Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh menyebut, aliran dana dalam dugaan korupsi
timah
ke CV Salsabila Utama nyaris Rp 1 triliun tetapi sampai saat ini direktur perusahaan itu, Tetian Wahyudi menghilang.
Pernyataan tersebut Pontoh sampaikan ketika mencecar eks Direktur Keuangan PT
Timah
Tbk Emil Ermindra sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Helena Lim.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, CV Salsabila Utama merupakan perusahaan yang didirikan Emil bersama Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
“Ada perlakuan khusus enggak ke CV Salsabila?” tanya Hakim Pontoh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Emil kemudian mengeklaim tidak ada perlakuan khusus kepada CV Salsabila. Menurut Emil, semua pembayaran hanya dilakukan setelah syaratnya terpenuhi.
Ketika terdapat perusahaan yang tidak memenuhi
standard operating procedure
(SOP) maka tidak akan dibayar PT Timah.
“Kalau secara SOP tidak terpenuhi tidak dibayar Yang Mulia,” jawab Emil.
Hakim Pontoh lantas menyinggung lebih lanjut aliran dana dugaan korupsi ke CV Salsabila Utama yang nilainya cukup besar.
“Ini pembayaran kepada Salsabila hampir Rp 1 triliun kalau saya lihat di yang sesuai surat dakwaan penuntut umum Rp 186 miliar lebih,” ujar Hakim Pontoh.
“Sementara Saudara Tetian Wahyudi sampai hari tidak bisa ditemukan, kemana keberadaan dia. Jadi tidak bisa ditangkap dia, ya kan? Supaya bisa jelas,” kata dia.
Mendengar pernyataan ini, Emil mengaku dirinya lebih senang jika Tetian tertangkap. Sebab, keberadaan Tetian itu akan membuat persoalan yang didakwakan jaksa menjadi jelas.
“iya, jadi bisa
clear
buat saya,” kata Emil.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, kasus korupsi di PT Timah Tbk diduga memperkaya Emil melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986.799.408.690.
Namun, sampai saat ini Tetian yang tercatat sebagai direktur perusahaan itu menjadi buron dan belum tertangkap.
Sejumlah saksi dalam persidangan menyebut Tetian merupakan wartawan dan tangan panjang petinggi PT Timah untuk mengatasi protes-protes masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Sementara itu, dalam persidangan Emil membantah dirinya mendirikan dan terkait dengan CV Salsabila Utama.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Reza Pahlevi, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di
-cover
dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana
corporate social responsibilit
y (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Harvey Moeis
-
/data/photo/2024/11/28/67485848c07a2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron Nasional
-
/data/photo/2024/11/28/6748531b6807a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Harvey Moeis Kirim Bantuan Rp 15 Miliar untuk RSCM Saat Pandemi Covid-19 Nasional 28 November 2024
Harvey Moeis Kirim Bantuan Rp 15 Miliar untuk RSCM Saat Pandemi Covid-19
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dokter spesialis anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Rinawati menyebut suami aktris
Sandra Dewi
,
Harvey Moeis
mencicil uang sumbangan sebesar Rp 15 miliar hanya dalam waktu satu bulan.
Uang tersebut digunakan untuk merenovasi atau ruang
Intensive Care Unit
(ICU)
RSCM
pada masa
pandemi Covid-19
yang tidak bisa menampung karena ledakan jumlah pasien.
Keterangan itu Rina sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi meringankan (a de charge) oleh pihak Harvey selaku terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Eko Aryanto mendalami proses aliran dana dari Harvey.
“Tadi uang yang Rp 15 miliar katanya ditransfer ke rekening saksi, itu ditransfer sekali transfer atau beberapa kali?” tanya hakim Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Menurut Rina, Harvey mengirim uang itu dalam beberapa kali transaksi dengan nilai variatif seperti Rp 500 juta dan Rp 700 juta.
Setelah dijumlahkan, Harvey mengirim sekitar Rp 15 miliar dalam waktu satu bulan ke rekening Rina yang kemudian digunakan untuk meningkatkan fasilitas ruang ICU.
“Gitu ya. Seingat saksi sampai itu terkumpul 15 miliar itu dalam kurun waktu berapa lama?” tanya hakim Eko.
“Satu bulan,” jawab Rina.
Meski demikian, Rina mengaku saat itu tidak ada bukti penyerahan uang.
Dana belasan miliar itu juga ditransfer Harvey ke rekeningnya karena tidak ada pihaknyang mau menerima lantaran khawatir dipotong pajak.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk meningkatkan kapasitas ICU RSCM, termasuk dengan menambahkan 50 ranjang pasien.
Dalam persidangan itu, Rina juga mengeklaim tidak mengetahui Harvey bekerja di sektor pertambangan.
“Enggak tahu Pak saya enggak punya waktu juga, ngapain nanya nanya,” tuturnya.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama Direktur PT Timah Tbk saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-
cover
dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Dalam persidangan, Harvey menyebut uang CSR itu digunakan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Harvey Moeis, Achsanul Qosasi hingga Hendry Lie Nyoblos di Kejari Jaksel
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menggelar pencoblosan Pilkada Serentak 2024 untuk para tahanan yang ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Haryoko Ari Prabowo mengatakan bahwa ada lima tahanan yang menggunakan hak pilihnya dan difasilitasi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kelima tahanan itu, kata Prabowo adalah Achsanul Qosasi, Harvey Moeis, Hendry Lie, Cecep dan Suparta.
“Pada hari ini Rabu tanggal 27 November 2024 telah dilaksanakan pencoblosan di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang diperuntukan untuk tahanan-tahanan di rutan yang sekarang ada di rutan Kejari Jaksel,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (27/11/2024).
Prabowo menjelaskan bahwa pencoblosan Pilkada Serentak 2024 yang digelar pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dihadiri oleh beberapa saksi dari KPU hingga RT di dekat kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Bisa dilihat semua bahwa kita melakukan pencoblosan ini diikuti oleh semua saksi yang hadir di sini dari KPU hingga Pak RT,” katanya,
Prabowo berharap Pilkada Serentak 2024 yang digelar di DKI Jakarta bisa berjalan dengan baik, lancar dan aman hingga ada keputusan penetapan dari KPU Provinsi DKI Jakarta nanti.
“Mudah-mudahan kami berharap pemilu kali ini berjalan baik, lancar, dan aman,” ujar Prabowo.
Suparta, salah satu terdakwa kasus tata niaga timah menggunakan hak pilih untuk Pilkada 2024, Rabu (27/11/2024)./Bisnis-Sholahuddin Al AyubbiPerbesar
Seperti diketahui, Harvey Moeis merupakan salah satu terdakwa dalam kasus korupsi tata niaga timah. Suami selebritas Sandra Dewi itu masih menjalani persidangan.
Sementara itu, Achsanul Qosasi telah divonis pidana penjara selama dua tahun enam bulan dan denda Rp250 juta setelah terbukti menerima suap dalam pengondisian kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo pada 2021.
Adapun, mantan bos maskapai penerbangan Sriwijaya Air, Hendry Lie juga menjadi tahanan Kejagung dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah. Hendry Lie baru saja ditangkap Kejagung pada pekan lalu.
-

Kejagung Langsung Tahan Tersangka Kasus Korupsi Timah Hendry Lie
Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menangkap tersangka kasus korupsi komoditas timah, Hendry Lie. Hendry Lie langsung ditahan.
“Dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024) malam.
Hendry Lie ditahan selama 20 hari terhitung mulai hari ini. Hendry Lie ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Hendry Lie ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta setelah berobat dari Singapura. Kejagung menyebut masa berlaku paspor Hendry habis pada 27 November 2024.
Hendry diketahui merupakan pihak swasta di kasus korupsi timah yakni selaku Beneficiary Owner PT TIN. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak bulan April 2024 lalu.
Hendry Lie mangkir setiap kali Kejagung menjadwalkan pemanggilan. Hendry Lie selama ini berdalih masih berada di Singapura untuk berobat, sehingga tak dapat memenuhi panggilan penyidik.
Total kerugian dalam kasus ini senilai Rp 300 triliun. Sebagian kerugian disebabkan oleh rusaknya ekosistem. Berikut daftar 23 tersangka dalam kasus korupsi timah:
Tersangka Perintangan Penyidikan:
Tersangka Pokok Perkara:
2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
17. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
18. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
19. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
20. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
21. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
22. Bambang Gatot Ariyono, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022,
23. Supianto (SPT), mantan Plt Kepala Dinas Energi Sumberdaya Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung(Babel)(whn/idn)
-

Kejagung Tangkap Koruptor Kasus Timah Eks Bos Sriwijaya Air Hendry Lie
Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung menangkap tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. tahun 2015 sampai dengan 2022, yaitu Hendry Lie.
Berdasarkan laporan detik.com, Hendry tiba di kantor pusat Kejagung, Jakarta Selatan, sekitar pukul 23.13 WIB. Hendry yang mengenakan celana panjang jeans dan kemeja berwarna krem kemudian digiring jaksa ke dalam gedung tanpa mengucap sepatah katapun.
Eks bos Sriwijaya Air Hendry Lie diketahui merupakan pihak swasta dalam kasus itu, yakni selaku beneficiary owner PT TIN. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak bulan April lalu.
Hendry mangkir setiap kali Kejagung menjadwalkan pemanggilan. Hendry selama ini berdalih masih berada di Singapura untuk berobat, sehingga tak dapat memenuhi panggilan penyidik.
“Belum dilakukan penahanan karena sakit dan sakit itu kan sudah ada pemberitahuan dari kuasanya,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2024) lalu.
Sebagai informasi, Kejagung telah menjerat 23 orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Sebanyak 17 tersangka sudah mulai disidangkan, bahkan tiga di antaranya sudah divonis.
Total kerugian dalam kasus ini senilai Rp 300 triliun. Sebagian kerugian disebabkan oleh rusaknya ekosistem.
Berikut daftar 23 tersangka dalam kasus korupsi timah:
Tersangka Perintangan Penyidikan:
1. Toni Tamsil alias Akhi (TT)
Tersangka Pokok Perkara:
2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
17. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
18. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
19. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
20. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
21. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
22. Bambang Gatot Ariyono selaku Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022,
23. Supianto (SPT) selaku Plt Kepala Dinas Energi Sumberdaya Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung(Babel)Artikel selengkapnya >>> Klik di sini
(miq/miq)
-

Kejagung Tangkap Tersangka Kasus Timah Hendry Lie
Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menangkap tersangka kasus korupsi komoditas timah, Hendry Lie. Hendry sebelumnya berada di Singapura untuk berobat.
Pantauan detikcom Senin (18/11/2024) Hendry Lie tiba di Kejagung, Jakarta Selatan sekira pukul 23.13 WIB. Dia keluar dari mobil tahanan.
Hendry Lie kemudian digiring jaksa ke Gedung Kejagung. Belum ada sepatah kata pun yang terucap dari Hendry.
Hendry diketahui merupakan pihak swasta di kasus korupsi timah yakni selaku Beneficiary Owner PT TIN. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak bulan April lalu.
Hendry Lie mangkir setiap kali Kejagung menjadwalkan pemanggilan. Hendry Lie selama ini berdalih masih berada di Singapura untuk berobat, sehingga tak dapat memenuhi panggilan penyidik.
“Belum dilakukan penahanan, karena sakit dan sakit itu kan sudah ada pemberitahuan dari kuasanya,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (30/9) lalu.
Total kerugian dalam kasus ini senilai Rp 300 triliun. Sebagian kerugian disebabkan oleh rusaknya ekosistem. Berikut daftar 23 tersangka dalam kasus korupsi timah:
Tersangka Perintangan Penyidikan:
Tersangka Pokok Perkara:
2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
17. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
18. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
19. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
20. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
21. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
22. Bambang Gatot Ariyono, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022,
23. Supianto (SPT), mantan Plt Kepala Dinas Energi Sumberdaya Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung(Babel)(whn/idn)
-

Jaksa Agung Sebut 6.168 Perkara Diselesaikan dengan Restorative Justice
Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan pihaknya sudah menangani 6.168 perkara dengan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Jumlah tercatat sejumlah diberlakukannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020.
“Data ini dari awal diterapkannya peraturan hingga 12 November 2024. Jadi, kejaksaan telah menyelesaikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sampai dengan November 2024 berjumlah 6.168 perkara,” ujar Burhanuddin dalam rapat kerja dengan komisi III DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Burhanuddin mengungkapkan penyelesaian perkara melalui mekanisme RJ merupakan bentuk pembaharuan hukum, dan ini cukup efektif diterapkan. Dia juga menegaskan, tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif. Karena ada beberapa persyaratan yang harus terpenuhi di antaranya, telah dilaksanakan proses perdamaian, belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Selain itu ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan kejaksaan juga melaksanakan program rumah restorative justice atau RRJ. Sampai 12 November 2024 telah terbentuk sebanyak 4.654 RRJ di seluruh Indonesia.
Pada kesempatan itu, Burhanuddin juga membeberkan kasus yang kini tengah ditangani kejaksaan dan mendapatkan sorotan publik. Dia mencontohkan perkara pembunuhan yang dilakukan oleh Ronald Tannur. Termasuk di antaranya ada kasus guru honorer Supriyani yang dituntut bebas oleh JPU Konawe Selatan.
“Perkara pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Gregorius Ronald Tannur,” katanya.
Sementara di tahap penyidikan, Burhanuddin membeberkan terdapat kasus tindak pidana tata niaga komoditas timah yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun. Kasus korupsi timah ini menyeret sosok pengusaha Harvey Moeis, yang diketahui adalah suami dari aktris kenamaan Sandra Dewi.
“Dugaan tindak pidana tata niaga komoditas timah di PT Timah tbk yang menyebabkan kerugian Rp 300 T,” pungkas dia.
-
/data/photo/2024/10/21/6716083205f05.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Timah, Ahli Sebut Istri yang Nikmati Uang Korupsi Bisa Dijerat Meski Ada Perjanjian Pra Nikah Nasional 6 November 2024
Sidang Timah, Ahli Sebut Istri yang Nikmati Uang Korupsi Bisa Dijerat Meski Ada Perjanjian Pra Nikah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyebut, istri yang menikmati uang hasil korupsi suaminya tetap bisa dijerat sebagai pelaku pasif meskipun keduanya memiliki perjanjian pra nikah atau pisah harta.
Informasi ini Yunus sampaikan ketika dihadirkan sebagai ahli dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto dan kawan-kawan.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta pendapat Yunus dengan mengajukan ilustrasi seorang suami yang disebut A menerima uang hasil korupsi dan menggunakan uang itu untuk membahagiakan istrinya.
“Membelikan tas, membelikan mobil, membelikan rumah. Namun, sebelumnya mereka sudah memiliki perjanjian pra nikah. Apakah barang-barang tersebut bisa dikategorikan sebagai hasil TPPU juga?” tanya jaksa di Pengadklan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).
Yunus kemudian menjelaskan, ada atau tidaknya status pernikahan berikut perjanjian pra nikah tidak memengaruhi jerat Pasal TPPU.
Menurutnya, yang terpenting adalah apakah pihak terkait menguasai, menggunakan, atau menikmati hasil kejahatan seperti korupsi dengan sadar.
“Orang ada hubungan nikah apa tidak, ada perjanjian apa tidak, tidak relevan,” kata Yunus.
Terlebih, kata ahli perbankan tersebut, dalam peristiwa yang dicontohkan jaksa biasanya tidak terdapat underlying transaction atau dokumen yang menjadi dasar sehingga transaksi itu seolah menjadi sah.
Oleh karena itu, istri dari pelaku yang turut menikmati uang maupun harta hasil kejahatan itu bisa menjadi tersangka pelaku TPPU pasif sebagaimana diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Jadi, menerima, menguasai, menggunakan hasil kejahatan bisa terkena Pasal 5,” ujar Yunus.
Dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah, pihak yang menyatakan memiliki perjanjian pisah harta adalah istri terdakwa
Harvey Moeis
, Sandra Dewi.
Meski demikian, aktris itu mengaku membeli rumah bersama suaminya senilai Rp 20 miliar lebih. Ia juga tidak menampik Harvey membeli sejumlah mobil yang digunakan keluarganya.
Dalam perkara ini, Sandra Dewi disebut menerima aliran dana hasil korupsi di PT Timah Tbk Rp 3,5 miliar. Ia juga disebut menerima 88 tas mewah dari Harvey Moeis yang diduga bersumber dari perkara ini.
Terbaru, Sandra Dewi disebut mentransfer uang Rp 10 miliar ke rekening istri Direktur Utama PT RBT Suparta yang bernama Anggraeni pada Desember 2019.
Namun, uang itu diklaim Anggraeni sebagai utang suaminya kepada Harvey yang digunakan untuk model bisnis.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moesi dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Ngaku Kumpulkan Rp23 Miliar dari Empat Smelter Swasta, Harvey Moeis: Ada Juga Dolar Singapura
GELORA.CO – Terdakwa kasus korupsi Timah, Harvey Moeis, mengaku mengumpulkan uang sebanyak 1,5 juta USD (Rp23 miliar) dari empat smelter swasta. Uang itu disebut sebagai kas sosial atau corporate social responsibility (CSR).
Selama kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, Harvey menjelaskan uang itu merupakan kas sosial yang selama ini disebut sebagai dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR).
“Selain itu juga ada 25 ribu dolar Singapura tiga kali (Rp894 miliar), sebagian kecil saja,” ujar Harvey, dikutip Antara, Selasa (5/11/2024).
Meski mendapatkan uang sebesar itu, ia mengaku tidak mencatatkan transaksi dari keempat smelter swasta tersebut secara pribadi lantaran sudah terdapat bagian keuangan yang mencatat transaksi.
Adapun keempat swasta yang dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Harvey menuturkan uang yang ia kumpulkan dari para smelter swasta digunakan untuk memberikan bantuan pembelian alat kesehatan untuk COVID-19 tanpa sepengetahuan keempat smelter tersebut.
“Belum sempat dikasih tahu kepada pihak smelter, tapi itu untuk bantuan alat kesehatan di RSCM dan RSPAD,” jelasnya.
Harvey bersaksi dalam kasus dugaan korupsi timah yang menyeret antara lain dirinya beserta tiga petinggi smelter swasta sehingga secara total merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Ketiga petinggi smelter dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, serta Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie.
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang didakwakan perbuatan serupa.
Perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kendati demikian khusus Tamron, terancam pula pidana dalam Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
