Tag: Hendri Saparini

  • Menko Airlangga dan Apindo Hadiri Peluncuran Media Baru SUAR

    Menko Airlangga dan Apindo Hadiri Peluncuran Media Baru SUAR

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dipastikan bakal menghadiri peluncuran media baru SUAR, yakni media berbasis jurnalisme solusi untuk dunia usaha.

    Media baru tersebut Resmi diluncurkan pada Kamis (21/8/2025) malam di Jakarta melalui acara bertajuk “Menyalakan SUAR”. Peluncuran ini ditandai dengan penyalaan suar secara simbolis oleh Pemimpin Redaksi SUAR, Sutta Dharmasaputra, bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, dan Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat.

    Acara juga dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, antara lain Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo, Ketua Apkasi Bursah Zarnubi, ekonom senior Hendri Saparini, dan cendekiawan Yudi Latif. Hadir pula pengusaha terkemuka seperti Budiarto Abadi, Aliuyanto, dan Vidjongtyus.

    Dari jajaran pejabat pemerintah, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, serta pengusaha muda Didit Hediprasetyo Prabowo turut menyampaikan ucapan selamat melalui tayangan video.

    Sutta menegaskan bahwa SUAR bukan sekadar penyampai kabar, melainkan ruang strategis yang memberikan arah dan solusi di tengah kabut ketidakpastian global. Dia menambahkan SUAR terinspirasi dari kata mercusuar—simbol arah dan harapan.

    “Kami tidak hanya mengejar kecepatan berita, tetapi kedalaman dan arah. Jurnalis di SUAR bukan sekadar peliput, melainkan penggerak,” katanya.

  • Ekonom Pertanyakan Keabsahan Data Pengangguran yang Dirilis Pemerintah

    Ekonom Pertanyakan Keabsahan Data Pengangguran yang Dirilis Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini mengingatkan pemerintah untuk menyajikan data yang lebih detail terkait jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).

    Menurutnya, hal ini penting guna mengetahui realitas sesungguhnya di lapangan, khususnya terkait nasib para pekerja yang terkena PHK tersebut.

    Dia mencontohkan data BPS yang menyebut jumlah pengangguran di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 83.000 orang pada Februari 2025, sehingga totalnya mencapai 7,28 juta orang.

    Namun, tambahan jumlah pengangguran itu belum jelas berasal dari mana. Saparini pun mempertanyakan apakah lonjakan pengangguran itu berasal dari karyawan terkena PHK.

    Dia berpendapat pertanyaan itu belum bisa terjawab oleh data BPS. Sebab, bisa saja jumlah karyawan terkena PHK itu malah sudah mendapat pemasukan baru dari berwirausaha, sehingga spending atau pengeluaran mereka tetap kuat.

    “Ini yang belum bisa kita jawab. Kalau mereka PHK, gak apa-apa PHK nya karena mereka beralih ke industri digital dan spendingnya masih tetap. Aman kita. Tapi konsumsi rumah tangganya [malah] turun tadi,” ucap Saparini dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Berdasarkan data BPS, angka konsumsi rumah tangga pada kuartal I/2025 hanya tumbuh 4,89% yoy. Angka itu lebih rendah dibanding pertumbuhan pada kuartal IV/2024 yang sebesar 4,89% yoy.

    Lebih lanjut, Saparini mengingatkan kemudahan akses data bisa menjadi kunci untuk membuat rekomendasi kebijakan ekonomi pemerintah.

    Dia mengatakan, data yang jelas dan akurat dapat menggambarkan fenomena atau keadaan ekonomi sesungguhnya. Oleh karena itu, dari data yang akurat, para pemangku kepentingan bisa memberikan kajian dan rekomendasi kebijakan.

    Menurutnya, BPS harus mampu menyediakan data yang detail dan dapat diakses oleh publik. Saparini mencontohkan, saat ini sudah terjadi shifting atau peralihan pengeluaran masyarakat miskin.

    Dia mengatakan peralihan itu misalnya, bisa dilihat dari konsumsi listrik masyarakat. Menurut Saparini, masyarakat miskin tak hanya bisa diukur dari konsumsi listrik yang sebesar 450 VA.

