Tag: Harvey Moeis

  • Kejagung Ungkap Alasan Ajukan Banding Atas Vonis Terdakwa Harvey Moeis: Putusan Hakim Terlalu Ringan – Halaman all

    Kejagung Ungkap Alasan Ajukan Banding Atas Vonis Terdakwa Harvey Moeis: Putusan Hakim Terlalu Ringan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Sutikno mengungkap alasan pihaknya ajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Harvey Moeis cs terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung.

    Sutikno menyebut bahwa salah satu alasan pihaknya mengajukan banding lantaran vonis yang dijatuhkan Hakim pada terdakwa terlalu rendah.

    “Satu putusannya terlalu ringan ya, khusus untuk pidana badannya,” kata Sutikno saat dikonfirmasi, Jum’at (27/12/2024).

    Selain itu menurut Sutikno, dalam memutus perkara itu, Majelis hakim dinilainya hanya mempertimbangkan peran para terdakwa dalam kasus korupsi timah tersebut.

    Hakim kata dia tidak mempertimbangkan dampak korupsi yang diakibatkan oleh para terdakwa terhadap masyarakat yang tinggal di area tambang timah di Bangka Belitung.

    “Itu fokus yang nantinya akan kita narasikan juga di memori banding,” ujar Sutikno.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap para terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk di Bangka Belitung.

    Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung RI, Sutikno menjelaskan, pihaknya melayangkan banding atas vonis terhadap lima dari enam terdakwa yang telah menjalani sidang putusan beberapa waktu lalu.

    “Pada hari ini, Jum’at 27 Desember 2024, Penuntut umum menyatakan sikap atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyatakan upaya hukum banding perkara atas nama Harvey Moeis, Suwito Gunawan, Robert Indarto, Reza Andriansyah dan Suparta,” kata Sutikno dalam keteranganya, Jum’at (27/12/2024).

    Sedangkan untuk satu terdakwa lain yakni General Manager PT Tinindo Internusa, Rosalina, Sutkno menjelaskan, pihaknya menerima putusan yang telah dijatuhkan terhadap yang bersangkutan.

    Berikut adalah daftar nama terdakwa yang diajukan banding dan diterima putusannya oleh Jaksa Penuntut Umum;

    A.     Menyatakan upaya hukum Banding Perkara atas nama:

    1.        HARVEY MOEIS, tuntutan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 12 tahun UP: 210 M (6 tahun) Denda: 1 M (1 tahun), Putusan Hakim; Pidana Penjara: 6 tahun 6 bulan UP: 210 M (Subsider 2 tahun) Denda: 1 M (subsider 6 bulan).

    2.        SUWITO GUNAWAN tututan Penuntut Umum Pidana Penjara: 14 tahun UP: 2.2 T (8 tahun) Denda: 1 M (1 tahun), Putusan Hakim: Pidana Penjara: 8 tahun UP: 2.2 T (Subsider 6 tahun) Denda: 1 M (subsider 6 bulan).

    3.        ROBERT INDARTO tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 14 tahun UP: 1.9 T (6 tahun) Denda: 1 M (6 bulan) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 8 tahun UP: 1.9 T (Subsider 6 tahun) Denda: 1 M (Subsider 6 bulan).

    4.        REZA ANDRIANSYAH tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 8 tahun UP: – Denda: 750 juta (Subsider 6 bulan) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 5 tahun UP: – Denda: 750 juta (Subsider 3 bulan).

    5.        SUPARTA tututan Penuntut Umum; Pidana Penjara: 14 tahun UP: 4.5 T (8 tahun) Denda: 1 M (1 tahun) Putusan Hakim; Pidana Penjara: 8 tahun UP: 4.5 T (6 tahun) Denda: 1 M (Subsider 6 bulan).

    B.      Menyatakan menerima Putusan Perkara atas nama:

    ROSALINA tututan Penuntut Umum Pidana Penjara: 6 tahun UP: – Denda: 750 juta (6 bln) Putusan Hakim Pidana Penjara: 4 tahun UP: – Denda: 750 juta (6 bulan).

    Alhasil atas banding ini, nantinya lima dari enam terdakwa itu akan kembali menjalani sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

  • Mahfud MD Ungkap Alasan Kemarahannya terhadap Putusan Harvey Moeis – Page 3

    Mahfud MD Ungkap Alasan Kemarahannya terhadap Putusan Harvey Moeis – Page 3

    Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, menilai hukuman yang dijatuhi oleh majelis hakim kepada Harvey Moeis terlalu ringan. Tidak sebanding dengan kerugian negara dan dampak kerusakan yang diakibatkan.

    “Hukuman itu terlalu rendah menurut saya. Karena saya berbasis pada teori pemidanaan. Konsep teori pemidanaan itu kan ada tiga. Ada retributif pembalasan, ada rehabilitatif, ada restoratif. Nah dalam kasus-kasus korupsi tambang, saya sepakat dengan Kejaksaan dengan menggunakan konsep retributif pembalasan,” kata Hibnu kepada merdeka.com, Selasa, 24 Desember 2024.

    “Karena apa? Dengan hukuman yang tinggi nanti, misalkan banding yang tinggi, itu berdampak pada tambang-tambang yang lain tidak semena-mena terhadap tambang itu,” sambungnya.

    Menurut Hibnu, jika hakim bisa menjatuhi hukum lebih tinggi terhadap Harvey Moeis, maka akan memberikan efek jera terhadap para calon penambang lainnya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

    “Jadi kalau rendah ini tidak menjadi efek jera nanti. Bagaimana dengan tambang-tambang yang lain, ada nanti batu bara, ada yang emas dan sebagainya. Karena alam sudah semakin rusak, menurut ahli lingkungan. Sehingga kalau tanpa pidana yang keras akan sulit untuk namanya rehabilitasi ke depan. Reklamasi lah itu istilahnya,” jelasnya.

    “(Vonis) tidak sebanding. Ini kejahatan tambang dan merusak alam, terkait dengan anak cucu. Saya melihatnya ke sana. Mudah-mudahan jaksa banding,” sambungnya.

    Ia menilai, majelis hakim tidak melihat sifat kejahatan dalam perkara tersebut secara global. Apalagi, kejahatan yang dilakukan Harvey Moeis dan rekan-rekannya sangat luar biasa.

    “Kalau memang berpikir ke depan, sebagai bentuk penyelamatan lingkungan, harusnya hakim memutus melebihi 12 tahun. Harusnya lebih dari 12 tahun. Karena saya tadi katakan, ini kejahatan lingkungan yang berdimensi pada korupsi. Ini terkait dengan alam, masa depan anak cucu bangsa kita,” tegas Hibnu.

    “Jadi kalau dengan melihat hukuman yang terlalu ringan, akhirnya tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku-pelaku yang lain. Kita itu berbicara pada pelaku-pelaku yang dimungkinkan berpotensi melanggar, itu yang kita lihat,” pungkasnya.

     

  • Mahfud MD: Vonis Ringan Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan

    Mahfud MD: Vonis Ringan Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan

  • Polemik Vonis 6,5 Tahun Penjara Harvey Moeis, Apakah Setimpal?

    Polemik Vonis 6,5 Tahun Penjara Harvey Moeis, Apakah Setimpal?

    Bisnis.com, JAKARTA — Putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang hanya memvonis suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, 6,5 tahun penjara di kasus korupsi timah memantik kontroversi.

    Salah satu pihak yang menyoroti kasus itu adalah Mahfud MD. Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan alias Menkopolhukam itu menilai hukuman 6,5 tahun penjara tidak setimpal. Apalagi, hakim tidak menampik mengenai kerugian negara senilai Rp300 triliun.

    “Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’,” ujarnya di akun Instagram, Kamis (26/12/2024).

    Di lain sisi, eks Ketua MK ini juga mengaku heran terhadap tuntutan JPU terhadap Harvey hanya meminta untuk dipidana selama 12 bulan dengan uang pengganti Rp210 miliar.

    “Akhirnya hakim memutus dengan hukuman penjara 6,5 tahun dan denda serta pengembalian uang negara yang totalnya hanya Rp 211 Miliar,” tambahnya.

    Apalagi, kata Mahfud, dengan uang pengganti yang dibebankan itu masih sangat jauh dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Oleh karenanya, Mahfud MD menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan untuk Harvey Moeis masih belum sesuai. 

    “Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun tapi jatuh vonisnya hanya 211 Miliar, atau, sekitar 0,007% saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” pungkasnya.

