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian mendesak pemerintah agar segera merumuskan kebijakan subsidi untuk sekolah swasta tingkat SD dan SMP.

    Langkah tersebut dinilai krusial menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta harus diselenggarakan secara gratis sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31.

    “Harus ada mekanisme yang transparan dan adil agar sekolah swasta juga mendapatkan subsidi yang memadai tanpa mengorbankan kualitas serta kemandirian dalam pengelolaan,” ujar Hetifah saat dihubungi pada Kamis (29/5/2025).

    Hetifah mengapresiasi langkah MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

    Namun dia menegaskan, pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut memerlukan dukungan anggaran negara (APBN) yang kuat dan terencana.

    Menurutnya, beban pembiayaan pendidikan gratis untuk seluruh siswa di tingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta, akan menambah tekanan fiskal jika tidak diantisipasi dengan skema pendanaan yang terukur.

    “Mengingat skala pembiayaan yang akan ditanggung negara, saya mendorong agar subsidi untuk sekolah swasta dapat dimasukkan ke dalam skema dana bantuan operasional sekolah (BOS),” jelasnya.

    Hetifah juga mendorong pemerintah untuk melakukan revisi terhadap kebijakan dan regulasi teknis dana BOS, agar mencakup secara menyeluruh seluruh satuan pendidikan, termasuk swasta.

    “Revisi BOS sangat diperlukan agar dana tersebut bisa menjangkau semua sekolah tanpa diskriminasi. Ini penting untuk mewujudkan keadilan pendidikan,” tegas legislator dari fraksi Partai Golkar itu.

    Lebih lanjut, Hetifah berharap semua pemangku kepentingan, baik dari sekolah negeri, swasta, hingga kementerian terkait duduk bersama merumuskan strategi implementasi yang konkret dan terukur atas putusan MK tersebut.

  • DPR RI Sahkan Naturalisasi Empat Pesepakbola Putri untuk Timnas Indonesia – Page 3

    DPR RI Sahkan Naturalisasi Empat Pesepakbola Putri untuk Timnas Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, Komisi X DPR RI menyetujui pemberian kewarganegaraan kepada empat atlet sepak bola putri. Empat pemain Timnas sepak bola putri itu adalah Felicia Victoria de Zeeuw, Iris Joska de Rouw, Isa Guusje Warps dan Emily Julia Frederica Nahon

    “Komisi X DPR RI memutuskan menyetujui rekomendasi pemberian kewarganegaraan RI atas nama Sdri Felicia Victoria de Zeeuw, Sdri Iris Joska de Rouw, Sdri Isa Guusje Warps, dan Sdri Emily Julia Frederica Nahon,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 26 Mei 2025.

    Sementara itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menjelaskan mengapa naturalisasi empat pemain sepak bola untuk Timnas Putri. Indonesia ingin lolos ke Piala Dunia sepak bola putri tahun 2027.

    “Kalau kita juga lolos daripada kualifikasi ini di tahun 2026 itu akan ada kejuaraan Asia Cup yang akan diikuti 16 negara. Dan Asia mendapat jatah untuk Piala Dunia putri tahun 2027 yaitu 6. Jadi ya kembali kalau ambisius mohon maaf dari 16 chance-nya 30 persen,” ujar Erick dalam rapat.

  • DPR Tolak Pelabelan "Sejarah Resmi" dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Mei 2025

    DPR Tolak Pelabelan "Sejarah Resmi" dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Nasional 26 Mei 2025

