KPK Sebut Perantara Suap Harun Masiku Ubah Keterangan Uang Rp 400 Juta Jadi bukan dari Hasto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) menyebut, sejumlah tersangka yang terlibat dalam kasus suap eks Kader PDI-P Harun Masiku berdiskusi guna mengubah keterangan kepada penyidik bahwa uang Rp 400 juta bukan bersumber dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Hasto Kristiyanto
.
Informasi ini diungkapkan anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala saat membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan
Hasto
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Kamis (6/2/2025).
Kharisma mengatakan, diskusi itu dilakukan eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di lantai dua Gedung Merah Putih KPK setelah mereka terciduk operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Ketiganya merupakan perantara suap Harun Masiku kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
“Merencanakan mengubah keterangan yang sebelumnya menjelaskan secara detail terkait dengan peran Pemohon dan asal uang Rp 400 juta yang asalnya dari Pemohon (Hasto) kemudian diubah,” kata Kharisma di ruang sidang, Kamis.
Menurut Kharisma, perbincangan ketiga orang yang saat ini berstatus terpidana itu diketahui oleh Wahyu Setiawan.
Wahyu merupakan pihak yang menerima suap dari Harun Masiku terkait pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Hal ini diketahui oleh Wahyu Setiawan yang pada saat itu juga mendengarkan diskusi,” ujar Kharisma.
Keterangan ini juga disampaikan Wahyu ketika kembali diperiksa KPK pada 29 Juli 2024 saat sudah keluar dari tahanan dengan program Pembebasan Bersyarat.
Kepada penyidik, Wahyu yang diperiksa sebagai saksi menjelaskan diskusi antara Saeful dan Donny di Gedung KPK untuk mengamankan Hasto.
Percakapan itu Wahyu dengarkan karena dia menghisap rokok bersama dua kader PDI-P tersebut.
“Obrolan yang saya dengar dan saya ketahui pada saat itu adalah bahwa awalnya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah memberikan keterangan pada saat penyelidikan KPK jika ada uang yang berasal dari Hasto Kristiyanto,” kata Kharisma membacakan BAP Wahyu.
“Tetapi, kemudian mereka ubah keterangan tersebut bahwa uang suap diubah bukan dari Hasto Kristiyanto,” ujarnya lagi.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah kliennya mengeluarkan dana untuk membantu Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan.
Ronny menyebut, berdasarkan putusan pengadilan Wahyu Setiawan, disebutkan uang suap bersumber dari Harun Masiku, bukan Hasto.
“Di sini (putusan sidang Wahyu) menjelaskan bahwa poin 5 menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku yang diterima oleh Saeful Bahri secara bertahap, yakni pada tanggal 16 Desember 2019 sebesar Rp 400 juta,” kata Ronny.
Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Hasto Kristiyanto
-
/data/photo/2025/02/06/67a44edb98abb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Sebut Perantara Suap Harun Masiku Ubah Keterangan Uang Rp 400 Juta Jadi bukan dari Hasto Nasional 6 Februari 2025
-

KPK Sebut Firli Bahuri Cs Enggan Jadikan Hasto Kristiyanto sebagai Tersangka
Jakarta, Beritasatu.com – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2024 disebut enggan meningkatkan status Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka ketika digelar ekspose atau gelar perkara awal 2020 silam. Saat itu pimpinan KPK diketuai oleh Firli Bahuri cs.
Elite PDIP itu baru ditetapkan sebagai tersangka pada pengujung 2024 ketika sudah menjabat pimpinan KPK baru periode 2024-2029. Hal itu diungkapkan Tim Biro Hukum KPK saat menanggapi permohonan praperadilan Hasto Kristiyanto dalam sidang lanjutan di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025).
Pimpinan KPK ketika itu justru mengganti satgas penyidikan. Ujungnya, hanya disepakati penetapan empat orang menjadi tersangka, tetapi Hasto tak termasuk. Empat orang tersebut yakni mantan anggota KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
“Dalam hal ini Harun Masiku masih belum bisa diamankan karena melarikan diri,” paparnya dalam sidang praperadilan Hasto Kristiyanto.
KPK telah menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto (HK) dan tangan kanannya, Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan perkara tersebut oleh KPK yang turut menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku (HM).
-

Pengacara bantah Hasto perintahkan Harun Masiku rendam ponsel
Jakarta (ANTARA) – Tim pengacara Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah kliennya memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon seluler saat ada operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tidak betul bahwa Mas Hasto yang menyuruh untuk merendam ponsel,” kata kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy kepada wartawan usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Ronny mengatakan hal itu terkait pernyataan KPK yang menyebutkan Hasto Kristiyanto meminta Harun Masiku untuk merendam telepon seluler (ponsel) saat ada OTT KPK.
Dalam putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang diterimanya, ada dua orang yang memerintahkan Harun untuk merendam ponsel miliknya.
“Akhirnya di dalam putusan disampaikan bahwa saksi disuruh oleh dua orang tersebut agar menyampaikan Pak Harun untuk merendam HP miliknya. Ini sudah ada di dalam putusan,” ujarnya.
Selain itu, Ronny juga menyebutkan sejumlah contoh dari 41 bukti yang dibawa oleh tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
“Kami tadi sampaikan bukti terkait dengan identitas, kemudian SK DPP partai. Kemudian surat yang disampaikan untuk mengajukan fatwa. Itu semuanya kita sampaikan, tugas-tugas beliau (Hasto),” katanya.
Pada Kamis ini, termohon, yakni KPK membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2) akan dihadirkan saksi ahli dari pihak Hasto.
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.
HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025 -

Hasto minta Harun Masiku rendam ponsel saat ada OTT KPK
Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meminta Harun Masiku untuk merendam telepon seluler saat ada operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pada 8 Januari 2020 saat OTT KPK, pemohon memerintahkan Hasan, penjaga rumah Sultan Syahrir Nomor 12A yang biasa digunakan sebagai kantor para pemohon, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam alat komunikasi dalam air,” kata anggota tim Hukum KPK Kharisma Puspita Mandala pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Tim hukum KPK menyatakan alasan merendam telepon seluler (ponsel) supaya tidak ditemukan oleh saksi termohon (KPK) yang saat itu sedang melancarkan tugas operasi tangkap tangan.
Kemudian, setelah itu, Harun Masiku dinyatakan menghilang hingga akhirnya ditetapkan KPK sebagai daftar pencarian orang (DPO).
“Bahwa kemudian setelah perintah pemohon tersebut, Harun Masiku menghilang dan tidak diberikan termohon hingga saat ini,” ungkapnya.
Selain itu, Tim Biro Hukum KPK mengungkapkan bahwa petugasnya malah dituduh memakai narkoba saat proses pengejaran buronan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 8 Januari 2020.
Pada Kamis ini, termohon, yakni KPK membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2) akan dihadirkan saksi ahli dari pihak Hasto.
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025 -

Petugas KPK malah dituduh pakai narkoba saat kejar Harun Masiku
Jakarta (ANTARA) – Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa petugasnya malah dituduh memakai narkoba saat proses pengejaran terhadap buronan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 8 Januari 2020.
“Petugas termohon (KPK) malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Tim Hukum KPK Iskandar Marwanto pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Iskandar mengatakan, saat itu tim penindakan lembaga antirasuah itu diintimidasi oleh lima orang. Salah satunya AKBP Hendy Kurniawan.
Diduga kelima orang itu merupakan suruhan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Hingga akhirnya, alat komunikasi petugas KPK diambil paksa. Kemudian petugas KPK dituduh mengonsumsi narkoba yang kemudian dites urine dan dimintai keterangan sampai pagi hari.
“Kemudian diminta keterangan sampai pagi jam 04.55 WIB. Bahkan petugas termohon dicari-cari kesalahan dengan cara dites urine narkoba, namun hasilnya negatif,” ujarnya.
