Tag: Heru Sutadi

  • Aspimtel Ingatkan Urgensi Kesetaraan Perizinan Telekomunikasi di Badung

    Aspimtel Ingatkan Urgensi Kesetaraan Perizinan Telekomunikasi di Badung

    Bisnis.com, JAKARTA — Gugatan sebesar Rp3,37 trilliun yang diajukan oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk. (BALI) kepada Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, mendapat sorotan dari pengusaha menara telekomunikasi. 

    Bali Tower menggugat Pemkab Badung karena dituding wanprestasi atas hak ekslusivitas yang tertuang pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada 2007 silam. Pemkab memperbolehkan perusahaan telekomunikasi di luar Bali Tower untuk menggelar jaringan untuk kebutuhan kota pintar (Smart City) pada 2016 saat PKS masih berlaku. 

    Atas gugatan tersebut, Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) menilai langkah Pemkab Badung sudah benar dan baik bagi kualitas layanan internet di Bali dan terciptanya iklim persaingan yang sehat. 

    Ketua Aspimtel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan perusahaan yang tergabung dalam Aspimtel adalah mitra pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta mitra strategis para pelaku industri telekomunikasi, yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghadirkan layanan telekomunikasi yang handal, kompetitif dan berkelanjutan bagi masyarakat luas.

    Untuk itu, Aspimtel selalu terbuka untuk berdialog dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah maupun pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan di Badung. 

    Lelaki yang akrab disapa Teddy mendukung Pemkab Badung untuk menciptakan kesetaraan perizinan, termasuk pembangunan menara, yang dapat diwujudkan melalui pendekatan kolaboratif.

    “Serta tetap mengedepankan kepatuhan terhadap ketentuan dan regulasi yang berlaku untuk memberikan iklim usaha yang sehat,” kata Teddy di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

    Teddy memandang bahwa peraturan tingkat pusat dan di daerah serta pengelolaan infrastruktur telekomunikasi di seluruh kota-kota di Indonesia, sudah semakin baik, dengan upaya pemerintah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuhnya iklim usaha yang sehat, yang memberi manfaat kepada masyarakat luas. 

    Hal ini tercermin melalui kecepatan perijinan (Online Single Submission) yang transparan, kompetitif dan memberikan ruang yang adil bagi seluruh pelaku industri, serta mengeliminasi peraturan yang saling tumpang tindih.

    Aspimtel, lanjutnya, juga memandang bahwa iklim kompetisi yang tidak sehat, yaitu salah satunya pemberlakuan monopoli dan eksklusifitas, berpotensi menimbulkan kondisi yang tidak dirasakan manfaatnya sebesar-besarnya oleh masyarakat luas, seperti rendahnya kualitas layanan & harga yang lebih tinggi.

    Warga Badung menerima panggilan di dekat menara telekomunikasi

    lebih jauh, kata Teddy, pembatasan berupa monopoli & eksklusifitas seperti ini secara tidak langsung turut mempengaruhi sektor pariwisata, aktivitas sosial ekonomi, termasuk kualitas layanan telekomunikasi yang diterima masyarakat.

    “Dalam konteks pembangunan infrastruktur telekomunikasi, akan dihadapkan pada terjadinya perlambatan pembangunan di seluruh ekosistem telekomunikasi— mulai dari operator seluler, penyedia jaringan optik, hingga sektor-sektor pendukung lainnya, dan sudah barang tentu termasuk industri tower provider,” kata Teddy. 

    Sekadar informasi, Bali Towerindo tengah menggugat Pemkab Badung ke Pengadilan Negeri Denpasar terkait dugaan wanprestasi dalam kerja sama. Gugatan itu teregister dengan Nomor 1372/Pdt.G/2025/PN Dps dan sudah mulai sidang dengan agenda mediasi pada 20 Oktober 2025 lalu. 

    Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa buka suara soal gugatan yang dilayangkan Bali Tower terkait Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken pada 7 Mei 2007 perihal penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung. 

    Pihak Bali Towerindo disebut merasa dirugikan sebesar Rp 3,37 triliun terkait penyimpangan kerja sama pembangunan menara telekomunikasi di Badung. Selain soal kerugian materiil, Bali Tower juga meminta kompensasi perpanjangan kerja sama hingga 2047.

    Tabrak Regulasi

    Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menegaskan industri telekomunikasi tidak mengenal eksklusivitas. Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu juga mengingatkan undang-undang telekomunikasi tegas melarang praktik yang terjadi di Badung. 

    “Eksklusivitas itu tidak dibenarkan dalam aturan UU No.5/1999 karena menghambat kompetisi. Apalagi kalau proses seleksi yang memegang hak monopoli tower di daerah itu tidak transparan,” kata Heru. 

    Sementara itu Ketua Umum Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia [PERATIN] Kamilov Sagala menjelaskan kasus menara di Badung adalah cerita lama yang tak kunjung selesai. Pemerintah pusat perlu terlibat menyelesaikan permasalahan ini. 

    Eksklusivitas yang diberikan kepada Bali Tower terjadi karena saat itu Pemkab Badung dipimpin oleh seorang raja. Sehingga terjadi kekuasaan yang absolut. Bupati kemudian menunjuk Bali Tower, yang menurut Kamilov, menimbulkan kerugian di kemudian hari bagi masyarakat. 

    Kamilov yang saat itu menjabat sebagai BRTI telah memperingatkan hal ini kepada Bupati Badung, bahwa kebijakan eksklusivitas yang diterapkan akan mengganggu tataran infrastruktur telekomunikasi.

    “Kenapa? Karena kebutuhan industri telekomunikasi apalagi digital ini terus berkembang, kotanya ingin maju apalagi katanya mau jadi Smart City, Itu tidak bisa dibangun sendirian oleh Bali Tower. Dia harus kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang lain. Ini jadi hambatan,” kata Kamilov. 

    Kamilov mengatakan dalam sebuah perjanjian dan ditemukan masalah, ada beberapa pilihan yang dapat ditempuh seperti Pengadilan Badung atau Badan Arbitrase Negara. Di sana, permasalahan kedua belah pihak dapat diselesaikan. 

    Kamilov mendorong agar seluruh pihak duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Tuntutan Rp3,3 triliun terbilang sangat besar bagi Pemkab Badung. 

    “Solusi lainnya bisa melalui pemerintahan seperti Komdigi dan Kemenkopolhukam untuk menyelesaikan masalah ini tanpa merusak kepentingan semua,” kata Kamilov.

    Salah satu destinasi wisata di Badung

    Mengenai alasan eksklusivitas agar Bali tidak menjadi kumuh karena menara, menurut Kamilov, itu sudah kadaluarsa. Menara telekomunikasi dapat dibentuk seperti pohon dan lain sebagainya, yang tidak merusak pemandangan. 

