Febri Diansyah Sentil KPK Tak Hati-Hati Susun Dakwaan, Salah Tulis Undang-Undang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto Kristiyanto
,
Febri Diansyah
, menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) tidak menyusun surat
dakwaan
perkara kliennya dengan hati-hati.
Febri mengatakan, dalam dakwaan pertama Hasto yang menguraikan dugaan perbuatan
perintangan penyidikan
, KPK salah menuliskan undang-undang.
Seharusnya, jaksa menulis Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, mereka justru menulis Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Ternyata benar dakwaan tersebut tidak disusun dengan ekstra hati-hati. Salah satu pasal yang paling penting yang didakwakan pada dakwaan ke-1 ternyata salah menggunakan undang-undang,” kata Febri, saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Meskipun kesalahan terletak pada satu huruf, kata Febri, hal itu menjadi sangat berbeda.
Pasal 65 KUHAP, kata dia, mengatur tentang hak terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan.
Di sisi lain, persoalan hak Hasto untuk menghadirkan saksi dan ahli meringankan inilah yang diabaikan KPK ketika melakukan penyidikan.
“Jadi, pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara,” ujar mantan Juru Bicara KPK tersebut.
“Nah, sekarang justru pasal itu yang salah tulis begitu. Nah, itu catatan kami tentu saja yang pertama,” tambah dia.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (
obstruction of justice
) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sementara, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Hasto Kristiyanto
-
/data/photo/2025/03/12/67d176a121496.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Febri Diansyah Sentil KPK Tak Hati-Hati Susun Dakwaan, Salah Tulis Undang-Undang
-

Perintahkan Harun Masiku Rendam Ponsel
PIKIRAN RAKYAT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.
Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.
“Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
“Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.
Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.
Hasto Perintahkan Kusnadi Tenggelamkan Ponsel
Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.
“Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.
Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.
“Bahwa perbuatan Terdakwa Hasto Kristiyanto baik secara langsung atau dengan memberikan perintah kepada orang lain yaitu secara tidak langsung memberikan perintah kepada Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian Tangkap Tangan oleh KPK kepada Wahyu Setiawan dan memberikan perintah secara langsung kepada Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam merupakan perbuatan yang telah dengan sengaja Terdakwa lakukan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidaklangsung Penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku yang mengakibatkan penyidikan terhambat,” ujar jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Hasto disangkakan melanggar pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
“Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata jaksa.
Sebelumnya, KPK resmi menahan Hasto Kristiyanto, pada Kamis 20 Februari 2025. Hasto ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara mantan kader PDIP, Harun Masiku.
“Guna kepentingan penyidikan, terhadap tersangka HK (Hasto Kristiyanto) dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 20 Februari 2025 sampai dengan tanggal 11 Maret 2025 dan penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Kamis, 20 Februari 2025.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Momen Hasto Salaman dengan Jaksa KPK hingga Disambut Elite PDIP
Bisnis.com, JAKARTA — Sidang perdana kasus perintangan penyidikan dan suap yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto telah selesai dilaksanakan.
Pada sidang perdana itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam dakwaan pertama menyebut Hasto melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Dia juga didakwa memberikan suap pada dakwaan kedua.
Usai berjalannya sidang, Hasto tak banyak berkomentar. Pernyataan atau tanggapan di dalam sidang disampaikan oleh tim penasihat hukum yang meliputi Maqdir Ismail, Ronny Talapessy hingga mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Hasto hanya menjawab bahwa dia mengerti dakwaan yang dibacakan kepadanya di ruang sidang.
“Sudah [mengerti], Yang Mulia,” ujarnya kepada Majelis Hakim setelah dakwaan dibacakan.
Kemudian, Hasto pun digiring keluar dari ruang sidang. Sebelum itu, dia turut menyalami tim JPU KPK.
Hasto terlihat tersenyum sambil menjabat tangan satu-satu penuntut umum pada kasus tersebut.
Kemudian, dia langsung disambut oleh beberapa elite PDIP yang terlihat hadir pada sidang tersebut.
Beberapa di antaranya yang terlihat hadir adalah Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat serta Ahmad Basarah. Mereka terlihat memeluk Hasto dan sempat berbincang singkat.
Kemudian, Hasto pun digiring keluar dengan teriakan dukungan dari para simpatisannya yang ikut menghadiri sidang.
“Merdeka! Merdeka!,” kata simpatisan Hasto.
Adapun Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Pada surat dakwaan itu, Hasto didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi.
“Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” tutur JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
“Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa.
Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, pada dakwaan kedua, Hasto turut disebut memberikan suap kepada beberapa pihak untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW 2019-2024.
Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan.
Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.
Hanya Harun yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.
-
/data/photo/2025/03/14/67d3ad3d5ebfd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK “Typo” Tulis KUHP Jadi KUHAP di Dakwaan, Pengacara Hasto Keberatan
KPK “Typo” Tulis KUHP Jadi KUHAP di Dakwaan, Pengacara Hasto Keberatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto Kristiyanto
menyampaikan keberatan karena Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah tulis (typo)
KUHP
menjadi
KUHAP
.
Seperti diketahui, KUHP merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur terkait hukum pemidanaan.
Sementara, KUHAP merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjelaskan tata cara beracara dalam hukum.
Mulanya, setelah selesai membacakan surat dakwaan untuk Hasto,
Jaksa KPK
menyampaikan kepada majelis hakim terdapat kekeliruan.
“Ada renvoi sedikit di dakwaan di halaman 5. Di situ seharusnya tertulis KUHAP, eh di dalam ini (cek) tertulisnya KUHP, tetapi ditulisnya KUHAP, di halaman 5 Yang Mulia,” kata Jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Mendengar ini, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyampaikan keberatan dengan kekeliruan tersebut.
Sebab, surat dakwaan sudah diterima tim kuasa hukum pekan lalu.
“Baru hari ini renvoi, kami sampaikan keberatan Yang Mulia, terima kasih,” ujar Ronny.
Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto kemudian menyatakan pihaknya mencatat keberatan tim kuasa hukum.
Meski demikian, hakim juga mempersilakan untuk perbaikan atau renvoi.
“Keberatan saudara kami catat, nanti kami tuangkan,” kata Hakim Rios.
Kuasa hukum Hasto lainnya, Febri Diansyah, kemudian menjelaskan alasan pihaknya merasa keberatan meskipun KPK hanya keliru satu huruf.
Menurut dia, penyusunan surat dakwaan sangat penting untuk perspektif hak asasi manusia (HAM) Hasto.
Pihaknya perlu menyampaikan bahwa Pasal 65 KUHP dan KUHAP berbeda.
Pada Pasal 65 KUHAP menjelaskan terkait hak terdakwa mengajukan saksi dan ahli meringankan.
“Kenapa ini penting kami sampaikan, Yang Mulia? Karena pasal inilah yang tidak dilaksanakan oleh KPK pada saat proses penyidikan ketika kami mengajukan ahli yang meringankan,” ujar Febri.
“Tapi, justru sekarang Pasal 65 KUHAP ini yang ditulis di dakwaan,” tutur Febri.
Merespons keberatan ini, Hakim Rios menyampaikan bahwa keberatan tim kuasa hukum Hasto bisa menuangkannya dalam nota keberatan atau eksepsi.
“Mengenai keberatan saudara, dapat saudara sampaikan kalau seandainya mengajukan eksepsi,” ujar Hakim Rios.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (
obstruction of justice
) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sementara, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jalani Sidang Perdana, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Mengaku sebagai Tahanan Politik
Jakarta (beritajatim.com) – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). Sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto kembali menyatakan, bahwa kasus yang menjeratkan adalah kriminalisasi dan dirinya merupakan tahanan politik.
“Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik,” sebut Hasto.
Dia mengaku telah membaca surat dakwaan dengan sangat cermat, dan hampir semuanya merupakan produk daur ulang. “Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” kata Hasto.
Hasto menuliskan pernyataannya di atas beberapa kertas dengan tulisan tangan menggunakan tinta berwarna biru.
Berikut adalah pernyataan lengkap Hasto Kristiyanto, yang dituliskannya di dalam selembar kertas dengan bolpoin bertinta biru.
“Akhirnya, momentum yang saya tunggu tiba. Proses persidangan terhadap kasus hukum yang dipaksakan oleh KPK bisa dimulai pada hari ini. Saya percaya terhadap independensi lembaga peradilan ini, sehingga diharapkan dapat menjadi lambang supremasi penegakan hukum yang berkeadilan. Sebab itulah, hakim dalam mengambil keputusan selalu menyatakan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sikap saya tetap tidak berubah. Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik. Saya sudah membaca surat dakwaan dengan sangat cermat, dan hampir semuanya merupakan produk daur ulang. Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Begitu banyak manipulasi terhadap fakta-fakta hukum. Setidaknya ada minimal 20 keterangan yang sengaja dibuat berbeda antara dakwaan, keterangan saksi, dan putusan pengadilan yang sudah inkrah.