Kejadian baru dihentikan setelah Setyo Budiyanto yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK turun tangan.
Pada Kamis ini, termohon, yakni KPK membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2) akan dihadirkan saksi ahli dari pihak Hasto.
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.
HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025 -

KPK sadap 12 nomor ponsel sebelum tetapkan Hasto sebagai tersangka
12 nomor telepon seluler yang diduga terlibat dalam perkara a quo
Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyadap 12 nomor telepon seluler sebelum menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dan hasil penyadapan itu menjadi bukti elektronik di persidangan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu.
“Petunjuk berupa bukti elektronik yang terlahir hasil penyadapan terhadap 12 nomor telepon seluler yang diduga terlibat dalam perkara a quo,” kata Tim Hukum KPK Iskandar Marwanto pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.
Tim KPK menyatakan telah mengantongi banyak bukti dan keterangan saksi untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Selain nomor telepon seluler (ponsel), KPK juga telah mengumpulkan surat atau dokumen yang berjumlah lebih dari 12 dokumen dan sejumlah uang serta keterangan dari 8 orang yang dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan.
Karena itu, KPK membantah menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto secara sewenang-wenang lantaran status hukum itu diberikan atas kecukupan bukti.
“Bahwa dalam gelar perkara atau ekspose tersebut penyelidik termohon (KPK) dalam penyampaian laporan sudah langsung memaparkan perolehan alat bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Pada Kamis ini, termohon, yakni KPK membacakan jawaban dan Hasto sebagai pemohon mengajukan bukti tertulis. Selanjutnya, pada Jumat (7/2) akan dihadirkan saksi ahli dari pihak Hasto.
Lalu, Senin (10/2) giliran KPK menyampaikan bukti tertulis. Pada Selasa (11/2), KPK menghadirkan saksi ahli dalam sidang. Lalu, Rabu (12/2) Hasto dan KPK menyampaikan kesimpulan masing-masing.
Putusan gugatan praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto melawan KPK di PN Jakarta Selatan berlangsung pada Kamis (13/2).
Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.
HK juga diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025 -

Sidang Praperadilan Hasto, KPK Duga Harun Masiku Orang ‘Berpengaruh’ di MA
Bisnis.com, JAKARTA — Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa buron kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku merupakan orang dekat dari Ketua Mahkamah Agung (MA) 2012-2022 Hatta Ali.
Hal itu diungkap oleh KPK pada sidang lanjutan praperadilan dengan pemohon Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, yang ditetapkan sebagai tersangka pada pengembangan kasus tersebut, Kamis (6/2/2025).
Awalnya, anggota Biro Hukum yang mewakili KPK di sidang tersebut sebagai Termohon mengungkap bahwa Harun Masiku adalah orang asli Toraja. Padahal, dia didorong oleh PDIP menjadi anggota DPR pergantian antarwaktu atau PAW pada periode sebelumnya menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I.
Pihak komisi antirasuah itu pun mengungkap bahwa Harun bukan kader asli PDIP lantaran baru bergabung pada 2018. Dia juga disebut memiliki kedekatan dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali.
“Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali. Dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung,” demikian bunyi jawaban Termohon KPK terhadap petitum yang diajukan Hasto, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kemudian, KPK menerangkan bahwa Harun akhirnya ditempatkan oleh PDIP di Dapil Sumatera Selatan I pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2019. Alasannya karena daerah tersebut menjadi basis massa pemilih PDIP.
Hal tersebut, kata KPK, memungkinkan Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil tersebut. Penempatan Harun pun dilakukan oleh Hasto selaku Sekjen.
“Hasto Kristiyanto tidak menempatkan Harun Masiku pada wilayah Toraja atau wilayah Sulawesi Selatan yang merupakan daerah asli Harun Masiku,” bunyi jawaban yang dibacakan oleh Biro Hukum KPK.
Hasto Minta Batalkan Status Tersangka
Adapun, sidang praperadilan perdana yang diajukan Hasto digelar kemarin, Rabu (5/2/2025). Pada sidang tersebut, Sekjen PDIP itu meminta agar Hakim menyatakan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang.
“Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal,” ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan.
Selain itu, kubu Hasto memohon kepada Hakim agar menyatakan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada tanggal 23 Desember 2024 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga dinyatakan batal.
Hakim juga diminta untuk memerintahkan KPK menghentikan penyidikan atas dua sprindik tersebut, sekaligus mencabut larangan bepergian ke luar negeri kepada Hasto.
“Dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3×24 jam sejak putusan ini dibacakan,” papar Maqdir.
Tidak hanya itu, Hakim diminta menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK berkaitan dengan penetapan Hasto sebagai tersangka. Sementara itu, barang-barang milik Hasto yang sebelumnya disita oleh penyidik KPK juga diminta untuk dikembalikan.
Misalnya, dua handphone milik Hasto; satu handphone milik staf Hasto, Kusnadi; tiga buku catatan di antaranya milik Hasto dan bertuliskan ‘PDI Perjuangan’; satu lembar kwitansi DPP PDIP Rp200 juta untuk pembayaran operasional Suryo AB; satu buku tabungan BRI Simpedes milik Kusnadi; satu kartu eksekutif Menteng Apartemen; satu dompet serta satu voice recorder.
“Memulihkan segala hak hukum Pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon,” terang Maqdir.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus politisi PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru pada pengembangan kasus suap yang menjerat Harun Masiku.
Selain itu, lembaga antirasuah turut menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.
-

KPK di Praperadilan: Hasto Siap Talangi Harun Masiku untuk Suap KPU
Jakarta –
Tim Biro Hukum KPK mengungkap peran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku (HM). KPK menyebut Hasto siap menalangi suap tersebut agar urusan PAW Harun cepat selesai.
Hal itu disampaikan tim biro hukum KPK saat membacakan tanggapan atas petitum praperadilan Hasto Kristiyanto di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025). Mulanya, KPK mengatakan Saeful Bahri melakukan lobi ke KPU untuk mengurus PAW Harun.
“Bahwa setelah menyerahkan surat tersebut ke KPU, Saeful Bahri melobi-lobi KPU dan Donny Tri Istiqomah mengurusi surat-surat dan kajian hukumnya. Bahwa sekitar awal September 2018, Saeful Bahri meminta Agustiani Tio Fridelina selaku Kader di DPP PDIP dan mantan Bawaslu RI tahun 2005-2010 untuk membantu mengurus masalah tersebut ke KPU. Kemudian, Saeful Bahri menyampaikan surat keputusan MA melalui WA kepada Agustiani Tio Fridelina,” kata tim biro hukum KPK.
Singkat cerita, lobi-lobi itu berhasil. Tim hukum KPK mengatakan Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU saat itu meminta fee Rp 1 miliar. Namun, Saeful Bahri dan Agustiani Tio melakukan penawaran hingga disepakati fee untuk operasional sebesar Rp 900 juta.
“Bahwa beberapa waktu kemudian pada bulan Desember 2019, Saeful Bahri mendapatkan informasi dari Agustiani Tio Fridelina bahwa dana yang diminta Wahyu Setiawan sebesar Rp 1 miliar. Atas permintaan tersebut Saeful Bahri meminta Agustiani Tio Fridelina untuk menawar dan akhirnya disepakati bahwa biaya operasional bahwa sebesar Rp 900 juta,” ujarnya.
Setelah itu, Saeful lalu menemui Harun yang kemudian menyanggupi biaya operasional Rp 1,5 miliar. Dia menyebut Hasto mempersilakan pemberian fee itu untuk pengurusan PAW.
“Bahwa selanjutnya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan tersebut dan disanggupi oleh Harun Masiku. Pada permintaan itu Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000. Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” ujarnya.
Hasto Sanggup Talangi Fee untuk Wahyu
Dia mengatakan Saeful melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun ke Hasto. Dia mengatakan Hasto menyanggupi untuk menalangi urusan suap PAW Harun agar prosesnya cepat selesai.
