Tag: Hasto Kristiyanto

  • Megawati Kembali Tunjuk Hasto Kristiyanto Jadi Sekjen PDIP

    Megawati Kembali Tunjuk Hasto Kristiyanto Jadi Sekjen PDIP

    Bisnis.com, JAKARTA — Hasto Kristiyanto kembali menempati posisi Sekjen PDIP setelah dibebaskan terkait perkara tindak pidana korupsi.

    Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri langsung melantik Hasto Kristiyanto menjadi Sekjen bersamaan dengan sejumlah pengurus DPP PDIP lainnya pada hari ini Kamis 14 Agustus 2025 di Kantor DPP PDIP.

    Hal tersebut dibenarkan Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi PDIP, Adian Napitupulu usai mengikuti pelantikan di kantor DPP PDIP.

    “Untuk posisi Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Ibu Megawati menunjuk kembali Mas Hasto Kristiyanto untuk periode 2025-2030,” tutur Adian.

    Adian membeberkan beberapa nama yang masuk ke dalam daftar DPP PDIP masa bakti 2025-2030 dan belum dilantik secara resmi diantaranya, Puti Guntur Soekarno sebagai Ketua DPP Bidang Pendidikan dan Kebudayaan; Darmadi Durianto sebagai Ketua DPP Bidang Industri, Perdagangan, dan Tenaga Kerja; Charles Honoris sebagai Ketua DPP Bidang Jaminan Sosial.

    Lalu, Andreas Eddy Susetyo sebagai Ketua DPP Bidang Koperasi dan UMKM; Andreas Hugo Pareira sebagai Ketua DPP Bidang Keanggotaan dan Organisasi; Dolfie O.F.P. sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Internal; Abdullah Azwar Anas sebagai Ketua DPP Bidang Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi Kerakyatan; Mercy Barends sebagai Ketua Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekeria Migran Indonesia. Sayangnya, Mercy Barends berhalangan hadir saat pelantikan hari ini.

    “Ibu Megawati melantik sejumlah pengurus DPP PDIP yang telah diumumkan sebelumnya, namun berhalangan atau tidak hadir pada Kongres PDIP di Bali, pada 2 Agustus 2025, lalu,” kata Adian.

    Adian mengatakan bahwa Megawati juga sempat memberikan pesan kepada seluruh jajaran DPP PDIP yang baru dilantik untuk turun ke bawah dan langsung bekerja untuk rakyat tanpa ragu ragu.

    “Semua pengurus DPP yang sudah dilantik segera turun ke bawah. Temui rakyat. Dengarkan aspirasi rakyat,” kata Adian menirukan Megawati

    Berikut struktur lengkap DPP PDIP 2025–2030:

    Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri

    Struktur Pengurus DPP PDI Perjuangan 2025–2030

    1.    Ketua Bidang Kehormatan Partai – Komarudin Watubun

    2.    Ketua Bidang Sumber Daya – Said Abdulla

    3.    Ketua Bidang Luar Negeri – Ahmad Basarah

    4.    Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Legislatif – Bambang Wuryanto

    5.    Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi – Djarot Saiful Hidayat

    6.    Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif – Deddy Yevri Hanteru Sitorus

    7.    Ketua Bidang Politik – Puan Maharani

    8.    Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah – Ganjar Pranowo

    9.    Ketua Bidang Reformasi Hukum dan HAM – Yasonna H. Laoly

    10.    Ketua Bidang Perekonomian – Basuki Tjahaja Purnama

    11.    Ketua Bidang Kebudayaan – Rano Karno

    12.    Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan – Puti Guntur Soekarno

    13.    Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi Kerakyatan – Abdullah Azwar Anas

    14.    Ketua Bidang Penanggulangan Bencana – Tri Rismaharini

    15.    Ketua Bidang Industri, Perdagangan, dan Tenaga Kerja – Darmadi Durianto

    16.    Ketua Bidang Kesehatan – Ribka Tjiptaning

    17.    Ketua Bidang Jaminan Sosial – Charles Honoris

    18.    Ketua Bidang Perempuan dan Anak – I Gusti Ayu Bintang Darmawati

    19.    Ketua Bidang Koperasi dan UMKM – Andreas Eddy Susetyo

    20.    Ketua Bidang Pariwisata – Wiryanti Sukamdani

    21.    Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga – MY Esti Wijayanti

