Berapa Triliun Korupsi Harvey Moeis hingga Berujung Disitanya Aset Sandra Dewi?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Harvey Moeis yang kini berstatus terpidana kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah masih meninggalkan persoalan kepada istrinya, yakni Sandra Dewi, terkait aset.
Pasalnya, Sandra Dewi saat ini mengajukan keberatan karena aset atas namanya ikut disita untuk membayar uang pengganti pidana yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis.
Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra Dewi terseret dalam kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah.
Kasus korupsi timah ini berkembang menjadi salah satu perkara lingkungan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia
Pada Maret 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Kasus tersebut diketahui melibatkan 22 tersangka, termasuk pejabat tinggi dan pengusaha.
Keterlibatan Harvey dalam kasus tersebut bermula pada 2018-2019. Pada saat itu, ia menghubungi Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Harvey menghubungi Mochtar untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Dari situlah, muncul kesepakatan bahwa kegiatan akomodir pertambangan timah liar di-cover dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, yakni PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIM, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Saat menghubungi beberapa smelter, Harvey meminta para pihak menyisihkan sebagian dari keuntungannya.
Dana tersebut diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana
corporate social responsibility
(CSR) yang dikirim para pengusaha smelter kepada Harvey melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.
Peran Harvey Moeis sebagai tersangka dalam perkara ini merugikan negara sebesar Rp 271,06 triliun akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Kerugian lingkungan ini dihitung berdasarkan total luas galian yang mencapai 170.363.064 hektar yang tersebar di kawasan hutan dan non-kawasan hutan Bangka Belitung.
Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merevisi jumlah kerugian tersebut menjadi Rp 300 triliun.
Dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan, kasus ini menjadi sorotan besar dalam dunia pertambangan Indonesia, terutama terkait praktik korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Suami dari aktris Sandra Dewi itu kini resmi menyandang status terpidana kasus korupsi tata niaga komoditas timah, setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya.
Harvey Moeis dihukum 20 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya, pada Selasa (1/7/2025).
Selain pidana badan dan denda, ia juga mendapatkan hukuman pidana pengganti dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
Sebelum penjatuhan hukuman terhadap Harvey Moeis, hakim sepakat dengan jaksa terkait barang-barang yang milik dan terkait Harvey Moeis yang dirampas untuk negara. Termasuk aset atas nama Sandra Dewi.
“Majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim anggota Jaini Basir saat membacakan pertimbangannya di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
Adapun aset yang disita adalah sebagai berikut:
Pada Senin (21/10/2024), Sandra Dewi pun keberatan karena jaksa turut menyita 88 tas mewah milik pemain film dan sinetron itu.
Pasalnya, tas-tas mewah tersebut didapatkannya dari hasil kerja kerasnya selama 10 tahun melalui endorsement maupun kerja sama dengan pemilik
brand
.
Pihak
endorsement
yang memberikan tas
branded
seperti Louis Vuitton, Christian Dior, ataupun toko-toko
online
dan
offline
.
“Jadi ketika barang datang, kalau harganya sekitar Rp 50 juta, saya
posting
8 kali. Kalau Rp 100 juta,
posting
-nya 16 kali, kalau Rp 150 juta, pasti
posting
24 kali. Di atas Rp 150 juta, saya
posting
30 sampai 32 kali,” ujar Sandra Dewi saat bersaksi dalam sidang pembuktian di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
Namun, kerja sama
endorsement
ini tidak dicatat dengan perjanjian tertulis. Semua foto Sandra Dewi menggunakan tas tersebut diunggah di akun Instagram-nya, @sandradewi88.
Selain 88 tas mewah, beberapa bidang tanah dan bangunan atas nama Sandra Dewi yang ikut disita oleh negara adalah:
Selain itu, rekening deposito senilai Rp 33 miliar milik Sandra Dewi juga ikut disita dan dirampas untuk negara.
Pada Senin (23/12/2024), pengacara Harvey Moeis, Andi Ahmad, heran dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memerintahkan semua aset kliennya disita, termasuk atas nama andra Dewi.
Andi mengatakan, Harvey Moeis dan Sandra Dewi telah meneken perjanjian pisah harta. Namun, hakim tetap memerintahkan jaksa untuk merampas aset atas nama Sandra Dewi.
KOMPAS.com/Syakirun Ni’am Aktris Sandra Dewi usai menghadiri sidang dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang menjerat suaminya, Harvey Moeis untuk kedua kalinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
Adapun aset Sandra Dewi yang turut dirampas di antaranya adalah 88 tas
branded
yang diklaim diperoleh dari
endorsement
(iklan).
“Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Menurut Andi, perintah penyitaan ini membuat tim kuasa hukum mempertanyakan pertimbangan majelis hakim.
Sebab, dalam hukum, perjanjian pisah harta membuat kepemilikan dan penguasaan aset suami istri terpisah. Sementara itu, aset yang sudah dipisah secara hukum tidak bisa dianggap tercampur.
Artinya, kekayaan milik istri yang tidak terjerat hukum tidak bisa dianggap sebagai bagian dari aset sang suami yang menjadi terdakwa dan bisa disita.
Andi menuturkan, tidak sedikit aset kliennya yang diperintahkan majelis hakim kepada jaksa untuk dirampas itu diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana (tempus delicti) korupsi pada tata niaga timah di Bangka Belitung. Adapun
tempus delicti
tata niaga timah ini terjadi pada kurun 2015-2022.
Deposito senilai Rp 33 miliar, tas
branded
, dan perhiasan Sandra Dewi misalnya, sudah diperoleh sejak sebelum 2015 dari kerja-kerjanya sebagai model dan aktris.
“Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” tutur Andi.
Kini, Harvey Moeis telah divonis 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp 420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Majelis Hakim mengatakan, perbuatan Harvey Moeis berupa tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun itu sangat menyakiti hati rakyat.
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Artis Sandra Dewi (kanan) bersiap meberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Sandra Dewi menjadi saksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra, serta dua terdakwa lainnya, Suparta dan Reza Andriansyah.
Kini pada Jumat (17/10/2025), sidang terkait keberatan Sandra Dewi dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung selaku Termohon.
Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku Pemohon maupun jaksa selaku Termohon bergantian mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
“Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi. Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini. “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
Hibnu tetap pada pendiriannya. Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
“Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Helena Lim
-
/data/photo/2024/12/31/6773e9c6d1d22.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Berapa Triliun Korupsi Harvey Moeis hingga Berujung Disitanya Aset Sandra Dewi? Nasional
-

Peran Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie dan Aliran Uang Rp1 Triliun pada Kasus Korupsi Timah
Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie tetap divonis 14 tahun dan denda Rp1 miliar pada sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada Jumat (8/8/2025).
Alhasil, putusan itu telah menguatkan vonis pada pengadilan pertama di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Selain pidana badan, Hendry Lie juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,05 triliun atas kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).
Hendry Lie ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan 23 orang lainnya seperti istri Sandra Dewi, Harvey Moeis hingga Crazy Rich PIK Helena Lim.
Hendry Lie memiliki peran sebagai Beneficiary Owner PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang diduga berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah.
Kerja sama itu dilakukan antara PT Timah Tbk. dengan PT TIN, yang penerimaan bijihnya bersumber dari CV BPR dan CV SMS.
Dua perusahaan itu sengaja dibentuk sebagai perusahaan boneka untuk penerimaan bijih timah dari kegiatan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya itu, Hendry Lie telah menerima untung Rp1,05 triliun. Nilai itu setara dengan uang pengganti yang dibebankan terhadap Hendry Lie.
Penangkapan Hendry Lie
Hendry Lie ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI berdasarkan Surat Penetapan Nomor: TAP-27/F.2/Fd.2/04/2024 pada (16/4/2024).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Hendry Lie selalu mangkir dalam panggilan penyidik lantaran tengah menjalani pengobatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura.
Setelah sebelas bulan kemudian, Hendry Lie tertangkap diam-diam kembali ke Indonesia lantaran masa berlaku paspornya sudah habis pada (18/11/2024).
Dia ditangkap di terminal 2F Bandara Soekarno Hatta usai penyidik bekerja sama dengan atase Kejaksaan Kedubes RI di Singapura dan jaksa agung muda bidang intelijen atau Jamintel.
Hendry Lie tiba di lokasi pada Senin (18/11/2024) sekitar 23.14 WIB. Dia tiba dengan mengenakan borgol di tangan serta kemeja berwarna merah muda dan langsung dibawa ke Gedung Kartika Kejagung.
Berselang hampir satu jam kemudian, Hendry Lie keluar dari Gedung Kartika dengan rompi tahanan dan langsung diboyong ke mobil tahanan Kejaksaan RI. Hendry juga tidak mengucap satu kalimat pun saat digiring tersebut.
-

Harvey Moeis Ajukan Kasasi, Yudi Purnomo: Berharap Hakim Mahkamah Agung Juga Bersikap Tegas
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, kembali bersuara terkait kasus korupsi pengelolaan timah yang menjerat Harvey Moeis.
Yudi berharap Mahkamah Agung (MA) bersikap tegas dalam menangani kasus tersebut.
“Saya berharap hakim Mahkamah Agung juga bersikap tegas seperti Pengadilan Tinggi,” ujar Yudi di X @yudiharahap46 (18/2/2025).
Yudi menyoroti besarnya kerugian negara dalam kasus ini, yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
“Bahkan memaksimalkan hukumannya menjadi seumur hidup sesuai pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor,” cetusnya.
Ia juga mendesak agar pengembalian aset korupsi dilakukan semaksimal mungkin guna mengurangi dampak kerugian yang ditanggung negara.
“Maksimalkan pengembalian aset korupsinya,” tandasnya.
Kasus Harvey Moeis saat ini tengah memasuki tahap kasasi di Mahkamah Agung, setelah sebelumnya divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi.
Namun, langkah kasasi yang diambil Harvey mendapat banyak sorotan publik yang menginginkan hukuman lebih berat bagi pelaku korupsi besar.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta menuai apresiasi. Setelah memperberat hukuman Harvey Mouis dan Helena Lim.
Keduanya merupakan terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022.
“Bravo Pengadilan Tinggi Jakarta,” kata Pegiat Media Sosial Jhon Sitorus dikutip dari unggahannya di X, Kamis (13/2/2025).
Helena Lim, divinis lebih tinggi dari hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya. yakni 5 tahun penjara. Pengadilan Tinggi mengatakan Helena bersalah karena membantu korupsi pengelolaan timah.
-

Hukuman Diperberat, Terpidana Kasus Tata Kelola Timah Ajukan Kasasi?
Jakarta –
Kasus korupsi besar yang melibatkan tata kelola timah senilai Rp 300 triliun kembali menyita perhatian publik. Salah satu nama yang terseret dalam kasus ini adalah Harvey Moeis, yang baru-baru ini menghadapi hukuman yang lebih berat setelah proses banding.
Kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin, menegaskan bahwa mereka belum menentukan sikap mengenai kemungkinan kasasi terhadap putusan banding yang memperberat hukuman kliennya.
“Kami ingin membantah pemberitaan yang menyatakan bahwa kami telah memutuskan untuk mengajukan kasasi. Kami belum menerima mandat dari klien untuk mengambil langkah tersebut. Selain itu, kami juga belum menerima salinan resmi putusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta,” ujar Andi Ahmad, Selasa (18/2/2025).
Ahmad menambahkan bahwa salinan resmi putusan banding sangat penting bagi mereka untuk melakukan kajian lebih lanjut bersama klien dan tim.
“Kami perlu mempelajari salinan putusan banding terlebih dahulu, baru setelah itu kami akan berdiskusi dengan klien untuk menentukan langkah hukum yang tepat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andi Ahmad menegaskan bahwa tim kuasa hukum tidak akan mendahului keputusan klien. Ia juga mengklarifikasi bahwa kabar yang beredar tentang rencana kasasi tersebut tidak benar dan berpotensi menyesatkan publik.
“Kami menghimbau agar berita ini tidak diteruskan atau ditanggapi oleh pihak manapun, baik media maupun kejaksaan,” tegasnya.
Andi Ahmad juga menegaskan bahwa sikap serupa akan diambil untuk terdakwa lainnya yang juga diwakili oleh tim kuasa hukum yang sama, yaitu Helena Lim, Suparta, Reza Andriansyah, dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis yang lebih berat terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata kelola timah. Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto, menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti bersalah dalam kasus tersebut dan dihukum dengan pidana penjara selama 20 tahun, denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara.
Putusan ini lebih berat dibandingkan vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipikor sebelumnya, yang hanya memberikan hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan uang pengganti sebesar Rp210 miliar.
Keputusan hakim ini didasarkan pada fakta bahwa Harvey Moeis tidak mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor), yang menjadi salah satu faktor memberatkan dalam menjatuhkan hukuman.
(rrd/rir)
-

Kuasa Hukum Harvey Moeis Tepis Telah Tentukan Sikap Ajukan Kasasi
loading…
Kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad Nur Darwin membantah telah mengajukan kasasi atas vonis banding yang memperberat hukuman kliennya dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun pidana penjara. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA – Kuasa hukum Harvey Moeis , Andi Ahmad Nur Darwin membantah telah mengajukan kasasi atas vonis banding yang memperberat hukuman kliennya dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun pidana penjara. Hingga saat ini, kata Ahmad Nur, belum menerima mandat dari kliennya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
“Kami ingin membantah pemberitaan seolah-olah kami telah menentukan sikap untuk kasasi. Kami tegaskan, kami belum menerima mandat dari klien untuk mengajukan kasasi. Lagi pula hingga saat ini kami selaku kuasa hukum belum menerima Salinan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta,” kata Ahmad, Senin (17/2/2025).
Ahmad menjelaskan bahwa sampai saat ini belum mendapatkan salinan resmi dari putusan tersebut. “Sekali lagi kami tegaskan, apabila nanti kami sudah menerima salinan resmi putusan banding, maka barulah kami akan menganalisa serta mengkaji pertimbangan hakim dalam putusan banding tersebut, selanjutnya baru akan berdiskusi dengan klien untuk menentukan langkah hukum yang akan ditempuh selanjutnya,” ujar Ahmad.
Ia menegaskan, tim kuasa hukum tidak akan mendahului klien terkait akan mengajukan kasasi atau tidak. Kabar yang beredar adalah berita tidak benar dan bukan pernyataan dari pihak tim kuasa hukum maupun kliennya. Ia berharap kabar tentang Harvey Moeis akan mengajukan kasasi tidak perlu ditanggapi oleh siapa pun dan dikutip oleh pihak manapun, termasuk media dan kejaksaan.
“Sekali lagi Kami tegaskan berita tersebut saat ini adalah berita tidak benar malah berpotensi menyesatkan publik,” katanya.
Ahmad yang juga menjadi kuasa hukum untuk terdakwa lain yakni Helena Lim, Suparta, Reza Andriansyah, dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani memastikan sikap sama juga berlaku untuk terdakwa lainnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis selama 20 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto menyampaikan Harvey Moeis telah sah dan terbukti bersalah melakukan korupsi dengan terdakwa lainnya. “Menjatuhkan pidana kepada HM selama 20 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan,” ujarnya di PT Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Selain pidana badan, hakim juga membebankan uang pengganti Rp420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara terhadap Harvey. Adapun, Teguh menyatakan bahwa hal yang memberatkan hukuman itu lantaran Harvey tidak mendukung program pemberantasan tipikor.
Sebagai informasi, putusan itu lebih berat dari vonis PN Tipikor sebelumnya. Pasalnya, Harvey selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah divonis PN Tipikor selama 6,5 tahun dengan denda Rp1 miliar. Adapun, Harvey juga dibebankan uang pengganti Rp210 miliar.
(abd)
-

Divonis Lebih Berat, Pakar Sebut Vonis Banding Harvey Moeis dan Helena Lim Tak Proporsional
PIKIRAN RAKYAT – Harvey Moeis divonis banding lebih berat dengan pidana penjara 20 tahun dan Helena Lim 10 tahun dalam kasus korupsi timah.
Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menilai vonis banding Harvey Moeis dan Helena Lim tak proporsional.
Menurutnya, Harvey Moeis bukan penyelenggara negara atau direksi PT Timah Tbk., sedangkan Helena Lim hanya berperan sebagai pengusaha layanan penukaran uang.
“Helena dan Harvey sama sekali tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun,” ucap Romli di Jakarta pada Jumat, 14 Februari 2025.
Peran Harvey Moeis dalam Korupsi Timah
Menurutnya, kerugian itu hanya berdasarkan perkiraan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertentangan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara serta UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara.
Penilaian terhadap Harvey Moeis sebagai aktor intelektual dalam kasus itu juga keliru karena hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar, tapi warisan turun-temurun.
“Harvey dijerat pasal penyertaan, padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual,” ujar Romli.
Dakwaan pemufakatan jahat Harvey Moeis dengan terdakwa lain juga tak terbukti selama persidangan, sehingga dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi timah, secara normatif berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999, bukanlah tindak pidana korupsi.
Ia mengungkapkan, pelanggaran UU Pertambangan tak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi.
Bukan Pidana Korupsi
Pakar Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yoni Agus Setyono berpendapat kasus ini seharusnya diselesaikan lewat jalur perdata, bukan pidana korupsi.
Jika tujuannya mengembalikan kerugian negara atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, jalur perdata lebih memungkinkan.
Terlebih lagi, menurutnya jika nilai kerugian negara masih belum jelas dan masih diperdebatkan.
“Kalau kerugiannya belum jelas, mengapa dibawa ke pidana korupsi? Ini keliru karena kerugian negara dalam kasus ini masih diperdebatkan, sehingga penyelesaian yang tepat melalui gugatan perdata, bukan tipikor,” kata Yoni.
Menurut Yoni dengan jalur perdata, benang kusut kasus timah bisa diurai dan menemukan pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian lingkungan yang timbul dari aktivitas pertambangan itu.
Gugatan perdata dapat melibatkan semua pihak, pemilik lama atau perusahaan maupun baru. Cara ini lebih adil dan sesuai aturan berlaku.
Pihaknya menyarankan upaya hukum lanjutan dapat dilakukan lewat Mahkamah Agung (MA) karena masih bisa membatalkan putusan banding jika melihat secara utuh dari memori kasasi.
“Jika pelanggarannya lebih kepada lingkungan hidup, maka harus dilihat berdasarkan UU Lingkungan Hidup, bukan UU Tipikor,” ujar Yoni.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Harvey Moeis Harus Bayar Berapa usai Vonisnya Naik Jauh Lebih Berat?
PIKIRAN RAKYAT – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukuman terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Bukan hanya kurungan penjara, nominal denda dan uang ganti yang harus dibayarkan Harvey juga bertambah banyak.
Dalam keputusan banding kemarin, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, dari asalnya hanya 6 tahun dan 6 bulan penjara.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto memberi kesempatan kepada publik untuk menilai putusan yang menggegerkan tersebut. Ia mengaku tak punya hak mengklaim adil tidaknya putusan.
“Masalah adil atau tidak, biar masyarakat yang menilai. Kami tidak bisa komentar. Kita tidak bisa mengomentari produk kita sendiri,” ujar Yanto saat konferensi pers, di Media Center MA, Jakarta, Kamis, 13 Februario 2025.
“Saya enggak boleh komentar. Terhadap perkara yang sedang berjalan, hakim dilarang, baik itu yang sedang berjalan maupun tidak,” katanya lagi.
Harvey Moeis Harus Bayar Segini
Bukan hanya kurungan bui yang lebih lama, Harvey juga harus membayarkan sejumlah uang ganti dan denda.
Atas kasusnya, Harvey kena denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Sementara, uang pengganti yang harus dipenuhi ialah sebesar Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Putusan banding ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan, salah satunya adalah tindakan Harvey yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Perbuatan terdakwa juga sangat menyakiti hati rakyat karena di saat ekonomi susah, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi,” ucap Hakim Ketua Teguh Harianto di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sekilas Kasus
Sebelumnya, pada tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Harvey dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Harvey terbukti bersalah atas korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari Rp2,28 triliun akibat kerjasama sewa-menyewa alat pengolahan dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun dari pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, dan Rp271,07 triliun kerugian lingkungan.
Selain itu, Harvey juga terbukti menerima uang sebesar Rp420 miliar dan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU), bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim. Harvey melanggar berbagai pasal, termasuk Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Kejutan Vonis Harvey Moeis Dkk: Semua Ultra Petita
Jakarta –
Putusan banding lima terdakwa kasus korupsi komoditas timah vonisnya lebih tinggi dari tingkat pertama. Kelimanya divonis ‘ultra petita’ oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dilansir situs Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), ultra petita berasal dari kata Ultra yaitu lebih, melampaui, ekstrim, sekali, sedangkan Petita artinya permohonan. Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ultra petita juga bisa diartikan sebagai menjatuhkan putusan terhadap perkara yang tidak diminta oleh Jaksa Penuntut Umum.
Vonis paling tinggi 20 tahun penjara. Ada dua terdakwa yang divonis 20 tahun penjara yakni Harvey Moeis dan eks Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Putusan banding itu dibacakan di ruang sidang Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2025). Putusan itu dibaca oleh lima ketua majelis yang berbeda.
Berikut vonis kelima terdakwa:
Harvey Moeis
Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Harvey 20 tahun penjara. Dalam vonisnya, hakim menyatakan pengusaha Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan korupsi kasus timah yang menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun.
“Menjatuhkan terhadap Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar hakim ketua Teguh Arianto, di Pengadilan Tinggi Jakarta, Kamis (13/2).