Perlu rekan-rekan pers ketahui bahwa proses P21 juga terlalu dipaksakan. Sebagai tersangka, kami telah mengajukan saksi yang meringankan. Namun, saksi yang namanya sudah dikirimkan ke KPK ternyata tidak pernah diperiksa.
Saat P21, saya juga sedang dalam kondisi sakit—radang tenggorokan dan kram perut akibat terlalu semangat berolahraga.
Namun, proses ini tetap dipaksakan, sehingga hak-hak saya sebagai terdakwa sengaja dilanggar. Ini adalah pelanggaran HAM yang sangat serius.
Proses P21 di KPK rata-rata berlangsung 120 hari, tetapi saya justru diproses hanya dalam waktu kurang lebih dua minggu. Mengapa? Karena tujuannya untuk menggugurkan proses praperadilan yang kedua.
Persoalan yang saya hadapi juga tidak menimbulkan kerugian negara. Jadi, tidak ada kerugian negara.
Memproses kembali perkara yang sudah inkrah nyata-nyata menciptakan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan fakta-fakta hukum yang telah diputuskan oleh pengadilan sebelumnya. Inilah muatan kriminalisasi politik.
Saya berjuang demi nilai-nilai demokrasi, menjaga konstitusi, serta melindungi peradaban Indonesia yang seharusnya dibangun di atas supremasi hukum. Betul? (Dijawab teriakan “Betul!” Oleh pengunjung sidang).
Jadi, ini terjadi akibat abuse of power.
Mohon doanya. Saya akan menghadapi semuanya dengan kepala tegak dan senyuman di wajah. Karena proses daur ulang ini sangat kental dengan muatan politik.
Terima kasih. Satyam Eva Jayate. Merdeka!.”
[hen/beq]
-

Dakwaan Jaksa KPK: Hasto Perintahkan Harun Masiku Tenggelamkan Handphone
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Adapun, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini membacakan surat dakwaan terhadap Hasto dalam bentuk kumulatif untuk dakwaan pertama. Jaksa juga membacakan dakwaan kedua, yakni terkait dengan suap terkait kasus Harun Masiku.
Pada surat dakwaan itu, Hasto didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi.
“Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atau menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” tutur JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melalukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
“Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa.
Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan.
Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.
Hanya Harun Masiku yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.
-
/data/photo/2025/03/14/67d3930c71caa.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Arahan Hasto Ke Anak Buah: Harus Bantu Harun Masiku Jadi Anggota DPR
Arahan Hasto Ke Anak Buah: Harus Bantu Harun Masiku Jadi Anggota DPR
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P,
Hasto Kristiyanto
, disebut memerintahkan bawahannya agar membantu
Harun Masiku
menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) 2019-2024.
Arahan Hasto itu diungkap Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat dakwaan yang dibacakan hari ini, Jumat (14/3/2025).
“Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai,” kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat.
Jaksa mengatakan, pada 22 Juni 2019, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P menggelar rapat pleno guna membahas Nazarudin Kiemas, calon anggota legislatif (Caleg) Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) I.
Meski sudah meninggal sebelum pemilu, saudara suami Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, itu tetap memperoleh suara terbanyak.
Nazaruddin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, dan Diah Oktasari 13.310 suara.
Kemudian, Harun Masiku di urutan kelima dengan 5.878 suara, disusul Sri Suharti 5.699 suara, dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Berdasarkan hasil rapat pleno di DPP PDI-P, Hasto memerintahkan Tim Hukum PDI-P, Donny Tri Istiqomah, untuk menjadi pengacara partai dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) terkait materi Pasal 54 Ayat (5) huruf k Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.
Pada satu waktu, Hasto juga memanggil Donny dan Saeful Bahri ke Rumah Aspirasi, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan inilah ia memberikan arahan agar Harun, yang menempati urutan kelima, menggantikan Nazaruddin.
“(Donny dan Saeful diminta) melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang, dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada terdakwa,” ujar jaksa KPK.
Pada Juli 2019, rapat pleno DPP PDI-P secara resmi memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai caleg terbaik Dapil Sumsel I dan menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin.
Hasto pun memerintahkan Donny mengirimkan surat permohonan kepada KPU yang mengabarkan keputusan partai.
Namun, surat balasan dari KPU kemudian tidak sesuai dengan sikap PDI-P.
“Pada pokoknya, KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tutur jaksa KPK.
Pada 31 Agustus 2019, KPU RI menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih Dapil Sumsel I, bukan Harun Masiku.
Operasi untuk memuluskan Harun pun dilanjutkan dengan meminta fatwa dari MA hingga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta.