    Vonis Harvey Moeis

    Sebelumnya, Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Vonis majelis hakim Tipikor tersebut lebih rendah atau setengahnya dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 12 tahun hukuman penjara.

    Selain diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan subsider satu tahun pidana.

    Kejagung Pikir-pikir

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan untuk saat ini pihaknya masih dalam masa pikir-pikir terkait dengan upaya banding terhadap vonis Harvey Moeis.

    “Saat ini JPU masih menggunakan masa pikir-pikirnya 7 hari setelah putusan ya,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/12/2024).

    Namun demikian, dia memastikan bahwa pihaknya bakal segera menentukan keputusan banding vonis Harvey dan Suparta setelah melewati masa pikir-pikir tersebut.

    “Setelah itu bagaimana sikapnya nanti kita update,” pungkasnya.

  • Isu Politik dan Hukum Terkini: Wacana Denda Damai Koruptor Dinilai Salah hingga Vonis Harvey Moeis Rusak Keadilan

    Isu Politik dan Hukum Terkini: Wacana Denda Damai Koruptor Dinilai Salah hingga Vonis Harvey Moeis Rusak Keadilan

    Jakarta, Beritasatu.com – Kabar politik dan hukum di Beritasatu.com pada Kamis (26/12/2024) terkait dengan wacana denda damai koruptor hingga kabar dari penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Selain itu juga ada kabar dari vonis suami selebritas Sandra Dewi Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah merusak rasa keadilan masyarakat hingga momen pembubaran Jamaah Islamiyah ini dinilai bersejarah dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor).

    Berikut isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com, Kamis (26/12/2024).

    1. Wacana Denda Damai Koruptor, Mahfud: Ini Bukan Salah Kaprah tetapi Salah Beneran
    Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengkritik keras wacana denda damai untuk mengampuni koruptor yang belakangan ini digaungkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

    Mahfud menilai denda damai koruptor tersebut bukanlah salah kaprah melainkan kesalahan yang sebenarnya.

    “Saya kira bukan salah kaprah tetapi salah beneran. Kalau salah kaprah itu sudah biasa dilakukan terbiasa meskipun salah, nah ini belum dilakukan kok, mana ada korupsi diselesaikan secara damai,” ujar Mahfud di kantor MMD Initiative di Kawasan Senen Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024) sore.

    2. Hasto Kristiyanto Jadi Tersangka, Mahfud MD: Itu Wewenang KPK
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak ingin berspekulasi soal penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai mengarah politisasi hukum.

    Mahfud menegaskan penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto merupakan kewenangan lembaga antirasuah sebagai institusi penegak hukum. Dia mempersilakan KPK menjalani tanggung jawab menegakkan hukum secara transparan.

    “Saya enggak punya pandangan (politisasi hukum). Itu wewenang KPK, wewenang penegak hukum. Biar dipertanggungjawabkan secara hukum, secara transparan,” terang Mahfud di kantornya MMD Initiative, Jalan Kramat VI, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).

    3. Mahfud MD Nilai Vonis Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan
    Selain menyebut wacana denda damai koruptor salah, Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai putusan hakim dalam vonis 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar pada Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah merusak rasa keadilan masyarakat.

    Putusan itu dinilai tidak sebanding dengan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Harvey Moeis yang mencapai Rp 300 triliun.

    4. Hasto Kristiyanto Tegaskan Akan Taat Hukum Seusai Ditetapkan sebagai Tersangka
    ekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menegaskan akan taat pada hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasto menyatakan siap menghadapi risiko apa pun dengan kepala tegak dan mulut tersenyum.

    “PDI Perjuangan adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum,” ujar Hasto di Jakarta, Kamis (26/12/2024).

    Hasto mengungkapkan, sejak awal ia sudah memahami berbagai risiko yang dihadapi saat mengkritisi demokrasi dan menyoroti penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis.

    5. GP Ansor: Pembubaran Jamaah Islamiyah Momentum Bersejarah untuk Keutuhan NKRI
    Setelah lebih dari tiga dekade menyebarkan paham radikalisme, organisasi Jamaah Islamiyah (JI) resmi dibubarkan. Momen pembubaran Jamaah Islamiyah ini dinilai bersejarah dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang menjadi garda pendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Pada 21 Desember 2024, bertempat di Convention Hall Terminal Tirtonadi, Kota Surakarta, digelar Deklarasi dan Sosialisasi Puncak Pembubaran Jamaah Islamiyah. Acara ini diinisiasi oleh Sub Direktorat Bina Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Densus 88 Anti Teror Polri.

