Bos Smelter Timah Tamron Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 3,66 Triliun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemilik smelter
timah
swasta CV Venus Inti Perkasa, Tamron alias Aon dituntut membayar uang pengganti Rp 3.660.991.640.663,67 (Rp 3,66 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung (Babel).
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mengatakan, uang pengganti tersebut merupakan pidana tambahan dari tuntutan pokok yang diajukan kepada Majelis Hakim
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Tamron utk membayar uang pengganti sebesar Rp 3.660.991.640.663,67,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin.
Jaksa mengatakan, Tamron harus membayar uang pengganti tersebut maksimal satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terbit.
Jika dalam waktu yang ditentukan tersebut Harvey belum membayar maka harta bendanya akan dirampas untuk negara guna menutupi uang pengganti.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar jaksa.
Adapun dalam pokoknya, jaksa menuntut Tamron dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Jaksa menilai, Tamron terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama eks Direktur PT
Timah
Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan para bos perusahaan smelter swasta.
Tamron juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Menuntut agar majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamron dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangkan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar jaksa.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Harvey Moeis
-
/data/photo/2024/12/09/6756fb639ea01.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bos Smelter Timah Tamron Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 3,66 Triliun
-

Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Pidana dan Denda Rp1 Miliar pada Kasus Timah!
Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis agar dipidana selama 12 tahun dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.
Jaksa menilai bahwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan bersalah dalam kasus korupsi timah sebagaimana dalam dakwaan primer.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa HM dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
Jaksa menambahkan Harvey juga diminta harus membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun.
Selain pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp210 miliar dengan subsider enam tahun pidana.
“Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar,” tambah jaksa.
Dalam kasus ini, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT RBT diduga telah mengakomodasi penambangan liar di IUP PT Timah bersama tersangka lainnya.
Akomodasi penambangan liar itu dilakukan melalui sewa menyewa alat peleburan timah untuk mendapatkan keuntungan.
Kemudian, keuntungan yang didapat Harvey diduga difasilitasi tersangka Helena Lim dengan modus tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.
Adapun, jaksa telah mendakwa perbuatan dugaan korupsi dalam kasus ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Manager PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim sebesar Rp420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena setidak-tidaknya Rp420.000.000.000,” ujar JPU
-

Vonis untuk Harvey Moeis Diketok sebelum Perayaan Natal
Jakarta, Beritasatu. com – Nasib suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah akan terang tidak lama lagi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akan memberikan putusan sebelum perayaan natal.
Pada hari ini Harvey Moeis sedianya menjalani sidang tuntutan pada pukul 10.00 WIB. Namun hingga menjelang sore, ruang sidang Pengadilan Tipikor itu masih tertutup.
Ketua majelis hakim Eko Aryanto menjelaskan, sidang tuntutan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah ini dijadwalkan dengan rencana agenda sebagai berikut, pada 9 Desember 2024 akan dibacakan tuntutan terhadap terdakwa. Kemudian, pada 16 Desember 2024 akan dilanjutkan dengan pembacaan pleidoi, replik, dan duplik.
“Sebelum Natal, kita vonis, seperti itu,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Pada sidang tuntutan ini, Eko Aryanto kembali memimpin persidangan dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang akan membacakan tuntutan hukuman terhadap Harvey Moeis.
Namun, sidang dijadwalkan dimulai pukul 10.00 WIB, hingga pukul 10.30 WIB, ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, tepatnya di Ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali masih belum dibuka.
Para hakim, jaksa, terdakwa, dan saksi-saksi belum terlihat di lokasi hingga waktu tersebut. Sejumlah peserta sidang, termasuk awak media, telah menunggu di lokasi.
Akibat ketidakjelasan agenda sidang, pada pukul 11.00 WIB ruang sidang yang disediakan untuk persidangan kasus Harvey Moeis akhirnya digunakan untuk persidangan lainnya.
Sebelumnya, Harvey Moeis telah didakwa dalam kasus korupsi yang terkait dengan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk periode 2015-2022.
Kejaksaan Agung menyebutkan, tindakannya merugikan negara hingga mencapai Rp 300 triliun.
-

Harvey Moeis Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Timah Hari Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Tersangka kasus dugaan korupsi timah di IUP PT Timah (TINS) Tbk. periode 2015-2022, Harvey Moeis akan menjalani sidang dengan agenda pencarian tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Agenda pembacaan tuntutan itu sebelumnya disampaikan oleh oleh Hakim Ketua Eko Aryanto pada sidang lanjutan kasus timah pada Kamis (28/11/2024).
“Kita jadwalkan tanggal 9 itu [Desember] tuntutan,” kata Eko dalam ruang sidang di PN Tipikor.
Selain Harvey, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Ardiansyah juga akan dituntut hari ini.
Dalam kasus ini, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT RBT diduga telah mengakomodasi penambangan liar di IUP PT Timah bersama tersangka lainnya.
Akomodasi penambangan liar itu dilakukan melalui sewa menyewa alat peleburan timah untuk mendapatkan keuntungan.
Kemudian, keuntungan yang didapat Harvey diduga difasilitasi tersangka Helena Lim dengan modus tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.
Adapun, jaksa telah mendakwa perbuatan dugaan korupsi dalam kasus ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Manager PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim sebesar Rp420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena setidak-tidaknya Rp420.000.000.000,” ujar JPU.
-

Hari Ini, Suami Sandra Dewi Hadapi Tuntutan
Jakarta, Beritasatu.com – Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis hari ini dijadwalkan menjalani sidang tuntutan atas kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015–2022.
Sidang tuntutan terdakwa Harvey Moeis akan berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024), dipimpin oleh hakim ketua Eko Aryanto. Jaksa penuntut umum (JPU) akan membacakan tuntutan hukuman kepada Harvey.
Harvey Moeis sudah didakwa terlibat dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022 yang menurut Kejaksaan Agung merugikan negara Rp 300 triliun.
Dalam kasus tersebut, Harvey Moeis merupakan perwakilan dari PT Refund Bangka Tin (RBT), perusahaan penghasil timah murni Batangan. Suami Sandra Dewi itu didakwa mengumpulkan uang “pengamanan” dari sejumlah perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Pada sidang sebelumnya, Harvey Moeis mengakui dirinya telah mengumpulkan dana sebesar US$ 1,5 juta dari empat perusahaan smelter dalam kasus tersebut, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Menurut Harvey, sebagian besar uang tersebut merupakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR).
“Selain itu, ada juga pemberian sebesar 25.000 dolar Singapura sebanyak tiga kali, meski nilainya relatif kecil,” kata suami Sandra Dewi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (4/11/2024).
Harvey mengaku dana itu digunakan untuk pembelian alat kesehatan penanganan Covid-19. “Saya belum sempat memberi tahu pihak smelter, tetapi dana itu memang untuk bantuan alat kesehatan di RSCM dan RSPAD,” ujar suami Sandra Dewi.
-

Suami Sandra Dewi Harvey Moeis Jalani Sidang Tuntutan Kasus Timah Hari ini
loading…
Terdakwa Harvey Moeis mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). FOTO/ARIF JULIANTO
JAKARTA – Harvey Moeis , terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dijadwalkan menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (9/12/2024) hari ini. Dalam perkara ini, suami artis Sandra Dewi itu selaku perwakilan PT Refund Bangka Tin (RBT).
Jadwal pembacaan tuntutan itu sebelumnya disampaikan Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (28/11/2024). Dalam sidang tersebut, Hakim Eko menjadwalkan pembacaan tuntutan Harvey digelar pada 9 Desember 2024.
“Kita jadwalkan tanggal 9 (Desember) itu tuntutan, sudah tuntutan,” kata Hakim Eko.
Untuk diketahui, Harvey Moeis didakwa mengumpulkan uang pengamanan dari sejumlah smelter. Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai USD500 hingga USD750 per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
(abd)
-

Mobil Mewah Tanda Sayang Harvey ke Sandra Dewi Disita, Ini Jenis dan Harganya
ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), menghadiahi istrinya, Sandra Dewi, satu unit mobil mewah senilai Rp15 miliar, bermerek Rolls-Royce, berwarna hitam, dan dibeli tunai sekitar tahun 2023.
“Pembayarannya cash sekitar Rp15 miliar,” ungkap Harvey dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat kemarin.
Selain mobil Rolls-Royce, dia juga pernah membelikan Sandra sebanyak satu unit mobil Mini Cooper Countryman F60 berwarna merah untuk hadiah pada ulang tahun sang istri di 2022. Mobil itu, kata dia, dibeli senilai Rp1 miliar dan dibayar secara tunai pula.
Tak hanya kepada sang istri, Harvey mengatakan pernah juga membelikan satu unit mobil Lexus RX300 untuk sang ibu senilai Rp1,5 miliar pada tahun 2019. “Ini saya belikan untuk operasional ibu saya,” tuturnya.
Adapun berbagai mobil mewah tersebut merupakan mobil yang disita terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Harvey dalam kasus dugaan korupsi timah.
Harvey diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.
Kasus dugaan korupsi timah, antara lain, menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima.
Harvey diduga melakukan TPPU dengan menggunakan uang hasil korupsi untuk kepentingan pribadinya, antara lain, membelikan sang istri mobil mewah seperti Rolls Royce dan Mini Cooper.
Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-
/data/photo/2024/04/03/660cf5344d0f8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Adu Lari Negara dengan (Potensi) Korupsi di BUMN
Adu Lari Negara dengan (Potensi) Korupsi di BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mochtar Riza Pahlevi Tabrani duduk terdiam ketika dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa dalam kasus tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
Di ruangan Wirjono Prodjodikoro yang dingin, mantan Direktur Utama
PT Timah
Tbk itu dinilai jaksa bersalah melakukan
korupsi
yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun lebih.
Perbuatan itu disebut dilakukan secara bersama-sama petinggi timah, bos smelter, pemilik money changer, sampai suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis dalam kurun 2015 sampai 2022 di Bangka Belitung.
Di tempat terpisah dan rentang waktu 2008-2018, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan negara rugi Rp 16,81 triliun akibat korupsi di PT Asuransi
Jiwasraya
dan Rp 22,78 triliun akibat korupsi pengelolaan dana PT
Asabri
pada 2012-2019.
Tiga peristiwa yang disebut merugikan negara hingga triliunan rupiah itu hanyalah sedikit dari wajah bopeng praktik bisnis di perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (
BUMN
).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia mengatakan, perusahaan BUMN sebenarnya dirancang untuk tugas mulia.
Perusahaan negara itu menggarap sektor yang krusial bagi hajat hidup orang banyak seperti listrik dan transportasi umum agar tidak dimonopoli swasta.
“Sayangnya BUMN sangat rentan untuk salah urus karena dua sebab utama, maraknya korupsi dan pengisian jabatan strategisnya seperti komisaris kerap diperuntukkan untuk mengakomodir barter politik semata,” kata Yassar saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/11/2024).
ICW mencatat, sepanjang 2016 hingga 2021 atau enam tahun saja, terdapat 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN yang disidik penegak hukum dengan 340 orang tersangka.
ICW menemukan, 83 pelaku korupsi memiliki latar belakang pimpinan menengah di perusahaan BUMN, 76 pegawai atau karyawan atau karyawan BUMN, 51 direktur BUMN, dan 40 pelaku lainnya memiliki latar belakang lain.
Dampak dari korupsi di perusahaan BUMN bukan main-main. Pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara dan masyarakat bisa terganggu.
Artinya, perilaku culas itu membawa akibat kerugian bagi negara secara langsung, melainkan banyak pihak.
“Dapat berujung pada potensi meningkatnya kemiskinan dan hilangnya safety net dari pemerintah dalam bentuk kualitas pelayanan publik yang menurun,” ujar Yassar.
Kerugian negara paket jumbo di lingkungan perusahaan BUMN ini menyedot perhatian Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bahkan pernah menyebut lembaganya tidak lagi fokus melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Lembaga antirasuah kini cenderung menggunakan pendekatan “case building” untuk menangani kasus-kasus besar di BUMN.
“Potensi kerugian negaranya besar,” kata Alex, Kamis (28/11/2024).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, ketika menyusun rencana kerja lembaga antirasuah telah memetakan sejumlah kasus. Salah satu area yang menjadi perhatian utama adalah perusahaan-perusahaan BUMN.
KPK cenderung mencari kasus dengan kerugian besar dengan alasan untuk menyelamatkan keuangan negara.
“Keuangan negaranya kan banyak di situ. Bagian dari BUMN itu kan mengelola keuangan negara,” ujar Asep, Jumat (29/11/2024).
Asep mengatakan, tujuan dari pengelolaan perusahaan BUMN adalah bisnis yang mendapatkan keuntungan. Namun, tidak sedikit perusahaan itu justru mengalami kerugian.
Padahal, kata Asep, uang yang dikelola BUMN itu bukan milik pribadi, melainkan negara.
Oleh karena itu, di samping melayani publik dengan baik perusahaan BUMN seharusnya tidak rugi meskipun tidak meraup untung terlalu besar.
“Apakah ini karena uang bukan uang pribadi, uang negara gitu, tidak terlalu hati-hati dan lain-lain. Nah itu, jadi kita berharap sih BUMN-BUMN itu kan untung,” tutur jenderal polisi bintang satu itu.
Berdasarkan catatan ICW, pada kurun waktu 2016 sampai 2021 saja, nilai kerugian korupsi di lingkungan perusahaan BUMN mencapai Rp 47,9 triliun, nilai suap Rp 106,9 miliar, dan nilai tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 57,86 miliar.
Karena besarnya potensi korupsi dalam proses bisnis BUMN, Asep membenarkan negara tak ubahnya sedang adu lari dengan para pelaku korupsi.
Berkaca dari kondisi ini, KPK berharap pihak internal Kementerian BUMN bisa mengawasi kegiatan bisnis di perusahaan-perusahaan pelat merah.
“Jadi kalau memang pengawasannya berjalan dengan baik kemudian ketat mungkin korupsinya juga tidak terlalu banyak,” kata Asep.
Asep mengatakan, dalam membidik korupsi di BUMN, KPK melihat ujung dari proses bisnis. Kerugian perusahaan akan menjadi pintu masuk KPK untuk melihat apakah terjadi korupsi.
Berbeda dengan suap dan gratifikasi, korupsi yang merugikan negara diusut menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU TIpikor) dan lebih sulit.
“Harus hati-hati kita menanganinya ya. Karena itu ada yang disebut dengan ‘BJR’ ya, business judgment rule. Jadi ada risiko bisnis,” ujar Asep.
Meski kerugian suatu perusahaan BUMN diendus memiliki potensi korupsi, KPK harus betul-betul memastikan kondisi itu timbul bukan akibat dari business judgement rule.
Untuk memastikan apakah kerugian timbul akibat korupsi atau
business judgement rule
, penyelidik dan penyidik harus menemukan ada atau tidaknya pelanggaran dalam proses bisnis yang dijalankan.
Ketika aturan dalam menjalankan bisnis di internal BUMN sudah diikuti namun terjadi situasi seperti pandemi Covid-19 atau perang, maka kerugian yang timbul dianggap sebagai risiko bisnis.
“Tiba-tiba mungkin bisnis ternyata terjadi peperangan di negara lain gitu ya. Nah bahan bakunya menjadi mahal dan lain-lain, lalu merugi. Ya itu risiko bisnis,” tutur Asep.
Namun, ketika dalam proses bisnis ditemukan kecurangan (
fraud
) dengan berbagai modusnya, makan kerugian yang timbul akan dianggap sebagai korupsi.
“Misalkan dia naruh di satu bisnis. Dia dapat bagian keuntungan yang secara ilegal dia peroleh dari teman bisnisnya. Itu kan jadi-menjadi salah kalau ada fraudnya,” ujar Asep.
Sementara itu, Yasser memandang bahwa doktrin business judgement rule seharusnya tidak menjadi imunitas bagi pihak yang bertanggung jawab atas kerugian di BUMN.
Dalam kasus-kasus korupsi seperti pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair oleh eks Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan dan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk, para pelaku menerbitkan keputusan dengan dokumen tidak jelas.
Perbuatan itu berujung menguntungkan diri sendiri dan orang lain melalui tindak pidana korupsi.
“Masih penting untuk diingat bahwa doktrin tersebut baru dapat dioperasionalkan ketika pengambilan keputusan didasarkan pada itikad baik dan good corporate governance,” ujar Yassar.
Padahal, tanpa terdapat pejabatnya yang korupsi pun, banyak perusahaan BUMN dilaporkan kerap merugi. Berdasarkan catatan ICW, hingga akhir 2020 BUMN anya meraup laba Rp 150 triliun.
“Di saat total aset perusahaan BUMN mencapai Rp 8.000 triliun. Pengembalian aset perusahaan berarti hanya di bawah 2 persen,” tuturnya.
Pengacara senior, Maqdir Islamil menyebut, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor yang digunakan dalam mengusut korupsi di BUMN sebagai “pasal sapu jagad”.
Semua pejabat menurutnya bisa terjerat pasal itu meskipun tidak memiliki niat merugikan keuangan negara.
Maqdir mengatakan, tidak semua kebijakan yang dinilai keliru dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang.
“Harus ada pemeriksaan secara administrasi terlebih dahulu, bukan pemeriksaan berdasarkan hukum pidana yang didahulukan,” kata Maqdir saat dihubungi, Kamis (5/12/2024).
Menurutnya, dalam kasus kerugian negara “maksud” atau “kehendak” pejabat terkait harus ditarik dari keadaan faktual dan obyektif yang menunjukkan terjalinnya peristiwa saling berkesesuaian sehingga bisa disimpulkan pelaku memiliki niat berakibat delik.
Kemudian, harus terdapat perencanaan yang disepakati dan dikehendaki bersama atau kesengajaan.
Karena kerap menjadi pasal sapu jagad, Maqdir dan sejumlah praktisi hukum lainnya menggugat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalua dianggap masih diperlukan maka harus diberi syarat, yaitu suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan penerimaan gratifikasi sebagaimana dinyatakan dalam UU Tipikor,” tutur Maqdir.
Pada awal November lalu, dalam keterangan tertulisnya, Erick menyebut, program “bersih-bersih BUMN” tetap akan menjadi prioritas pemerintah.
Menurutnya, program itu terbukti memperbaiki efisiensi di BUMN dan harus dilaksanakan secara serius.
“Kami mengakui bahwa kita harus terus memperbaiki. Program bersih-bersih BUMN yang sudah berjalan menjadi fokus utama, terutama setelah adanya kasus-kasus seperti
ASABRI
, Jiwasraya, dan Garuda Indonesia. Di periode kedua ini, program bersih-bersih BUMN juga harus dijalankan dengan serius,” ujar Erick, Sabtu (8/11/2024).
Menurut Erick, bersih-bersih BUMN dan investigasi secara meluas penting dilakukan guna memastikan tidak ada pejabat perusahaan pelat merah yang menyalahgunakan
Efisiensi juga telah dilakukan dengan memangkas hampir 30 persen perusahaan BUMN. Saat ini, dari 114 BUMN hanya tersisa 47 BUMN beroperasi dengan sehat.
“Di mana 40 di antaranya dalam kondisi baik dan 7 BUMN masih dalam restrukturisasi,” kata Erick.
Pada hari yang sama, Erick juga menemui Kepala badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus, Aries Marsudiyanto dan ditindaklanjuti dengan mengumpulkan para direksi dan komisaris BUMN.
“Saya membuka pintu seluas-luasnya karena kami yakin, dengan komitmen untuk efisiensi dan menekan korupsi, kita bisa melangkah maju ke depan,” kata tutur Erick.
Kompas.com telah menghubungi staf pribadi Menteri BUMN Erick Thohir untuk kembali menanyakan lebih detail soal komitmen dalam pemberantasan korupsi di lingkungan perusahaan pelat merah. Namun, sampai artikel ini ditulis belum ada jawaban.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko dan Dony Oskaria yang bertugas membina 47 perusahaan pelat merah juga belum merespons.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN bidang komunikasi Arya Sinulingga enggan memberikan tanggapan terkait bagaimana pencegahan korupsi di perusahaan pelat merah.
“Jangan dulu,” kata Arya saat ditemui usai menggelar konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara, Harvey Moeis Sedih: Saya Merasa Bersalah
ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis, mengaku bersalah karena rekannya, Helana Lim, terancam dipenjara. Harvey merasa bersalah karena memberi rekomendasi usaha milik Helena Lim dalam kasus korupsi timah.
“Saya sangat merasa bersalah kepada Ibu Helena karena saya merekomendasikan dia. Dia sampai harus masuk penjara,” kata Harvey pada sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dikutip Antara, Jumat (6/12/2024).
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) mengaku telah merekomendasikan PT Quantum Skyline Exchange, tempat penukaran uang milik Helena Lim, kepada pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.
Rekomendasi itu diberikan Harvey setelah beberapa bulan adanya kesepakatan pengumpulan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) antara empat smelter swasta pada kasus korupsi timah.
Empat smelter swasta dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Saat itu, kata Harvey, Tamron menghubunginya untuk mengirimkan dana CSR dan meminta rekomendasi tempat penukaran uang karena dana tersebut dikirimkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dari Bangka Belitung menggunakan kurir.
Menurut suami Sandra Dewi, dana CSR yang dikirimkan Tamron diberikan dalam bentuk dolar AS karena kontrak antara pihaknya dengan para smelter swasta disepakati dengan menggunakan mata uang AS.
Selain kepada Tamron, ia mengaku juga merekomendasikan tempat penukaran uang milik Helena Lim kepada para petinggi smelter swasta lainnya, yakni pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi serta General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017–2020 Rosalina.
Keduanya juga mengirimkan dana CSR tersebut kepada Harvey, selaku pengumpul dana CSR itu, menggunakan uang dolar AS.
“Tapi, kalau Ibu Rosa dan Pak Suwito memang sudah kenal dengan Ibu Helena dari dulu dan akhirnya menggunakan jasa penukaran uang di tempat Bu Helena,” tambahnya.
Helena Lim telah dituntut pidana selama delapan tahun penjara serta dikenakan pidana denda senilai Rp1 miliar dan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 miliar dalam kasus dugaan korupsi timah.