    “Sebenarnya, sekarang ini berapa banyak rumah tangga yang dulu 450 VA itu cukup? Sekarang orang miskin 450 juga tak cukup,” katanya.

    Tak hanya dari konsumsi listrik, Saparini juga mencontohkan, berdasarkan data saat ini jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia diperkirakan mencapai 65 juta unit usaha. Namun, detail terkait data ini masih belum jelas juga.

    Dia pun mempertanyakan terkait detil dari unit usaha yang dijalankan, sektor yang dijalani, hingga sekala dari UMKM itu sendiri.

    Menurutnya, data terkait UMKM itu harus dibuat by name by address. Sehingga, pemerintah dan para pemangku kepentingan dapat menelisik permasalah lebih jelas.

    Saparini juga mencontohkan jika pemerintah menelan mentah-mentah dapat jumlah UMKM itu dan secara merata memberikan permodalan, belum tentu efektif. Sebab, belum ada bukti bahwa sebanyak 65 juta UMKM itu sedang membutuhkan modal.

    “Jadi menyelesaikan 65 juta itu tidak hanya dengan pemerintah memberikan permodalan karena banyak permasalahan mereka, bukan cuma soal modal,” katanya.

  • Ekonom: Kegiatan ekonomi desa buat Kopdes Merah Putih berkelanjutan

    Ekonom: Kegiatan ekonomi desa buat Kopdes Merah Putih berkelanjutan

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini mengatakan kegiatan ekonomi harus menjadi basis utama dari Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih agar program ini bisa menjadi program yang berkelanjutan.

    “Basisnya itu harus ada kegiatan ekonominya dulu. Karena menurut saya akan lebih organik dan lebih sustainable kalau ada kegiatannya (perekonomian desa),” kata Hendri saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, Kopdes Merah Putih yang berkelanjutan ini nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu langkah untuk memperkuat ekonomi lokal di tengah tantangan dunia yang kian kompleks.

    “Menghidupkan koperasi adalah sesuatu yang sangat mulia karena penting untuk mendorong ekonomi yang lebih inklusif. Namun, basis utamanya adalah ada kegiatan ekonomi terlebih dahulu yang kemudian berhimpun di dalam koperasi, bukan sebaliknya,” ujar Hendri.

    Ia mencontohkan, misalnya satu desa memiliki kegiatan ekonomi yang kuat di sektor pertanian. Maka yang perlu didorong adalah pembuatan koperasi produksi atau produsen.

    “Jadi, misalnya di daerah situ banyak sekali petani cabai misalnya. Maka, di situ akan dibuat Kopdes Merah Putih yang kegiatan utamanya adalah (produksi) cabai. Nah, jadi kan anggotanya bisa petani cabai, bisa pedagang cabai, bisa mereka yang mendistribusikan cabai,” jelas Hendri.

    “Lalu, nantinya koperasi ini akan bisa berkembang untuk membuat bisnis hilirisasi dari cabai tadi dengan memiliki manajemen yang bagus,” ujar dia menambahkan.

    Lebih lanjut, Hendri mengatakan dengan kegiatan ekonomi desa yang sudah jelas dan dipadukan dengan tata kelola yang baik, diharapkan Kopdes Merah Putih bisa membentuk sebuah ekosistem yang sehat dan inklusif.

    “Sehingga tidak hanya sekadar membentuk koperasi saja, tapi koperasi dengan kegiatan ekonomi yang sustainable, memberikan manfaat, dan koperasi bergerak dengan stimulus pemerintah,” kata Hendri.

    “Lalu, percepatan pembentukannya ditambah lagi sehingga ada anggota yang bisa masuk lagi ke situ. Anak muda bisa jadi anggota yang nantinya akan bisa membantu bikin platformnya, dan lainnya. Itu akan ada ekosistem yang terbentuk di situ, berhimpun di dalam koperasi,” imbuhnya.