    Dia juga mengingatkan bahwa Badung adalah Kabupaten Destinasi Wisata. Kerusakan tatanan telekomunikasi di kawasan tersebut menjadi kerugian besar karena nama Indonesia dapat tercoret di dunia.

    “Jika ini rusak, gaungnya akan sampai ke luar negeri dan ini merugikan negara dan pariwisata,” kata Kamilov.

  • Lelang 2,6 GHz Berpeluang Jadi Penyelamat Industri Telko Asal Harganya Tepat

    Lelang 2,6 GHz Berpeluang Jadi Penyelamat Industri Telko Asal Harganya Tepat

    Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat telekomunikasi menilai kehadiran pita frekuensi 2,6 GHz berpeluang membuat industri telekomunikasi lebih bergairah dan keluar dari masa sulit, selama pita tengah tersebut dilelang dengan harga terjangkau.

    sejumlah peluang sekaligus hambatan bagi operator untuk mendapatkan harga lelang spektrum frekuensi 2,6 GHz yang lebih terjangkau.

    Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan beban regulatory cost operator telekomunikasi saat ini sudah sangat tinggi, yakni mencapai 12%. Karena itu, dia menilai industri berharap harga frekuensi untuk 5G bisa lebih terjangkau.

    Menurut dia, realisasi harapan tersebut sangat bergantung pada pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan menentukan struktur biaya frekuensi.

    “Tapi memang ini juga harus jadi pertimbangan,” kata Heru saat dihubungi Bisnis pada Selasa (2/12/2025).

    Heru menjelaskan industri telekomunikasi saat ini tidak lagi seramai 10—20 tahun lalu. Nilai sebuah frekuensi jauh berbeda.  Oleh sebab itu, beberapa  perusahaan melakukan merger dan konsolidasi untuk tetap dapat bertahan.. 

    Dia menambahkan, perubahan lanskap bisnis telekomunikasi menyebabkan porsi pendapatan kini lebih banyak mengalir ke penyedia layanan over the top (OTT). 

    Operator, katanya, masih harus membangun jaringan, tetapi ‘kue’-nya diambil oleh OTT yang justru tidak membangun jaringan.

    Heru menilai pendapatan besar OTT tidak diimbangi dengan kewajiban yang sama seperti operator, baik dari sisi spektrum maupun perpajakan. Pemerintah diharapkan melek terhadap kondisi ini dan berani bertindak.

    “Kami harapkan juga Menteri Keuangan yang baru bisa melihat hal ini. Operator seluler nampaknya kesulitan untuk bisa mendapatkan frekuensi 5G jika harganya mahal sehingga memang harus ada dorongan untuk bisa memberikan harga frekuensi yang 5G ini yang di 2,6 atau mungkin juga 700 Mbz yang lebih terjangkau,” ujarnya.

    Menara pemancar sinyal Internet

    Dia menegaskan harga frekuensi yang terjangkau penting agar industri bisa bergerak. Dengan demikian, operator dapat mempercepat adopsi 5G dan memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. 

    Menurut dia, hal itu juga akan merangsang kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan layanan digital dan menggerakkan industri perangkat yang berkewajiban memenuhi TKDN.

    “Kalau kita tetap konservatif misalnya menetapkan biaya frekuensi yang tinggi tentu dampak bagi operatornya juga sangat berat, mungkin mereka tidak akan mengambil frekuensi yang ditawarkan oleh pemerintah,” katanya.

    Heru menuturkan jika operator tidak ikut lelang, pemerintah juga kehilangan potensi pendapatan besar. Karena itu, diperlukan inovasi kebijakan, termasuk opsi skema pembayaran tambahan dari OTT. “Kalau tidak ya kita akan tertinggal kalau misalnya 5G tidak kemudian diadopsi secara cepat di Indonesia,” ujarnya.

    Sementara itu, pengamat telekomunikasi Kamilov Sagala menilai lelang frekuensi 2,6 GHz menjadi momentum penting bagi industri, terutama untuk layanan 5G.

    “Untuk lelang frekuensi di 2,6 GHz, untuk 5G ya, ini sebenarnya adalah darah baru ya untuk industri telco, khususnya kawan-kawan di ATSI,” katanya.

    Menurut dia, kapasitas baru dari frekuensi ini akan kembali meningkatkan semangat operator. Terlebih  saat ini penggunaan 5G masih terbatas. 

    Kamilov menekankan beban BHP frekuensi selama ini cukup tinggi sehingga kompetisi menjadi berat, apalagi operator harus membangun ekosistem 5G dari awal. Karena itu, dia meminta pemerintah menghitung ulang harga lelang.

    “Pas di sini artinya para pelaku industri itu tidak bisa atau tidak berat lah menjalankan usaha bisnisnya untuk bisa frekuensi di 2,6 ini jadi optimal itu,” katanya.

    Dia mengingatkan kebijakan lelang bukan semata untuk menambah PNBP. “Saya pikir harusnya pemerintah memberikan ruang bagi industri agar mereka darahnya hidup lagi, darahnya mengalir lagi,” ujarnya.

    Menurut Kamilov, keberlanjutan industri pada akhirnya juga akan menambah pendapatan negara di masa depan. Dia mengingatkan bahwa risiko turunnya minat peserta lelang sangat mungkin terjadi jika harga tidak tepat.

    “Artinya tidak ada yang minat bisa saja walaupun dipaksa nanti ada yang minat, tapi untuk implementasinya berat gitu,” katanya.

    Dia menambahkan tantangan industri bukan hanya bersaing satu sama lain, tetapi juga memastikan pembangunan ekosistem 5G berjalan berkelanjutan. Karena itu, regulator perlu memberi ruang agar operator kembali bersemangat.

    Petugas memperbaiki pemancar internet

    Adapun Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward, menilai harga lelang perlu dirancang untuk mempercepat pembangunan 5G.

    “Untuk harga lelang, untuk percepatan 5G. Diberi insentif diawal pembangunan dan meningkat setelah penyebaran banyak. Yang hasilnya PNBP sama,” katanya.

    Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) juga meminta pemerintah menetapkan harga lelang 2,6 GHz yang lebih terjangkau. Lelang pita tengah ini dibuka setelah pemerintah merampungkan proses lelang frekuensi 1,4 GHz.

    Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir mengatakan pihaknya mendukung pembukaan lelang, tetapi berharap harga tidak terlalu tinggi.

    “Harapannya harganya affordable untuk pemain. Dari ATSI kami memang tidak ikut melihat dokumen lelangnya, tetapi kami peduli dengan anggota kami,” kata Marwan usai acara Seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang digelar Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025) di Jakarta.

    Menurut Marwan, harga lelang yang terjangkau akan mempercepat implementasi 5G dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. “Harganya bagus, masyarakat dapat internet yang lebih baik speednya,” katanya.