    DPR Tolak Pelabelan “Sejarah Resmi” dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Komisi X DPR
    RI menegaskan bahwa hasil penulisan ulang
    sejarah Indonesia
    yang dilakukan pemerintah tidak boleh dilabeli sebagai “sejarah resmi” atau “sejarah resmi baru”.
    Hal ini ditegaskan dalam rapat Komisi X DPR bersama Kementerian Kebudayaan RI yang dibacakan oleh Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).
    “Komisi X mendesak agar hasil penulisan sejarah Indonesia tidak diberi label ‘sejarah resmi’ atau ‘sejarah resmi baru’,” ujar Hetifah.
    Penegasan tersebut menjadi salah satu dari enam poin kesimpulan rapat yang dihadiri Menteri Kebudayaan (Menbud)
    Fadli Zon
    , Wakil Menbud Giring Ganesha, dan jajaran Komisi X DPR RI.
    Komisi X DPR juga meminta Fadli Zon menjelaskan urgensi dan proses
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    secara lebih inklusif, objektif, dan bertanggung jawab secara akademik.
    Komisi X dan Kementerian Kebudayaan juga sepakat bahwa proses penulisan sejarah Indonesia harus melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.
    Hal ini dimaksudkan agar buku sejarah yang dihasilkan tidak hanya objektif, transparan, dan komprehensif, tetapi juga mampu merepresentasikan memori kolektif bangsa serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk kepentingan pengetahuan dan pendidikan.
    Selain itu, Hetifah mengatakan, Komisi X mendesak Kementerian Kebudayaan memperbaiki komunikasi publik.
    Kementerian Kebudayaan juga diminta meningkatkan sosialisasi dan proses uji publik dalam penulisan sejarah guna menghindari tafsir yang membingungkan masyarakat.
    Dia juga menekankan bahwa proses penulisan tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa.
    Hetifah mendorong agar langkah ini dilakukan secara cermat dan terkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
    Komisi X turut meminta Kementerian Kebudayaan untuk memberikan jawaban tertulis atas berbagai pertanyaan anggota dewan yang belum sempat terjawab dalam forum tersebut.
    Dalam rapat yang sama, Anggota Komisi X DPR RI,
    Bonnie Triyana
    , menyampaikan kritik terhadap penggunaan istilah ‘sejarah resmi’ dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan.
    Menurut Bonnie, istilah tersebut tidak tepat secara prinsipil maupun metodologis.
    “Hendaknya proyek penulisan sejarah yang kini dikerjakan oleh Kemenbud tidak menggunakan terminologi ‘sejarah resmi’ atau ‘sejarah resmi baru’. Istilah tersebut tidak dikenal dalam kaidah ilmu sejarah dan problematik baik secara prinsipil maupun metodologis,” ujar Bonnie.
    Bonnie menambahkan, penggunaan istilah itu dapat menimbulkan interpretasi bahwa versi sejarah di luar itu adalah tidak resmi, ilegal, bahkan subversif.
    Ia juga menyoroti pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses penulisan sejarah.
    “Sejarah adalah milik rakyat, dan cara kita memandang masa lalu menentukan arah masa depan. Maka, harus ada ruang publik yang terbuka bagi diskusi ilmiah,” ujar dia.
    Bonnie juga menyampaikan kritik terhadap pernyataan seorang pejabat Kementerian Kebudayaan yang menyebut kelompok yang datang ke PBNU sebagai sesat, radikal, dan bidah.
    Ia meminta klarifikasi dan permintaan maaf atas ucapan tersebut.
    “Saya minta klarifikasi yang kemudian melalui Pak Menterinya meminta maaf atas ucapan dari anak buahnya itu. Sebetulnya saya mengharapkan anak buahnya sendiri,” kata Bonnie.
    Bonnie menekankan, cara-cara stigmatisasi dan pelabelan terhadap pihak yang berbeda pendapat harus dihentikan.
    Menurut dia, kritik tidak seharusnya dibalas dengan tuduhan-tuduhan yang insinuatif dan stereotip.
    “Kita harus lebih beranjak maju lagi untuk meninggalkan cara-cara itu,” ujar dia.
    Merespons ini, Fadli menuturkan bahwa tidak ada istilah sejarah resmi terkait proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.
    Meski memang penulisan sejarah ulang dilakukan oleh pemerintah, namun pemerintah tidak menyematkan label “sejarah resmi”.
    “Kalau ada yang menyebut
    official history
    atau sejarah resmi, ya itu mungkin hanya ucapan saja, tetapi tidak mungkin ditulis ini adalah sejarah resmi; tidak ada itu,” kata Fadli.
    Dalam rapat tersebut, Fadli menyampaikan, penulisan ulang sejarah Indonesia mendesak dilakukan untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia sentris.
    Menurut Fadli, langkah ini penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman, memperkuat identitas nasional, menegaskan otonomi penulisan sejarah, serta menjadikan sejarah lebih relevan bagi generasi muda sebagai bagian dari upaya reinventing identitas kebangsaan Indonesia.
    Fadli pun memastikan, sejarah nasional Indonesia yang sedang disusun pemerintah saat ini ditulis oleh para ahli sejarawan di bidangnya.
    “Tetapi, ini adalah sejarah nasional Indonesia yang merupakan bagian dari penulisan-penulisan dari para sejarawan,” ujar Fadli.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Hadiri Peringatan Hardiknas di Bogor, Istana Bagikan Tas Sekolah