    22.    Ketua Bidang Keagamaan dan Kepercayaan kepada Tuhan YME – Zuhairi Misrawi

    23.    Ketua Bidang Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital – Muhammad Prananda Prabowo

    24.    Ketua Bidang Pertanian dan Pangan – Sadarestuwati

    25.    Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan – Rokhmin Dahuri

    26.    Ketua Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup – Eriko Sotarduga

    27.    Ketua Bidang Hukum dan Advokasi – Ronny Talapessy

    28.    Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi – Andreas Hugo Pareira

    29. Ketua Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekeria Migran Indonesia – Mercy Barends sebagai 

    Sekretariat dan Bendahara

    30. Sekretaris Jenderal – Hasto Kristiyanto

    31. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Internal – Dolfie O.F.P.

    32. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemerintahan – Utut Adianto

    33. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kerakyatan – Sri Rahayu

    34. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi – Adian Yunus Yusak Napitupulu

    35. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kesekretariatan – Yoseph Aryo Adhi Dharmo

    36. Bendahara Umum – Olly Dondokambey

    37. Wakil Bendahara Bidang Internal – Rudianto Tjen

    38. Wakil Bendahara Bidang Eksternal – Yuke Yurike

  • Hasto Kristiyanto Belum Tergantikan Jadi Sekjen PDIP, Langsung Dilantik Usai Diputuskan

    Hasto Kristiyanto Belum Tergantikan Jadi Sekjen PDIP, Langsung Dilantik Usai Diputuskan

    Bidang Bapilu Legislatif: Bambang Wuryanto

    Bidang Bapilu Eksekutif: Dedi Sitorus

    Bidang Kaderisasi: Djarot Saiful Hidayat

    Bidang Organisasi: Andreas Hugo P

    Bidang Sumber Daya: Said Abdullah

    Bidang Pemerintahan Politik: Puan Maharani

    Bidang Pemerintahan Desa: Ganjar Pranowo

    Bidang Luar Negri: Ahmad Basarah

    Bidang Reformasi Hukum: Yasona Laolly

    Bidang Perekonomian: Basuki Tjahja Purnama

    Bidang Kebudayaan: Rano Karno

    Bidang Pendidikan: Puti Soekarno

    Bidang Reformasi: Abdullah Azwar Anas

    Bidang Penanggulangan Bencana: Tri Rismaharini

    Bidang Tenaga Kerja: Darmadi Durianto

    Bidang Kesehatan: Ribka Tjiptaning

    Bidang Jaminan Sosial: Carles Honoris

    Bidang Anak: I Gusti Ayu

    Bidang UMKM: Andreas Edi Susetyo

    Bidang Pariwisata: Wiryanti Sukamdani

    Bidang Pemuda dan Olah Raga: MY Esti Wijayanti

    Bidang Keagamaan: Zuhairi Misrawi

    Bidang Digital: Prananda

    Bidang Pertanian Pangan: Sadarestu

    Bidang Kelautan: Rohmin

    Bidang Kehutanan: Eriko Sotarduga

    Bidang Advokasi: Roni Talapessy

    Sekretaris Jenderal

    Sekretaris Jenderal (Sekjen): Hasto Kristiyanto

    Wakil Sekjen Internal: Dolfie

    Wakil Sekjen Pemerintahan: Utut Adianto

    Wakil Sekjen Kerakyatan: Sri Rahayu

    Wakil Sekjen Komunikasi: Adian Napitupulu.

    Bendahara Bendahara: Olly Dondokambey

    Wakil bendahara Internal: Rudi Tjen

    Wakil bendahara eksternal: Yuke Yurike. (fajar)

  • Hasto Kembali jadi Sekjen PDIP Usai Tertolong Amnesti

    Hasto Kembali jadi Sekjen PDIP Usai Tertolong Amnesti

    GELORA.CO -Hasto Kristiyanto didapuk kembali menjadi Sekretaris Jenderal PDIP periode 2025-2029. Kabar itu beredar di kalangan wartawan sejak beberapa hari lalu.

    Hal itu dibenarkan Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo ketika dikonfirmasi mengenai terpilihnya Hasto menjadi sekjen.

    “Ya,” kata Ganjar singkat kepada awak media di Jakarta, Kamis, 14 Agustus 2025.

    Selain Ganjar, Ketua DPP Bidang Organisasi Andreas Hugo Pareira juga membenarkan kabar Hasto didapuk kembali menjadi sekjen PDIP.

