Tag: Hasto Kristiyanto

  • Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    loading…

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, adanya operasi lima M dalam penanganan kasus yang dialami stafnya, Kusnadi.

    “Apa yang terjadi dengan saudara Kusnadi ini saya sebut sebagai operasi 5 M yang merupakan singkatan dari (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan menginterogasi),” kata Hasto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Menurut Hasto, hal itu dilakukan agar Tim Penyidik KPK menyita barang milik Kusnadi. Penyitaan tersebut dilakukan saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK saat dirinya masih menjadi saksi.

    Hasto menyebutkan, dirinya yang dipanggil Lembaga Antirasuah malah didiamkan di ruang pemeriksaan. Sementara itu, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti menyita barang milik Kusnadi.

    “Pada saat saya diperiksa KPK pada tanggal 10 Juni 2024, ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang Saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujarnya.

    “Pada saat bersamaan, penyidik KPK Saudara Rossa Purbo Bekti justru melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menyamar, membohongi Kusnadi, mengintimidasi, merampas barang yang dibawa Kusnadi, dan menginterogasi/memeriksa selama hampir tiga jam tanpa adanya surat panggilan,” sambungnya.

    Sekadar informasi, Untuk perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan untuk suap, didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (cip)

  • Pesan Hasto kepada Kader dan Simpatisan PDIP: Tetap Loyal Terhadap Ibu Megawati – Halaman all

    Pesan Hasto kepada Kader dan Simpatisan PDIP: Tetap Loyal Terhadap Ibu Megawati – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto meminta seluruh kader dan simpatisan partai untuk loyal terhadap Megawati Soekarnoputri selama dirinya menjalani proses hukum terkait kasus dugaan suap dan perintangan pergantian antar waktu (PAW) calon anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Hal itu diungkapkan Hasto saat ditemui awak media di sela proses sidang kasusnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (21/3/2025).

    Hasto juga mengaku berterima kasih kepada simpatisan PDIP lantaran telah mendukungnya selama ia menjalani masa hukuman.

    Tak hanya itu ia juga meminta agar para pendukungnya untuk tetap tenang meski saat ini dirinya terjerat kasus pidana.

    “Terus bersemangat berikan dukungan loyalitas tertinggi kepada kepada ketua umum kita, Ibu Megawati Soekarnoputri di dalam mengabdi kepada bangsa dan negara dan menjalankan tugas internasionalnya,” ucap Hasto kepada wartawan.

    Dalam momen itu, Hasto juga menyinggung soal adanya ketidakadilan terkait perkara yang menjeratnya saat ini.

    Atas hal tersebut Hasto pun meminta agar publik tidak mendiamkan dugaan ketidakadilan yang menurutnya tengah ia alami itu.

    “Sekiranya kita mengabaikan berbagai praktik-praktik ketidakadilan, maka kita sama saja dengan membunuh masa depan kita sebagai bangsa. Karena itulah keadilan itu sangat hakiki, melekat sama prinsip yang ketahanan, demokrasi kebangsaan dan juga keadilan sosial itu sendiri,” jelasnya.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Hasto: Pemeriksaan KPK Kedok untuk Rampas Hand Phone Kusnadi

    Hasto: Pemeriksaan KPK Kedok untuk Rampas Hand Phone Kusnadi

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengeklaim pemeriksaannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 10 Juni 2024 lalu hanyalah kedok untuk merampas barang milik stafnya, Kusnadi.

    Hal ini diungkapkan Hasto saat membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang lanjutan kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    “Pada saat saya diperiksa KPK pada 10 Juni 2024, ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok. Tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujar Hasto.

    Hasto juga menyoroti perlakuan penyidik KPK terhadapnya selama pemeriksaan. Menurutnya, ia hanya dibiarkan menunggu di ruang pemeriksaan selama tiga jam.

    Sementara itu, kata Hasto Kristiyanto lagi, penyidik KPK bernama Rossa Purbo Bekti justru menyita barang-barang Kusnadi, termasuk hand phone milik sekretariat partai dan buku catatan rapat yang berisi rahasia partai.

    “Penyidik KPK saudara Rossa Purbo Bekti melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyamar, membohongi Kusnadi, mengintimidasi, serta merampas barang yang dibawa Kusnadi tanpa adanya surat panggilan,” tegas Hasto.

    Ia juga menambahkan barang-barang yang dirampas tersebut kemudian disita sebagai bukti dugaan perintangan penyidikan yang kini menjadi dasar dakwaan terhadap dirinya.

    Dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan obstruction of justice dan suap terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    Untuk dakwaan pertama, Hasto Kristiyanto disebut melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. dakwaan kedua mengacu pada Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Eksepsi Hasto Soroti KPK Periksa 13 Penyelidik dan Penyidik Tanpa Periksa Ahli

    Eksepsi Hasto Soroti KPK Periksa 13 Penyelidik dan Penyidik Tanpa Periksa Ahli

    loading…

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti proses lengkapnya berkas penyidikan atau P-21. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti proses lengkapnya berkas penyidikan atau P-21. Dalam proses tersebut banyak hal yang merugikan dirinya sebagai tersangka.

    Hal itu disampaikan Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) dan perintangan penyidikannya.

    Awalnya, Hasto menyatakan saat proses p-21 dirinya sedang sakit. Namun, penyidik Lembaga Antirasuah tetap memproses hal tersebut.

    “Saat itu saya dalam keadaan sakit. Sejak 2 Maret 2025 sakit radang tenggorokan dan 5 Maret 2025 kram perut, diperiksa dokter KPK serta mendapatkan pengobatan,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    “Pada 6 Maret 2025, saya membuat surat pernyataan tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sakit. Namun hal tersebut tetap dipaksakan,” sambungnya.

    Hasto melanjutkan, KPK juga mengabaikan permohonan pihaknya dalam proses pengumpulan keterangan saksi. Menurut Hasto, penasihat hukumnya telah mengajukan pemeriksaan empat saksi ahli yang meringankan pada 4 Maret 2025, namun tidak dihiraukan.

    “Ketika hal tersebut kami tanyakan kepada penyidik KPK, Saudara Rossa Purbo Bekti menjawab bahwa yang bersangkutan belum menerima disposisi dari pimpinan KPK. Di sinilah mekanisme internal KPK dijadikan sebagai alasan yang merugikan terdakwa karena hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan diabaikan oleh KPK,” tambahnya.

    Sementara itu kata Hasto, terdapat penyelidik dan penyidik KPK yang keterangannya dimasukkan kedalam BAP. “Total terdapat 13 orang penyelidik dan penyidik KPK yang menjadi saksi terhadap perkara saya, bahkan Saudara Rossa Purbo Bekti juga menjadi saksi yang kesemuanya tentu memberatkan saya. Di luar itu terdapat saksi ahli dari KPK sebanyak 4 orang,” ucapnya.

    (cip)

  • Kasusnya Maju Sidang dalam 2 Pekan, Hasto Kristiyanto Klaim Dipaksakan

    Kasusnya Maju Sidang dalam 2 Pekan, Hasto Kristiyanto Klaim Dipaksakan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melimpahkan kasusnya ke persidangan dalam waktu singkat. Pelimpahan ini terjadi hanya dua minggu setelah dirinya ditahan atas dugaan kasus perintangan penyidikan dan suap.

    Hal tersebut disampaikan Hasto saat membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang lanjutan kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (21/3/2025). Dalam pernyataannya, Hasto menyebut langkah ini sebagai hal yang tidak lazim.

    “Baru pertama kali terjadi proses P-21 hanya dalam jangka waktu hampir dua minggu sejak ditahan,” ujar Hasto.

    Hasto Kristiyanto menjelaskan, biasanya KPK memerlukan waktu sekitar 120 hari untuk merampungkan pemberkasan sebelum melimpahkan kasus ke pengadilan. Namun, menurutnya, pelimpahan kasus ini dipaksakan oleh KPK.

    Ia menduga percepatan ini dilakukan untuk menghindari upaya praperadilan jilid II yang ia ajukan. Dengan kasus yang telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, upaya praperadilan tersebut otomatis gugur.

    “Ini adalah pelanggaran terhadap hak terdakwa untuk melakukan gugatan praperadilan. KPK tidak menghormati lembaga peradilan,” ungkap Hasto.

    Dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan obstruction of justice dan suap terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    Untuk dakwaan pertama, Hasto Kristiyanto disebut melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara itu, dakwaan kedua menyebut pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Pemeriksaan Saya Hanya Kedok untuk Rampas Barang Kusnadi

    Pemeriksaan Saya Hanya Kedok untuk Rampas Barang Kusnadi

    loading…

    Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto saat tiba di Ruang Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025). Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan pemeriksaannya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanyalah sebatas kedok untuk menyita barang-barang milik stafnya, Kusnadi. Hal itu ia sampaikan saat membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) dan perintangan penyidikannya.

    Awalnya, Hasto menyatakan KPK banyak mengabaikan penghormatan HAM dalam menangani kasusnya. “Pertama, pada saat saya diperiksa KPK pada tanggal 10 Juni 2024, ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang Saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Hasto menjelaskan, selama pemeriksaan tersebut dirinya dibiarkan menunggu selama kurang lebih tiga jam. Menurutnya, ia hanya diminta untuk melengkapi biodata.

    “Pada saat bersamaan, penyidik KPK Saudara Rossa Purbo Bekti justru melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menyamar, membohongi Kusnadi, mengintimidasi, merampas barang yang dibawa Kusnadi, dan menginterogasi/memeriksa selama hampir tiga jam tanpa adanya surat panggilan,” ujarnya.

    “Apa yang terjadi dengan saudara Kusnadi ini saya sebut sebagai operasi 5 M yang merupakan singkatan dari (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan menginterogasi),” sambungnya.

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan kasus dugaan suap, dia didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (rca)

  • Bacakan Eksepsi, Hasto Ngaku Ada Utusan Pejabat Negara Minta PDIP Tak Pecat Jokowi – Halaman all

    Bacakan Eksepsi, Hasto Ngaku Ada Utusan Pejabat Negara Minta PDIP Tak Pecat Jokowi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat membacakan eksepsi atas dakwaan kasus suap dan perintangan penyidikan terkait penggantian antarwaktu anggota DPR untuk Harun Masiku, Jumat (21/3/2025). 

    Hasto mengaku menerima ancaman akan ditersangkakan jika PDIP memecat Jokowi.

    Ancaman itu, kata Hasto, disampaikan oleh utusan dari pejabat negara. 

    Ia tak merinci siapa sosok yang dimaksud.

    Yang jelas, menurut dia, orang itu datang antara 4 Desember 2024 sampai dengan 15 Desember 2025.

    Hal itu disampaikan Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai.”

    “Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap,” ucap Hasto dalam sidang, Jumat. 

    Setelah mendapat ancaman itu, PDIP mengumumkan pemecatan kader-kadernya termasuk Jokowi. 

    Baru setelah sepekan lebih, dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. 

    “Akhirnya pada tanggal 24 Desember 2024, yakni satu minggu setelah pemecatan para kader Partai pada pagi harinya dibocorkan terlebih dahulu ke media, pada sore menjelang malam, saya ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya. 

    Sejatinya, Hasto mengaku menerima intimidasi sejak Agustus 2023 hingga masa Pemilu 2024.

    “Bahwa sejak Agustus 2023 Saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu Kepala daerah tahun 2024,” kata Hasto.

    Hasto mengklaim puncak intimidasi yang dia terima terjadi saat PDIP memecat Jokowi.

    Menurutnya, keputusan itu membuat kasus Harun Masiku dikaitkan dengan dirinya dan PDIP.

    Ia mengatakan berbagai tekanan juga terjadi pada proses penyelidikan hingga tahap pelimpahan berkas kasus ini. 

    Sebelumnya, soal dugaan adanya sosok utusan ini diungkap Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. 

    Ia mengatakan ada utusan yang datang dan meminta PDIP tak memecat Jokowi dari partai.

    Deddy menyebut, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi, itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Tanggapan Jokowi soal Sosok Utusan 

    Jokowi mengaku tak memiliki kepentingan menyuruh utusan untuk datang ke PDIP dan meminta dirinya tak dipecat. 

    Ia justru meminta lebih baik PDIP mengungkap siapa sosok yang dimaksud. 

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” kata Jokowi di kediaman Sumber, Banjarsari, Jumat (14/3/2025), dikutip dari TribunSolo.com. 

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya,” lanjutnya. 

    Jokowi mengaku selama ini banyak diam ketika difitnah, dijelekkan hingga dimaki. 

    Namun, ia menegaskan bahwa sikap diamnya itu ada batasnya. 

    “Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Di Solo, Jokowi Jawab Klaim PDIP Soal Utusan Agar Tak Dipecat : Saya Difitnah Diam Tapi Ada Batasnya.

    (Tribunnews.com/Milani/Fersianus Waku) (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin) 

  • Hasto Kristiyanto: Kasus Harun Masiku Ibarat Tilang di Jalanan

    Hasto Kristiyanto: Kasus Harun Masiku Ibarat Tilang di Jalanan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan tersangka Harun Masiku sebenarnya sangat sederhana. Dalam pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025), Hasto menganalogikan kasus ini seperti seseorang yang terkena tilang di jalan.

    “Konstruksi kasus Harun Masiku ini sebenarnya sangat sederhana. Meski tidak sepenuhnya tepat, dapat dianalogikan dari seseorang yang terkena tilang di perempatan jalan karena diindikasikan melanggar aturan lalu lintas,” ungkap Hasto.

    Menurutnya, kasus ini bermula dari upaya Harun Masiku mendapatkan hak sebagai anggota DPR pada 2019. Namun, Hasto menuding ada pihak di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari keuntungan pribadi. Mantan anggota KPU Wahyu Setiawan, diketahui telah menjalani proses hukum terkait kasus ini.

    Dalam analoginya, Hasto Kristiyanto menjelaskan situasi yang sering terjadi saat seseorang terkena tilang, yaitu negosiasi dapat terjadi akibat ketimpangan otoritas. “Seseorang bisa ditilang lalu merasa tidak berdaya, dan kemudian bernegosiasi dengan polisi dengan otoritas kekuasaan lebih tinggi sehingga cenderung terjadi kesepakatan di bawah tangan,” ujarnya.

    Hasto menghadapi dakwaan terkait perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap demi meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme PAW.

    Dalam dakwaan pertama, Hasto diduga melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara dakwaan kedua menyebutkan Hasto melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Kasus ini masih terus bergulir, dengan Hasto Kristiyanto meminta agar majelis hakim mempertimbangkan pembatalan dakwaan dan memulihkan nama baiknya.

  • Gelar Aksi di Depan PN Jakpus, Aktivis PDIP Minta Hasto Dibebaskan

    Gelar Aksi di Depan PN Jakpus, Aktivis PDIP Minta Hasto Dibebaskan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ratusan aktivis sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), menggelar aksi menuntut pembebasan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dari dakwaan hukum.

    Aksi massa ini berlangsung di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada sidang kedua kasus Hasto, Jumat (21/3/2025).

    Sekjen PDIP Hasto didakwa dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta dugaan perintangan penyidikan.

    Koordinator aksi yang juga Ketua DPD Repdem DKI Jakarta Jimmy Fajar alias Jimbong menilai, kasus yang menjerat Hasto merupakan bentuk kriminalisasi dan menunjukkan tanda-tanda adanya tekanan politik dalam sistem hukum saat ini.

    “Kasus ini hanyalah kriminalisasi dan upaya daur ulang. KPK telah kehilangan independensinya karena terlihat memaksakan kasus ini,” ujar Jimbong, yang juga dikenal sebagai aktivis 98.

    Sidang tersebut juga dihadiri sejumlah fungsionaris DPP PDIP, antara lain Jarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, dan Yuke, serta mantan wali kota Solo Rudy FX. Ketua Umum Repdem Wanto Sugito yang juga turut hadir dalam persidangan.

    Dalam persidangan, Hasto menyatakan keberatannya terhadap dakwaan yang dijatuhkan kepadanya. Ia menilai ada ketidakjelasan dalam unsur pidana yang dituduhkan serta ketidaktepatan dalam penerapan hukum.

    “Jelas ada keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan yang diajukan Penuntut Umum, baik dari sisi kejelasan unsur pidana maupun penerapan hukum terhadap terdakwa. Sesuai prinsip in dubio pro reo, setiap keraguan yang muncul harus ditafsirkan untuk kepentingan terdakwa,” ujar Sekjen PDIP Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). 

  • Eksepsi Hasto Kristiyanto Sebut Kasus Harun Masiku Tekanan Politik

    Eksepsi Hasto Kristiyanto Sebut Kasus Harun Masiku Tekanan Politik

    Jakarta, Beritasatu.com –  Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP)Hasto Kristiyanto, mengajukan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025). Dalam eksepsinya, Hasto mengeklaim bahwa kasus Harun Masiku kerap digunakan sebagai instrumen tekanan politik terhadap dirinya.

    “Kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya,” ujar Hasto Kristiyanto dalam sidang tersebut.

    Hasto menilai bahwa dinamika politik nasional sering memengaruhi naik turunnya pemberitaan kasus Harun Masiku.

    Menurut Hasto Kristiyanto, pemberitaan mengenai kasus Harun Masiku cenderung meningkat ketika PDIP mengambil sikap politik yang berseberangan. “Kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan,” ungkapnya.

    Hasto juga mengungkapkan bahwa tekanan terhadap dirinya semakin meningkat setelah wawancaranya dengan Connie Rahakundini di Akbar Faizal Uncensored. Dalam wawancara tersebut, ia sempat menyatakan bahwa dirinya bisa diproses hukum jika terus bersikap kritis.

    Hingga akhirnya, ia mendapatkan informasi bahwa dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap terkait upaya memasukkan Harun Masiku ke DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    “Akhirnya, pada 24 Desember 2024, satu minggu setelah pemecatan sejumlah kader partai, saya ditetapkan sebagai tersangka. Informasi ini bahkan bocor ke media sebelum diumumkan secara resmi,” ujarnya.

    Dalam persidangan, Hasto Kristiyanto didakwa dengan dua pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan KUHP, yaitu:
    Dakwaan pertama, Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP (Perintangan penyidikan atau obstruction of justice)
    Dakwaan kedua, Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP (Suap dalam proses PAW DPR).

    Sidang lanjutan akan menentukan apakah eksepsi yang diajukan Hasto Kristiyanto akan diterima atau ditolak oleh majelis hakim. Kasus ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan dinamika politik nasional menjelang Pemilu 2024 dan dugaan intervensi terhadap proses hukum.