“Bahwa sekitar tanggal 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan kepada Hasto Kristiyanto terkait dengan kelanjutan perkembangan urusan Harun Masiku. Pada saat itu, Hasto mengatakan ‘ya silakan saja bila perlu, saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” kata tim biro hukum KPK.
“Kemudian siang harinya Saeful Bahri menemui Harun Masiku di kantor DPP PDIP dan menjelaskan bahwa perkembangan keputusan itu sudah disampaikan kepada Hasto Kristiyanto,” tambahnya.
Setelah Hasto menyetujuinya, tim hukum KPK mengatakan staf Hasto bernama Kusnadi bergerak. Kusnadi, katanya menitipkan uang Rp 400 juta untuk mengurus PAW Harun Masiku.
“Bahwa pada tanggal 16 Desember 2019 sekitar pukul 16.00 WIB, Kusnadi selaku staf Sekjen DPP PDIP menghadap Donny Tri Istiqomah di ruang rapat DPP PDIP di Jalan Diponegoro Jakpus Saat itu, Kusnadi menitipkan uang yang dibungkus amplop warna cokelat yang dimasukkan di dalam tas ransel berwarna hitam dan mengatakan, ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan uang operasional Rp 400 juta ke Pak Saeful yang Rp 600 juta Harun’, katanya. Bahwa selanjutnya, masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WA, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta yang Rp 600 juta Harun katanya udah ku pegang,” tuturnya.
“Atas pernyataan tersebut Donny Tri Istiqomah kemudian membuka titipan tersebut dan menghitungnya di dalam uang amplop tersebut bahwa uang rupiah bentuk pecahan Rp 50 ribu sejumlah Rp 400 juta,” imbuhnya.
Diketahui, Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap PAW anggota DPR. Status itu disematkan kepada Harun sejak Januari 2020.
Harun diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Namun, selama lima tahun terakhir, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.
Pada akhir 2024, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto dan pengacara Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus ini. Hasto juga diduga merintangi penyidikan Harun.
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5123547/original/027203900_1738821624-7f34d8e9-d340-4e2c-9179-727776e23afd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Emak-emak Demo Dukung Praperadilan Hasto Kristiyanto – Page 3
Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubismemastikan dalam lanjutan sidang praperadilan yang akan dilakukan secara maraton dengan asas fast trial akan turut menghadirkan sejumlah saksi dan ahli.
Tujuannya, menguji keabsahan status tersangka kliennya yang diyakini tidak sah menurut hukum.
“Kita akan menampilkan ahli, akan menghadirkan saksi dan kita akan menggali lebih jauh,” kata Todung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Todung menegaskan, proses penegakkan hukum dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang adalah hal penting. Karena jika sembarang dan tidak prosedural, maka status tersangka disematkan bisa batal demi hukum.
“Proses itu sangat penting, sebab kalau di negara lain, misalnya ya saya kasih contoh tersangka yang tidak didampingi oleh penasihat hukum, oleh advokat dan saksi juga yang tidak didampingi itu bisa mengakibatkan batal proses itu,” jelas Todung.
Maka dari itu, Todung mengkritisi apa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya, mulai dari cara menyita benda yang dianggap barang bukti dengan cara yang brutal.
“Tadi dikatakan (KPK) menyita handphone, penyitaan buku dan sebagainya, dari Kusnadi (asisten Hasto) dan banyak yang lain-lain. Ini menurut saya betul-betul satu pelanggaran yang sangat brutal (caranya),” kritik Todung.
Dia mengingatkan, sejatinya KPK tidak boleh melanggar hukum saat menegakkan hukum, karena sebagai aparat, KPK harus menghormati hukum yang berlaku.
“Mungkin KPK terlalu manja selama ini, mendapat pujian, mendapat dukungan, mendapat ya apresiasi, tapi dengan segala hormat kepada KPK, KPK tidak boleh melanggar hukum saat menegakkan hukum dan harus menghormati hukum yang berlaku,” Todung menandasi.