    “Ya betul,” tutup Andreas.

    Semula kolom Sekjen PDIP masih Megawati Soekarnoputri, kemudian beredar kabar Hasto Kristiyanto dilantik Megawati siang ini di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Agustus 2025.

    Hasto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti melakukan suap pergantian anggota DPR periode 2019-2024. Kemudian ia memperoleh amnesti dari Presiden Prabowo Subianto pada 31 Juli 2025.

    Berikut susunan pengurus DPP PDIP

    Ketua Umum PDIP : Megawati Soekarnoputri

    Ketua DPP

    Bidang kehormatan: Komarudin Watubun.

    Bidang Bapilu Legislatif: Bambang Wuryanto.

    Bidang Bapilu Eksekutif: Dedi Sitorus.

    Bidang Kaderisasi: Djarot Saiful Hidayat.

    Bidang Organisasi: Andreas Hugo P.

    Bidang Sumber Daya: Said Abdullah.

    Bidang Pemerintahan Politik: Puan Maharani.

    Bidang Pemerintahan Desa: Ganjar Pranowo.

    Bidang Luar Negri: Ahmad Basarah.

    Bidang Reformasi Hukum: Yasonna Laoly.

    Bidang Perekonomian: Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

    Bidang Kebudayaan: Rano Karno.

    Bidang Pendidikan: Puti Soekarno.

    Bidang Reformasi: Abdullah Azwar Anas.

    Bidang Penanggulangan Bencana: Tri Rismaharini.

    Bidang Tenaga Kerja: Darmadi Durianto.

    Bidang Kesehatan: Ribka Tjiptaning.

    Bidang Jaminan Sosial: Charles Honoris.

    Bidang Bidang Anak: I Gusti Ayu.

    Bidang UMKM: Andreas Eddy Susetyo.

    Bidang Pariwisata: Wiryanti Sukamdani.

    Bidang Pemuda dan Olah Raga: MY Esti Wijayanti.

    Bidang Keagamaan: Zuhairi Misrawi

    Bidang Digital: Prananda Prabowo.

    Bidang Pertanian Pangan: Sadarestuwati

    Bidang Kelautan: Rokhmin Dahuri.

    Bidang Kehutanan: Eriko Sotarduga.

    Bidang Advokasi: Roni Talapessy.

    Sekretaris Jenderal

    Sekretaris Jenderal (Sekjen): Hasto Kristiyanto.

    Wakil Sekjen Internal: Dollfie.

    Wakil Sekjen Pemerintahan: Utut Adianto.

    Wakil Sekjen Kerakyatan: Sri Rahayu.

    Wakil Sekjen Komunikasi: Adian Napitupulu.

    Bendahara

    Bendahara: Olly Dondokambey.

    Wakil bendahara Internal: Rudi Tjen.

    Wakil bendahara external: Yuke Yurike. 

  • Tom Lembong Sebut Kasusnya dan Hasto Dimulai dari Motivasi Politik: Wajar-wajar Saja Diselesaikan dengan Solusi Politik

    Tom Lembong Sebut Kasusnya dan Hasto Dimulai dari Motivasi Politik: Wajar-wajar Saja Diselesaikan dengan Solusi Politik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong buka suara. Terkait pemberian abolisi terhadapnya, dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto.

    Itu diungkapkan di sebuah wawancara bersama jurnalis senior, Najwa Shihab. Ditayangkan di YouTube Najwa Shihab pada Rabu, 13 Agustus 2025.

    Tom mengatakan, persidangannya membuat kondisi politik tak kondusif. Sehingga bertentangan dengan arah politik yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto.

    “Bergulirnya persidangan itu tidak kondusif secara politik. Kami berpendapat juga tidak tepat secara hukum, tapi kelihatannya juga semakin tidak selaras dengan arah politik yang diinginkan oleh presiden,” kata Tom.

    Berangkat dari hal itu, ia mengatakan terjadilah peristiwa tersebut. Prabowo memberinya abolisi dan Hasto diberi amnesti.

    “Maka terjadilah peristiwa yang cukup luar biasa. Yaitu dua cabang dari cabang pemerintah, eksekutif dan legislatif, itu bergabung untuk mengoreksi cabang ketiga, yudikatif,” terangnya.

    Hal tersebut, kata dia, jarang terjadi. Namun ia mengaku wajar mendapatkannya.

    “Saya sangat bisa mengerti ini, merasa solusi yang wajar,” tambah Tom.

