Tag: Hestu Yoga Saksama

  • Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan soal pemungutan pajak e-commerce untuk pelaku usaha di lapak daring. Lantas, bagaimana nasib ojek online (ojol) yang mengais rezeki di sektor yang hampir sama?

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan, marketplace tak memungut pajak penghasilan sehubungan dengan sejumlah transaksi. Salah satunya, kata mereka, mitra ojek online.

    “Ojek online ini tidak dipungut (pajak e-commerce), termasuk dalam pengecualian,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam taklimat media di Jakarta, dikutip dari Antaranews, Selasa (15/7).

    Hal tersebut mengacu pada aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK-37/2025).

    Ojol terdampak pajak e-commerce Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Selain ojol, penjual pulsa dan kartu perdana juga tak dikenakan pajak e-commerce. Sebab, lini usaha terkait sudah punya aturannya tersendiri di PMK 6/2021.

    Kemudian, penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan pabrik emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batang juga tak dipungut pajak e-commerce.

    Pungutan juga tak dilakukan terhadap penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh penjualan.

    “Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan-dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan menunjuk ecommerce luar negeri seperti Amazone Amerika Serikat hingga Alibaba China sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet pedagang online asal Indonesia.

    Direktur Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa langkah ini menyasar platform digital di negara seperti Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat yang banyak digunakan oleh pelaku usaha asal Indonesia.

    “Ada lokapasar seperti di Singapura, China, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5%,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (15/7/2025).

    Menurut Yoga, DJP telah menerapkan pendekatan serupa sejak 2020 dalam penunjukan platform digital luar negeri sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan pengalaman tersebut, DJP meyakini penerapan PPh 22 juga bisa dilaksanakan secara efektif.

    “Supaya di dalam negeri tidak teriak, lalu pindah semuanya pakai lokapasar luar negeri,” kata Yoga, menyinggung kekhawatiran munculnya kecemburuan sosial antarpenjual domestik dan yang memanfaatkan marketplace asing.

    Yoga menyebutkan bahwa DJP telah berdiskusi dengan sejumlah marketplace besar dan meminta mereka mulai menyiapkan sistem pendukung untuk pemungutan PPh ini. Dia optimistis prosesnya tidak akan memakan waktu lama.

    “Kalau berkaca dari yang tahun 2020 lalu, tidak butuh waktu lama. Kalau tidak salah, dua bulan sudah selesai penyelesaian sistem. Yang di luar negeri, seperti Amerika dan Eropa, itu saja bisa siap dan akhirnya ditetapkan. Kami yakin tidak ada masalah dengan itu dan bisa dilaksanakan dengan cepat,” jelas Yoga.

    Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

    Dalam aturan itu, marketplace asing yang ditunjuk sebagai PPMSE akan memungut PPh 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto tahunan pedagang Indonesia yang berjualan di platform mereka. Pungutan ini terpisah dari kewajiban PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Kewajiban pungutan hanya berlaku bagi pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun. Penjual perlu menyampaikan surat pernyataan penghasilan ke marketplace bersangkutan. Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah ambang batas tersebut dibebaskan dari pungutan. Adapun beberapa jenis transaksi dikecualikan dari skema ini, antara lain layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjualan pulsa, hingga perdagangan emas.

  • Ojol hingga Jual Pulsa & Emas Tak Kena Pungutan Pajak e-Commerce

    Ojol hingga Jual Pulsa & Emas Tak Kena Pungutan Pajak e-Commerce

    Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan marketplace tidak memungut pajak penghasilan sehubungan dengan sejumlah transaksi. Contohnya, ojek online (ojol), hingga penjualan pulsa dan emas.

    Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mengatakan ada beberapa pengecualian sehingga tidak dikenakan pungutan pajak e-commerce.

    Hal ini menyusul terbitnya aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK-37/2025).

    “Untuk ojol, ojol nggak dipungut meski ada fee,” kata Yoga dalam konferensi pers, di kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).

    Kemudian, pengecualian aturan tersebut juga berlaku bagi penjualan barang/jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan dan/atau pemungutan PPh.

    Selain itu, penjualan pulsa dan kartu perdana, serta penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrik emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batang juga tidak dipungut pajak e-commerce.

    “Nah pengalihan hak atas tanah dan bangunan ini juga enggak (kena) karena itu nanti lewat notaris kan biasanya ya bayar dua setengah persennya lewat notaris,” jelas Yoga.

    Pada kesempatan yang sama, Yoga menerangkan aturan tersebut hanya berlaku bagi yang ada transaksi jual-beli di marketplace. Selain itu, merchant atau pedagangnya harus beralamatkan serta nomor telepon dari Indonesia.

    “Alamat yang dipakai memang Indonesia. Nah yang marketplace itu spesifik bahwa si penjual dan pembeli itu bertransaksi aliran uangnya menggunakan escrow account-nya marketplace,” tambah Yoga.