    Marwan menambahkan beban regulatory cost operator saat ini berkisar 12,4% hingga hampir 13% dari pendapatan kotor.

    “Nah kalau itu diberi insentif, harga rata-rata di lelang yang sekarang bisa turun,” ujarnya.

    Pemerintah melalui Komdigi sebelumnya memastikan lelang 2,6 GHz akan dibuka tahun ini. Uji publik pita frekuensi tersebut telah dilakukan sejak Mei 2025, sementara penyusunan perangkat regulasi masih berlangsung.

  • Berakhirnya Era “Safe Harbor”, Platform Digital Terancam Sanksi Jika Tak Ramah Anak

    Berakhirnya Era “Safe Harbor”, Platform Digital Terancam Sanksi Jika Tak Ramah Anak

    Berakhirnya Era “Safe Harbor”, Platform Digital Terancam Sanksi Jika Tak Ramah Anak
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Lanskap digital Indonesia tengah memasuki babak baru yang lebih ketat. Selama bertahun-tahun, platform digital sering kali beroperasi dengan anggapan bahwa keamanan anak adalah tanggung jawab mutlak orangtua.
    Namun, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam
    Pelindungan Anak
    atau
    PP Tunas
    , Pemerintah Indonesia secara resmi mengakhiri era “lepas tangan” bagi perusahaan teknologi.
    Ditetapkan pada 28 Maret 2025, PP Tunas menekankan pentingnya tata kelola sistem elektronik
    ramah anak
    untuk menghadirkan
    ruang digital
    yang aman, sehat, dan berkeadilan.
    “Kebijakan Tunas menjadi wujud komitmen kita dalam melindungi anak-anak dari berbagai ancaman dan risiko digital, sekaligus memastikan mereka mendapat manfaat terbaik dari perkembangan teknologi,” ujar Presiden RI Prabowo Subianto saat meresmikan PP Tunas di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/3/2025).
    Regulasi ini hadir sebagai bentuk respons terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan tingginya penggunaan internet oleh anak-anak di Indonesia.
    Berdasarkan data BPS, 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun dan 35,57 persen anak usia dini. Dari data itu, lebih dari 80 persen anak-anak Indonesia menghabiskan waktu rata-rata tujuh jam setiap hari dalam mengakses internet. Kondisi ini menjadikan penetapan regulasi PP Tunas semakin mendesak.
    Secara garis besar, PP Tunas mengatur penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelindungan anak, pengawasan penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelindungan anak, sanksi administratif, serta peran kementerian/lembaga dan masyarakat.
    Regulasi yang mulai berlaku pada 1 April 2025 tersebut menegaskan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk media sosial dan
    game online
    , kini memikul tanggung jawab hukum untuk menyaring konten dan menjaga keamanan anak di platform mereka.
    Mengacu pada isi PP Tunas, PSE bertanggung jawab membangun dan mengoperasikan sistem yang ramah anak, aman, dan sesuai prinsip pelindungan anak, menyediakan remediasi cepat dan transparan jika terjadi pelanggaran, serta memverifikasi usia, membatasi akses berdasarkan kategori usia, dan menyaring konten tidak layak.
    Selain itu, PP Tunas juga mewajibkan
    platform digital
    untuk memprioritaskan pelindungan anak dibanding kepentingan komersialisasi, serta melarang
    profiling
    data anak dan menjadikan anak sebagai komoditas dalam sistem digital.
    Jika PSE diketahui melanggar ketentuan yang tertuang dalam PP Tunas, akan dikenai sanksi administratif berupa teguran, denda, pembatasan akses, hingga pemutusan layanan.
    Dengan demikian, keberadaan PP Tunas menandakan berakhirnya
    safe harbor
    atau konsep lepas tangan bagi para penyedia layanan digital. Sebaliknya, kini platform digital dituntut proaktif dalam melakukan pencegahan dan mitigasi risiko.
    Upaya Pemerintah Indonesia dalam melindungi anak di dunia digital melalui PP Tunas mendapat sambutan positif dari beberapa pihak.
    Dukungan terhadap PP Tunas salah satunya datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. Ia menilai kebijakan ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital.
    “PP Tunas mengatur
    provider
    yang menyediakan pesan-pesan konten untuk tidak memberikan hal-hal yang tidak tepat untuk usia anak,” ujar Arifah, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (25/11/2025).
    Senada dengan Arifah, Head of Communication and Partnership Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Annisa Pratiwi Iskandar mengatakan bahwa PP Tunas bertujuan melindungi anak-anak agar lebih siap di ruang digital.
    Menurutnya, keberadaan PP Tunas mengurangi beban orangtua yang selama ini mendampingi buah hatinya di ruang digital secara mandiri.
    “Dengan adanya dukungan dari pemerintah lewat PP Tunas ini justru membantu meringankan peran orangtua melalui dukungan ekosistem yang ada di ruang digital,” jelas Annisa.
    Pernyataan tersebut disampaikan Annisa dalam Forum Sosialisasi Sahabat Tunas: Sesi Anak Hebat Belajar Aturan PP Tunas di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).
    Ia menegaskan bahwa PP Tunas mengatur platform digital untuk dapat membantu orangtua dan pemerintah dalam mengidentifikasi risiko-risiko digital, seperti risiko kontak, eksploitasi, dan paparan konten negatif berupa pornografi, kekerasan, atau
    cyber bullying
    .
    Meski mendapat dukungan dari berbagai pihak, upaya implementasi PP Tunas dinilai sebagai tantangan tersendiri, mengingat ancaman terhadap anak bisa datang dari aplikasi dan situs yang dianggap normal atau bukan termasuk daftar hitam.
    Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mendorong upaya pengawasan agar PP Tunas dapat diterapkan secara optimal.
    “Harus ada pengawasan dan pengendalian agar PP Tunas bisa berjalan, dengan melibatkan banyak
    stakeholder
    mencakup kementerian/lembaga,
    game developer
    , penyedia layanan internet, orangtua, guru, dan anak-anak itu sendiri,” ungkapnya.
    Heru juga mengusulkan pembentukan Tim Independen Perlindungan Anak di Dunia Digital yang dibekali kewenangan untuk mengawasi dan menjatuhkan sanksi bagi platform yang melanggar ketentuan.
    Pada akhirnya, PP Tunas merupakan langkah awal untuk melindungi anak di ruang digital. Pengawasan terhadap konten digital yang diakses anak-anak menjadi tanggung jawab kolektif yang membutuhkan sinergi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, orangtua, hingga pemangku kebijakan lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketersediaan Jaringan dan Spektrum jadi Hambatan

    Ketersediaan Jaringan dan Spektrum jadi Hambatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Lambatnya adopsi teknologi 5G di Tanah Air disinyalir akibat jaringan yang digelar oleh operator seluler masih terbatas dan kurangnya dukungan spektrum frekuensi. 