    Pasalnya, kata dia, perkaranya dimulai dari motivasi politik. Begitu pula Hasto.

    “Perkara Pak Hasto maupun perkara saya ini kan, kalau pakai istilahnya Pak Mensesneg ya. Lebih besar unsur politiknya. Jadi dimulai dengan sebuah motivasi politik ya,” paparnya.

    Karenanya, ia merasa solusi politik atas dua perkara itu. Menjawab motivasi yang menjadi pangkalnya.

    “Wajar-wajar saja kalau juga diselesaikan dengan sebuah solusi politik,” pungkas Tom.
    (Arya/Fajar)

  • Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui Nasional 14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah norma Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dinilai telah merugikan dirinya secara konstitusional.
    Pasal 21 itu mengatur ketentuan pidana bagi pelaku perintangan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan perkara korupsi.
    Hasto pernah dijerat menjadi tersangka dan dibawa ke pengadilan dengan tuduhan merintangi penyidikan kasus suap eks kader PDI-P, Harun Masiku, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Namun, pada Jumat (25/7/2025), Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan dakwaan jaksa terkait pasal perintangan itu tidak terbukti.
    Berselang tiga hari setelah pembacaan putusan, Hasto menggugat Pasal 21 itu ke MK, didampingi 32 pengacara, termasuk eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dan eks peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.
    Menurut Maqdir, lamanya masa pidana yang bisa dijatuhkan pengadilan menggunakan pasal itu lebih besar dari pidana pokok.
    “Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok,” kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
    Untuk diketahui,
    obstruction of justice
    mensyaratkan adanya tindak pidana pokok yang menjadi obyek perintangan.
    Maqdir mencontohkan, pada kasus suap, pelaku pemberi suap diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
    Sementara, pelaku yang merintangi kasus suap itu, misalnya dengan merusak barang bukti suap, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
    “Nah ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini,” tutur Maqdir.
    Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto lainnya, Illian Deta Arta Sari, meminta mahkamah menyatakan bahwa Pasal 21 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali ketentuan ancaman pidana penjara diubah menjadi maksimal 3 tahun.
    “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000,” kata Deta dalam sidang di Gedung MK.
    Selain itu, ia juga meminta norma Pasal 21 itu diperjelas dengan menyatakan bahwa perintangan dimaksud dilakukan secara melawan hukum, di antaranya dengan kekerasan fisik, intimidasi, intervensi, dan suap.
    Hasto juga meminta perintangan pada Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor bersifat kumulatif, dalam arti tindakan dilakukan di semua tahapan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
    Pada sidang tersebut, dua hakim konstitusi, Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic Foekh, memuji permohonan yang diajukan Hasto.
    Guntur menyebut,
    legal standing
    Hasto sebagai penggugat Pasal 21 itu sangat kuat karena bertolak dari peristiwa nyata yang menimpa dirinya sendiri.
    “Kedudukan hukum sudah bagus sekali, karena ini berangkat dari kasus konkret jelas, dia (Hasto) punya kedudukan hukum,” kata Guntur.
    Dalam uraian
    legal standing
    -nya, Hasto memang menjelaskan bagaimana dirinya ditetapkan menjadi tersangka perintangan penyidikan.
    Ia dituduh menghalangi operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus suap Harun Masiku pada 8 Januari 2020, sementara Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru terbit 9 Januari 2020.
    “Jadi, kewenangan mahkamah, kedudukan hukum, enggak ada masalah,” ujar Guntur.
    Selain itu, Guntur juga memuji aspek konseptual dan filosofis dalam permohonan Hasto yang memudahkan pihak-pihak terkait perkara ini untuk memberikan keterangan.
    “Memudahkan ini, baik sekali sampai original intent-nya pasal ini dikemukakan di sini,” tutur Guntur.
    Sementara itu, Daniel memuji kualitas permohonan uji materiil Hasto.
    Menurutnya, substansi permohonan itu memuat asas doktrin yurisprudensi sejumlah putusan pengadilan terkait kasus Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.
    Sebagaimana Guntur, ia juga mengakui
    legal standing
    Hasto jelas karena terdampak Pasal 21 tersebut.
    “Jadi, saya lihat dari segi kualitas ini sudah sangat bagus,” ujar Daniel.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Pramono Anung, Andi Widjajanto, atau Bambang Pacul Dinilai Berpeluang Jadi Sekjen PDIP
                        Nasional