    Prabowo Hadiri Peringatan Hardiknas di Bogor, Istana Bagikan Tas Sekolah

    Prabowo Hadiri Peringatan Hardiknas di Bogor, Istana Bagikan Tas Sekolah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden RI
    Prabowo Subianto
    menghadiri acara
    Hari Pendidikan Nasional
    (Hardiknas) di SDN Cimahpar 5, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/5/2025) siang.
    Prabowo tiba di SDN Cihmahpar 5 sekitar pukul 14.22 WIB didampingi oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Medikdasmen) Abdul Mu’ti.
    Sebelum tiba di lokasi acara, Prabowo sempat mendatangi salah satu ruang kelas untuk menyaksikan interaksi antara guru dan murid-muridnya.
    “Selamat siang anak-anak semua,” kata Prabowo saat tiba di ruang kelas.
    “Belajar yang baik semua ya,” ujar dia lagi saat meninggalkan ruang kelas.
    Ketika tiba di lokasi acara, Prabowo isambut antusias oleh para pelajar sekolah dasar yang membawa bendera merah putih dalam ukuran kecil.
    Para siswa dan siswi yang hadir di lokasi juga diberikan suvenir dalam
    totebag
    berwarna biru muda bertuliskan Istana Kepresidenan Republik Indonesia.
    Di dalamnya terdapat tas sekolah, alat tulis, buku tulis, tempat pensil, hingga botol minum.
    Dalam acara Hardiknas ini, Prabowo juga akan meluncurkan program hasil terbaik cepat (PTHC) Presiden.
    Abdul Mu’ti menyebutkan, program yang akan diluncurkan adalah peluncuran pembangunan atau renovasi sekolah dan bantuan untuk guru.
    Kemudian, pemerintah juga merencanakan ada program bantuan sebesar Rp 300.000 per bulan bagi guru honorer.
    Selain itu, pemerintah juga akan menyiapkan bantuan untuk guru yang belum lulus sarjana atau S1.
    Selain Prabowo, acara ini turut dihadiri oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk, Kepala Staf Kepresidenan AM Putranto, serta Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nostalgia Komik Petruk dan Susahnya Menelan Fakta ‘Banyak Anak SMP Belum Bisa Baca’

    Nostalgia Komik Petruk dan Susahnya Menelan Fakta ‘Banyak Anak SMP Belum Bisa Baca’

    Liputan6.com, Jakarta – Meja wakil rakyat di pusat tiba-tiba geger. Jauh di Buleleng Bali sana banyak anak SMP yang ternyata belum bisa membaca. Sebuah tamparan keras bagi pemerintah yang katanya mau memasuki era Indonesia Emas 2045. 

    “Penting untuk menelusuri akar masalah dari fenomena tersebut,” kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. 

    Hetifah kemudian mempertanyakan faktor penyebab mengapa anak-anak SMP di Buleleng masih ada yang belum bisa baca. Apakah kurang fasilitas, kurang kualitas tenaga pengajar, atau ada masalah lainnya.

    Kemendikdasmen sebagai lembaga negara yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan di negara ini melalui menterinya Abdul Mu’ti mengatakan, sebagian siswa di Buleleng tidak bisa membaca lantaran mengalami disleksia hingga berkebutuhan khusus, selain juga karena faktor perekonomian keluarga. 