    Laporan Counterpoint Research mencatat adopsi smartphone 5G di Indonesia masih berjalan lambat. 

    Pada kuartal III/2025, pengiriman perangkat 5G hanya mencapai 35% dari total pasar, stagnan dibandingkan kuartal sebelumnya. Meski begitu, angka tersebut hanya naik tipis 4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

    Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menilai lambatnya pertumbuhan tersebut mencerminkan persoalan di sisi jaringan, bukan sekadar harga perangkat. 

    Menurut dia, vendor sebenarnya telah membuka akses melalui smartphone 5G di segmen entry-level dan menengah, namun adopsi tak beranjak karena infrastruktur belum bisa menunjang.

    “Hambatan utama jelas terletak pada kesiapan jaringan yang masih minim di mana cakupan 5G baru 10% populasi per Oktober 2025, jauh di belakang Malaysia (80%),” kata Heru kepada Bisnis pada Rabu (26/11/2025). 

    Heru menjelaskan, keterbatasan spektrum frekuensi terutama pita 700 MHz yang belum dilelang sepenuhnya menjadi penyebab lambatnya pembangunan jaringan 5G. 

    Kondisi tersebut diperparah oleh infrastruktur yang belum merata serta tingginya biaya investasi, sehingga membuat konsumen ragu membeli perangkat 5G yang berisiko tidak terpakai, khususnya di wilayah pedesaan.

    Heru juga menuturkan persoalan tak hanya soal jaringan, tetapi juga kesadaran masyarakat yang belum memahami manfaat nyata 5G. Menurutnya perangkat G masih memadai untuk kebutuhan sehari-hari seperti streaming dan sosial media. 

    “Kebijakan pemerintah yang kurang progresif, termasuk sosialisasi minim, memperlemah dorongan adopsi. Tanpa kolaborasi operator, pemerintah dan juga pengguna, penetrasi 5G akan terus tertatih, menghambat transformasi digital Indonesia menuju target 32% pada 2030,” lanjutnya.

    Sejalan dengan itu, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura menilai konsumen di Indonesia masih merasa cukup dengan smartphone 4G. Menurut dia, masyarakat membutuhkan alasan lebih kuat untuk beralih, bukan sekadar kecepatan internet semata.

    “Perlu ada value added lain, misal bisa lebih hemat atau sinyal lebih stabil. Intinya, pemakai mesti dibuat yakin dahulu, apa manfaat mereka upgrade ke 5G,” kata Tesar.

    Counterpoint sebelumnya menggambarkan dinamika pangsa pasar 5G yang bergerak fluktuatif dalam empat kuartal terakhir. 

    Pada kuartal IV/2024, pangsa perangkat 5G sempat turun ke 25% dari 31% pada kuartal III/2024. Pemulihan belum terjadi signifikan pada kuartal I/2025, yang hanya naik 1 poin persentase ke 26%.

    Tren positif baru terlihat pada kuartal II/2025 ketika pangsa 5G kembali terdongkrak menjadi 35%, lalu bertahan pada level yang sama pada kuartal III/2025. Stabilnya pangsa tersebut terutama ditopang semakin banyaknya model perangkat 5G berharga terjangkau serta meningkatnya ketersediaan perangkat 5G di kelas menengah.

    Secara keseluruhan, pasar smartphone Indonesia menunjukkan performa yang lebih kuat dibandingkan tahun sebelumnya. Counterpoint mencatat pengapalan smartphone tumbuh 12% secara tahunan pada kuartal III/2025. 

    Pemulihan tersebut didorong oleh stabilitas ekonomi nasional yang terbangun dari kebijakan moneter dan fiskal, pertumbuhan ekspor, serta meningkatnya permintaan domestik yang turut memperbaiki indeks kepercayaan konsumen.

    Segmen entry-level menjadi penggerak utama pertumbuhan pasar ini. Pengiriman smartphone dengan harga di bawah US$150 (sekitar Rp2,49 juta) melonjak 42% dibandingkan tahun sebelumnya dan kini menguasai 55% pangsa pasar. 

    Sebaliknya, segmen menengah hingga premium masih tertekan. Pengapalan perangkat pada rentang US$150–349 (sekitar Rp2,49 juta–Rp5,81 juta) turun 10%, kelas US$350–699 (sekitar Rp5,83 juta–Rp11,64 juta) turun 11%, dan segmen premium di atas US$700 (lebih dari Rp11,66 juta) merosot 14% pada periode yang sama.

    Dari sisi merek, Samsung kembali mendominasi pasar smartphone Indonesia pada kuartal III/2025 dengan pangsa 20%. Diikuti Xiaomi sebesar 17%, OPPO 16%, vivo 14%, serta Infinix 12% yang disebut paling agresif mencatat pertumbuhan hingga 45% secara tahunan.

  • Internet Rakyat Rp100.000 Ubah Persaingan Industri Fixed Broadband?

    Internet Rakyat Rp100.000 Ubah Persaingan Industri Fixed Broadband?

    Bisnis.com, JAKARTA — Hadirnya layanan Internet Rakyat yang menawarkan harga dengan sangat murah Rp100.000 untuk kecepatan 100 Mbps dinilai tidak serta merta mengubah peta persaingan bisnis internet rumah atau fixed broadband. Selain harga, masyarakat juga kritis terhadap kualitas yang diberikan.

    Diketahui, berbeda dengan layanan internet rumah pada umumnya yang menawarkan harga Rp300.000 ke atas untuk kecepatan 100 Mbps, Telemedia Komunikasi Pratama justru menawarkan harga sepertiganya atau hanya Rp100.000 untuk kecepatan yang sama.

    Selain menawarkan harga murah, Telemedia Komunikasi Pratama sebagai pemenang lelang 1,4 GHz juga menargektan menghubungkan 25 juta rumah dengan internet dalam 5 tahun sebagai salah satu komitmen saat memenangkan pita frekuensi menengah itu.

    Dalam menjangkau puluhan juta pelanggan dalam waktu singkat Telemedia menggunakan teknologi fixed wireless access (FWA) 5G dengan lebar pita 80 MHz.

    Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan harga murah layanan Internet Rakyat tidak menjamin produk tersebut berjalan dengan mulus di pasar. Meski secara pemasaran dan harga sudah baik, masyarakat tidak serta merta akan kepincut dan menggunakan layanan internet milik anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) tersebut.

    Keberhasilan dari program tersebut baru akan terlihat beberapa bulan atau tahun setelah produk tersebut diluncurkan. Produk akan berhasil jika dapat memberikan harga dan kualitas yang sesuai. 