    3 Pramono Anung, Andi Widjajanto, atau Bambang Pacul Dinilai Berpeluang Jadi Sekjen PDIP Nasional

    Pramono Anung, Andi Widjajanto, atau Bambang Pacul Dinilai Berpeluang Jadi Sekjen PDIP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Eksekutif Trias Politica, Agung Baskoro menilai ada sejumlah nama yang berpeluang ditunjuk Megawati Soekarnoputri menjadi Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Beberapa di antaranya adalah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Ketua DPD PDI-P Jawa Tengah Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul.
    “Misal Mas Pram pernah jadi sekjen dan diterima semua faksi di internal-eksternal. Sementara Mas Bas dan Mas Utut juga punya jam terbang dan pas dengan karakter penyeimbang yang dilakonkan PDI-P,” ujar Agung, Rabu (13/8/2025).
    Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyinggung nama Andi Widjajanto yang berpeluang menjadi Sekretaris Jenderal PDI-P.
    Andi Widjajanto yang merupakan mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dinilai sebagai sosok loyalis Megawati.
    “Pak Andi juga loyalis Ibu Megawati. Saat ada konflik PDI-P dengan Pak Jokowi, Pak Andi memilih mundur dari jabatan dan berhadap-hadapan dengan Pak Jokowi,” ujar Lili.
    Ia menilai ada satu syarat yang harus terpenuhi sebagai Sekretaris Jenderal PDI-P, yakni keeratan antara sosok tersebut dengan Megawati.
    Sosok Sekretaris Jenderal juga harus mampu menjadi jembatan antara PDI-P dengan partai politik lain.
    “Untuk kasus PDI-P, memang tidak mudah mencari Sekjen yang tepat. Sosok itu harus memiliki chemistry dengan Ibu Megawati, tapi juga bisa membangun komunikasi antara Pak Prabowo dan Ibu Megawati,” ujar Lili.
    Diketahui, posisi Sekretaris Jenderal PDI-P masih menjadi misteri, meski kini diisi oleh Megawati Soekarnoputri yang merangkap sebagai ketua umum.
    Sekretaris Jenderal PDI-P sudah tak lagi diisi Hasto Kristiyanto, yang sudah mengemban jabatan tersebut selama dua periode.
    Ketua DPP PDI-P, Puan Maharani pun angkat bicara soal itu dan menyebut adanya kejutan soal sosok yang akan ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal partai berlambang kepala banteng itu.
    “Ya yang pertama pasti akan ada kejutan,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/8/2025).
    Kendati demikian, Ketua DPR itu enggan mengungkap siapa kader yang ditunjuk Megawati sebagai Sekretaris Jenderal PDI-P periode 2025-230.
    “Kita tunggu saja kejutannya,” ujar Puan.
    Sebagai informasi, PDI-P menetapkan kembali Megawati sebagai ketua umum untuk periode 2025-2030 dalam Kongres VI di Bali.
    Namun kali ini ada yang menarik, ketika Megawati juga rangkap jabatan untuk mengisi posisi Sekretaris Jenderal PDI-P.
    Hasto yang sudah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDI-P sejak 2015 hingga 2025 tidak masuk dalam struktur kepengurusan DPP PDI-P periode 2025-2030.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim MK Sebut Permohonan Hasto Persempit Norma Pasal 21 UU Tipikor
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Agustus 2025

    Hakim MK Sebut Permohonan Hasto Persempit Norma Pasal 21 UU Tipikor Nasional 13 Agustus 2025

    Hakim MK Sebut Permohonan Hasto Persempit Norma Pasal 21 UU Tipikor
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Permohonan uji materiil eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto dinilai mempersempit norma Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
    Adapun Pasal 21 itu mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OoJ).
    Setelah mencermati permohonan, hakim konstitusi Guntur Hamzah menyebut pihak Hasto harus menjelaskan apakah bertujuan mempersempit wilayah penerapan norma atau tidak.
    “Saudara mesti menjelaskan bahwa ini tidak bermaksud atau kah memang saudara bermaksud mempersempit norma itu?” kata Guntur di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
    Guntur mengatakan, dalam permohonannya Hasto meminta agar norma Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor ditambah dengan sejumlah variabel.
    Adapun Pasal 21 itu berbunyi, “
    Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.

    Hasto lalu meminta norma Pasal 21 itu diubah menjadi, “Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 600.000.000.”
    Dengan demikian, Hasto meminta norma pasal itu ditambah dan lebih detail bahwa perintangan dimaksud dilakukan secara melawan hukum dengan cara kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji.
    “Kalau semakin banyak variabel yang dicantumkan, berarti itu kan semakin mempersempit wilayah penerapan norma, itu dalam teori berlakunya sebuah norma,” ujar Guntur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eddy Soeparno Bertemu Walkot Solo-Yogya, Siap Bantu Pemda Atasi Sampah

    Eddy Soeparno Bertemu Walkot Solo-Yogya, Siap Bantu Pemda Atasi Sampah

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno melaksanakan kunjungan kerja sekaligus pertemuan dengan Wali Kota Solo, Respati Ardi dan juga Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo. Kunjungan kerja ini merupakan rangkaian dari upaya Eddy Soeparno memfasilitasi Pemerintah Daerah (Pemda) yang menghadapi masalah sampah.

    Sebelumnya, Eddy Soeparno bertemu Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, Wali Kota Bogor, Dedie Rahim dan Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie serta kunjungan ke PLTSa Benowo Surabaya.

    Di titik pertama kunjungan kerjanya, Eddy Soeparno mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo. Kehadiran Eddy disambut langsung oleh Wali Kota Solo Respati Ardi, jajaran Direksi PLTSa dan juga PLN UID Jateng-DIY. Setelah dari Solo, pertemuan dengan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo dilaksanakan di Rumah Dinas Walikota.

    Eddy menjelaskan bahwa pertemuan dengan Walikota Solo dan juga Walikota Yogyakarta merupakan upayanya untuk mendalami permasalahan sampah yang dihadapi pemerintah daerah.

    “Saat ini kita menghadapi potensi krisis sampah yang terjadi di kota-kota besar dan harus segera diatasi. Apalagi Solo dan Yogyakarta adalah destinasi wisata internasional dan kota yang kaya dengan peninggalan warisan budaya. Tentu permasalahan sampah ini harus dicarikan solusinya segera,” ujar Eddy dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).

    Ia menambahkan pertemuan dengan Walikota Yogyakarta dan Solo ini merupakan arahan dari Menko Pangan Zulkifli Hasan yang menekankan pentingnya penanganan sampah secara cepat dan tanpa proses yang rumit karena kondisinya yang sudah akut.

    Kepada Walikota Solo dan Yogyakarta, Eddy juga sampaikan bahwa saat ini dirinya ikut membantu Menko Pangan dalam merevisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang penanganan sampah, termasuk dengan kementerian dan lembaga terkait.

    “Alhamdulillah dalam rangkaian pertemuan ini kami mendapatkan masukan dari Walikota Solo maupun dari Walikota Yogyakarta mengenai masalah sampah yang dihadapi pemda serta aspirasi agar kebijakan penanganan sampah ini tepat sasaran. Aspirasi dan masukan ini menjadi bahan penting dalam penyempurnaan revisi Perpres sampah yang saat ini sedang berjalan,” ungkapnya.

    Eddy menjelaskan bahwa MPR sebagai rumah kolaborasi berkomitmen untuk mempercepat dan mempermudah pemda mengatasi masalah sampah diantaranya dengan teknologi Waste to Energi (WTE).

    “Kenapa teknologi waste to energy? Karena pendekatan ini bisa memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah mengurangi secara signifikan tumpukan sampah yang tidak bisa ditampung di TPA dan menghasilkan sumber energi terbarukan. Saat ini yang sudah berjalan antara lain di PLTSa Benowo Surabaya dan PLTSa Putri Cempo Solo,” jelasnya.

    “Setelah dari Bandung, Tangsel, Solo dan Yogyakarta ini kami berkomitmen terus membangun kolaborasi dengan pemerintah daerah lainnya untuk membantu, mempercepat dan mempermudah dalam upaya mengatasi masalah sampah,” tutupnya.

    (akn/akn)

  • Setelah Jokowi Terpinggirkan, Siapa Oposisi Prabowo?

    Setelah Jokowi Terpinggirkan, Siapa Oposisi Prabowo?

       

    OLEH: TONY ROSYID*

    JOKO WIDODO ingin kendalikan Prabowo Subianto. Wajar! Secara politik, investasi Jokowi terhadap kemenangan Prabowo-Gibran sangat besar. Jokowi punya saham paling besar atas kemenangan itu.