    Sementara itu, akselerasi pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 Tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    Pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sendiri ditargetkan selesai akhir Juni 2025.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • 4
                    
                        Apa yang Terjadi jika Sri Mulyani Mundur dari Kabinet Prabowo?
                        Nasional

    4 Apa yang Terjadi jika Sri Mulyani Mundur dari Kabinet Prabowo? Nasional

    Apa yang Terjadi jika Sri Mulyani Mundur dari Kabinet Prabowo?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Menteri Keuangan
    Sri Mulyani
    Indrawati menjadi perbincangan dalam beberapa waktu terakhir karena munculnya isu bahwa ia bakal mundur dari jabatannya sebagai menteri di Kabinet Merah Putih.
    Isu itu berkelindan setidaknya selama seminggu belakangan, di tengah efisiensi anggaran dan polemik Coretax yang menjadi bidang pekerjaan Kementerian Keuangan.
    Ketika isu ini pertama kali muncul, Sri Mulyani tidak berkomentar sama sekali, ia hanya tersenyum saat ditanya soal kabar tersebut seusai bertemu dengan Presiden
    Prabowo Subianto
    di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/3/2025).
    Bendahara Negara kala itu memang irit bicara, termasuk saat ditanya soal laporan apa saja yang disampaikan kepada Prabowo dan konferensi pers APBN Kita periode Januari 2025 yang sempat mundur dirilis.
    “Ya melaporkan aja, mengenai APBN,” kata Ani singkat sembari berjalan menuju mobil dinas.
    Kabar mundurnya Sri Mulyani segera dibantah oleh Ketua Harian Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
    Dasco mengaku sudah mengecek informasi ke pemerintah mengenai masalah ini dan mendapat kepastian tidak akan ada reshuffle dalam waktu dekat.
    “Kemarin yang saya tahu, pertemuan (Prabowo dan Sri Mulyani) itu adalah pertemuan berbuka puasa sambil membahas keadaan ekonomi terkini,” ujar Dasco di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (14/3/2025).
    “Dan saya sudah cek ke pemerintah, belum ada rencana
    reshuffle
    . Dan kalau kepada Bu Sri Mulyani, juga saya belum sempat,” sambungnya.
    Menurut Dasco, jika melihat pertemuan antara Sri Mulyani dan Prabowo beberapa waktu lalu, keduanya penuh akan keakraban.
    Maka dari itu, Dasco menegaskan, isu Sri Mulyani mundur dari Menkeu tidak berdasar.
    “Tapi kalau lihat pertemuan buka puasa kemarin yang seperti teman-teman lihat di media, keduanya penuh keakraban. Saya pikir isu yang dibuat di luaran itu adalah isu yang tidak berdasar dan membuat semangat berpuasa menjadi kendur,” imbuh Dasco.
    Pada Selasa (18/3/2025) kemarin, Dasco lagi-lagi membantah kabar yang menyebut Sri Mulyani akan mundur ketika bursa saham mendadak rontok.
    Hal ini disampaikan Dasco ketika ditanya soal pengaruh isu mundurnya Sri Mulyani terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok.
    “Mengenai Bu Sri Mulyani, saya pastikan bahwa Bu Sri Mulyani tidak akan mundur,” ujar Dasco di Bursa Efek Indonesia.
    “Dan fiskal kita kuat,” kata dia menambahkan.
    Pihak Istana Kepresidenan juga membantah kabar mundurnya Sri Mulyani.
    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan/PCO Hariqo Satria Wibawa mengatakan, tidak ada satu pun pernyataan resmi mengenai mundurnya Sri Mulyani, sebagaimana disampaikan oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
    Ia menyebut, Sri Mulyani masih melaksanakan tugas hingga kini. “Ibu Sri Mulyani sampai saat ini masih bertugas dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai Menteri Keuangan,” ucapnya.
    Oleh karena itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.
    “Dan kami meyakini, kami mempercayai masyarakat kita tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang jelas-jelas belum terverifikasi. Mari bijak bermedia sosial dan selalu saring sebelum
    sharing
    ,” jelas Hariqo.
    Setelah diliputi misteri selama satu pekan, Sri Mulyani akhirnya angkat bicara mengenai kabar yang menerpa dirinya.
    Eks bos Bank Dunia ini memasikan bahwa ia tetap bekerja sebagai Menteri Keuangan.
    “Saya tegaskan saya ada di sini, berdiri dan tidak mundur,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Hasil Lelang SUN di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
    Bendahara negara itu mengungkapkan, dirinya akan tetap menjaga keuangan negara dengan mengelola anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
    Pasalnya, kinerja APBN sebagai instrumen keuangan negara sangat penting dijaga untuk keberlangsungan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang telah direncanakan pemerintah serta untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
    “Itu tanggung jawab dan tugas kami. Kami tetap berdiri teguh untuk bekerja fokus mengelola APBN,” ucap dia.
    Lalu, mengapa mundurnya seorang Sri Mulyani menjadi perhatian? Apa yang akan terjadi bila pada akhirnya Sri Mulyani benar-benar mundur?
    Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengungkapkan, mundurnya Sri Mulyani sebagai menteri dengan kewenangan mengelola APBN tentu akan menimbulkan gejolak.
    Tak hanya di Indonesia, kemunduran Menkeu sebuah negara juga akan menggejolakkan negara tersebut, utamanya ketika faktor kepercayaan publik perlahan menurun.
    “Mundurnya Menkeu di negara manapun yang dalam kondisi seperti Indonesia saat ini, pasti akan menimbulkan gejolak, menambah spekulasi dan ekspektasi negatif,” kata Hendri saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu (19/3/2025).
    Ia mengamini, saat ini faktor penyebab ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan dan tren
    ekonomi Indonesia
    cukup banyak dan beragam.
    Namun, respons pihak Istana Kepresidenan dalam memulihkan dan membangun kepercayaan publik harus tepat.
    Penilaian yang tidak tepat justru akan memperburuk keadaan.
    “Kalau memang (mundurnya menteri) terjadi, kembalikan peristiwa mundurnya pejabat publik sebagai dinamika umum sebuah pemerintahan. Yang paling penting adalah respons Istana. Tidak hanya bantahan tetapi kebijakan apa yang akan dilakukan untuk menghindarkan dampak negatif dan untuk memperbaiki keadaan,” ucap Hendri.
    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut, isu mundurnya Sri Mulyani bisa saja disebabkan oleh penerimaan pajak yang menurun akibat Coretax, atau efisiensi belanja pemerintah yang mengarah pada penghematan berisiko ke layanan publik.
    Menurut Bhima, isu mundur ini bisa saja disambut positif pasar jika penggantinya lebih baik.
    “Implikasi mundurnya Sri Mulyani dan Airlangga bisa disambut positif pasar asalkan penggantinya lebih kompeten. Kalau yang gantikan Sri Mulyani keponakannya Prabowo, market pasti bereaksi negatif karena kental nepotismenya,” kata Bhima.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hendri Saparini Sebut PPN Pajak Paling Tidak Adil, Kaya Miskin Dikenakan Tarif Sama