    (rea/hns)

  • Pajak Pedagang di Toko Online Tunggu Keputusan Dirjen Terbit

    Pajak Pedagang di Toko Online Tunggu Keputusan Dirjen Terbit

    Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pajak pedagang di toko online berjalan setelah keluar aturan pelaksanaan, yaitu Keputusan Direktur Jenderal (KepDirjen) Pajak soal marketplace sebagai pihak pemungut.

    Direktur Peraturan Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama mengatakan hal ini sama pada saat pihaknya menunjuk 211 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penunjukan marketplace nantinya akan tertuang melalui KepDirjen Pajak.

    “Nanti ada penunjukan, penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan KepDirjen. Kita tentunya harus komunikasi dengan mereka, marketplace,” kata Yoga dalam konferensi pers di kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin (14/7/2025).

    Yoga menyebut KepDirjen Pajak itu nantinya akan memuat kriteria marketplace yang dapat memungut pajak. Kendati begitu, dia menilai kriterianya tak jauh beda dengan aturan sebelumnya.

    “Jadi, nanti akan keluar kepdirjen, sama seperti yang PMSE luar negeri, karena di PMK kan batasan ini transaksinya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak kan. Nah kira-kira sama seperti yang PMSE luar negerinya itu transaksinya Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan dan juga diakses oleh masyarakat 1.000 atau 12.000 setahun,” terang Yoga.

    Yoga menerangkan pihaknya sudah mengundang beberapa marketplace besar untuk menerapkan aturan tersebut. Menurut dia, marketplace membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian di sistemnya. Setidaknya dua bulan lagi aturan tersebut dapat berlaku.

    “Dan, ketika mereka siap, kita juga membuatkan aplikasi khusus untuk mereka. Ketika mereka siap untuk implementasi, ya mungkin dalam sebulan, dua bulan, baru kita tetapkan. Kita tunjuk mereka sebagai pemungut PMSE ini,” jelas Yoga.

    Yoga memastikan penerapan pada marketpalce akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pihaknya akan menunjuk marketplace besar terlebih dahulu. Kemudian, marketplace-marketplace kecil akan menyusul.

    “Ini harus kita lakukan secara simultan, bertahap, tergantung kesiapan, dan kita melihat memang mereka sudah layak. Dan ini pasti ke depan semuanya, marketplace akan ditetapkan sebagai pemungut pajak,” tutur Yoga.

    (rea/hns)

  • Sri Mulyani Rombak Pejabat Pajak dan Bea Cukai, Ini Daftarnya

    Sri Mulyani Rombak Pejabat Pajak dan Bea Cukai, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik sejumlah pejabat pimpinan tinggi pratama di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai pada Jumat (13/6/2025). Tak sedikit nama-nama baru yang muncul.

    Dalam proses pelantikan, Sri Mulyani mengingatkan bahwa tugas pertama para pejabat baru itu adalah mendorong peningkatan penerimaan negara, seiring terus bertambahnya kebutuhan belanja dari tahun ke tahun.

    “Anda semuanya diharapkan, pertama dan utama, adalah mencapai penerimaan negara yang memadai, karena kebutuhan negara tidak pernah turun,” ujarnya.

    Pelantikan ini berlangsung saat belum genap satu bulan Sri Mulyani resmi menggeser sejumlah pejabat eselon I, termasuk mengganti Direktur Jenderal Pajak dari Suryo Utomo menjadi Bimo Wijayanto dan Direktur Jenderal Bea Cukai dari Askolani menjadi Djaka Budi Utama.

    Perbandingan Struktur Baru dan Lama

    1. Direktorat Jenderal Pajak

    Struktur Baru yang dilantik Jumat (13/6/2025):

    Sekretaris Direktorat Jenderal: Sigit Danang Joyo

    Direktur Peraturan Perpajakan II: Heri Kuswanto

    Direktur Pemeriksaan dan Penagihan: Arif Yanuar

    Direktur Keberatan dan Banding: Etty Rachmiyanthi

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat: Rosmauli

    Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur: Belis Siswanto

    Direktur Intelijen Perpajakan: Neilmaldrin Noor

    Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung: Retno Sri Sulistyani

    Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II: Dwi Astuti

    Kepala Kanwil DJP Banten: Aim Nursalim Saleh

    Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II: Teguh Budiharto

    Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I: Samingun

    Kepala Kanwil DJP Jawa Timur III: Untung Supardi

    Kepala Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara

    Kepala Kanwil DJP Nusa Tenggara: Samon Jaya

    Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumentasi Perpajakan: Edward Hamonangan Sianipar

    Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak: Kindy Rinaldy Syahrir

    Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia: Mukhammad Faisal Artjan

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan an Penegakan Hukum Perpajakan: Poltak Maruli John Liberty Hutagaol

    Struktur lama:

    Direktur Jenderal Pajak – Bimo Wijayanto

    Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak – Arif Yanuar

    Direktur Peraturan Perpajakan I – Hestu Yoga Saksama

    Direktur Peraturan Perpajakan II – Teguh Budiharto

    Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian – Suparno

    Direktur Penegakan Hukum – Eka Sila Kusna Jaya

    Direktur Keberatan dan Banding – Aim Nursalim Saleh

    Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak – Ihsan Priyawibawa

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat – Dwi Astuti

    Direktur Data dan Informasi Perpajakan – Max Darmawan

    Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi – Hantriono Joko Susilo

    Direktur Transformasi Proses Bisnis – Imam Arifin

    Direktur Perpajakan Internasional – Mekar Satria Utama

    Ditjen Bea Cukai

    Struktur baru yang dilantik Jumat (13/6/2025):

    Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai: Nugroho Wahyu Widodo

    Kepala Kanwil DJBC Aceh: Bier Budi Kismulyanto

    Kepala Kanwil DJBC Banten: Ambang Priyonggo

    Kepala Kanwil DJBC Jakarta: Akhmad Rofiq

    Kepala Kanwil DJBC Jawa Tengah dan DIY: Imik Eko Putro

    Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat: Muhamad Lukman

    Kepala Kanwil DJBC Maluku: Estty Purwadiani Hidayatie

    Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok: Sodikin

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai: Rusman Hadi

    Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai: Rachmad Solik

    Tenaga Pengkaji Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kinerja Organisasi: Hengky Tomuan Parlindungan Aritonang

    Struktur Lama:

    Dirjen Bea Cukai: Djaka Budhi Utama

    Sekretaris Ditjen Bea Cukai – Ayu Sukorini

    Direktur Fasilitas Kepabeanan – Padmoyo Tri Wikanto

    Direktur Teknis Kepabeanan  – Susila Brata

    Direktur Teknis dab Fasilitas Cukai – Iyan Rubiyanto

    Direktur Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai – Anita Iskandar

    Direktur Keberatan Banding dan Peraturan  – Muhamad Purwantoro

    Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Rudy Rahmaddi

    Direktur Kepatuhan Internal Agus Hermawan 

    Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai – Yusmariza

    Direktur Penindakan dan Penyidikan – Badahuri Wijayanra Bekti Mukarta 

    Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis – Muhammad Aflah Farobi

    Direktur Interdiksi Narkotika – R Syarif Hidayat

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Penggina Jasa – Nirwala Tri Wikanto

  • Ada yang Belanja Sudah Kena PPN 12%, Begini Respons Dirjen Pajak

    Ada yang Belanja Sudah Kena PPN 12%, Begini Respons Dirjen Pajak

    Jakarta

    Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo merespons beberapa keluhan dari masyarakat yang merasa sudah dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% untuk barang yang tidak mewah. Hal ini akibat kebijakan pemerintah di waktu-waktu terakhir yang memutuskan tarif PPN 12% hanya untuk barang mewah yang selama ini masuk dalam daftar barang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    Suryo mengatakan sudah bertemu dan melakukan diskusi dengan pengusaha ritel. Dari penjelasan peritel disebut kenaikan PPN 12% sudah diatur dalam sistem toko.

    Untuk itu, Suryo menyebut pihaknya telah sepakat memberikan masa transisi selama tiga bulan untuk pelaku usaha ritel yang sudah terlanjur menyesuaikan sistem dengan tarif PPN 12%.

    “Tadi pagi saya sampaikan, saya mencoba untuk mengajak bicara pelaku ritel, kira-kira dengan begini apa yang harus dilakukan. Ya memang harus dilakukan mengubah sistem. Jadi kami lagi diskusi, kira-kira tiga bulan cukup nggak sistem mereka diubah,” kata Suryo dalam media briefing di kantornya, Jakarta, Kamis (2/1/2024).

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan barang-barang mewah yang dikenakan tarif PPN 12% sangat jarang dijual di retailer. Jadi seharusnya barang-barang yang dibeli di ritel dikenakan tarif PPN 11%.

    “Mohon maaf retailer di tempat-tempat saudara nggak akan jual jet, dan jual pesawat kan, peluru dan senjata api kan?” ungkapnya.

    Jika wajib pajak sudah terlanjur membayar tagihan tertentu dengan hitungan PPN 12% meski tidak tergolong jasa mewah, dipastikan dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

    “Haknya wajib pajak tidak akan ada yang dikurangi. Jadi kalau memang ternyata seharusnya 11%, tetapi terlanjur dipungut 12%, kita akan kembalikan. Mekanisme pengembaliannya sedang kita siapkan,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal.

    Yon berharap hanya sedikit wajib pajak yang membayar tagihan dengan tarif tidak sesuai sebagaimana mestinya, mengingat keputusan PPN 12% hanya untuk barang mewah dan jasa mewah sudah diumumkan pada 31 Desember 2024.

    “Mudah-mudahan karena ini sudah diumumkan di depan, hanya beberapa tertentu saja yang sudah terlanjur memungut dengan tarif PPN 12%,” katanya.

    (kil/kil)