    Namun, rakyat ingin Jokowi berhenti berpolitik praktis. Jadi bapak bangsa sebagaimana B.J. Habibie dan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur kala itu. 

    Sekarang, Prabowo presidennya. Seorang presiden tak boleh berada di dalam kendali siapa pun. Presiden yang tidak independen, ia akan melemah dan jatuh pada waktunya. Ini sudah jadi hukum politik. Sejarah menyuguhkan banyak referensi tentang hal ini. Prabowo sadar itu.

    Setelah orang-orang Jokowi diakomodir, komitmen etis Prabowo kepada Jokowi seolah sudah dibayar lunas. Setelah setahun, besar kemungkinan orang-orang Jokowi akan diganti. Resuffle kabinet hanya tunggu waktu. 

    Apa alasannya? Prabowo butuh lingkaran kekuasaan yang solid. Kekuasaan hanya solid jika struktur kekuasaan dipegang kendalinya oleh Prabowo. 

    Saat ini, struktur kekuasaan masih “ganda campuran”. Sebagian lebih loyal kepada Jokowi dari pada kepada Prabowo. Mereka besar dari Jokowi dan dititipkan Jokowi kepada Prabowo. Mereka sadar presidennya Prabowo, tapi mereka juga sadar bahwa tiket ke struktur kekuasaan diberikan atas jaminan Jokowi. Dalam posisi seperti ini, mereka, para pejabat titipan, juga sadar dirinya lemah di mata Prabowo.

    Saat ini, posisi Jokowi melemah, dan akan terus melemah seiring dengan tertutupnya akses kendali Jokowi ke Prabowo.

    Ketika resuffle kabinet terjadi, posisi Jokowi akan semakin melemah. Meski, lingkaran Jokowi, sebagian yakin Jokowi masih kuat. Kekuatan itu tidak ada buktinya dan cenderung hanya untuk menghibur diri mereka yang belum siap berganti kekuasaan.

    Melemahnya Jokowi menandakan semakin menguatnya Prabowo. Tapi, menguatnya Prabowo juga mengalami kerentanan. Usia sepuh Prabowo mendorong sejumlah pihak bersiap diri dan melakukan antisipasi jika terjadi keadaan di luar dugaan. 

    Disinilah awal terjadinya “permainan di dalam permainan”. Di dalam kekuasaan, lazim terjadi “permainan di dalam permainan”. Agenda-agenda personal tidak selalu bisa dibaca. Dan itu ada di lingkaran istana. Bukan di luar istana.

    Membaca literatur jatuh bangunnya sebuah kekuasaan, ada orang dalam yang selalu terlibat. “Permainan dalam permainan” terjadi ketika seorang penguasa berada di lanjut usia. Banyak pihak yang mempersiapkan diri. Ini hal normal dan biasa terjadi di sepanjang sejarah kekuasaan. Dimanapun.

    Kita berhenti sejenak membicarakan internal kekuasaan. Biarlah itu akan menambah bukti untuk teori transformasi kekuasaan.

    Ketika Jokowi melemah, lalu terpinggirkan, siapa yang akan jadi oposisi terhadap Prabowo? Selama ini, energi publik yang diwakili “medsoser” punya fokus pembicaraan tentang tema “Jokowi”. Semua tema diarahkan ke Solo. Akan ada titik jenuhnya. 

    Ketika publik mengalami kejenuhan tentang tema “Jokowi”, maka mata publik akan kembali mengarah ke penguasa. Ini panggung utamanya. Panggung riil yang jadi perhatian rakyat. Penguasa de facto adalah Prabowo. Siapa yang akan tampil di depan berhadapan dengan Prabowo?

    Tidak mungkin Anies Baswedan. Pasca pilpres, Anies cenderung diam. Begitu juga dengan Ganjar Pranowo. Anies dan Ganjar sadar, jika mereka bicara, maka akan ada pihak yang menuduh dua tokoh ini “belum move on”. Keduanya adalah rival Prabowo saat pilpres. Lebih aman mereka diam sambil memnatau Prabowo menjalankan tugas pemerintahannya.

    PDIP adalah satu-satunya partai yang diharapkan bisa menjadi penyeimbang. Negara akan sehat jika ada partai penyeimbang. Penyeimbang, dalam pengertian lain, itu oposisi. 