Vonis terhadap Harvey ini jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut 12 tahun penjara terhadap Harvey. Sedangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Tipikor, Harvey divonis 6,5 tahun penjara.
Uang pengganti yang harus dibayar Harvey juga diperberat hakim. Uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey Rp 420 miliar dari semula Rp 210 miliar.
Hakim menyatakan harta benda Harvey Moeis dapat dirampas dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Jika harta benda Harvey tidak mencukupi membayar uang pengganti tersebut, diganti dengan 10 tahun kurungan.
Selain itu, denda yang harus dibayar Harvey pun turut diperberat. Hakim menghukum Harvey membayar denda Rp 1 miliar juta subsider 8 bulan kurungan.
Helena Lim
Helena Lim (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)
Pengusaha money changer Helena Lim juga diperberat hukumannya. Hakim memperberat vonis Helena Lim menjadi 10 tahun dari yang sebelumnya di tingkat pertama 5 tahun di mana vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Helena Lim selama 10 tahun penjara,” kata ketua majelis hakim Budi Susilo di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Kemudian, Helena juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara kurungan selama 6 bulan.
Helena juga dihukum dengan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara. Dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 900 juta.
Eks Dirut PT Timah
Eks Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diperberat hukumannya. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan Mochtar Riza dihukum 20 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi selama 20 tahun penjara,” ujar ketua majelis hakim Catur Iriantoro di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Mochtar Riza juga dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Mochtar juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp Rp 493 miliar.
Pada pengadilan tingkat pertama, Mochtar Riza divonis 8 tahun penjara dalam kasus Timah. Hakim juga menghukum Mochtar Riza membayar denda Rp 750 juta. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan 6 bulan kurungan.
Vonis dari Pengadilan Tipikor tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Mochtar Riza dengan 12 tahun penjara.
Bos Smelter
Sidang kasus Harvey Moeis (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) sejak 2018, Suparta, divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus korupsi timah. Vonis itu juga lebih tinggi dari sebelumnya.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp 1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar ketua majelis hakim Subachran Hardi Mulyono di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2).
Hakim juga menghukum Suparta untuk membayar uang pengganti Rp 4,57 triliun. Jika tak dibayar, diganti hukuman kurungan 10 tahun.
Dalam pengadilan tingkat pertama, Suparta mulanya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan jaksa menuntut Suparta 14 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT tahun 2017, Reza Andriansyah, divonis 10 tahun penjara. Reza juga dihukum membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Reza Andriansyah dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim Sri Andini.
Reza mulanya divonis 5 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama. Namun vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Halaman 2 dari 3
(dek/isa)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Ahli Nilai Putusan Banding Harvey Moeis dan Helena Lim sebagai Miscarriage of Justice
loading…
Majelis Hakim PT DKI Jakarta dalam putusan bandingnya memperberat hukuman terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim, masing-masing 20 tahun dan 10 tahun penjara. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA – Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menyebut putusan banding terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim yang lebih berat dari vonis sebelumnya sebagai miscarriage of justice atau putusan sesat. Hal ini mengingat sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim.
“Tidak terbukti suap dan tidak terbukti gratifikasi. Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp420 miliar. Ini tidak tepat,” kata Romli, Kamis (13/2/2025).
Menurut Romli, hukuman uang pengganti Rp420 miliar yang dibebankan kepada Harvey Moeis tidak dilengkapi dengan bukti yang sah. Selain itu, dakwaan pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga dinilai tidak terbukti selama persidangan.
“Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi. Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi,” jelas Romli.
Hukuman terhadap Harvey Moeis dinilai tidak proporsional. Hukuman penjara yang awalnya 6,5 tahun naik menjadi 20 tahun, sementara uang pengganti dari Rp210 miliar melonjak menjadi Rp420 miliar. “Ini menunjukkan bahwa Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya,” ujar Romli.
Perancang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini menilai Harvey Moeis bukanlah penyelenggara negara maupun direksi PT Timah. Ia hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.
“Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP), padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual,” tambah Romli.
Sementara itu, Helena Lim yang hanya berperan sebagai pengusaha money changer dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp900 juta.
“Helena dan Harvey Moeis sama sekali tidak memiliki mens rea (niat jahat) untuk menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp317 triliun. Kerugian tersebut hanya berdasarkan perkiraan BPKP yang bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara,” papar Romli.
/data/photo/2024/12/31/6773e9c87bd79.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)