    Hendri Saparini Sebut PPN Pajak Paling Tidak Adil, Kaya Miskin Dikenakan Tarif Sama

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Hendri Saparini menyebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pajak paling tidak adil. Karena menyasar semua kalangan dengan tarif sama.

    “PPN itu kan pajak paling tidak adil ya, karena semua orang akan menerima dampaknya itu. Sama antara yang kaya dengan yang miskin gitu,” ungkapnya dikutip dari YouTube Gita Wirjawan, Selasa (24/12/2024).

    Ia membandingkannya dengan Pajak penghasilan atau Pph yang tarifnya tidak merata. Namun ironisnya, di Indonesia malah PPN yang selalu dinaikkan. 

    “Pajak itu yang paling adil kan Pph, tapi yang di otakotik lebih banyak itu adalah PPN,” ujarnya.

    Apalagi, kata dia, kenaikan itu dlakukan di saat kelas menengah banyak yang turun kelas. Kenaikan pajak disebutnya menambah beban.

    “Jadi kayak sekarang kalau saya diskusi tentang menaikkan PPN menjadi 12% gitu, coba dilihat dulu sekarang aja kita sampai kelas menengah itu mereka bebannya terlalu banyak. Kenapa dia

    kemudian harus turun kelas gitu,” jelasnya.