    “Karena kan bagi masyarakat pengguna bukan cuma murah tetapi kualitasnya stabil dan jika ada masalah, penanganannya kan diharapkan cepat,” kata Heru kepada Bisnis, Senin (24/11/2025).

    Pekerja memperbaikin menara pemancar sinyal

    Heru juga menambahkan tantangan lain yang harus diantisipasi adalah menghadirkan layanan ke seluruh daerah sesuai dengan izin penggunaan pita 1,4 GHz. Dengan mengantongi pita 1,4 GHz, Telemedia harus menggelar layanan Internet Rakyat di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua. 

    “Apakah semua daerah bisa mendapatkan layanan yang ditawarkan atau hanya daerah tertentu saja,” kata Heru.

    Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan sebagai layanan fixed wireless acces (FWA) 5G, Internet Rakyat butuh banyak pemancar yang saling berdekatan untuk menjaga kecepatan tetap tinggi dan stabil.

    Investasi dalam pengadaan BTS ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Telemedia Komunikasi Pratama sebagai perusahaan penggelaran layanan Internet Rakyat.

    “⁠Hambatanya hanya di perluasan covarage area, karena butuh banyak BTS agar dapat melayani banyak pelanggan,” kata Tesar kepada Bisnis, Jumat (21/11/2025). 

    Berdasarkan informasi yang beredar, untuk membangun BTS baru membutuhkan investasi di tanah, menara, hingga radio akses. Nilai investasi beberapa hal tadi beragam, namun ditaksir menyentuh miliaran rupiah khususnya untuk membangun radio akses.

    Setelah memilki jaringan, perusahaan telekomunikasi juga harus melakukan perawatan dengan nilai per site sekitar Rp125 juta – Rp700 juta per bulan tergantung kelengkapan alat.

    Tesar menambahkan hambatan lain yang harus diantisipasi oleh anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) adalah potensi interferensi jaringan 1,4 GHz. Kondisi di mana jaringan terganggu akibat sinyal data dari satu perangkat atau jaringan terhalangi.

    Kondisi di lapangan yang penuh dengan gedung, pohon, dan lain sebagainya berisiko menutup sinyal yang diberikan kepada pelanggan.

    “Ini menyebabkan sinyal bisa drop atau menjadi lambat, teknologi ini agak kurang cocok di daerah yang padat penduduk,” kata Tesar.

    Pekerja memasang kabel internet

    Sebelumnya, Indonesia akan memiliki internet rumah dengan harga murah tanpa serat optik atau fixed wireless access (FWA) 5G yang diberi nama Internet Rakyat. Langkah ini bertujuan untuk menghadirkan layanan data yang inklusif dan dapat digunakan oleh siapapun. 

    “Ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah deklarasi yang kuat akan visi, komitmen, dan tindakan bersama menuju Indonesia yang berdaya digital,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria dilansir dari Antara, Kamis (20/11/2025).

    Internet Rakyat hadir setelah penandatanganan kontrak komersial antara SURGE melalui PT Telemedia Komunikasi Pratama, OREX SAI Jepang, dan distributor lokal.

    Nezar menegaskan kolaborasi penyediaan layanan internet cepat menjadi terobosan nyata untuk mempercepat akses digital di seluruh Indonesia.

    Teknologi yang diadopsi dalam proyek ini berbasis Fixed Wireless Access (FWA) 5G di frekuensi 1,4 GHz. Teknologi ini memungkinkan layanan internet berkecepatan tinggi tanpa perlu menunggu pembangunan jaringan fiber optik yang selama ini menjadi kendala utama di banyak wilayah.

    Sementara itu dilansir dari lama resmi, Telemedia membanderol layanan Internet Rakyat dengan harga Rp100.000 dengan kecepatan 100 Mbps untuk 30 hari. Harga tersebut penyesuaian dari harga sebelumnya yaitu Rp29.000 untuk 7 hari, Rp49.000 untuk 14 hari dan Rp79.000 untuk 30 hari.

  • Cloudflare Lumpuhkan Layanan IT, Ketergantungan RI pada Infrastruktur Asing Disorot

    Cloudflare Lumpuhkan Layanan IT, Ketergantungan RI pada Infrastruktur Asing Disorot

    Bisnis.com, JAKARTA— Gangguan sistem yang menimpa Cloudflare menyebabkan layanan internet global sempat lumpuh pada Selasa, 18 November 2025, termasuk di Indonesia. Kondisi tersebut memperlihatkan ketergantungan RI terhadap layanan digital asing sangat tinggi.

    Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan insiden tersebut menjadi refleksi ketika banyak layanan internet bertumpu pada satu penyedia infrastruktur seperti Cloudflare, potensi single point of failure(SPOF) dalam skala besar tidak dapat dihindari.

    “Meskipun Cloudflare secara teknis terdistribusi dan redundant, namun modul konfigurasi atau mitigasi bot yang gagal mengindikasikan kompleksitas dan risiko bagi penyedia infrastruktur,” kata Heru kepada Bisnis, Rabu (19/11/2025).

    Heru menyoroti Cloudflare tidak hanya menyediakan Content Delivery Network (CDN), tetapi juga layanan reverse-proxy, mitigasi DDoS, keamanan tepi jaringan, dan layanan terkait lainnya. Karena itu, ketika salah satu modul inti jaringannya bermasalah, banyak layanan yang bergantung pada Cloudflare dapat ikut terdampak.

    “Dampak kejadian ini sangat besar. Hal itu karena Cloudflare menangani lebih dari 20% dari seluruh website dunia,” ujarnya.

    Menurutnya, kegagalan infrastruktur tersebut tidak hanya memengaruhi satu layanan, tetapi berpotensi meluas karena banyak situs dan layanan menggunakan Cloudflare sebagai edge, proxy, maupun delivery/security point. 

    Lebih jauh, Heru menilai insiden ini menjadi peringatan bagi Indonesia. Jika platform digital nasional termasuk startup, e-commerce, hingga layanan pemerintahan bergantung pada satu penyedia global, maka risiko outage dapat menjalar ke ekosistem domestik.

    “Dari perspektif digital dan regulasi, peristiwa ini mempertegas kebutuhan untuk memperkuat resiliensi infrastruktur digital nasional,” ujarnya.

    Sementara Ketua Umum Indonesia Cybersecurity Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengatakan lumpuhnya Cloudflare menandakan bahwa perusahaan teknologi raksasa juga memiliki kerapuhan. 

    “Tidak ada sistem yang benar-benar kebal,” kata Ardi. 

    Ardi juga mengatakan gangguan yang terjadi di Cloudflare langsung dirasakan oleh juta pengguna dan organisasi di seluruh dunia. 

    Mereka menanggung kerugian besar akibat gangguan yang terjadi Cloudflare. Mirror bahkan menyebut kerugian per jam yang muncul imbas outage Cloudflare dapat tembus di atas Rp250 triliun per jam. 

    Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward menilai gangguan Cloudflare bisa saja dipicu prosedur operasional yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, misalnya pembaruan sistem atau patch perangkat lunak yang gagal.

    “Sehingga layanan seperti CDN, DNS dll tidak berjalan seperti yang seharusnya,” kata Ian kepada Bisnis pada Rabu (19/11/2025). 

    Dia mengatakan dampaknya signifikan karena banyak pihak menggunakan IP publik dari Cloudflare, sehingga gangguan membuat alamat IP tidak dikenali atau DNS tidak berfungsi.

     “Tentu kerugian yang signifikan termasuk Indonesia, banyak penyedia hosting dan CDN merupakan reseller atau secara tidak langsung produk tersebut akan terkena dampaknya,” kata Ian.

    Menurutnya, kerugian tidak hanya berbentuk material, tetapi juga immaterial karena layanan yang tidak dapat diakses dapat menurunkan citra perusahaan, termasuk karena tidak menyiapkan opsi cadangan untuk menjamin ketersediaan layanan.

    “Atau disebut RAS, reliability, availability dan surviveablity nya rendah: jangan sampai dianggap ingin berhemat,” katanya.

    Sebelumnya, CTO Cloudflare Dane Knecht menyampaikan permintaan maaf atas gangguan besar tersebut. Dia menjelaskan gangguan bermula dari bug laten yang memicu kegagalan berantai setelah adanya perubahan konfigurasi rutin, sehingga ratusan layanan daring ikut tumbang.

    “Singkatnya, bug laten dalam layanan yang mendasari kemampuan mitigasi bot kami mulai mogok setelah perubahan konfigurasi rutin yang kami buat. Hal itu mengakibatkan degradasi yang luas pada jaringan kami dan layanan lainnya. Ini bukan serangan,” tulis Knecht di X. 

    Dia mengakui gangguan tersebut tidak dapat diterima dan menyebut perbaikan sedang dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang. Cloudflare juga menyampaikan perbaikan telah diterapkan dan insiden dinyatakan terselesaikan, meski mereka masih memantau potensi kesalahan untuk memastikan seluruh layanan benar-benar pulih.

    “Kami terus melihat peningkatan kesalahan dan latensi, tetapi masih ada laporan kesalahan intermiten. Tim terus memantau situasi seiring membaiknya situasi, dan mencari cara untuk mempercepat pemulihan penuh,” tulis Cloudflare.

  • Pengamat Desak Komdigi Tindak BTS Ilegal untuk Tekan Scam dan Phising

    Pengamat Desak Komdigi Tindak BTS Ilegal untuk Tekan Scam dan Phising

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah dinilai perlu memberantas base transceiver station (BTS) atau pemancar ilegal untuk mengurangi angka penipuan digital atau scam yang berasal dari pesan dan panggilan telepon. 

    Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai langkah pemerintah dalam meningkatkan perlindungan terhadap konsumen di industri telekomunikasi perlu dilakukan dengan mengembangkan sistem anti scam. 

    Penerapan teknologi tersebut perlu segera dibicarakan bersama para operator agar solusi yang diambil benar-benar efektif.  

    Heru juga menyoroti maraknya SMS blast yang dikirim melalui BTS palsu. Terkait hal tersebut, dia menilai perlu adanya razia perangkat ilegal yang memungkinkan pengiriman pesan palsu kepada pengguna untuk tujuan phishing atau mengambil alih ponsel korban. 

    Selain aspek teknis, Heru menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat tidak mudah terjebak penipuan digital. 

    “Masyarakat perlu literasi dan edukasi mengenai dampak mempercayai scam begitu saja, atau mengklik link yang sisipkan dalam pesan, sehingga masyarakat akan berhati-hati jika terima pesan berisi scamming,” ujarnya. 

    Dia menambahkan teknologi kecerdasan artifisial juga dapat dimanfaatkan operator untuk memfilter pesan, meski efektivitasnya perlu diuji. 

    “Teknologi AI sebenarnya bisa juga dipakai operator untuk memfilter message, tapi harus dilihat seberapa efektif filtering dilakukan,” katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan pihaknya tengah menyiapkan kebijakan baru untuk meningkatkan perlindungan konsumen dari maraknya kejahatan scam yang memanfaatkan celah jaringan telekomunikasi. Modus pelaku kini semakin beragam, mulai dari spoofing, masking, hingga penyalahgunaan identitas pelanggan.

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menilai kondisi tersebut membutuhkan respons regulasi dan teknis yang lebih kuat. 

    “Saat ini, isu yang paling sering muncul adalah mengenai scam call atau panggilan penipuan. Penipuan ini terjadi melalui telepon, SMS, messenger service, surat elektronik, dan berbagai saluran lain. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mencegah hal ini?” kata Edwin dalam acara Ngopi Bareng di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat pada Jumat (14/11/2025).

    Edwin menjelaskan pelaku scam kini mengandalkan teknik penyamaran nomor yang semakin canggih. Atas dasar itu, Komdigi meminta operator membangun sistem anti scam berbasis teknologi, termasuk kecerdasan artifisial, untuk mendeteksi dan mencegah panggilan palsu sebelum menjangkau pengguna. 

    “Operator harus melindungi pelanggan mereka. Mereka diminta membangun infrastruktur dan teknologi anti scam agar panggilan penipuan, termasuk yang menggunakan nomor masking, tidak lagi menjangkau pengguna,” katanya.

    Pemerintah juga akan meninjau ulang proses masking serta memetakan celah teknis yang memungkinkan manipulasi nomor, termasuk pada jalur panggilan internasional dan mekanisme Session Initiation Protocol (SIP) Trunk yang umum dimanfaatkan untuk menampilkan nomor lokal palsu.

    Dalam hal identitas pelanggan, Komdigi menilai sistem registrasi SIM card masih memberi ruang penyalahgunaan NIK dan KK. Untuk itu, pemerintah bersama Ditjen Dukcapil tengah memfinalisasi kebijakan baru berbasis pengenalan wajah (face recognition). 

    “Dalam waktu dekat, registrasi berbasis pengenalan wajah yang bekerja sama dengan Dukcapil akan segera dijalankan,” tutur Edwin.

    Menurutnya, kebijakan ini mendesak mengingat tingginya peredaran nomor telepon di Indonesia. “Setiap hari terdapat sedikitnya 500 ribu hingga satu juta nomor baru yang diaktivasi,” ungkapnya. 

    Kebocoran identitas warga memperbesar peluang aktivasi nomor secara ilegal dan digunakan untuk kejahatan. Edwin menegaskan keamanan pengguna harus menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan industri. Regulasi yang kuat, teknologi jaringan yang aman, dan tata kelola identitas digital menjadi fondasi penting untuk melindungi masyarakat. 