    Disleksia memang diartikan sebagai gangguan belajar spesifik yang memengaruhi kemampuan membaca, menulis, dan mengeja seseorang anak. dalam ilmu kedokteran, gangguan ini disebabkan oleh masalah dalam proses otak yang memproses bahasa. Penderita disleksia mungkin kesulitan untuk mengenali suara huruf dan kata, serta menghubungkannya dengan bunyi yang tepat, sehingga menyebabkan kesulitan dalam membaca dan menulis.

    Disleksia disebut-sebut tidak berkaitan langsung dengan kecerdasan seseorang, artinya tidak selalu penderitanya adalah anak bodoh. Mereka mungkin memiliki kemampuan intelektual yang normal atau bahkan di atas rata-rata, tapi masih mengalami kesulitan dalam bidang membaca dan menulis. Namun hal ini bukan lantas menjadi tameng bagi pemerintah untuk lepas tangan terhadap fakta yang terjadi hari-hari ini, -masih ada anak SMP yang belum bisa baca-, karena mungkin fenomena ini juga terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia, atau bahkan tetangga sebelah rumah kita sendiri.

    Padahal jika ditelisik lebih dalam ada satu hal penting yang kerap dianggap remeh, yang bisa membantu anak-anak disleksia meningkatkan kemampuan membaca dan menulis mereka: baca komik. Sebagai salah satu bentuk jenis bacaan, komik memang masih terperangkap dalam stigma bacaan ringan yang bersifat profan, sekadar hiburan belaka. Tak jarang ahli dan pengamat pendidikan bahkan menuding, komik sebagai media perusak karena sifatnya yang mudah merebut perhatian para siswa. 

    Banyak juga yang masih menganggap komik sebagai terbitan pornografis (cabul), non-gramatis, dan non-edukatif, yang memunculkan sifat kemalasan berpikir. Padahal sebaliknya, dari cerita bergambar itu, anak-anak dibawa untuk terpancing imajinasinya sehingga membantu anak-anak, khususnya yang mengalami disleksia, untuk memahami cerita dengan lebih baik dan membantu proses belajar membaca mereka. Sastrawan Mochtar Lubis bahkan pernah mengatakan, komik adalah salah satu alat komunikasi massa yang memberi pendidikan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. 

    Menurut penelitian Ana Fauziah yang diterbitkan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), potensi komik dapat dipetakan ke dalam sembilan arah, antara lain komik sebagai karya sastra, komik sebagai seni, komik sebagai kendali atas hak-hak komikus, komik sebagai industri bisnis yang selalu berinovasi, komik sebagai alat membentuk persepsi masyarakat, komik sebagai pengawasan institusional, komik sebagai bukti keseimbangan gender, komik sebagai representasi kaum moniritas, dan  komik mampu menampilkan beranekaragam genre. Pendapat tentang komik sebagai sastra dan seni pun mendapat respons negatif dari banyak kalangan.

    “Di Indonesia sendiri, sejarah komik cukup panjang dan beraneka warna yang sangat dipengaruhi oleh situasisosial politik. Sejarah komik Indonesia dapat ditelusuri sampai ke masa prasejarah. Bukti pertama terdapat padamonumen-monumen keagamaan yang terbuat dari batu itu,” tulis Ana.

    Kemudian lebih dekat dengan masa kini, ada wayang beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar yang dapat dianggap sebagai cikal bakal komik. Wayang kulit menjadi mirip komik karena adanya kecepatan gerak yang dilakukan dalang saat mementaskan lakon.

    “Relief yang terdapat di Candi Borobudur dan di Candi Prambanan merupakan bentuk komik Indonesia yang paling awal. Borobudur mengandung sebelas bas-relief yang mencakup 1.460 adegan. Adegan-adegan dalam relief ini digunakan untuk membimbing para peziarah melakukan perenungan,” kata Ana Fauziah.

    Pada kurun tahun 1931-1954, komik Indonesia mendapat pengaruh Barat dan Cina. Komik muncul dalam media massa sebelum Perang Dunia II. Harian berbahasa Belanda, De Java Bode (1938) memuat komik karya Clinge Doorenboss yang berjudul Flippie Flink dalam rubrik anak-anak. Mingguan De Orient memuat komik petualang Flash Gordon untuk pertama kalinya. Di samping media massa berbahasa Belanda, ada pula surat kabar berbahasa Melayu yang memuat komik ‘impor’ dari Barat.

