Bisnis.com, JAKARTA — Gugatan sebesar Rp3,37 trilliun yang diajukan oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk. (BALI) kepada Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, mendapat sorotan dari pengusaha menara telekomunikasi.
Bali Tower menggugat Pemkab Badung karena dituding wanprestasi atas hak ekslusivitas yang tertuang pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada 2007 silam. Pemkab memperbolehkan perusahaan telekomunikasi di luar Bali Tower untuk menggelar jaringan untuk kebutuhan kota pintar (Smart City) pada 2016 saat PKS masih berlaku.
Atas gugatan tersebut, Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) menilai langkah Pemkab Badung sudah benar dan baik bagi kualitas layanan internet di Bali dan terciptanya iklim persaingan yang sehat.
Ketua Aspimtel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan perusahaan yang tergabung dalam Aspimtel adalah mitra pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta mitra strategis para pelaku industri telekomunikasi, yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghadirkan layanan telekomunikasi yang handal, kompetitif dan berkelanjutan bagi masyarakat luas.
Untuk itu, Aspimtel selalu terbuka untuk berdialog dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah maupun pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan di Badung.
Lelaki yang akrab disapa Teddy mendukung Pemkab Badung untuk menciptakan kesetaraan perizinan, termasuk pembangunan menara, yang dapat diwujudkan melalui pendekatan kolaboratif.
“Serta tetap mengedepankan kepatuhan terhadap ketentuan dan regulasi yang berlaku untuk memberikan iklim usaha yang sehat,” kata Teddy di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Teddy memandang bahwa peraturan tingkat pusat dan di daerah serta pengelolaan infrastruktur telekomunikasi di seluruh kota-kota di Indonesia, sudah semakin baik, dengan upaya pemerintah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuhnya iklim usaha yang sehat, yang memberi manfaat kepada masyarakat luas.
Hal ini tercermin melalui kecepatan perijinan (Online Single Submission) yang transparan, kompetitif dan memberikan ruang yang adil bagi seluruh pelaku industri, serta mengeliminasi peraturan yang saling tumpang tindih.
Aspimtel, lanjutnya, juga memandang bahwa iklim kompetisi yang tidak sehat, yaitu salah satunya pemberlakuan monopoli dan eksklusifitas, berpotensi menimbulkan kondisi yang tidak dirasakan manfaatnya sebesar-besarnya oleh masyarakat luas, seperti rendahnya kualitas layanan & harga yang lebih tinggi.
Warga Badung menerima panggilan di dekat menara telekomunikasi
lebih jauh, kata Teddy, pembatasan berupa monopoli & eksklusifitas seperti ini secara tidak langsung turut mempengaruhi sektor pariwisata, aktivitas sosial ekonomi, termasuk kualitas layanan telekomunikasi yang diterima masyarakat.
“Dalam konteks pembangunan infrastruktur telekomunikasi, akan dihadapkan pada terjadinya perlambatan pembangunan di seluruh ekosistem telekomunikasi— mulai dari operator seluler, penyedia jaringan optik, hingga sektor-sektor pendukung lainnya, dan sudah barang tentu termasuk industri tower provider,” kata Teddy.
Sekadar informasi, Bali Towerindo tengah menggugat Pemkab Badung ke Pengadilan Negeri Denpasar terkait dugaan wanprestasi dalam kerja sama. Gugatan itu teregister dengan Nomor 1372/Pdt.G/2025/PN Dps dan sudah mulai sidang dengan agenda mediasi pada 20 Oktober 2025 lalu.
Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa buka suara soal gugatan yang dilayangkan Bali Tower terkait Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken pada 7 Mei 2007 perihal penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung.
Pihak Bali Towerindo disebut merasa dirugikan sebesar Rp 3,37 triliun terkait penyimpangan kerja sama pembangunan menara telekomunikasi di Badung. Selain soal kerugian materiil, Bali Tower juga meminta kompensasi perpanjangan kerja sama hingga 2047.
Tabrak Regulasi
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menegaskan industri telekomunikasi tidak mengenal eksklusivitas. Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu juga mengingatkan undang-undang telekomunikasi tegas melarang praktik yang terjadi di Badung.
“Eksklusivitas itu tidak dibenarkan dalam aturan UU No.5/1999 karena menghambat kompetisi. Apalagi kalau proses seleksi yang memegang hak monopoli tower di daerah itu tidak transparan,” kata Heru.
Sementara itu Ketua Umum Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia [PERATIN] Kamilov Sagala menjelaskan kasus menara di Badung adalah cerita lama yang tak kunjung selesai. Pemerintah pusat perlu terlibat menyelesaikan permasalahan ini.
Eksklusivitas yang diberikan kepada Bali Tower terjadi karena saat itu Pemkab Badung dipimpin oleh seorang raja. Sehingga terjadi kekuasaan yang absolut. Bupati kemudian menunjuk Bali Tower, yang menurut Kamilov, menimbulkan kerugian di kemudian hari bagi masyarakat.
Kamilov yang saat itu menjabat sebagai BRTI telah memperingatkan hal ini kepada Bupati Badung, bahwa kebijakan eksklusivitas yang diterapkan akan mengganggu tataran infrastruktur telekomunikasi.
“Kenapa? Karena kebutuhan industri telekomunikasi apalagi digital ini terus berkembang, kotanya ingin maju apalagi katanya mau jadi Smart City, Itu tidak bisa dibangun sendirian oleh Bali Tower. Dia harus kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang lain. Ini jadi hambatan,” kata Kamilov.
Kamilov mengatakan dalam sebuah perjanjian dan ditemukan masalah, ada beberapa pilihan yang dapat ditempuh seperti Pengadilan Badung atau Badan Arbitrase Negara. Di sana, permasalahan kedua belah pihak dapat diselesaikan.
Kamilov mendorong agar seluruh pihak duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Tuntutan Rp3,3 triliun terbilang sangat besar bagi Pemkab Badung.
“Solusi lainnya bisa melalui pemerintahan seperti Komdigi dan Kemenkopolhukam untuk menyelesaikan masalah ini tanpa merusak kepentingan semua,” kata Kamilov.
Salah satu destinasi wisata di Badung
Mengenai alasan eksklusivitas agar Bali tidak menjadi kumuh karena menara, menurut Kamilov, itu sudah kadaluarsa. Menara telekomunikasi dapat dibentuk seperti pohon dan lain sebagainya, yang tidak merusak pemandangan.
Dia juga mengingatkan bahwa Badung adalah Kabupaten Destinasi Wisata. Kerusakan tatanan telekomunikasi di kawasan tersebut menjadi kerugian besar karena nama Indonesia dapat tercoret di dunia.
“Jika ini rusak, gaungnya akan sampai ke luar negeri dan ini merugikan negara dan pariwisata,” kata Kamilov.


/data/photo/2025/05/20/682b7bcf2f20c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)