    Pendiri CORE Indonesia itu pun menyoroti kebijakan ekonomi pemerintah. Ia menyebut tidak terintegrasi.

    “Jadi jangan sampai kita akan apa tidak punya kebijakan yang terintegrasi gitu,” ucapnya.

    ia memberi ilustrasi, bagaimana investasi digembar-gemborkan di Indonesia. Menurutnya, memang hal tersebut tidak salah, tapi mesti ada aturannya.

    “Jadi kita mendorong investasi, tapi pada saat yang sama kita

    membiarkan produk itu masuk tanpa ada aturan. Betul bahwa kita itu negara terbuka, tidak boleh kemudian menutup apa namanya barang-barang untuk kita impor,” jelasnya.

  • PPN 12 Persen Bakal Hantam Sektor Produksi dan Konsumsi Rumah Tangga

    PPN 12 Persen Bakal Hantam Sektor Produksi dan Konsumsi Rumah Tangga

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan kenaikan PPN 12 persen berpotensi memberikan tekanan besar terhadap sektor produksi dan konsumsi rumah tangga. Apalagi, saat ini, kondisi konsumsi rumah tangga kelas menengah sedang menurun.

    “Dalam kondisi seperti sekarang, konsumsi rumah tangga yang merupakan 54-56% dari PDB itu sedang turun. Kelas menengah sudah mulai menahan belanja,” kata ekonom senior sekaligus pendiri CORE Indonesia Hendri Saparini kepada Beritasatu.com, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Pusat pada Sabtu (23/11/2024).

    Kenaikan PPN 12 Persen pada 1 Januari 2025 itu, menurut Hendri, akan semakin menekan daya beli masyarakat sehingga kapasitas terpakai di industri semakin menurun.

    “Jadi kalau seperti itu ditambah dengan PPN 12 persen, maka mereka belanjanya akan berkurang. Kalau belanjanya berkurang, kapasitas terpakai yang ada di industri akan semakin turun. Jangankan ekspansi, menggunakan kapasitas yang ada aja tidak,” jelasnya.

    Selain itu, kata Hendri, dampak dari kenaikan PPN 12 Persen tidak hanya akan dirasakan konsumen, tetapi juga pelaku usaha. Sektor produksi, yang sudah menghadapi tantangan dari melemahnya permintaan, berisiko mengalami stagnasi lebih lanjut.

    Meski di sisi lain. Hendri menilai, kebijakan kenaikan PPN 12 Persen bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, dia mengingatkan agar pemerintah mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh.

    “PPN 12 persen memang akan menambah penerimaan negara. Namun, ongkos yang harus ditanggung, termasuk terhambatnya kegiatan ekonomi juga akan besar,” tegasnya.

    Kenaikan PPN 12 persen menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada utang dan memperkuat anggaran negara. Namun, di tengah perlambatan ekonomi global dan pemulihan domestik yang belum optimal, kebijakan ini berisiko memperburuk tekanan pada sektor konsumsi, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

    Pemerintah diharapkan dapat mencari alternatif kebijakan atau memberikan stimulus tambahan untuk meringankan beban masyarakat dan dunia usaha agar dampak dari kenaikan PPN 12 persen tidak terlalu signifikan.

  • Kenaikan PPN 12 Persen Akan Picu Gelombang PHK Industri

    Kenaikan PPN 12 Persen Akan Picu Gelombang PHK Industri

    Jakarta, Beritasatu.com – Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mengatakan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Ekonom senior dan pendiri Core Indonesia Hendri Saparini menyebut, saat ini daya beli masyarakat menurun sehingga penjualan dan produksi juga ikut menurun. Ketika menjadi PPN 12 persen diterapkan, maka supply dan demand akan menurun sehingga karyawan berisiko mengalami PHK.

    “Industri saat ini kapasitas terpakainya sudah rendah, kemudian tidak ada yang membeli, dan pasti dia akan layoff karena tidak ada pilihan lain. Nah, jadi PHK itu terjadi, dan akan jadi rentetan,” pungkas Hendri kepada Beritasatu.com seusai ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Selatan, Sabtu (23/11/2024).

