Tag: Hasan Maulahela

  • Teknologi Penanganan Penyakit Pencernaan Jadi Sorotan di Siloam Summit 2025

    Teknologi Penanganan Penyakit Pencernaan Jadi Sorotan di Siloam Summit 2025

    Jakarta

    Siloam Hospitals, grup rumah sakit terkemuka di Indonesia, menyelenggarakan Siloam Digestive Summit 2025, sebuah simposium ilmiah internasional yang digelar pada Sabtu, 26 Juli 2025, di Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta.

    Mengusung tema “Advances in Digestive Medicine: Enhancing Patient Care with Minimally Invasive Endoscopy and Robotic Surgery”, acara ini mendorong pemanfaatan teknologi medis terkini untuk meningkatkan kualitas penanganan pasien.

    Simposium ini menghadirkan para pakar nasional dan internasional di bidang kedokteran pencernaan, dan memaparkan berbagai terobosan terbaru, mulai dari kolaborasi interdisipliner, kemajuan teknologi endoskopi, hingga penerapan bedah robotik untuk menangani kasus-kasus kompleks.

    Aksi Nyata Inovasi: Live Demo Endoskopi dan Bedah RobotikTeknologi Penanganan Penyakit Pencernaan Jadi Sorotan di Siloam Summit 2025 Foto: dok. Siloam Hospital

    Siloam Digestive Summit 2025 turut menampilkan demonstrasi langsung penggunaan alat-alat medis berteknologi tinggi. Pada sesi pertama, ditampilkan Endoscopic Ultrasound (EUS), alat yang memungkinkan visualisasi detail organ-organ saluran cerna sekaligus melakukan tindakan intervensi dengan presisi tinggi.

    “Metode EUS memungkinkan kami mendapatkan visualisasi yang sangat detail sekaligus melakukan tindakan dengan akurasi tinggi. Selain diagnosis jadi lebih cepat dan akurat, tindakan minimal invasif juga bisa dilakukan lebih dini, dan risiko komplikasi berkurang secara signifikan,” tutur dr Hasan Maulahela, SpPD-KGEH, spesialis penyakit dalam subspesialis gastroenterohepatologi dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk.

    Pada sesi berikutnya, peserta disuguhkan demonstrasi bedah robotik untuk menangani kasus hepatopankreatik kompleks, yakni operasi di area hati dan pankreas yang tergolong sulit dan berisiko tinggi. Alat ini dioperasikan oleh dr Wifanto Saditya Jeo, SpB-KBD, spesialis bedah subspesialis digestif, bersama pembicara internasional dr. Iswanto Sucandy.

    “Teknologi robotik memungkinkan prosedur pembedahan yang sebelumnya sangat kompleks menjadi lebih presisi dan minim invasif. Melalui forum ini, kami berharap peserta dapat melihat langsung bagaimana inovasi ini membuka jalan baru dalam layanan bedah digestif di Indonesia,” jelas dr Wifanto.

    Tantangan Kesehatan Pencernaan Terkini

    Siloam Digestive Summit 2025 mengangkat empat topik utama yang mencerminkan kompleksitas dan dinamika dunia kedokteran digestif masa kini.

    Topik pertama menyoroti pentingnya kolaborasi antarspesialis dalam penanganan kanker kolorektal (kanker usus besar). Kedua, mengulas terobosan di bidang hepatobilier (hati dan saluran empedu), termasuk metode diagnostik dan terapi terbaru untuk penyakit hati, kantung empedu, dan saluran empedu.

    Ketiga, memperjelas perbedaan mendasar antara Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan Inflammatory Bowel Disease (IBD), serta tatalaksananya. Keempat, membahas tantangan penanganan IBD pada anak, termasuk pembaruan protokol untuk meningkatkan kualitas hidup pasien anak.

    Mendorong Transformasi Layanan Medis

    Dengan berbagai terobosan yang disampaikan dalam dalam Siloam Digestive Summit 2025, Siloam Hospitals sebagai penyelenggara acara berharap keselamatan dan kualitas layanan pasien rumah sakit akan menjadi lebih baik.

    “Siloam Digestive Summit 2025 merupakan wujud nyata komitmen kami untuk terus menghadirkan inovasi di bidang kesehatan, khususnya dalam gastroenterologi dan bedah digestif. Kami percaya, dengan memperkenalkan teknologi robotik dan menguatkan kolaborasi antar disiplin, para dokter di Indonesia akan semakin terdorong untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada pasien,” ujar dr Melissa, Direktur Siloam Hospitals Kebon Jeruk.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Canggih! Hong Kong Kembangkan AI untuk Rekonstruksi Medis X-ray”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

  • Ini peringatan dokter agar cegah diare di musim hujan

    Ini peringatan dokter agar cegah diare di musim hujan

    Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Ari Fahrial Syam, MD, PhD, MMB, FACP, FACG mengingatkan pentingnya menjaga perilaku bersih dan sehat untuk mencegah penyakit diare yang kerap terjadi selama musim hujan.

    “Umumnya pencegahan diare dapat dilakukan dari hal sederhana mulai dari mencuci tangan setiap akan makan, kemudian menjaga sumber makanan dan sumber air tetap bersih,” kata Ari Fahrial di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia di saat musim hujan seperti sekarang ini umumnya daya tahan tubuh mengalami penurunan sehingga ketika patogen masuk ke dalam tubuh bisa memunculkan penyakit yang salah satunya diare.

    Ia menyampaikan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada 2023 memperlihatkan angka prevalensi diare pada semua kelompok umur di Indonesia mencapai 4,3 persen dan kelompok usia lebih dari 75 tahun merupakan populasi dengan prevalensi diare terbanyak yaitu 5,1 persen.

    Sedangkan Data Global Burden of Disease tahun 2016 mengungkapkan diare termasuk dalam sepuluh besar penyakit dengan beban kesehatan tertinggi secara global.

    Sekjen Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Dr. dr. Hasan Maulahela, SpPD, K-GEH secara terpisah menyampaikan meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, keberhasilan dalam menurunkan angka kejadian dan kematian akibat diare masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda.

    Menurut dia, penting penggunaan teknologi diagnostik terutama bagi penderita diare akut untuk memudahkan dalam melakukan penanganan.

    Beberapa penderita kanker, HIV/ AIDS, autoimun dan gangguan kronis lainnya kerap mengalami diare akut bahkan menjadi infeksi yang berlanjut sehingga membutuhkan diagnostik yang mampu mengidentifikasi patologi secara lebih spesifik, jelas Hasan.

    Dengan teknologi terkini di bidang diagnostik, ungkap Hasan, dokter akan lebih mudah dalam menentukan patologi penyebab diare sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.

    Hasan menambahkan, tak hanya itu dengan diagnostik yang tepat pasien dapat terhindar dari penggunaan antibiotik yang berlebihan.

    “Saat ini alat untuk diagnosa diare atau dikenal “Syndromic Testing” telah tersedia di katalog elektronik, sehingga memudahkan bagi rumah sakit yang memang membutuhkan penanganan lebih lanjut terhadap pasien,” katanya.

    Pewarta: Ganet Dirgantara
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pasien Penyakit Diare Kini Bisa Tes PCR, Sudah Tersedia di Rumah Sakit   – Halaman all

    Pasien Penyakit Diare Kini Bisa Tes PCR, Sudah Tersedia di Rumah Sakit   – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Willy Widianto
     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Diare merupakan salah satu penyakit yang masih banyak ditemukan di masyarakat. Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka prevalensi diare pada semua kelompok umur di Indonesia mencapai 4,3 persen dan kelompok subjek berusia lebih dari 75 tahun merupakan populasi dengan prevalensi diare terbesar, yaitu 5,1%. 

    Data Global Burden of Disease tahun 2016, diare termasuk dalam sepuluh besar penyakit dengan beban kesehatan tertinggi secara global.

    Meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan di Indonesia, keberhasilan dalam menurunkan angka kejadian dan mortalitas akibat diare masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda. 

    Hal ini disebabkan upaya yang belum optimal di dalam pencegahan dan juga di berbagai daerah. Dalam upaya penanganan diare yang lebih optimal, Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) memperkenalkan teknologi diagnostik untuk diare salah satunya dengan metode polymerase chain reaction (PCR) multipleks feses yang memungkinkan deteksi simultan berbagai patogen seperti bakteri, virus dan parasit dalam satu sampel feses.

    Sekjen PB-PGI Dr. dr. Hasan Maulahela, SpPD, K-GEH mengatakan pemeriksaan PCR multipleks feses sangat direkomendasikan bagi pasien dengan diare kronik, persisten, atau akut untuk identifikasi patogen secara spesifik.

    Patogen yang berbeda dapat menyebabkan gejala yang serupa, sehingga hal ini menyulitkan dokter untuk mengidentifikasi patogen tertentu penyebab infeksi yang diderita oleh pasien, terutama pada pasien imunokompromais /imunodefisiensi seperti penderita HIV/AIDS, kanker, autoimun dan gangguan kesehatan kronis lainnya.

    “Syndromic testing menjawab tantangan ini dengan menggunakan PCR multipleks untuk menguji beberapa patogen sekaligus, dimana CT-Value memainkan peran penting dalam penegakan diagnostik terutama kasus koinfeksi. Hasil yang cepat dan akurat dapat memberikan alternatif diagnostik tradisional seperti metode kultur bakteri dan mikroskop,” ujar dr Hasan dalam pernyataannya, Senin(16/12/2024).

    Terutama lanjut dr Hasan apabila pasien memiliki penyakit seperti HIV atau auto-imun di mana tubuh tidak dapat melawan infeksi sehingga bisa terjadi diare akut hingga kronis. 

    “Hasil pemeriksaan Systemic Testing memiliki keuntungan tersendiri karena dapat mengetahui penyebab infeksi hingga 23 patogen, sehingga sangat membantu dokter menentukan pengobatan yang paling tepat berdasarkan penyebab utama diare,” kata dr Hasan.

    Lebih jauh dr Hasan menjelaskan Panduan terbaru memberikan rekomendasi terapi yang lebih beragam, termasuk pilihan antibiotik dan probiotik yang disesuaikan dengan etiologi spesifik sehingga hasil tes PCR Multiplex ini dapat mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan atau tidak sesuai indikasi, yang merupakan salah satu penyebab utama resistensi antibiotik saat ini. 

    Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia(UI), Prof. Ari Fahrial Syam, MD, PhD, MMB, FACP, FACG mengatakan teknologi diagnostik ini mendukung pengambilan keputusan klinis yang lebih cepat, meningkatkan efisiensi, dan kualitas perawatan pasien.

    “Saat ini alat untuk melakukan pemeriksaan Syndromic Testing telah tersedia di e-catalog, sehingga terbuka bagi RS yang memang membutuhkannya. Syndromic Testing juga sudah tersedia di beberapa rumah sakit besar milik pemerintah maupun swasta,” ujar Prof Ari.

    Selain itu ditekankan pula pentingnya kesadaran hidup bersih sebagai bentuk pencegahan akan penyakit diare yang masih menjadi momok di tengah masyarakat modern.

    “Terutama di musim peralihan panas ke hujan seperti saat ini, kebersihan menjadi hal yang utama. Umumnya pencegahan diare dapat dilakukan dari hal sederhana mulai dari mencuci tangan setiap akan makan, kemudian menjaga sumber makanan dan sumber air tetap bersih agar terhindar dari penyakit diare”, ujar Prof. dr. Marcellus Simadibrata, SpPD, K-GEH, PHD, FACG, FASGE selaku penasihat PGI.