    Demikian isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com, terkait dengan wacana denda damai koruptor yang salah, kabar dari penetapan Hasto jadi tersangka, hingga pembubaran Jamaah Islamiyah.

  • Mahfud MD Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Hukuman Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro

    Mahfud MD Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Hukuman Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro

    Mahfud MD Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Hukuman Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
    Mahfud MD
    menyoroti vonis ringan yang dijatuhkan kepada terdakwa korupsi tata niaga komoditas timah,
    Harvey Moeis
    , dan membandingkannya dengan hukuman seumur hidup yang diterima Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi Asabri dan Jiwasraya.
    “Coba Anda ambil contoh,
    Benny Tjokro
    . Hukumannya seumur hidup, asetnya dirampas,” kata Mahfud saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
    Mahfud menjelaskan, Harvey yang didakwa merugikan negara Rp 300 triliun hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Sementara itu, Benny yang terbukti merugikan negara Rp 22,788 triliun dalam kasus Asabri dan Rp 16,807 triliun dalam kasus Jiwasraya dijatuhi hukuman seumur hidup.
    “Kerugian kasus timah jadi Rp 300 triliun, hanya dikabulkan perampasannya Rp 210 (miliar) ditambah denda Rp 1 miliar berarti Rp 211 (miliar). Ini sungguh tidak adil,” ujarnya.
    Mahfud juga menyoroti kasus lain seperti Henry Surya dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dengan kerugian Rp 106 triliun, yang akhirnya dihukum 18 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
    Mahfud mengkritik vonis terhadap Harvey yang menurutnya tidak proporsional. Dari nilai kerugian Rp 300 triliun, uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey hanya sekitar 0,07 persen.
    “Rp 210 miliar dari Rp 300 triliun itu berapa? 0,07 persen. Tidak sampai setengah persen. Anda bayangkan itu,” tegas Mahfud.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Harvey bersalah dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, hakim menilai tuntutan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa terlalu berat karena Harvey tidak memiliki kedudukan struktural di PT Refined Bangka Tin (RBT).
    “Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun penjara terhadap diri terdakwa Harvey Moeis majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara,” kata Hakim Eko dalam sidang, Senin (23/12/2024).
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahfud MD Kritisi Vonis Harvey Moeis: Tidak Setimpal!

    Mahfud MD Kritisi Vonis Harvey Moeis: Tidak Setimpal!

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menkopolhukam Mahfud MD menilai vonis terdakwa Harvey Moeis masih belum setimpal dengan perbuatannya dalam kasus korupsi timah.

    Dia juga menyatakan bahwa vonis tersebut belum adil jika dibandingkan dengan kerugian negara dari kasus megakorupsi yang mencapai Rp300 triliun itu.

    Terlebih, menurutnya, dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kerugian negara ratusan triliun itu bukan lagi potensial lost, tetapi sudah riil.

    “Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’,” ujarnya di akun Instagram, Kamis (26/12/2024).

    Di lain sisi, eks Ketua MK ini juga mengaku heran terhadap tuntutan JPU terhadap Harvey hanya meminta untuk dipidana selama 12 bulan dengan uang pengganti Rp210 miliar.

    “Akhirnya hakim memutus dengan hukuman penjara 6,5 tahun dan denda serta pengembalian uang negara yang totalnya hanya Rp 211 Miliar,” tambahnya.

    Apalagi, kata Mahfud, dengan uang pengganti yang dibebankan itu masih sangat jauh dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Oleh karenanya, Mahfud MD menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan untuk Harvey Moeis masih belum sesuai. 

    “Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun tapi jatuh vonisnya hanya 211 Miliar, atau, sekitar 0,007% saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” pungkasnya.

    Vonis Harvey Moeis

    Sebelumnya, Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Vonis majelis hakim Tipikor tersebut lebih rendah atau setengahnya dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 12 tahun hukuman penjara.

    Selain diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan subsider satu tahun pidana.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan untuk saat ini pihaknya masih dalam masa pikir-pikir terkait dengan upaya banding terhadap vonis Harvey Moeis.

