Tag: Hasbiallah Ilyas

  • Tindak Pengguna Strobo Ilegal! Jalan Raya Bukan Panggung Arogansi

    Tindak Pengguna Strobo Ilegal! Jalan Raya Bukan Panggung Arogansi

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, meminta polisi menindak tegas pengguna strobo dan sirine ilegal di Indonesia. Sebab, selain menyalahi aturan, perbuatan tersebut juga termasuk arogan.

    Menurut Hasbi, jalan raya merupakan fasilitas milik bersama. Sehingga, kata dia, tak ada yang boleh merasa paling berhak melintasinya.

    “Jangan sampai jalan raya hanya jadi panggung arogansi bagi segelintir orang. Jalan adalah milik bersama, dan kita semua punya hak yang sama untuk menggunakannya dengan tertib dan aman,” ujar Hasbi, dikutip melalui laman resmi DPR RI, Senin (22/9).

    Strobo mobil Foto: Selama 14 hari Operasi Patuh Jaya 2024, total 74 penggunaan strobo tidak sesuai peruntukannya ditindak polisi. (dok TMC Polda Metro Jaya)

    Hasbi menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penggunaan lampu isyarat dan sirine dibatasi untuk kendaraan tertentu, yakni ambulans, mobil jenazah, pemadam kebakaran, kendaraan pengawalan, serta kendaraan aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugas.

    Di luar itu, kata dia, penggunaan sirine dan strobo dianggap pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi.

    “Penggunaan sirine dan strobo sudah ada aturannya. Tidak bisa sembarangan. Hanya kendaraan tertentu yang memang mendapat prioritas dalam keadaan darurat yang boleh menggunakannya. Polisi harus menindak tegas pengendara yang melanggar aturan ini,” ungkapnya.

    “Kalau ada masyarakat biasa, kelompok tertentu, atau bahkan pejabat yang tidak berhak tapi memaksakan diri memakai sirine dan strobo, itu jelas melanggar hukum. Polisi jangan ragu memberikan sanksi, karena aturan ini dibuat demi keselamatan bersama,” tambahnya.

    Hasbi mendorong kepolisian agar memperketat pengawasan, memperbanyak razia, sekaligus meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang tata tertib penggunaan perlengkapan kendaraan. Dia menilai, selain penegakan hukum, pendekatan persuasif melalui sosialisasi aturan juga penting dilakukan.

    “Kalau masyarakat paham aturan, mereka akan lebih menghargai hak pengguna jalan lain. Tapi kalau tetap ada yang melanggar, tentu harus ada penindakan agar ada efek jera,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Korps Lalu Lintas (Korlantas) telah membekukan pemakaian strobo dan rotator di jalan raya. Namun, pengawalan khusus terhadap pejabat tertentu tetap dilaksanakan.

    “Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujar Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho.

    Lebih jauh, Agus menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas. Bukan asal-asalan demi mengejar kecepatan.

    “Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” tegasnya.
    Keputusan bijak tersebut diambil sebagai bentuk respons positif atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo di jalan raya.

    “Kami berterima kasih atas kepedulian publik. Semua masukan akan kami tindaklanjuti. Untuk sementara, mari bersama-sama menjaga ketertiban lalu lintas,” kata dia.

    (sfn/din)

  • 10
                    
                        Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
                        Nasional

    10 Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik Nasional

    Saat DPR Semprot MK gara-gara Aturan Pemilu Diutak-atik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) menjadi sasaran kritik tajam dalam rapat kerja
    Komisi III DPR
    RI pada Rabu (9/7/2025).
    Para anggota dewan mengecam
    putusan MK
    yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029. Mereka menilai putusan itu menimbulkan kegaduhan dan menunjukkan inkonsistensi MK.
    Padahal rapat yang turut diikuti oleh Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) itu sebenarnya beragendakan pembahasan anggaran.
    Anggota Fraksi Partai Nasdem,
    Rudianto Lallo
    mengatakan, MK saat ini tengah menjadi perbincangan hangat karena telah membuat putusan yang kontroversial dan bahkan menabrak konstitusi.
    “MK ini kemudian yang paling banyak didiskusikan hari ini karena ada putusan kontroversi soal pengujian UU. Ya tentu kita berharap MK menjadi penjaga konstitusi kita. Mudah-mudahan tidak ada lagi putusan-putusan yang menjadi polemik di masyarakat,” kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan.
    Dia pun menyinggung proses legislasi di DPR yang melibatkan waktu panjang dan harus menjaring aspirasi publik. Namun, hasil kerja itu bisa langsung berubah drastis oleh satu putusan MK.
    “Kalau tiba-tiba satu pasal dianggap bertentangan tetapi justru amar putusan MK ini bertentangan, ini juga problem konstitusi kita. Nah ini
    deadlock
    jadinya,” ujar dia.
    Nada serupa dilontarkan anggota Fraksi PKB,
    Hasbiallah Ilyas
    . Dia menyindir dominasi sembilan hakim konstitusi dalam mengubah arah sistem pemilu yang disusun oleh ratusan anggota legislatif.
    “Jangan 500 orang ini, Pak, kalah dengan 9 hakim. Ini bikin undang-undang KUHAP saja sudah berapa lama kita belum selesai sampai hari ini. Tolong agak lebih bijaklah,” kata Hasbiallah.
    Dia juga mengkritisi inkonsistensi aturan pemilu dari waktu ke waktu yang dinilai menimbulkan kebingungan di masyarakat.
    “Misalnya pemilu, berapa kali setiap pemilu itu diubah. Dari tahun 2009 diubah, sekarang diubah lagi, ini yang bikin jadi kegaduhan di masyarakat,” ujar Hasbiallah.
    Berkaca dari persoalan ini, Hasbiallah pun mendorong agar proses seleksi calon hakim konstitusi lebih ketat ke depannya.
    “Menurut saya perlu diseleksi lebih optimal lagi, jangan sampai adanya MK ini keluar dari norma yang ada,” kata dia.
    Dari Fraksi Demokrat, Andi Muzakir juga menyuarakan kekhawatiran soal inkonsistensi MK karena akan berdampak buruk bagi sistem ketatanegaraan.
    “Saya hanya satu, Pak, konsisten dalam mengambil keputusan. Jangan setiap periode berubah lagi putusannya. Jadi tidak ada konsistensi dalam mengambil putusan. Tahun ini serempak, berikutnya dipisah. Tidak ada konsistensi. Mau dibawa ke mana negara ini?” ujar dia.
    Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro turut mengingatkan MK agar menjalankan tugas sebagai penguji, bukan pembentuk norma hukum.
    “Sedikit masukan juga kepada MK bahwa sesuai dengan tugas yang sudah ada, bahwa MK adalah penguji norma, bukan membentuk (norma),” kata politikus PDI-P itu.
    Menanggapi banyak kritik, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan menegaskan bahwa putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah dibacakan dan MK hanya tinggal menunggu DPR menindaklanjutinya.

    Putusan MK
    kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan,” ujar Heru.
    Dia pun enggan berkomentar lebih jauh mengenai kritik yang diarahkan ke lembaganya ataupun terhadap putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
    Sebagai informasi, melalui putusan tersebut, MK memutuskan agar pemilu nasional dan daerah dilaksanakan secara terpisah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selain itu, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Meski begitu, MK tidak menentukan secara pasti tenggat waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
    MK hanya mengusulkan agar pemilu daerah digelar paling cepat dua tahun setelah pemilu nasional, dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.
    Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari menyatakan bahwa putusan pemisahan pemilu nasional dan daerah menimbulkan dilema konstitusional. Pasalnya, pelaksanaan maupun pengabaian putusan MK tersebut akan sama-sama melanggar konstitusi.
    “Melaksanakan atau tidak melaksanakan putusan MK akan sama-sama melanggar konstitusi,” ujar Taufik.
    Dia mengacu pada Pasal 22E Ayat (2) UUD 1945 yang menyebut pemilu harus dilaksanakan lima tahun sekali, serta Pasal 18 Ayat (3) yang menegaskan DPRD dipilih melalui pemilu.
    “Inilah yang saya sebut sebagai dilematis
    constitutional deadlock
    . Dimakan masuk mulut buaya, tidak dimakan masuk mulut harimau,” ucap Taufik.
    Sementara itu, Peneliti Politik BRIN Devi Darmawan menilai sikap MK yang langsung menetapkan
    pemilu dipisah
    menunjukkan ketidakpercayaan terhadap DPR.
    “Hal ini menunjukkan sebenarnya ada ketidakpercayaan dari Mahkamah Konstitusi ini kepada kinerja parlemen,” kata Devi dalam diskusi daring.
    Menurut Devi, DPR dan pemerintah selama ini lambat merevisi UU Pemilu, sehingga MK mengambil sikap tegas yang tidak memberi pilihan lain.
    Namun, dia mengingatkan agar MK tetap berada dalam koridor sebagai penguji konstitusionalitas, bukan pembentuk norma.
    “Kalau seperti sekarang berkesan seolah-olah MK agak lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan Undang-Undang, khususnya yang terkait dengan sistem kepemiluan,” ucap Devi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pro-Kontra Legalisasi Kasino, Diklaim Bisa Beri Tambahan Rp200 Triliun untuk APBN

    Pro-Kontra Legalisasi Kasino, Diklaim Bisa Beri Tambahan Rp200 Triliun untuk APBN

    GELORA.CO – Ekonom sekaligus pengamat bisnis, Benny Batara Hutabarat (Bennix) menilai pelegalan praktik perjudian dalam bentuk kasino, bakal meningkatkan pendapatan negara minimal Rp200 triliun per tahun.

    “Kalau ini diselenggarakan oleh negara atau ada kepala daerah yang punya nyali buat bikin ini minimal dapat Rp200 triliun setahun loh,” kata Bennix dalam diskusi publik dengan tajuk ‘Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi’ di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (7/6/2025).

    Ia menambahkan, dengan adanya peningkatan pendapatan yang signifikan, tentu akan berdampak baik terhadap pembangunan negara atau daerah, dari sisi infrastruktur dan lainnya.

    Selain itu, Bennix juga menyinggung mengenai banyaknya Warga Negara Indonesia yang berjudi di kasino di negara lain. Hal itu menujukan adanya perputaran uang dari Indonesia negara lain.

    Karenanya, legalisasi kasino disarankan untuk dilakukan. Sehingga, bisa menarik kembali uang dalam jumlah besar yang ‘kabur’.

    “Ya ini harus segera kita bikin kalau enggak makin banyak duit kita Ini bukan lagi ngomong duit Rp1-2 Miliar ya ini ngomong duit ratusan triliun yang kabur keluar negeri karena negara gagal memiliki nyali untuk membangun usaha serupa,” kata Bennix.

    Di sisi lain, anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas mengatakan pelegalan kasino di Indonesia bukan pilihan yang tepat untuk menambah pendapatan negara. Sebab, kultur masyarakat di Tanah Air berbeda dengan negara-negara tetangga.

    “Kalau (soal pendapatan negara dari kasino jadi opsi terakhir) menurut saya tidak perlu. Karena kultur kita berbeda dengan kultur negara-negara yang melegalkan judi. Kultur masyarakat kita dan SDM masyarakat kita yang berbeda dengan Singapura,” kata Hasbiallah dalam diskusi yang sama.

    Untuk menambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ia menyebut banyak potensi lain yang bisa digali. Misalnya, dari sumber daya alam yang diperketat pengelolaannya.

    “Yang kedua, program pemerintah hari ini untuk mengambil 2 juta hektar lahan sawit. Ini kan potensi-potensi yang bisa menambah income untuk negara,” ujarnya.

    Yang terpenting, Hasbi menjelaskan, aparat penegak hukum perlu memperkuat aturan pendapatan penghasilan tersebut. Tidak hanya dari tambang bisa juga dari perpajakan.

    “Yang penting diperketat dan menutup kebocoran-kebocoran yang ada. Kalau kebocoran-kebocoran ini bisa kita tutup, saya rasa cukup potensi negara kita kuat untuk mendapatkan itu,” jelas Hasbi.

    Asal tahu saja, isu ini bermula saat sejumlah objek baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diusulkan oleh para anggota dewan di Komisi XI DPR. Mereka pun mencontohkan objek baru PNBP yang dapat dimaksimalkan termasuk jasa atau layanan di sektor pariwisata hingga ke sumber daya alam baru nonminyak dan gas bumi.

    Pembahasan ini diusulkan oleh, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita saat rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di Komisi XI DPR pada Kamis (8/5/2025).

    “Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino, coba negara Arab jalanin kasino, maksudnya mereka kan out of the box gitu kementerian dan lembaganya,” kata adik Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.

    Galih berpendapat, UEA memiliki kemiripan dengan Indonesia karena sama-sama bergantung dengan sektor sumber daya alam (SDA) untuk setoran PNBP. Selain UEA, pengenaan kasino sebagai objek baru PNBP juga telah dilakukan oleh pemerintah Thailand.

    Belakangan, adik dari Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) ini mengklarifikasi ucapannya. Menurutnya, kala itu ia meminta pemerintah untuk berpikir kreatif dalam mencari pemasukan negara bukan pajak (PNBP) selain dari sektor sumber daya alam nonmigas. Ia kemudian mengambil contoh ekstrem keberhasilan Uni Emirat Arab (UEA) mencari PNBP di luar SDA nonmigas dengan membuka kasino.

    “Saya tidak pernah ada usulan, enggak ada tuh bahasa kata usulan saya ingin Indonesia membuka kasino, enggak ada!” kata Galih kepada wartawan, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

  • Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Juni 2025

    Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa Nasional 8 Juni 2025

    Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III
    DPR RI
    dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
    Hasbiallah Ilyas
    mendorong agar majelis hakim yang memberikan vonis rendah kepada terdakwa kasus korupsi pengadaan 1,1 juta alat pelindung diri (APD) Covid-19 untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial (KY) atau Mahkamah Agung (MA).
    Seperti diketahui, eks Pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budy Sylviana dihukum tiga tahun penjara meski merugikan negara hingga Rp 319 miliar.
    “Kalau hanya seperti itu hakimnya juga diperiksa itu,” ujar Hasbiallah, usai acara diskusi publik “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi” yang diadakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
    Hasbi mengatakan, karena kasus korupsi ini terjadi di masa pandemi, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa seharusnya lebih berat dari kasus korupsi pada umumnya.
    “Enggak bisa, itu (terjadi saat) Covid-19 itu,” lanjut dia.
    Hasbi menegaskan, koruptor yang memanfaatkan masa Covid-19 untuk melakukan tindakan jahat sudah sepatutnya dihukum seberat-beratnya.
    “Korupsi Covid-19 itu menurut saya korupsi yang merusak soal nyawa ini. Bukan hanya soal merugikan keuangan tapi soal nyawa. Itu harus dihukum dengan seberat-beratnya,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, tiga orang terdakwa kasus pengadaan 1,1 juta APD Covid-19 telah menerima vonis dari majelis hakim.
    Ketiga terdakwa ini adalah mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.
    Mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana dihukum tiga tahun penjara dalam dugaan korupsi pengadaan 1,1 juta set alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Budi merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan di masa darurat yang menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut.
    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti Tambunan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jumat (5/6/2025).
    Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta, dengan ketentuan penjara subsidair dua bulan kurungan.
    Budi tidak dihukum untuk membayar uang pengganti sebagaimana dua terdakwa lainnya, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.
    Kemudian, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dihukum 11 tahun dan enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, Satrio terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang, melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 319.691.374.183,06 (Rp 319,6 miliar).
    Selain pidana badan, Satrio juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsidair empat bulan kurungan.
    Satrio juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 59.980.000.000 atau senilai uang korupsi yang dinikmati Satrio dalam perkara rasuah ini.
    Lalu, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik dihukum 11 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan 1,1 juta set alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Tidak hanya kurungan penjara, majelis hakim juga menghukum Taufik membayar denda Rp 1 miliar.
    Jika tidak dibayar, maka hukuman pidana badannya akan ditambah empat bulan penjara.
    Selain itu, majelis hakim juga menghukum Taufik membayar uang pengganti sebesar Rp 224.186.961.098 (Rp 224,1 miliar).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gaji Tinggi Tak Jamin Terima Suap

    Gaji Tinggi Tak Jamin Terima Suap

    loading…

    Salah satu hakim usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi vonis lepas atau onslag perkara Pemberian Fasilitas Ekspor CPO masuk ke mobil tahanan. FOTO/REFI SANDI

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menyoroti empat hakim yang menjadi tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi vonis lepas atau onslag perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil ( CPO ) atau dikenal korupsi minyak goreng. Menurutnya, gaji tinggi tak menjamin hakim tidak menerima suap.

    Dia mengatakan, banyak abdi negara yang bergaji rendah tetapi tak tergoda untuk menerima suap. Untuk itu, ia menilai, adanya hakim terjerat suap bisa diakibatkan lantaran faktor mental dan lingkungan.

    “Kalau mau jujur, gaji yang tinggi tidak menjamin tidak terjadinya suap. Di sisi lain, banyak abdi negara yang bergaji rendah berani menolak suap. Jadi ini bukan soal nominal gaji, tapi soal mentalitas dan lingkungan,” kata Hasbi saat dihubungi, Senin (14/4/2025).

    Legislator PKB ini mengatakan, sistem pemerintahan saat ini sudah baik untuk menutup celah dari praktik suap. Namun, ia menilai, sebaik-baiknya sistem akan ada celah untuk bisa melakukan praktik suap.

    “Jadi ini soal integritas dan mentalitas. Dan jagan lupa, lingkungan juga memberi insentif terjadinya suap. Bisa saja hakim yang bersangkutan tidak ada niat atau keinginan bermain perkara, namun ada pihak lain yang berperkara dan pengacaranya yang merayu dan menyuapnya umtuk memenangkan perkaranya,” tutur Hasbi.

    Kendati demikian, ia menilai, perlu adanya sistem pengawasan terhadap advokat yang berperkara. Apalagi, kata dia, advokat merupakan salah satu variabel penting dalam lingkaran suap di pengadilan.

    “Jadi adanya usulan supaya sistem pengawasan terhadap advokat yang berperkara diperkuat, saya kira penting dipertimbangkan. Karena advokat juga salah satu variabel penting dalam lingkaran suap di pengadilan,” kata Hasbi.

  • Cucun Pastikan Tak Ada Ego Sektoral dalam Tangani Banjir Jabodetabek

    Cucun Pastikan Tak Ada Ego Sektoral dalam Tangani Banjir Jabodetabek

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal memastikan tidak ada lagi ego sektoral antara pemerintah daerah dalam menangani banjir Jabodetabek. Menurut Cucun, pemerintah daerah di wilayah itu dan juga pemerintah pusat, harus bekerja kolaboratif menangani banjir.

    Hal ini disampaikan Cucun setelah meninjau lokasi banjir di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Kamis (6/3/2025). Dalam kegiatan tersebut, Cucun ditemani oleh anggota Komisi III DPR dari daerah pemilihan Jakarta Timur Hasbiallah Ilyas dan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rustian.

    “Semua sektor akan berkolaborasi, dari semua komponen masyarakat juga pemerintah. Pemerintah juga tidak ada ego sektoral. Semua pemerintah adalah pelayan bagi masyarakat. Kita memastikan itu, sekarang tidak ada ego sektoral,” ujar Cucun.

    Cucun menegaskan, banjir merupakan masalah bersama yang perlu diurus secara kolaboratif. Apalagi, kata dia, terdapat nilai-nilai kemanusiaan dalam penanganannya khususnya bagi masyarakat terdampak banjir Jabodetabek.  

    “Ketika ada bencana semua benar-benar harus turun. Kemanusiaan lebih penting ketimbang tadi,” tandas dia.

    Cucun juga mengatakan, dirinya meninjau lokasi banjir Jabodetabek untuk memastikan negara hadir ketika masyarakat sedang dalam bencana. Kehadiran negara, kata dia, bisa dilihat dari perangkat-perangkat yang turun langsung seperti BNPT dan Kementerian Sosial untuk melayani kebutuhan warga-warga yang terdampak banjir.

    “Memastikan bahwa kehadiran negara, kehadiran perangkat negara seperti BNPB, Kemensos, yang ditugaskan untuk melakukan tanggap darurat ketika ada bencana, ketika ada insiden seperti banjir, yang ini siklusnya cukup luar biasa ya. Ini sudah diprediksi ketika bencana Sukabumi waktu itu,” ungkap dia terkait banjir Jabodetabek.

    Selain itu, Cucun mengatakan pihaknya juga menyerahkan bantuan kepada warga terdampak banjir di Kampung Melayu Jakarta.

    “Kemudian, family kit yang sudah disiapkan, berapa stok yang ada. Nah, ini yang harus kita pastikan. Apakah anggarannya masih tersedia atau tidak. Kita harus cek semua itu, termasuk paket yang diberikan dari kami, dari BNPB, dari DPR. Mungkin tidak selamanya juga, paling hanya untuk satu hari atau dua hari,” pungkas Cucun terkait bantuan untuk korban banjir Jabodetabek.

  • Komisi III DPR Harap Efisiensi Anggaran Lembaga Hukum Jangan Kurangi Rasa Keadilan

    Komisi III DPR Harap Efisiensi Anggaran Lembaga Hukum Jangan Kurangi Rasa Keadilan

    Komisi III DPR Harap Efisiensi Anggaran Lembaga Hukum Jangan Kurangi Rasa Keadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah anggota
    Komisi III DPR
    RI memberikan tanggapan terkait kebijakan
    efisiensi anggaran
    yang diterapkan oleh delapan lembaga mitra kerja mereka di bidang hukum.
    Mereka memberikan dukungan terhadap kebijakan pemerintah, tetapi tetap mengingatkan agar pemotongan anggaran tidak mengganggu pelayanan hukum dan mengurangi rasa keadilan bagi masyarakat.
    Anggota Komisi III
    DPR
    RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hasbiallah Ilyas menekankan pentingnya kehati-hatian dalam melakukan efisiensi agar tidak mengorbankan program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
    “Fraksi PKB hanya menitikberatkan pada program layanan langsung kepada masyarakat, kalau bisa jangan ada pemotongan,” kata Hasbiallah dalam rapat kerja bersama mitra Komisi III DPR RI, Rabu (12/2/2025).
    Selain itu, dia mengingatkan agar anggaran untuk pembinaan dan pengawasan dalam penegakan hukum tetap dipertahankan.
    Hasbiallah juga menyoroti pentingnya program yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesadaran hukum.
    “Yang penting, jangan sampai penegakan hukum berkurang akibat efisiensi ini,” ujarnya.
    Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo menyebut, total efisiensi di seluruh mitra kerja Komisi III mencapai sekitar Rp 38 triliun.
    Dia berharap efisiensi ini tetap dapat meningkatkan kinerja mitra Komisi III di tengah banyak program kerja yang telah dirancang untuk 2025
    “Harapannya, efisiensi ini bisa meningkatkan kinerja mitra Komisi III, khususnya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi,” kata Rudianto.
    Menurut dia, optimalisasi kinerja lembaga hukum juga bisa membantu menekan kebocoran anggaran negara, terutama di sektor sumber daya alam.
    Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bimantoro Wiyono juga menyampaikan apresiasi terhadap upaya efisiensi yang dilakukan mitra kerja Komisi III.
    Dia menekankan bahwa keadilan tetap harus ditegakkan oleh seluruh mitra kerja Komisi III, meskipun terjadi pemangkasan anggaran.
    “Kami mendorong agar penegakan hukum, pelayanan hukum, serta pelayanan publik tetap harus dioptimalkan,” ujar Bimantoro.
    Dia berharap, program-program prioritas yang sudah disusun tetap bisa berjalan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
    “Kami ingin agar efisiensi ini tetap menghasilkan program yang tepat sasaran, efektif, dan yang paling penting meningkatkan kepercayaan publik terhadap mitra-mitra Komisi III,” ujar Bimantoro.
    Sebagai informasi, delapan lembaga di bidang hukum yang menjadi mitra Komisi III terkena kebijakan
    efisiensi anggaran 2025
    . Hal itu terungkap dalam rapat kerja yang berlangsung pada Rabu (12/2/2025).
    Adapun lembaga-lembaga tersebut yakni Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Kepolisian Negara Republik Indonesia (
    Polri
    ), Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ), Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ), Badan Narkotika Nasional (
    BNN
    ), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
    PPATK
    ).
    Beberapa dampak efisiensi yang telah diungkapkan antara lain:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jangan Berhenti Tanpa Ada Tindakan Hukum

    Jangan Berhenti Tanpa Ada Tindakan Hukum

    loading…

    Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta proses penegakan hukum terhadap 4 oknum polisi di antaranya AKBP Bintoro yang diduga memeras anak bos Prodia dilakukan transparan. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta proses penegakan hukum terhadap 4 oknum polisi di antaranya mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro yang diduga memeras anak bos Prodia dilakukan transparan. Publik berhak mengetahui yang terjadi dalam kasus tersebut.

    “Pengusutan kasus ini harus dilakukan transparan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Masyarakat berhak tahu apa yang sebetulnya terjadi,” ujar Hasbi, Jumat (31/1/2025).

    Politikus PKB ini mengatakan, pengakuan anak bos Prodia atas dugaan keterlibatan anggota Polri harus diusut tuntas. “Pengakuan itu jangan hanya berhenti tanpa ada tindakan hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat,” tegasnya.

    Menurut dia, pemerasan itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Dia meminta polisi dapat membuktikan tak tebang pilih dalam pengusutan tersebut.

    Saat ini , ada 4 oknum polisi Polres Metro Jakarta Selatan menjalani pemeriksaan terkait dugaan pemerasan. Empat oknum ini diduga melanggar kode etik. Selain itu, sebanyak 11 saksi telah dimintai keterangan.

    Kasus ini mencuat setelah ada gugatan perdata yang dilayangkan dua anak bos Prodia yakni Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (MB). Keduanya merupakan tersangka kasus kekerasan anak yang diungkap pada April 2024.

    Penggugat meminta para tergugat yakni 4 oknum polisi mengembalikan uang Rp1,6 miliar, menyerahkan mobil Lamborghini Aventador, motor Harley Davidson, serta motor BMW HP4.

    Keempat oknum polisi itu yakni AKBP Bintoro, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, Z selaku mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, dan ND selaku mantan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    (jon)

  • Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Komisi III DPR: Usut Tuntas dan Transparan

    Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Komisi III DPR: Usut Tuntas dan Transparan

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas mendesak Polri mengusut tuntas kasus tewasnya Darso, warga Semarang, yang diduga dianiaya oknum Satlantas Polresta Yogyakarta. Hasbi, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini untuk memastikan keadilan.

    “Kami minta agar penanganan kasus ini berjalan tuntas dan dilakukan secara transparan. Polri tidak boleh ragu memberikan sanksi kepada petugas yang menyalahi prosedur,” ujar Hasbiallah Ilyas, Selasa (14/1/2025).

    Hasbi menegaskan, transparansi dalam pengusutan kasus ini sangat penting. Hal ini untuk memastikan penyelidikan dilakukan secara adil dan tidak ada pihak yang dilindungi.

    “Transparansi pengusutan kasus ini harus dilakukan agar semua pihak mengetahui penyebab kematian dan siapa yang terlibat,” tegasnya.

    Hasbi juga meminta Polri memberikan hukuman tegas kepada oknum yang terbukti bersalah. Menurutnya, sanksi tegas menjadi langkah penting untuk menjaga integritas institusi kepolisian.

    “Siapa pun anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus ini, jangan ragu untuk diberikan hukuman tegas jika terbukti bersalah,” tegas Hasbi terkait kasus warga Semarang tewas diduga dianiaya polisi.

    Selain itu, Hasbi mengusulkan agar Polri secara berkala melakukan pemeriksaan psikologi terhadap anggotanya. Hal ini penting untuk mencegah kasus serupa terulang.

    “Kasus penganiayaan yang melibatkan kepolisian ini jangan sampai terulang lagi. Pencegahan harus dilakukan, termasuk pemeriksaan psikologi secara rutin,” ujarnya.

    Darso, warga Kampung Gilisari, Semarang, meninggal dunia pada 29 September 2024 setelah diduga dianiaya oleh sejumlah anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. Peristiwa bermula saat beberapa polisi bertamu ke rumah Darso pada 21 September 2024 pukul 06.00 WIB.

    Setelah dua jam pergi bersama polisi, Darso tidak kembali ke rumah. Sang istri, Poniyem, kemudian mendapat kabar Darso dirawat di rumah sakit dengan luka lebam pada wajah, kepala, perut, dan dada.

    Sebelum meninggal, Darso sempat bercerita kepada istrinya ia dipukul oknum polisi. Darso dirawat selama enam hari sebelum akhirnya meninggal dunia. Kepolisian Daerah Jawa Tengah berencana melakukan ekshumasi untuk mengetahui penyebab kematian secara pasti.

    Kasus warga Semarang tewas diduga dianiaya polisi menjadi sorotan publik dan DPR. Desakan agar Polri bertindak tegas dan transparan mencerminkan harapan masyarakat untuk keadilan. Penanganan yang tuntas akan menjadi ujian bagi institusi kepolisian dalam menjaga kepercayaan publik.

  • 3
                    
                        Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat?
                        Megapolitan

    3 Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat? Megapolitan

    Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat?
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan polisi terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 asal Malaysia di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024) lalu terus mendapatkan sorotan tajam.
    Sejumlah pihak, di antaranya Indonesia Police Watch (IPW) hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Polri untuk segera memecat oknum yang terlibat dalam pemerasan tersebut.
    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Polri untuk memecat anggota yang memeras penonton DWP melalui sidang kode etik pada pekan depan.
    Sugeng menyatakan, pelaku pemerasan itu harus dihukum berat karena perbuatan mereka telah mempermalukan Indonesia di mata internasional.
    “Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan. Karena apa? Pertama, ini mempermalukan Indonesia di dunia internasional,” kata Sugeng saat dihubungi, Jumat (27/12/2024).
    Menurut Sugeng, praktik pemerasan diduga menjadi pola umum atau kebiasaan yang dilakukan sejumlah polisi.
    Namun, tindakan pemerasan yang dilakukan sejumlah polisi terhadap penonton DWP asal Malaysia semakin memberikan citra buruk Indonesia di mata warga negeri Jiran.
    “Apakah mereka tidak tahu bahwa warga negara Malaysia sebagai bangsa surumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” ujar Sugeng.
    Oleh karena itu, ia menilai pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus dilakukan terhadap para polisi yang terbukti melakukan pemerasan.
    Hal senada dengan Sugeng juga disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas.
    Pria yang akrab disapa Hasbi ini meminta polisi yang memeras penonton DWP dipecat dan dihukum berat. Pasalnya, tindakan para oknum tersebut sudah masuk ranah pidana sekaligus mencoreng Indonesia di mata internasional.
    “Para pelaku sudah mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia,” ujar Hasbi, Jumat.
    Hasbi menilai, kejadian memalukan ini kemungkinan akan membuat masyarakat internasional menganggap polisi Indonesia sebagai tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi.
    Oleh karena itu, ia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghukum anak buahnya seberat-beratnya.
    Mereka bisa dijerat tindak pindana pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
    Selain pidana, para pelaku pemerasan juga perlu disanksi PTDH karena mereka sudah melakukan pelanggan berat.
    “Polri harus bergerak cepat menuntaskan kasus yang dilakukan para anggotanya. Kasus ini sedang menjadi sorotan dunia internasional,” tegas Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta I itu.
    Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan, Polri akan dinilai melindungi polisi yang memeras penonton DWP jika tidak memberikan sanksi tegas berupa PTDH terhadap para pelaku pada sidang kode etik.
    “Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH, asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan. Ada apa?” kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat.
    Sanksi yang tidak memberikan efek jera berpotensi menurunkan semangat anggota kepolisian lain yang tetap konsisten menjaga etika, moral, dan disiplin.
    Selain itu, pemerasan ini juga berpotensi mengurangi kepercayaan publik, baik domestik maupun internasional. Sebab, DWP merupakan perhelatan
    electronic dance music
    (EDM) terbesar di Asia Tenggara dan korban mayoritas berasal dari Malaysia.
    “Jangan sampai sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) malah mentoleransi perilaku tidak etis personel dengan memberi sanksi ringan atau sedang,” ucap Bambang.
    “Karena sanksi ringan, penempatan khusus atau sedang berupa demosi tidak akan memberi efek jera, bahkan menurunkan
    spirit
    anggota yang masih baik,” imbuhnya.
    Diberitakan sebelumnya, sebanyak 18 anggota polisi menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara asing (WNA) asal Malaysia.
    Pemerasan itu terjadi saat WNA asal Malaysia tersebut tengah menyaksikan Djakarta Warehouse Project (DWP) yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13 hingga 15 Desember 2024.
    Ke-18 anggota polisi berbagai macam pangkat itu berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya.
    Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah barang bukti yang sudah dikumpulkan dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar.
    Kini, 18 anggota polisi itu telah menjalani penempatan khusus (patsus) dan akan menghadapi sidang kode etik pada pekan depan.
    Selepas pengumuman penanganan perkara ini oleh Div Propam Polri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengeluarkan surat telegram dengan nomor ST/429/XII/KEP/2024.
    Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Pol Dwita Kumu Wardana.
    Sebanyak 34 anggota dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi berujar, 34 anggota yang dimutasi itu dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan
    pemerasan penonton DWP
    asal Malaysia.
    “Dalam rangka pemeriksaan (kasus pemerasan penonton DWP),” ujar Ade Ary saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).
    (Penulis: Baharudin Al Farisi, Rahel Nada Chaterine | Editor: Fitria Chusna Farisa, Ardito Ramadhan, Ambaranie Nadia Kemalam Movanita)
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.