    Sedangkan komik yang dipengaruhi Cina muncul di surat kabar Sin Po berbahasa Melayu yang dimiliki Cina peranakan. Pada 1.030, Sin Po memuat komik strip karya Kho Wang Gie. Pada awal 1931, Kho Wang Gie memperkenalkan tokoh Put On yang kemudian menjadi terkenal dan role model yang ‘dicontek’ para komikus lainnya.

    Pengaruh Barat dan Cina dalam komik Indonesia tidak hanya sebatas pemuatan komik impor di media massa Indonesia, tapi juga dalam tema dan tokoh, misalnya mengadopsi tema kepahlawanan cerita Tarzan.

    “Setelah hampir dua puluh tahun dipengaruhi kebudayaan Barat dan Cina, para komikus Indonesia mulai berpikir untuk menggali ide dari sumber kebudayaan nasional,” katanya.

    Evolusi tersebut terjadi sebagai dampak kemerdekaan Indonesia secara politis di bawah presiden Sukarno. Inilah kurun di mana komik Indonesia sangat dipenuhi semangat nasionalisme (antara tahun 1954-1960), ditandai dengan munculnya komik jenis baru yang disebut ‘komik wayang’. Terbitan pertama muncul antara tahun 1954 dan 1955 dengan lahirnya Gatotkatja (terbitan Keng Po), Raden Palasarakarya Johnlo, dan seri panjang Mahabharata karya Kosasih. Dengan segera, tokoh-tokoh pewayangan menjadi pusat produksi komik, kemudian disusul tokoh-tokoh yang diambil dari cerita lisan, legenda, mite, atau cerita rakyat.

    Kejenuhan terhadap tema pewayangan menyebabkan munculnya era baru dalam sejarah komik Indonesia. Era baru ini kemudian disebut ‘Era Medan’, yang berlangsung selama kurun tahun 1960-1963. Komikus-komikus Medan mengambil cerita dan legenda Minangkabau sebagai ide, antara lain komikus Taguan Hardjo yang mengkomikkan drama daerah, seperti Telandjang Udjung Karang.

    Selanjutnya pada kurun tahun 1963-1965, tema-tema komik Indonesia bergerak dengan semangat nasionalis seperti tema perjuangan melawan imperialis—termasuk neokolonialis yaitu Inggris dan anteknya Malaysia, cita-cita kebesaran bangsa, sinkretisme agama, juga propaganda Partai Komunis. Kurun ini disebut sebagai ‘Periode Nasionalisme ala Sukarno.’

    “Setelah komik terbebas dari politisasi, pada kurun tahun 1964-1966, kisah-kisah bertema kehidupan cinta remaja mulai bermunculan, yang antara lain berisi pesan moral pengaruh barat dalam mode pakaian, norma pergaulan, dan norma sopan santun sangat berbahaya bagi remaja,” kata Ana.

    Namun karena dampak komersialisme, pesan tersebut kemudian hanya menjadi alasan bagi komikus menyajikan gambar atau adegan panas ke dalam panel. Kecenderungan itu membuat gerah para pemerhati pendidikan. Dampak dari peristiwa berdarah 1965 juga merambah dunia komik. Pengawasan ketat dilakukan terhadap semua terbitan komik, dan menyita komik-komik yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

    “Waktu itu polisi menarik komik-komik yang masuk dalam daftar hitam, salah satunya komik yang berideologikan komunis, dari peredaran,” katanya.

    Selanjutnya pertumbuhan komik sampai tahun 1967 bebas dari pengarahan yang ketat. Setelah mendapat pengaruh dari berbagai macam kebudayaan dan ideologi, komik Indonesia kemudian tumbuh dengan pilihan tema bergantung pada mode tertentu dan arus politis sesaat. Secara bergantian, komik sentimental roman remaja, cerita detektif, komik silat, komik horor, mewarnai khazanah komik Indonesia hingga pasca-reformasi. 