Di luar itu, pihak-pihak yang membantu mengurus PAW ini juga menerima jatah ratusan juta rupiah, termasuk eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Namun, ketika proses kongkalikong ini berlangsung, Donny, Wahyu, Saeful, dan Tio terciduk operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
Karena perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jalani Sidang Perdana di PN Jakpus, Hasto: Saya Tahanan Politik!
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan siap menjalani sidang perdana kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 dan perintangan penyidikan hari ini, Jumat (14/3/2025). Pada hari ini, jaksa penuntut umum (JPU) akan membacakan dakwaan terhadapnya.
Sebelum duduk di hadapan Majelis Hakim, dengan mengenakan setelan jas hitam dan rompi oranye tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto menyatakan sikapnya tidak berubah atas kasus yang kini menjeratnya sebagai terdakwa.
“Sikap saya tetaplah tidak berubah atas apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luarnya. Jadi saya adalah tahanan poltik,” ujarnya di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Hasto mengaku sudah membaca seluruh dakwaan yang telah disusun tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Dia menyebut dakwaan itu merupakan daur ulang dari kasus sebelumnya yang telah memeroleh kekuatan hukum tetap atau inkracht.
Dia mengeklaim ada setidaknya 20 keterangan yang dibuat berbeda antara surat dakwaan dengan keterangan saksi serta putusan pengadilan kasus sebelumnya.
“Saya akan hadapi semuanya dengan keoala tegak dan mulut tersenyum karena proses daur ulang ini sangat kental dengan muatan politik,” terang Hasto.
Untuk diketahui, KPK resmi menahan Hasto pada 20 Februari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka suap bersama dengan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto pun dijerat dengan pasal tambahan yakni perintangan penyidikan.
Kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu sudah berjalan sejak 2020, di mana KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, serta kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.
Meski demikian, hanya Harun Masiku yang belum diadili karena masih dalam pelarian sebagai buron.
-
/data/photo/2025/03/14/67d38ea08a689.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto: Akhirnya Tiba Sidang Kasus yang Dipaksakan KPK
Hasto: Akhirnya Tiba Sidang Kasus yang Dipaksakan KPK
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto Kristiyanto
menyebut sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap yang menjeratnya merupakan kasus yang dipaksakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan ini Hasto sampaikan saat baru tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
“Akhirnya momentum yang saya tunggu tiba, proses persidangan terhadap kasus hukum yang dipaksakan oleh KPK bisa dimulai pada hari ini,” kata Hasto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Meski demikian, Hasto mengaku yakin dan percaya dengan independensi lembaga peradilan.
Ia berharap, jalannya proses hukum yang adil di pengadilan akan menjadi lambang supremasi hukum.
Lebih lanjut, Hasto menyatakan sikapnya tidak berubah dan tetap melihat perkara hukum yang menjeratnya sebagai kriminalisasi yang diintervensi kepentingan politik.
“Jadi saya adalah tahanan politik,” ujar Hasto.
Sebelumnya, Hasto ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice dan suap pengurusan anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) 2019-2024.
Hasto disebut memerintahkan Harun merendam handphone dalam air dan lari dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Didakwa Rintangi KPK Tangkap Harun Masiku
Jakarta –
KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.
“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Jaksa mengatakan kasus ini bermula setelah Pimpinan KPK saat itu menerbitkan surat perintah penyelidikan pada 26 November 2019 tentang dugaan suap di DPR RI terkait pengurusan pelaksanaan APBN 2020. Saat proses penyelidikan, penyelidik menemukan dugaan suap kepada penyelenggara negara di KPU RI.
Setelah menerima laporan dari penyelidik, Pimpinan KPK saat itu menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan suap di KPU RI pada 20 Desember 2019. Pada 8 Januari 2020, petugas KPK menerima informasi komunikasi antara Wahyu Setiawan yang menjabat sebagai Komisioner KPU dengan Agustiani Tio Fridelina.
Jaksa mengatakan komunikasi itu menyebut ada penerimaan uang terkait rencana penetapan Harun Masiku sebagai Anggota DPR lewat penggantian antarwaktu (PAW). KPK pun melakukan pemantauan aktivitas Wahyu, Harun, Agustiani, Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah.
“Selang beberapa waktu kemudian, petugas KPK berhasil mengamankan Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta,” ujar jaksa.
“Dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui petugas KPK,” ujar jaksa.
Harun Masiku pun mematuhi perintah Hasto. Singkat cerita, Harun Masiku kabur dan tak terjaring OTT KPK pada 8 Januari 2020.
(haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu