Puan Soal Sosok Sekjen PDI-P: Akan Ada Kejutan, Tunggu Saja
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menyatakan akan ada kejutan soal sosok kader yang akan ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) partainya.
Hal itu disampaikan Puan saat ditanya soal siapa yang akan menempati posisi Sekjen, karena kini masih dirangkap jabatan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
“Ya yang pertama pasti akan ada kejutan,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senin (11/8/2025).
Meski begitu, Puan enggan menjelaskan secara pasti siapa yang akan menjadi Sekjen PDI-P dan kapan pengisian jabatan tersebut diumumkan.
“Ya kita tunggu saja kejutannya,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Megawati Soekarnoputri resmi melantik pengurus DPP PDI-P periode 2025–2030 dalam Kongres ke-6 PDI-P di BNDCC, Sabtu (2/8/2025).
Dalam pelantikan itu, Megawati menempatkan 37 nama di berbagai posisi strategis partai. Namun, posisi Sekjen masih belum definitif dan untuk sementara dipegang langsung oleh Megawati.
“Sekretaris Jenderal belum diputuskan oleh Ibu. Jadi Ibu masih merangkap,” kata Ketua Steering Committee Kongres, Komarudin Watubun yang kembali menjadi Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan, dalam konferensi pers usai acara, Sabtu.
“Pasti Ibu punya pertimbangan yang lebih matang untuk kepentingan internal partai ataupun yang lebih besar,” imbuh dia.
Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Ribka Tjiptaning menduga Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri hanya akan merangkap jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) untuk sementara waktu.
Menurut dia, langkah ini diambil salah satunya demi merehabilitasi nama Sekjen Demisioner PDI-P Hasto Kristiyanto, yang baru saja mendapatkan amnesti setelah sempat divonis bersalah dalam kasus suap.
“Ibu kan orangnya ingin merehabilitasi juga kan. Hasto tidak terstigma karena korupsi. Itu penting ya. Ini kan pembelajaran politik juga,” ujar Ribka saat ditemui di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Sabtu (2/8/2025).
Saat ditanya kemungkinan Megawati merangkap jabatan Sekjen selama lima tahun penuh, Ribka pun dengan tegas menampik.
“Enggak lah,” tegas Ribka.
Dia pun mengamini ketika ditanya apakah rangkap jabatan Megawati sebagai Ketua Umum sekaligus Sekjen PDI-P hanya bersifat sementara.
“Iya,” jelas Ribka.
Lebih lanjut, Ribka menepis anggapan bahwa Megawati kesulitan mencari sosok pengganti Hasto untuk ditempatkan di posisi Sekjen PDI-P.
Menurut dia, Megawati justru mempertimbangkan banyak hal, termasuk upaya untuk menjaga marwah politik partai dan memperbaiki citra Hasto di hadapan publik.
“Jangan dong dianggap nanti, kan di luar beda nanti digorengnya, Pak Hasto enggak jadi Sekjen karena persoalan tahanan korupsi. Itu harus clear dulu. Kalau itu sudah, itu Ibu merehabilitasi,” pungkas Ribka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Hasto Kristiyanto
-
/data/photo/2025/07/30/6889a5a21e68a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Puan Soal Sosok Sekjen PDI-P: Akan Ada Kejutan, Tunggu Saja Nasional 11 Agustus 2025
-

Pertemuan Gibran-Dasco, Manuver Amankan Posisi di Tengah Isu Pemakzulan dan Reshuffle
GELORA.CO – Pengamat politik Subairi Muzakki menyampaikan, pertemuan makan siang antara Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, pada Sabtu, 9 Agustus 2025 bukan sekadar silaturahmi biasa.
Menurutnya, pertemuan itu bisa dilihat sebagai sebuah manuver politik yang cerdas dan strategis di tengah dinamika nasional yang semakin kompleks.
“Ini adalah langkah yang bisa dibaca sebagai upaya Gibran untuk mengonsolidasikan dukungan internal koalisi, terutama dari Partai Gerindra, sebagai tulang punggung pemerintahan Prabowo-Gibran, di saat isu pemakzulan terhadap dirinya terus bergulir sejak awal 2025,” kata Direktur Eksekutif Institut Demokrasi Republikan ini, kepada aktual.com, Jakarta, Minggu (10/8).
Subair juga menjelaskan, usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, yang diserahkan ke DPR/MPR RI, meskipun secara konstitusional sulit direalisasikan karena memerlukan dukungan mayoritas parlemen dan proses panjang, tetap menjadi ancaman simbolis yang bisa mengganggu stabilitas eksekutif.
“Dengan bertemu Dasco, yang bukan hanya Wakil Ketua DPR tapi juga tokoh kunci Gerindra, Gibran seolah mengirim sinyal kuat, posisinya aman di bawah payung Prabowo, dan setiap upaya destabilisasi akan dihadapi dengan solidaritas legislatif-eksekutif,” paparnya.
Pertemuan ini, ujarnya, juga bisa dilihat dalam konteks kedekatan baru antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan pemerintahan Prabowo pasca-pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto pada 31 Juli 2025.
“Amnesti ini terhadap Hasto bukan hanya gestur hukum tapi barter politik yang cerdik. Prabowo merangkul oposisi potensial, sementara Megawati mendapatkan ruang untuk mendukung pemerintahan tanpa kehilangan wajah di basisnya,” tutur Subair.
Karena itu, bila melihat dalam perspektif tersebut, menurutnya, pertemuan Gibran-Dasco bisa menjadi ekstensi dari rekonsiliasi antara Prabowo-Jokowi. Gibran ingin memastikan bahwa kedekatan Mega-Prabowo tidak menggerus posisinya, malah justru memperkuatnya dengan menjaga aliansi Gerindra tetap solid terhadap isu-isu sensitif seperti pemakzulan.
“Di balik suasana santai dengan menu mie bakso dan dendeng balado dan tumis daun pepaya, ada dimensi lain yang tak kalah penting, yakni pengamanan jaringan Gibran di tengah hembusan isu reshuffle kabinet,” jelas Subair.
Subair menyampaikan, meskipun Presiden Prabowo menyatakan belum akan melakukan pergantian komposisi Kabinet Merah Putih dalam waktu dekat, rumor perombakan pasca-amnesti Hasto tetap menjadi bayang-bayang.
“Amnesti terhadap Hasto kan membuka pintu bagi kader PDIP untuk masuk cabinet. Jadi, isu pergantian menteri tetap berhembus meski Presiden Prabowo tegaskan belum ada reshuffle,” ucapnya.
Menurut Subari, Gibran, sebagai putra Jokowi, juga memiliki jaringan loyalis di berbagai pos kementerian. Pertemuan dengan Dasco ini bisa dibaca sebagai upaya preemptif untuk ‘mengamankan’ orang-orang Jokowi di kabinet.
“Memastikan bahwa jika reshuffle terjadi, posisi strategis tetap dipegang oleh figur-figur dekat Gibran atau Jokowi, bukan digeser oleh pengaruh baru dari PDIP. Ini adalah politik preventif yang brilian, menggabungkan diplomasi pribadi dengan kalkulasi kekuasaan jangka panjang,” kata Subair.
Terakhir, ucap Subair, pertemuan makan siang antara Gibra dan Dasco juga untuk menunjukkan kepada publik bahwa hubungan antara Jokowi-Prabowo baik-baik saja di tengah isu ijazah palsu Jokowi, usulan pemakzulan, dan pemberian amnesti-abolisi yang seolah-olah bertentangan dengan sikap Jokowi.
“Presiden Prabowo kini mulai membentuk karakter dan visi politiknya sendiri, tidak lagi sebatas presiden bayangan dari ambisi Jokowi. Presiden Prabowo ingin menegaskan saat ini Adalah sebagai subjek politik independent,” pungkas Subair.
-

Jokowi Panik! Ditinggal Kawan Politik, Keluarga Dihantam Masalah, Prabowo dan Megawati Makin Dekat
GELORA.CO – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang telah disetujui oleh DPR RI berujung munculnya spekulasi politik.
Konstelasi politik berubah, hubungan Prabowo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri semakin dekat.
Kedekatan Prabowo dan Megawati ini memunculkan pertanyaan apakah hubungan Prabowo dengan Joko Widodo kini mulai merenggang.
Padahal, selama ini Prabowo dianggap memiliki hubungan baik dengan Jokowi. Menjelang Pilpres 2024, Jokowi menyodorkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden.
Di sisi lain, hubungan Megawati dengan keluarga Jokowi diketahui menegang, yang membuat Prabowo juga disebut menjauh dari Megawati.
Namun, pemberian amnesti kepada Hasto dipandang sebagai sinyal menguatnya kembali kedekatan Prabowo dengan Megawati.
Jokowi Mulai Ditinggal
Jokowi dinilai sudah mulai ditinggalkan kawan. Terlihat dari gelombang masalah yang menimpa keluarganya.
Spekulasi ini membuat Jokowi panik sehingga memunculkan isu bahwa ada agenda besar politik di balik isu ijazah palsu dan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia itu mengatakan bahwa Jokowi mulai ditinggal kawannya satu persatu di tengah gelombang masalah yang datang bertubi-tubi.
Mulai dari kasus tuduhan ijazah palsu, kasus pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, hingga kasus korupsi yang dikait-kaitkan dengan menantunya Bobby Nasution.
Terkait dengan serangan tersebut, Jokowi pun dianggap mulai mengalami kepanikan.
“Adanya kepanikan yang terjadi di keluarga Pak Jokowi. Kepanikan karena serangan politik terhadap diri dan keluarganya seperti gelombang. Belum selesai satu hal, muncul lagi yang lain,” kata Ray.
“Bisa dibayangkan, isu yang menerpa Pak Jokowi dan keluarganya bergulir di antara persoalan hukum dan politik,” ujar Ray.
Kepanikan ini, lanjut Ray, membuat pencapaian Jokowi selama menjabat Presiden selama sepuluh tahun seolah terpinggirkan.
Apalagi kini mulai terlihat Jokowi mulai ditinggalkan kawan politik dan hanya tersisa para relawan yang masih membelanya.
“Makin sedikit kawan atau teman yang berada di belakang atau terjun serta mengawal Pak Jokowi dan keluarganya. Yang terlihat sekarang hanya para relawannya,” tuturnya.***
-

Kebijaksanaan Presiden Merawat Harmoni Kehidupan Berbangsa Bernegara
Jakarta –
Harmoni kehidupan berbangsa-bernegara sekali-kali tidak boleh dipertaruhkan untuk tujuan apa pun, apalagi untuk kepentingan sempit sesaat. Harmoni itu menjadi wujud nyata keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan inti dari stabilitas politik dan ketahanan nasional.
Dengan menggunakan hak prerogatif memberi abolisi dan amnesti kepada 1.116 orang, Presiden Prabowo Subianto mulai memperkokoh harmoni kehidupan berbangsa-bernegara.
Gaduh di ruang publik yang tak berkesudahan menyajikan fakta dan kesan tentang disharmoni kehidupan bersama. Suka tidak suka, harus diakui bahwa bekas luka atau residu Pemilihan Umum 2024 sedikit banyak berkontribusi bagi terbentuknya fakta disharmoni hari-hari ini.
Sudah dimunculkan beberapa ungkapan yang bertujuan memberi gambaran bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dinamika seperti ini tentu saja memprihatinkan.
Menggunakan platform media sosial, sejumlah elemen masyarakat mengemukakan pendapat dan menyuarakan persepsinya tentang berbagai aspek, utamanya beberapa aspek yang berkait maupun berdampak langsung pada kehidupan bersama.
Dari aspek kebijakan publik yang dinilai tidak aspiratif, penegakan hukum yang tebang pilih, rivalitas para politisi dan perilaku elit yang tidak mengindahkan etika dan moral, hingga aspek yang berkait dengan kesejahteraan bersama seperti melemahnya konsumsi rumah tangga dan masalah peningkatan jumlah pengangguran.
Pada beberapa aspek yang menyedot perhatian hampir semua komunitas, pendapat atau persepsi kelompok-kelompok masyarakat sudah barang tentu tidak sama, sehingga yang muncul adalah pro-kontra atau siapa memihak siapa. Masyarakat seperti terkotak-kotak.
Itulah sumber kegaduhan. Semakin bising ketika pejabat publik tidak bijak menanggapi pendapat atau aspirasi masyarakat. Gaduh tak berkesudahan itu menjadi gambaran riel tentang derajat harmoni kehidupan bersama.
Sebab, publikasi pendapat atau persepsi melalui media sosial itu tak jarang sarat dengan umpatan, caci maki, sindiran hingga ragam tuduhan atau sinyalemen yang kebenarannya masih diragukan.
Membangun kembali harmoni kehidupan bersama saat ini tidak semudah membalikan tangan atau cukup dengan sekadar imbauan. Apalagi, sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, residu Pemilu 2024 selalu memunculkan beberapa desakan, termasuk reshuffle kabniet untuk memperkokoh kepemimpinan nasional.
Presiden Prabowo paham akan fakta disharmoni itu dan komprehensif mempelajari akar permasalahannya. Dia pun menyerap semua aspirasi yang mengemuka di ruang publik. Karena harus bijaksana, Presiden tidak ingin tergesa-gesa, kendati sadar bahwa disharmoni ini tidak boleh berlarut-larut.
Presiden mengambil posisi yang bijaksana dengan mengayomi semua elemen masyarakat.
Untuk membangun kembali harmoni kehidupan berbangsa-bernegara itu, langkah awal Presiden Prabowo adalah menggunakan hak prerogatif-nya dengan memberi abolisi dan amnesti kepada 1.116 warga.
Memperkokoh kembali harmoni kehidupan berbangsa-bernegara saat ini memang tidak mudah, tetapi dengan kebijaksanaan amnesti dan abolisi, Presiden Prabowo sudah berupaya dan mulai meletakan dasar untuk rekonsoliasi bagi semua elemen masyarakat.
Patut dipahami bahwa kebijaksanaan itu lahir dari kesadaran mendalam tentang pentingnya stabilitas politik, persatuan nasional, dan rekonsiliasi elite di tengah dinamika perubahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Sejalan dengan itu, keputusan DPR RI yang menyetujui kebijaksanaan Presiden Prabowo Subianto itu patut diapresiasi.
Abolisi dan amnesti yang diberikan Presiden Prabowo mengajarkan kepada semua pihak bahwa kekuasaan digunakan untuk merangkul, bukan mengucilkan untuk menyatukan, bukan memecah belah. Kebijaksanaan Ini lahir dari keberanian moral dan visi kenegaraan yang jauh ke depan.
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong merupakan sinyal keterbukaan terhadap kelompok profesional yang kritis dan yang selama ini berada di luar lingkar kekuasaan. Sedangkan amnesti kepada Hasto Kristiyanto mencerminkan iktikad baik Presiden membuka ruang dialog kepada kekuatan politik utama seperti PDI Perjuangan yang selama ini mengambil posisi sebagai oposisi utama.
Dalam konteks itu, pemberian abolisi dan amnesti jangan dipahami sebagai kompromi politik, melainkan konsolidasi nasional. Presiden memahami bahwa di tengah tantangan global dan domestik, Indonesia membutuhkan persatuan untuk menjaga arah pembangunan menuju 2045.
Sejarah mencatat bahwa politik rekonsiliasi sudah terbukti menjadi kekuatan yang mewujudnyatakan stabilitas dan kebangkitan nasional. Contohnya adalah kebijaksanaan Presiden BJ Habibie pada 1999 yang memberikan amnesti kepada banyak tahanan politik. Kebijaksanaan ini dicatat sebagai awal dari konsolidasi demokrasi pasca reformasi.
Kebijaksanaan Presiden Prabowo pun menjadi penegasan bahwa semangat serupa masih relevan dalam menghadapi era kompetisi geopolitik global dan tantangan internal bangsa. Kebijaksanaan Presiden Prabowo merupakan manifestasi kekuatan moral seorang pemimpin yang memahami bahwa pengampunan adalah bentuk tertinggi dari kekuasaan.
Sebagaimana Abraham Lincoln pernah menolak mendiskriminasi bekas musuhnya dalam Perang Sipil Amerika Serikat, Presiden Prabowo pun kini mengambil posisi sebagai pemersatu bangsa, bukan sebagai penjaga tembok pemisah.
Oleh alasan keberagaman Indonesia, harmoni kehidupan berbangsa-bernegara menjadi sebuah keutamaan yang bersifat final. Perberdaan cara pandang politik adalah keniscayaan, tetapi beda cara pandang itu tidak boleh merusak harmoni berbangsa-bernegara.
Harmoni itu sekali-kali tidak boleh dipertaruhkan untuk tujuan apa pun, apalagi untuk kepentingan sempit sesaat. Harmoni kehidupan berbangsa-bernegara itu menjadi wujud nyata keutuhan NKRI dan inti dari stabilitas politik dan ketahanan nasional.
Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI
(akn/ega)
-

Abolisi Tom Lembong Masih Timbulkan Tanya, Benarkah Hubungan Prabowo dengan Pihak Tertentu Retak?
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan amnesti dan abolisi umumnya diberikan untuk melakukan rekonsiliasi kondisi politik, sedangkan abolisi pada alasan kemanusiaan.
“Amnesti dan abolisi itu bahasa politik, bukan hukum. Penggunaannya di Indonesia dalam perkembangannya digunakan pada kasus politik. Ada motif rekonsiliasi dalam kepentingan nasional,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/8/2025).
Namun pada kasus Tom Lembong, Zainal tidak melihat ada kondisi yang mengharuskan proses rekonsiliasi itu dilakukan. Abolisi seharusnya tidak perlu diberikan jika proses hukum sudah berjalan sesuai dengan kaidah hukum nasional.
Alasan pemberian abolisi pada kasus Tom Lembong masih menimbulkan pertanyaan besar.
“Ini jelas masalah politik, tapi masalahnya apa yang mau direkonsiliasi? Mungkin Presiden punya keretakan hubungan dengan pihak tertentu, tapi salah kalau itu diukur dengan skala nasional,” tegasnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar
Ia khawatir jika ini terus terjadi, akan ada banyak kebijakan yang dilandaskan pada motif politik dibandingkan kepentingan publik.
“Harus ada parameter hukum yang jelas dalam pemberian amnesti dan abolisi. Apakah ada kepentingan nasional atau motif politik di balik kasus tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, perlu ada limitasi kasus tertentu yang bisa diberikan amnesti dan abolisi. Terlebih dalam kasus tindak pidana korupsi tidak seharusnya unsur politik bermain di dalamnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto merupakan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi, bukan suatu kebijakan istimewa. Menurutnya, hal itu sudah lazim dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya dan merupakan bagian dari pertimbangan yang lebih luas demi kepentingan negara.
-
/data/photo/2025/08/02/688d702a1615a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan Nasional 9 Agustus 2025
Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Hukum dan HAM periode 2004-2007, Hamid Awaluddin, menilai pemberian pengampunan alias amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang diadili karena kasus korupsi, sah secara konstitusional.
Menurutnya, seorang presiden memiliki privilege untuk memberikan amnesti kepada siapa pun dengan persetujuan DPR RI sesuai peraturan perundang-undangan, tanpa membedakan jenis perbuatan.
Hal ini dikatakannya menanggapi kritik sejumlah pihak yang menyatakan pemberian amnesti kepada Hasto dapat melemahkan konsistensi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia.
“Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pemberian amnesti dan abolisi (untuk kasus korupsi),” kata Hamid dalam siniar Gaspol Kompas.com, dikutip Sabtu (9/8/2025).
“Ingat ya, ketika kita bicara tentang privilege presiden di sini, kan dia tidak membedakan jenis perbuatan, kan. Dalam konstitusi, tidak ada pembedaan itu. Bahwa si A diberi amnesti kalau dia hanya tindak pidana tertentu. Tidak ada,” imbuh dia.
Hamid mengatakan, praktik ini seolah terlihat berbeda lantaran tidak lazim dipraktekkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.
Dia bilang, presiden sebelum Prabowo biasanya hanya memberikan amnesti kepada kasus makar hingga kasus pencemaran nama baik.
Presiden ke-1, Soekarno, misalnya, memberikan pengampunan kepada DI/TII; Presiden ke-2, Soeharto, memberikan amnesti umum dan abolisi kepada anggota Fretilin Timor Timur; begitu pula Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, yang memberikan amnesti dan abolisi kepada seluruh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Praktik selama ini yang diberi amnesti itu berkaitan dengan kelompok dia saja. Meskipun ada kasus-kasus tertentu individu, ya. Kedua, berkaitan dengan politik. Selama ini praktiknya begitu,” ucap Hamid.
Lebih lanjut, Hamid beranggapan Prabowo sudah memiliki pertimbangan matang sebelum memberi kebijakan tersebut, termasuk parameter-parameter yang digunakan.
Namun, ia berpandangan pemerintah tetap harus menjelaskan kepada publik alasan pemberian amnesti.
Terlebih, seturut pernyataan pemerintah, pemberian ini ditujukan untuk kepentingan umum.
“Yang pasti dia (Prabowo) punya (pertimbangan). Nah, inilah yang saya bayangkan, pemerintah menjelaskan kepada publik. Ya, (karena alasannya untuk) kepentingan umum,” tandas Hamid.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto.
DPR RI kemudian menyetujui usulan Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti kepada Hasto bersama 1.116 terpidana lainnya pada 31 Juli 2025.
Amnesti berarti hukuman yang dijatuhkan kepada Hasto, yakni 3,5 tahun penjara atas kasus suap dan perintangan penyidikan, dihapuskan sepenuhnya secara hukum.
Statusnya sebagai terpidana secara resmi dinyatakan tidak pernah ada.
Secara bersamaan, DPR dan Presiden Prabowo juga menyetujui abolisi bagi Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
Abolisi berarti seluruh proses hukum terhadapnya dihentikan, bukan hanya pelaksanaan hukuman, tetapi juga putusan maupun penuntutan.
Status hukum terhadapnya dihapuskan sepenuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Megawati Minta Banyak Jatah Menteri ke Jokowi dalam Memori Hari Ini, 8 Agustus 2019
JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 8 Agustus 2019, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri minta banyak jatah menteri ke Jokowi. Keinginan itu dianggap Megawati sebagai bentuk kewajaran karena PDIP partai pemenang Pemilu 2019.
Sebelumnya, PDIP kembali mencalonkan Jokowi sebagai capres dalam Pilpres 2019. Partai berlambang banteng dengan moncong putih itu yakin Jokowi bakal menang kembali. Mesin partai pun bergerak memenangkan Jokowi.
Eksistensi Jokowi sebagai kader PDIP tak diragukan. Jokowi tercatat kerap jadi andalan PDIP dalam segala macam kontestasi politik. Kolaborasi Jokowi dan PDIP membawa hasil gemilang. Jokowi pernah menjabat sebagai Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, bahkan Presiden Indonesia.
Semuanya atas dukungan dari Megawati Soekarnoputri. Mantan Presiden Indonesia itu menganggap Jokowi adalah petugas partai terbaik. Jokowi dianggapnya memutus mata rantai posisi PDIP sebagai oposisi pemerintah dari era 2004-2014.
Kepemimpinan Jokowi pun mengundang pujian. Pemerintahan Jokowi periode pertama 2014-2019 dipandang positif. Kondisi itu membuat Jokowi kembali dijagokan jadi capres dalam Pilpres 2019. Megawati yakin Jokowi bisa kembali menang. Apalagi, lawan Jokowi adalah Prabowo Subianto.
Sosok yang notabene pernah dikalahkan Jokowi pada Pilpres terdahulu. PDIP kemudian memasangkan Jokowi dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma’ruf Amin. Partai Gerindra pun tak mau kalah memasangkan Prabowo Subianto dengan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno.
Hasilnya seperti yang diprediksi PDIP. Jokowi keluar sebagai Presiden Indonesia terpilih. Kondisi itu membuatnya PDIP bersuka cita.
“Pemilu hanyalah proses mencari pemimpin. Jokowi dan KH Ma’ruf Amin adalah Presiden dan Wapres kita semua. Pemimpin seluruh rakyat Indonesia. Kami mensyukuri kemenangan ini. Inilah kemenangan rakyat. Namun perlu diingat, pemilu hanyalah alat mencari pemimpin. Jokowi dan KH Ma’ruf Amin adalah Presiden dan Wapres kita semua.”
“Pemimpin seluruh rakyat Indonesia. Megawati berharap kepada Jokowi, agar pemerintahan periode kedua ini, sepenuhnya diabdikan bagi kepentingan bangsa dan negara, serta memberikan perhatian besar bagi pembangunan manusia Indonesia,” ungkap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sebagaimana dikutip laman ANTARA, 21 Mei 2019.
Megawati Soekarnoputri yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia era 2001-2004. (ANTARA)
Megawati pun menyambut kemenangan Jokowi dengan suka cita. Megawati blak-blakan meminta banyak jatah menteri untuk kader PDIP ke Jokowi pada 8 Agustus 2019. Permintaan Megawati dianggap sebagai bentuk kewajaran.
PDIP adalah partai pemenang Pemilu 2019 dan Jokowi adalah kader PDIP. Jokowi harus memberikan ruang bagi kader PDIP memimpin kementerian. Megawati pun takkan memberikan ruang negosiasi ketika Jokowi hanya memberikan sedikit kursi menteri.
“Kalau nanti Pak Jokowi mesti ada (menteri dari PDIP), mesti banyak. Orang kita pemenang dua kali. Saksikan ya. Nanti saya kasih cuma empat ya? eeeeeh emoooh. Tidak mau. Tidak mau. Tidak mau. Iya dong. Orang nggak dapat saja minta. Hore!” ujar Megawati dalam pembukaan Kongres V PDIP di Sanur, Bali sebagaimana dikutip laman CNBC, 8 Agustus 2019.
-

Bocor Daftar 210 Nama Korban Politik Jokowi, Bakal Dapat Amnesti Massal Jelang 17 Agustus
GELORA.CO – Aktivis Syahganda Nainggolan mengungkapkan fakta mengejutkan yang menguatkan dugaan adanya skenario besar di balik gelombang pengampunan politik.
Dalam perbincangan di kanal YouTube milik Bambang Widjojanto, Syahganda menyebut bahwa amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi bagi Tom Lembong hanyalah babak pembuka dari “opera politik” yang lebih besar.
Ia bahkan mengklaim diminta langsung oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, untuk menyusun daftar sakti tahap kedua yang berisi 210 nama tokoh yang dianggap sebagai korban politik era Jokowi.
Daftar ini, menurutnya, disiapkan untuk menerima pengampunan massal, menyambut momentum simbolik 17 Agustus.
Syahganda menegaskan, apa yang tengah berlangsung bukan sekadar rekonsiliasi spontan, melainkan bagian dari strategi politik yang terencana, rapi, dan penuh kalkulasi.
Daftar 210 Nama dan Panen Politik 17 Agustus
Sebuah strategi domino yang begitu rapi dan berlapis tentu memiliki arsitek.
Daftar ‘sakti’ berisi 210 nama yang disusun Syahganda dan disetor kepada Dasco bukan sekadar deretan individu, melainkan semacam katalog politik selama satu dekade terakhir.
Nama-nama besar seperti Jumhur Hidayat yang masih menggugat keadilan di Mahkamah Agung hingga Eggi Sudjana yang terus dibayangi kasus makar menjadi wajah-wajah familiar dalam daftar tersebut.
Syahganda menyebut, daftar ini adalah kelanjutan dari “amnesti jilid dua” pasca pengampunan Hasto dan Tom Lembong, dengan target momen simbolik: 17 Agustus.
Daftar itu juga memuat klaster Habib Rizieq Shihab, termasuk peristiwa berdarah KM50 yang menewaskan enam laskar FPI.
Syahganda bahkan tak segan menyebutnya sebagai paket narasi persatuan nasional, yang dibungkus rapi dalam bingkai rekonsiliasi era baru.
Pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong.
Ini bukanlah pengampunan biasa.
Dengan membebaskan dua elite dari kubu lawan dalam kasus korupsi, Prabowo sedang membangun narasi politik baru.
Langkah ini, yang disetujui DPR pada 31 Juli 2025, kini dilihat bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai investasi politik.
Pada akhirnya, apa yang kita saksikan bukanlah sebuah rekonsiliasi yang lahir dari ketulusan.
Ini adalah sebuah mahakarya transaksi politik, di mana kebebasan tokoh lawan dibarter dengan kebebasan kawan, dan prinsip hukum ditukar dengan perdamaian pragmatis.
Ini juga menjadi pertaruhan politik dalam sejarah modern Indonesia.
Menurut Anda, apakah ini manuver politik yang jenius, atau sebuah pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan pemberantasan korupsi?
Suarakan pendapat tajam Anda di kolom komentar!
-

MAKI Ngaku Dapat Info Harun Masiku Sempat di NTT, Minta KPK Segera Tangkap
Jakarta –
Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) mengaku mendapat informasi soal keberadaan buron kasus suap proses pergantian antar waktu Anggota DPR, Harun Masiku. MAKI meminta KPK segera menangkap Harun Masiku.
“Pernah dapat info keberadaan di Kabupaten Flores Timur NTT pada akhir April 2025. Itu saya informasikan kepada KPK. Kalau itu yang dicari sudah bulan April masa mau dicari sekarang, ya bisa jadi sudah pergi lagi. Saya dapat informasi tentang dugaan itu dan saya sampaikan ke KPK,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Jumat (8/8/2025).
Dia juga menyoroti KPK yang mengumbar ada informasi soal keberadaan Harun Masiku. Dia meminta KPK langsung menangkap Harun Masiku jika telah mengetahui keberadaan eks caleg PDIP itu.
“Saya melihat pernyataan KPK mengetahui atau ada informasi keberadaan Harun Masiku ini sebatas retorika yang dinarasikan atau narasi yang diretorikakan alias sekadar untuk menyatakan pada publik sudah bekerja mencari keberadaan Harun Masiku,” kata Boyamin.
Dia menduga pencarian itu tak akan mempunyai hasil apapun. Dia menduga KPK tak mau menangkap Harun Masiku.
Sebelumnya, KPK menyampaikan perkembangan pencarian Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020. KPK mengaku mendapat informasi Harun berada di suatu tempat dan komisi antirasuah itu telah menerjunkan tim.
“Harun Masiku, juga penyidik dalam minggu-minggu ini sudah kembali ya dari luar kota untuk mencari,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu di KPK, Jakarta, Rabu (6/8).
Asep menjelaskan KPK mendapat informasi keberadaan Harun di suatu tempat. Namun rinciannya belum bisa disampaikan.
“Karena ada informasi di suatu tempat, sudah kita konfirmasi, sedang kita cari,” ujarnya.
Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2020. Dia diduga memberi suap kepada Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat Komisioner KPU RI. Suap Rp 600 juta itu diduga diberikan untuk memuluskan Harun Masiku menjadi Anggota DPR RI lewat PAW.
Selain Harun dan Wahyu, KPK juga menetapkan Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri sebagai tersangka pada tahun 2020. Wahyu, Agustiani dan Saeful telah diadili dan sudah bebas dari penjara.
KPK juga menetapkan eks Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama pengacara Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru kasus ini. Hasto telah diadili dan divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap tersebut. Dia kini telah bebas usai mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Sementara, Donny belum diadili.
(dek/haf)