    Kata “penyeimbang” terkesan lebih halus mengingat PDIP sedang berterima kasih kepada Prabowo. Hasto Kristiyanto, kader inti PDIP, telah mendapatkan amnesti dari presiden. 

    Untung ada kasus Tom Lembong. Kalau nggak ada kasus Tom Lembong, tidak mudah bagi Prabowo untuk memberikan amnesti kepada Hasto. Akan ada tuduhan macam-macam oleh publik. Itulah momentum. Abolisi Tom Lembong menjadi pintu masuk Amnesti untuk Hasto. Amnesti kepada Hasto dinilai publik berpotensi membuat Raja Solo meradang.

    Apakah setelah Hasto mendapat Amnesti, lalu PDIP gabung ke pemerintahan Prabowo? Secara politik, bergabung justru akan merugikan PDIP itu sendiri. Jika PDIP gabung, apa narasi yang bisa dibangun oleh PDIP ke publik? PDIP justru akan mempertaruhkan suaranya di Pemilu 2029.

    PDIP lebih cocok berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang kekuasaan. Dengan posisi ini, PDIP dianggap lebih konsisten dalam menjaga platform partai. Posisi ini akan mendapatkan simpatik dari publik, terutama di luar pendukung pemerintahan. Apalagi jika kedepan terjadi tragedi politik, maka posisi sebagai penyeimbang atau oposan lebih menguntungkan.

    Jika PDIP bergabung, dan tragedi kekuasaan terjadi, PDIP akan ikut tenggelam bersama kekuasaan. 

    Selama ini, pilihan PDIP paling strategis itu satu di antara dua pilihan. Pertama, berkuasa. Dua tahun Megawati Soekarnoputri berkuasa dan 10 tahun bersama Jokowi sangat menguntungkan PDIP. 

    Kedua, jadi oposisi. PDIP pernah jadi oposisi Orde Baru, juga oposisi Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Dalam posisi sebagai oposisi, PDIP membesar. Hampir sama besarnya ketika berkuasa. Begitulah partai besar, selalu menjaga karakternya dalam relasi kekuasaan.

    Dengan mengambil posisi sebagai penyeimbang, PDIP akan mendapatkan simpati publik. Itulah sesungguhnya yang diharapkan rakyat. 

    Kekuasaan tidak boleh tunggal dan mutlak, karena berpotensi terjebak pada obsolutisme dan otoritarianisme. Dibutuhkan adanya kontrol dan penyeimbang. Dengan begitu, negara akan sehat kedepan.

    *(Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

  • Soal Sekjen PDIP, Puan Maharani Sebut Ada Kejutan Megawati Soekarnoputri

    Soal Sekjen PDIP, Puan Maharani Sebut Ada Kejutan Megawati Soekarnoputri

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga saat ini belum menunjuk sosok yang akan mengisi jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP untuk periode kepengurusan 2025-2030.

    Pascakongres hingga pelantikan pengurus DPP PDIP, posisi jabatan Sekjen PDIP masih diembang Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dalam hal ini jabatan dirangkap.

    Diketahui, jajaran pengurus DPP PDIP diumumkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pada pelantikan jajaran DPP PDIP 2025-2030 seusai Kongres VI PDIP di Bali, Sabtu (2/8).

    Kini, kader PDIP tengah menantikan pengumuman Megawati terkait kader yang akan menduduki jabatan sekjen tersebut. Apakah kembali mempercayakan kepada Hasto Kristiyanto atau kepada kader yang lain.

    Terkait posisi sekjen tersebut, Ketua DPP PDIP, Puan Maharani pun meminta publik untuk menanti kejutan yang akan diputuskan oleh Megawati.

    “Pasti akan ada kejutan, ya. Kita tunggu saja kejutannya,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Sebelumnya, sejumlah pengamat politik menilai bahwa kans Hasto Kristiyanto kembali mengisi jabatan sekjen sangat terbuka. Peluang itu ada setelah Hasto mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto dan bebas dari rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (1/8).

    Sebelumnya, pengamat komunikasi politik, Jamiluddin Ritonga. Dia menilai, Hasto Kristiyanto masih sangat kuat sebagai kandidat sekjen pada periode lima tahun ke depan.

    Salah satu alasannya karena posisi sekjen saat ini dirangkap oleh Megawati Soekarnoputri. Dengan fakta itu, Jamiluddin menilai sangat mungkin Hasto akan kembali menduduki jabatan Sekjen PDIP ke depan.