    Bagi anak-anak generasi 90an, komik seperti ‘mainan baru’ di tengah kejenuhan beraktivitas, selain juga bisa disebut media pergaulan satu dengan yang lainnya. 

     

  • Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 April 2025

    Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran Nasional 27 April 2025

    Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Komisi X DPR Soroti Minimnya Nilai Kejujuran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai pendidikan di Indonesia masih fokus pada capaian akademik saja. Sementara itu,
    nilai kejujuran
    dan tanggung jawab masih kurang.
    Hal ini merespons temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat
    Survei Penilaian Integritas
    (SPI) yang menemukan
    perilaku koruptif
    di lingkungan pendidikan.
    “Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan kita masih terlalu menitikberatkan pada capaian akademik semata, sementara nilai kejujuran dan tanggung jawab. Nampaknya, belum sepenuhnya tertanam kuat dalam diri siswa maupun mahasiswa,” kata Hetifah kepada Kompas.com, dikutip Minggu (27/4/2025).
    Hetifah menilai temuan KPK mengenai masih maraknya perilaku koruptif di dunia pendidikan, seperti
    menyontek
    , plagiasi, dan perilaku koruptif lainnya, merupakan peringatan bagi semua pihak.
    Temuan ini, kata Hetifah, harus menjadi peringatan serius dan evaluasi bagi dunia pendidikan di Tanah Air.
    “Hal ini harus menjadi bahan evaluasi, bukan hanya bagi pemangku kepentingan bidang pendidikan, tetapi bagi kita semua terhadap sistem pendidikan nasional, terutama dalam aspek pembentukan karakter, integritas, dan etika peserta didik,” ujarnya.
    Politikus Partai Golkar ini menilai, guru, dosen, dan pemerintah, harus memperkuat pendidikan karakternya secara menyeluruh.
    Menurutnya, penguatan ini tidak hanya melalui kurikulum formal, tetapi juga melalui keteladanan, iklim sekolah dan kampus yang sehat. Termasuk sistem evaluasi yang tidak melulu berbasis nilai ujian.
    Selain itu, guru dan dosen perlu menanamkan nilai integritas dalam proses pembelajaran.
    “Fenomena ini adalah peringatan bahwa kita tidak hanya perlu mencetak generasi cerdas, tetapi juga generasi yang jujur dan bertanggung jawab,” lanjut Hetifah.
    Di sisi lain, keluarga dan masyarakat juga harus mengambil peran. Hetifah menilai orangtua harus menanamkan nilai kejujuran sejak dini.
    Orangtua juga diminta tidak hanya menuntut anak untuk berprestasi secara akademik, tetapi juga mendukung proses belajar yang sehat dan bermakna.
    “Masyarakat harus menjadi mitra aktif sekolah dan kampus dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang menjunjung tinggi nilai moral, karena keberhasilan pendidikan sejati bukan hanya diukur dari nilai di atas kertas, tetapi dari karakter yang terbentuk,” sambungnya.
    Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI), integritas pendidikan tahun 2024 berada di angka 69,50 atau masuk dalam posisi koreksi.
    Adapun skor tersebut turun dari skor SPI 2023 yang berada di angka 71.
    “Indeks Integritas Pendidikan Nasional tahun 2024 69,50 berada di level koreksi atau bermakna bahwa upaya perbaikan integritas melalui internalisasi nilai-nilai integritas sudah dilakukan, meski implementasi serta pengawasan belum merata, konsisten, dan optimal,” kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dalam acara peluncuran SPI Pendidikan di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
    Wawan mengatakan terdapat beberapa temuan dari hasil SPI Pendidikan 2024, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
    Pertama, terkait kejujuran akademik, menunjukkan bahwa 78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih ditemukan kasus menyontek.
    “Kasus plagiarisme masih ditemukan pada guru/dosen di satuan pendidikan, yaitu kampus (43 persen), sekolah (6 persen),” ujarnya.
    Terkait ketidakdisiplinan akademik, menunjukkan bahwa 69 persen siswa masih ada guru yang terlambat hadir ke sekolah, dan 96 persen mahasiswa menyatakan masih ada dosen yang terlambat ke kampus.
    Bahkan disebut juga, 96 persen kampus dan 64 persen sekolah masih ada dosen/guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
    Terkait gratifikasi, ada 30 persen dari guru/dosen dan 18 persen kepala sekolah/rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar untuk diterima.
    “65 persen sekolah ditemukan bahwa orang tua siswa terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas,” kata dia.
    Kemudian, ada 43 persen sekolah dan 68 persen kampus yang menentukan vendor pelaksana/penyedia barang dan jasa berdasarkan relasi pribadi.
    Pengadaan/pembelian barang dan jasa dilakukan secara kurang transparan, dengan persentase sebanyak 75 persen sekolah dan 87 persen kampus.
    Terkait penggunaan Dana
    BOS
    , sebanyak 12 persen sekolah menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukkannya.
    Di antaranya, 17 persen sekolah masih ditemukan pungutan terkait dana BOS; 40 persen sekolah masih ditemukan nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek; dan 47 persen sekolah masih melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya.
    Selain itu, hasil survei menunjukkan 28 persen sekolah masih ditemukan pungutan di luar biaya resmi dari sekolah dalam penerimaan siswa baru.
    “Pungutan lain juga ditemukan dalam pungli pengajuan sertifikat dan pengajuan dokumen di sekolah dan kampus,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri dorong kepala daerah susun program dukung bahasa Indonesia

    Mendagri dorong kepala daerah susun program dukung bahasa Indonesia

    Apabila program telah tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), daerah wajib merealisasikannya.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian akan mendorong kepala daerah untuk menyusun program dukungan penggunaan bahasa Indonesia sebagai upaya melestarikan bahasa nasional tersebut sebagai identitas sekaligus bentuk kedaulatan bangsa.

    Tito dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, menyatakan kesiapannya mendukung penggunaan bahasa Indonesia secara lebih luas di berbagai daerah.

    “Kami sepakat dengan topik ini. Dan otomatis kami akan sama-sama menyosialisasikan kepada pemegang otoritas yang ada di kewilayahan (kepala daerah),” kata Tito pada Peluncuran Pedoman Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia dan Pencanangan Komitmen Bersama Menjaga Kedaulatan Bahasa Indonesia di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta, Jumat.

    Menurut Tito, saat ini masih terdapat masyarakat yang belum mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Bahkan, di sejumlah daerah tidak sedikit masyarakat yang hanya memahami bahasa daerah setempat.

    Mendagri mengatakan bahwa kondisi ini menjadi tantangan bagi kepala daerah untuk memberikan pemahaman agar masyarakat dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

    Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pihaknya akan membantu menyiapkan sistem penganggaran agar pemerintah daerah (pemda) dapat menyusun program dukungan tersebut.

    Apabila program telah tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), Tito menegaskan bahwa daerah wajib merealisasikannya.

    Hal ini nantinya, lanjut dia, juga menjadi bagian dari pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Selain itu, pihaknya juga akan bekerja sama dengan Kemendikdasmen untuk menyusun petunjuk teknis dari program dukungan tersebut.

    Ia menilai upaya mendorong penggunaan bahasa Indonesia dapat berbasis pada pendekatan penghargaan. Oleh karena itu, beberapa program dukungan dapat berupa pelaksanaan berbagai lomba yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia.

    Tak hanya itu, Tito juga mengusulkan agar daerah yang berprestasi dalam menyosialisasikan penggunaan bahasa Indonesia diberi penghargaan.

    “Bila perlu ke Menteri Keuangan meminta insentif fiskal untuk daerah-daerah yang berprestasi untuk menjaga kelestarian dan mengintensifkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu kedaulatan dan bahasa resmi,” ujarnya.

    Sebagai informasi, kegiatan tersebut dihadiri oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, pimpinan Komite III DPD RI Jelita Donal, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Bupati Sidoarjo Subandi, Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan Munjirin, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikdasmen Hafidz Muksin, serta pejabat terkait lainnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025