    “Yang sedang kami rapikan adalah bagaimana industri telekomunikasi tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memiliki tanggung jawab kuat dalam menjaga pelanggannya,” pungkasnya.

  • Marak Penipuan Digital, Mastel Usul Rombak Sistem Identifikasi Seluler

    Marak Penipuan Digital, Mastel Usul Rombak Sistem Identifikasi Seluler

    Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai penguatan pengawasan penjualan kartu SIM harus dibarengi dengan evaluasi total terhadap sistem identifikasi perangkat dan pelanggan seluler di Indonesia. 

    Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, menekankan perlunya seluruh pemangku kepentingan duduk bersama untuk membenahi sistem yang ada yang dinilai banyak kelemahan. Pemangku kepentingan tersebut meliputi operator seluler, Komdigi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Semua kepentingan harus diakomodasi termasuk kepentingan konsumen dan industri perangkat. Sistem yang ada dikenal sebagai CEIR [Central Equipment Identity Register],” kata Sarwoto, Jumat (14/11/2025).

    Menurut Sarwoto, sistem CEIR saat ini dinilai sudah tidak memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang, khususnya terkait keamanan pelanggan. Karena itu, dia menilai berbagai regulasi perlu ditinjau kembali.

    Termasuk Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi International Mobile Equipment Identity, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2019 adalah tentang Sistem Basis Data Identitas Perangkat Telekomunikasi Bergerak, serta Perdagangan Nomor 38 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.

    Sarwoto mengatakan berbagai peraturan tersebut harus disesuaikan untuk diterapkan dalam sistem CEIR baru di antaranya pemanfaatan MSISDN (Mobile Subscriber Integrated Service Digital Number) yang bisa dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan tersebut termasuk penegak hukum.

    “Opsel [operator seluler] akan menyesuaikan berdasarkan kebutuhan mutakhir,” katanya. 

    Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai masyarakat perlu dilindungi dari penyalahgunaan data yang digunakan untuk mendaftarkan SIM card. Dia menilai banyak data pelanggan tidak valid karena adanya kartu SIM yang dijual dalam kondisi sudah aktif atau akibat kebocoran data, sehingga nomor NIK dan KK milik orang lain kerap dipakai.

    “Harus ada mekanisme pendaftaran ulang data di SIM card,” kata Heru saat dihubungi, Jumat (14/11/2025). 

    Selain itu, Heru menyebut penggunaan verifikasi biometrik sebagai kebutuhan masa depan, meskipun perlu penerapan bertahap. Menurutnya, biometrik akan menutup celah penyalahgunaan identitas. 

    “Sebab dengan biometrik data kita tidak bisa dipakai orang lain karena verifikasi ke Dukcapil menyesuaikan database biometrik kita,” ucapnya.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan sedang memperkuat pengawasan penjualan kartu SIM menyusul meningkatnya panggilan dan pesan penipuan digital. 

    Mengutip akun Instagram resmi Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid pada Jumat (14/11/2025), pemerintah disebut telah memulai konsultasi publik untuk menyiapkan regulasi baru terkait distribusi SIM card.

    “Selama ini sebagian besar sim card dijual terlalu bebas,” kata Meutya dalam unggahan tersebut.

    Dia juga mengungkapkan telah memanggil Telkomsel, Indosat, dan XLSMART untuk membahas persoalan tersebut. 

    “Mereka [operator seluler] yang berkewajiban mengatasi ini,” kata Meutya.

    Setelah seluruh tahapan siap, pemerintah akan menerbitkan peraturan menteri (Permen) yang mewajibkan setiap pembelian SIM card sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

    Isu ini mencuat setelah sebuah akun Instagram mengeluhkan banjir panggilan spam dan penipuan hingga 15 kali dalam sehari yang hanya terjadi pada satu operator seluler.

    “Nomor lain yang saya gunakan tidak mendapat telepon spam. Saya pengguna setia, selama satu dekade ini, loh,” tulis akun tersebut dalam unggahan yang turut disertakan Meutya.

    Penipuan digital diketahui semakin marak. Komdigi mencatat sekitar 1,2 juta laporan masuk hingga pertengahan 2025. Indonesia Anti-Scam Center (IASC) juga melaporkan 299.237 aduan pada Oktober 2025 dengan kerugian lebih dari Rp7 triliun. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pasti menerima lebih dari 297.000 laporan korban penipuan online sepanjang 2025.

  • Respons Pengamat Soal ISP Lokal Digandeng untuk Program Kampung Internet 2025

    Respons Pengamat Soal ISP Lokal Digandeng untuk Program Kampung Internet 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Program Kampung Internet yang digagas Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus bergulir di berbagai daerah.

    Program ini tidak hanya bertujuan memperluas akses internet hingga ke pelosok, tetapi juga diharapkan menjadi upaya membangun ekosistem digital yang berkelanjutan melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat.

    Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai keberhasilan Kampung Internet tidak bisa dicapai jika hanya dikerjakan oleh pemerintah.

    Dia menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak untuk memastikan program ini berjalan efektif termasuk penyedia jaringan telekomunikasi maupun penyedia jasa internet. 

    “Serta tentunya masyarakat dimana kampung internet itu dikembangkan,” kata Heru saat dihubungi Bisnis pada Kamis (6/11/2025). 

    Heru menambahkan, kolaborasi ini menjadi simbol penyediaan internet bukan sekadar program top-down, melainkan harus melibatkan masyarakat sejak awal agar muncul rasa kepemilikan bersama industri serta pemerintah.

    Menurut Heru, langkah awal yang harus dilakukan adalah pemetaan wilayah yang layak dikembangkan menjadi Kampung Internet serta memastikan pemanfaatannya sesuai kebutuhan warga.

    “Agar juga ada keberlanjutan dan rasa memiliki,” imbuhnya.

    Dia menambahkan, kolaborasi juga perlu dipetakan lebih lanjut agar sesuai dengan karakteristik wilayah dan mitra yang potensial.

    “Dalam Deklarasi di Bandung saat Hari Bakti Postel kan semua stakeholder akan berkolaborasi mempercepat akselerasi transformasi digital dalam mendukung Asta Cita Presiden Prabowo. Nah, kampung internet bisa menjadi salah satu program kolaborasi tersebut,” kata Heru.

    Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, menilai Kampung Internet sebaiknya dikembangkan dengan pendekatan berbasis ekosistem.

    Menurutnya, istilah ‘ekosistem’ dalam dunia teknologi informasi menggambarkan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak yang hidup dan berinteraksi dalam satu lingkungan.

    “Intinya ada kolaborasi seluruh ‘penghuni’ tempat dan lingkungan tertentu,” kata Agung.

    Dia menambahkan, pemberdayaan seluruh elemen yang ada di wilayah sasaran akan membuat program ini lebih efektif dan berkelanjutan. Ekosistem di kampung yang dimaksud yakni pemerintah daerah, industri setempat, operator selular, hingga operator FTTH.

    “Jika hal ini yang dimaksudkan oleh Komdigi, maka akan sangat membantu menggerakkan ekonomi setempat,” katanya.

    Sebelumnya, Komdigi telah mengungkapkan pelaksanaan program Kampung Internet 2025 akan menggandeng penyedia layanan internet (Internet Service Provider/ISP) lokal di setiap daerah. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, yang menegaskan pembelanjaan proyek dilakukan melalui sistem e-katalog.

    “Nanti belanjanya berdasarkan e-katalog ya. Jadi tentu pasti memanfaatkan penyelenggara yang ada di sekitarnya. Ya misalnya lokasi di Bali, penyelenggara Bali. Di situ ada beberapa, tergantung di e-katalognya,” kata Wayan usai peresmian Kampung Internet di Desa Sribit, Sragen, Jawa Tengah, Rabu (5/11/2025).

    Sistem e-katalog merupakan mekanisme belanja barang dan jasa pemerintah secara elektronik yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Melalui sistem ini, instansi pemerintah dapat memilih produk dan penyedia jasa yang telah terverifikasi, transparan, dan sesuai kebutuhan di daerah masing-masing.

    Dengan begitu, pemerintah bisa memastikan pemerataan peluang bagi pelaku industri lokal sekaligus mempercepat implementasi program tanpa proses lelang yang panjang.

    Wayan menjelaskan, program Kampung Internet merupakan bagian dari upaya Komdigi untuk mempercepat pemerataan akses internet pita lebar tetap (fixed broadband) hingga ke tingkat desa.

    “Inilah peran Komdigi, bagaimana menghadirkan layanan-layanan infrastruktur sampai ke seluruh pelosok Tanah Air Indonesia,” katanya.

    Dia menambahkan, infrastruktur digital yang dibangun diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Pemerintah juga menyiapkan stimulus untuk memperluas konektivitas internet ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). 

    Hingga September 2025, Komdigi telah menyiapkan 1.194 titik akses internet dalam program Kampung Internet yang diresmikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid. Program ini dimulai di Desa Kramat Gajah, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan pembangunan jaringan fiber optik sepanjang 196 kilometer. 

    Selain Sumatera Utara, provinsi lain yang akan mendapatkan titik Kampung Internet pada 2025 adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung, Jawa Barat, dan Banten.

    Pada 5 November 2025, Komdigi menambah 87 titik baru program Kampung Internet di Desa Sribit dan Tlogo Tirto, Sragen, Jawa Tengah. Menteri Meutya Hafid mengatakan, 87 titik tersebut terdiri dari 8 fasilitas umum dan 79 titik.

  • Pakar Sebut Sinyal 5G RI Ngebut Jika Frekuensi 2,6 GHz Dilepas

    Pakar Sebut Sinyal 5G RI Ngebut Jika Frekuensi 2,6 GHz Dilepas

    Jakarta

    Pakar telekomunikasi Heru Sutadi merespon terkait akan dibukanya lelang frekuensi 2,6 GHz. Menurutnya, frekuensi mid-band tersebut bakal bikin kenceng sinyal 5G.

    Sebagai informasi, jaringan 5G telah dihadirkan operator seluler pada Mei 2021. Akan tetapi, keterbatasan spektrum yang digunakan membuat kecepatannya rasa 4G.

    “Tentunya ini keputusan bukan hanya tepat tapi memang dinanti penyelenggara telekomunikasi karena adopsi 5G sekarang ini kurang ngegas diakibatkan alokasi frekuensi yang kurang,” ujar Heru saat dihubungi detikINET, Rabu (5/11/2025).

    Untuk menghadirkan koneksi 5G yang optimal dibutuhkan setidaknya lebar pita 100 MHz. Sejauh ini, belum ada operator seluler yang menggunakan spektrum untuk satu layanan 5G. Keterbatasan spektrum membuat provider mesti berbagai dengan 4G yang sekarang masih banyak digunakan pengguna.

    Heru memandang Komdigi akan melelang frekuensi 2,6 GHz seperti angin segar bagi industri telekomunikasi dalam negeri dalam pengembangan jaringan 5G yang memang membutuhkan alokasi frekuensi besar.

    “Sekarang ini kan rumah 5G mengambil alokasi frekuensi yang ada seperti yang digunakan 4G sehingga kecepatannya tidak maksimal. Ada 5G tapi kan layanannya rasa 4G,” kata Heru.

    Mantan Komisioner BRTI ini juga menyinggung agar Komdigi untuk melepas pita frekuensi 700 MHz yang juga cocok untuk pengembangan 4G dan 5G. Sebagian dari frekuensi ’emas’ itu kondisinya kosong setelah Komdigi menerapkan Analog Switch Off (ASO).

    “Saya yakin dua-duanya pasti akan dilepas atau dilelang karena akan menghasilkan pendapatan yang cukup besar bagi negara,” ucapnya.

    Disampaikan Heru, persoalan berikutnya yang dihadapi pemerintah, yakni bagaimana lelang frekuensi nantinya bisa terjangkau bagi penyelenggara telekomunikasi. Mengingat biaya regulasi industri telekomunikasi masih terbilang tinggi.

    “Karena kan regulatory cost telekomunikasi cukup besar, mencapai 12 persen. Sehingga, kalau lelang nya mahal, maka operator juga akan kesulitan jika nanti harus mengembangkan jaringan yang juga tidak kalah mahal,” tuturnya.

    Pita frekuensi 700 MHz yang sebelumnya dipakai untuk penyiaran analog, menghasilkan digital dividen 112 MHz setelah diterapkannya ketika dilakukan penghentian siaran TV analog dan dialihkan TV digital. Dari 112 MHz itu, 2 x 45 MHz atau 90 MHz dialokasikan untuk sektor layanan telekomunikasi.

    Adapun, Komdigi sudah melalui tahapan konsultasi publik juga untuk penggunaan frekuensi 2,6 GHz. Pita mid-band yang memiliki keunggulan kapasitas dengan bandwidth yang tersedia sebanyak 190 MHz. Selain itu juga, frekuensi 2,6 GHz dengan moda Time Division Duplex (TDD) memiliki ekosistem perangkat 4G dan 5G terbanyak ke-2 secara global.

    “Tinggal bagaimana strategi Komdigi, mau lepas yang mana dulu, berapa besar frekuensinya. Bisa 2,6 GHz, bisa 700Hz dulu, atau berbarengan,” kata Heru.

    “Tapi memang kalau berbarengan kan seolah supply nya banyak sehingga harga lelang bisa jatuh, jadi biasanya akan dilepas satu per satu,” pungkasnya.

    (agt/agt)