    Untuk itu Hendri meminta agar pemerintah menunda menaikkan PPN 12 persen sambil menunggu kondisi konsumsi dan industri kembali pulih. Di samping itu, pemerintah juga bisa melakukan evaluasi terhadap pajak penghasilan (PPh) sebelum menerapkan PPN 12 persen.

    Hal senada juga dikatakan Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal. Menurutnya, gelombang PHK terjadi setelah PPN 12 persen diterapkan. Hal itu karena menurunnya profitabilitas sebuah industri.

    Selain itu, kenaikan PPN 12 persen juga akan membuat daya beli masyarakat kelas menengah menurun yang akan berdampak pada produksi industri. Otomatis, mereka akan melakukan efisiensi, mengurangi jumlah karyawannya, dan memicu PHK.

    “Jadi kalau PPN naik jadi 12 persen akan menekan industri, sehingga konsumsinya akan turun dan industri kena. Kapasitas produksinya turun sehingga mereka terpaksa harus melakukan efisiensi, mengurangi jumlah karyawan dengan PHK karena tidak kuat,” pungkasnya.

  • Sederet Saran dari Ekonom untuk Lompatan Pertumbuhan Ekonomi RI

    Sederet Saran dari Ekonom untuk Lompatan Pertumbuhan Ekonomi RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia baru saja meluncurkan Economics Outlook 2025 dan memperkirakan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5%. 

    Angka pertumbuhan tersebut masih jauh dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto mencapai 8% untuk mengejar Indonesia Emas 2045.

    CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 4,8% sampai 5% pada 2025, padahal tinggal 10 tahun Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi. Lalu apa yang harus dilakukan?

    Ekonom Senior dan Founder CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan jika kondisi kebijakan dan pertumbuhan ekonomi saat ini tidak segera diperbaiki, maka sandwich generation akan semakin banyak jumlahnya. 

    “Kalau tidak diperbaiki, ke depan adik-adik yang masih sekolah, kuliah akan masuk menjadi kelompok sandwich generation. Harus menanggung orang tua, menanggung anak. Jadi, ini menjadi tugas kita bersama,” ujarnya dalam CORE Indonesia Economics Outlook 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).  

    Indonesia sudah terjebak dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% selama belasan tahun, yang membuat Indonesia terjebak dalam middle income trap atau jebakan kelas menengah. 

    Menurutnya, hal pertama dan paling penting untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat adalah dengan memastikan bahwa kabinet Presiden Prabowo meyakini bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5%. 

    “Karena sekarang ini masih banyak timnya yang mengatakan yang memang kita kebagiannya hanya 5%. Nah, kalau ini sudah terjadi, tidak akan ada peluang untuk memikirkan strategi agar lebih tinggi,” paparnya. 

    Kemudian, merevitalisasi industri eksisting dan juga mendorong investasi industri-industri baru. Hal ini bisa dilakukan dengan mendukung hilirisasi, yang juga didukung kebijakan untuk memperkuat industri domestik. 

    “Sayangnya, kebijakan fiskal dan perdagangan yang ada sekarang belum mendukung sepenuhnya perkembangan industri. Jadi, tidak ada kita akan melompat kalau itu tidak kita lakukan,” terangnya. 

    Saran lainnya adalah dengan harmonisasi kebijakan fiskal, perdagangan, industri, dan investasi. Kemudian, membangun sarana infrastruktur yang terintegrasi baik secara fisik untuk mendukung produksi dan distribusi produksi nasional di berbagai wilayah dan non-fisik seperti reformasi birokrasi, dan pembangunan SDM yang terintegrasi antara pusat dengan daerah. 

    Kemudian, adanya sinergi BUMN, swasta, dan UMKM untuk memeratakan pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat. 

    “Kalau kita melihat negara lain, Korea Selatan, Jepang, Taiwan mereka melakukan lompatan dan berhasil, dengan memajukan industri manufaktur. Sementara Indonesia malah turun terus dari sisi manufaktur. Makanya kita harus bekerja sama agar bisa mendorong itu agar ekonomi bisa tumbuh di atas 5%,” paparnya.