    “Saat ini JPU masih menggunakan masa pikir-pikirnya 7 hari setelah putusan ya,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/12/2024).

    Namun demikian, dia memastikan bahwa pihaknya bakal segera menentukan keputusan banding vonis Harvey dan Suparta setelah melewati masa pikir-pikir tersebut.

    “Setelah itu bagaimana sikapnya nanti kita update,” pungkasnya.

  • Mahfud MD Nilai Vonis Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan

    Mahfud MD Nilai Vonis Harvey Moeis Menusuk Rasa Keadilan

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menilai putusan hakim dalam vonis 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar pada Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah merusak rasa keadilan masyarakat.

    Putusan itu dinilai tidak sebanding dengan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Harvey Moeis yang mencapai Rp 300 triliun. 

    “(Vonis Harvey Moeis) itu sungguh menusuk rasa keadilan. Kenapa? 6,5 tahun itu kok kecil sekali bagi orang yang menggarong kekayaan negara Rp 300 triliun dan hanya diambil Rp 210 miliar (uang pengganti),” kata Mahfud di kantornya Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024). 

    Mahfud menilai korupsi Harvey Moeis senilai Rp 300 triliun itu bukan potensi melainkan kerugian keuangan negara. 

    “Artinya uang konkret yang dicuri dari negara. Sesudah dihitung lagi jadi Rp 300 triliun. Hanya dikabulkan perampasannya Rp 210 miliar ditambah denda Rp 1 miliar berarti Rp 211 miliar. Ini sungguh tidak adil,” tambahnya. 

    Lebih lanjut Mahfud memberikan contoh seperti Benny Tjokro yang dihukum seumur hidup serta asetnya yang berjumlah ratusan miliar dirampas. Kemudian Henry Surya yang semula bebas kemudian mengajukan kasasi divonis 18 tahun penjara. 

    “Ini Rp 300 triliun kena hanya Rp 250 miliar atau 0,07 persen. Tidak sampai setengah persen. Anda bayangkan itu,” jelasnya. 

    Dia menilai kejaksaan tidak memiliki konsistensi dalam menuntut antara kasus Harvey dengan kasus lainnya. Seharusnya komitmen pengembalian aset negara juga memberikan hukuman setimpal. Dia mendesak agar Kejaksaan melakukan banding atas vonis Harvey Moeis tersebut.

  • Mahfud MD Kritisi Vonis Ringan Harvey Moeis: Di Mana Keadilan

    Mahfud MD Kritisi Vonis Ringan Harvey Moeis: Di Mana Keadilan

    loading…

    Vonis yang dijatuhkan hakim kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah dikritisi. Foto/SINDOnews TV

    JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti vonis yang dijatuhkan hakim kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah. Menurutnya, dari dakwaan hingga putusan terhadap Harvey terlalu kecil.

    Dalam dakwaan Jaksa, Harvey didakwa dengan pasal korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Akibat kasus tersebut, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.

    “Tetapi jaksa sendiri hanya menuntut pengembalian keuangan negara sebesar Rp210 Miliar dan denda Rp 1 M dengan hukuman perjara selama 12 tahun,” kata Mahfud melalui akun Instagramnya, @mohmafudmd yang dilihat Kamis (26/12/2024).

    Mahfud kemudian menyayangkan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada Harvey, yakni 6,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan badan, dan uang pengganti Rp210 miliar.

    Mahfud, menilai, jumlah uang pengganti yang divonis itu tidak sebanding dengan kerugian negara akibat korupsi tersebut.

    “Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Trilliun tapi jatuh vonisnya hanya 211 Miliar, atau, sekitar 0,007% saja dari dakwaan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

    “Bagaimana ini?” tulis Mahfud heran.

    (rca)

  • Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini? – Halaman all

    Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bekas Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara terkait vonis majelis hakim terhadap Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Dirinya menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak logis.

    “Tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp 300 Triliun. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar dan uang pengganti hanya dengan Rp 210 miliar,” tulis Mahfud MD di akun media sosial X miliknya dikutip Tribun, Kamis (26/12/2024). 

    “Vonis hakim hanya 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp 212 Miliar. Duh Gusti, bagaimana ini?,” kata Mahfud.

    Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, di mana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Harvey Moeis juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Mahfud MD juga membuat unggahan dengan judul “DI MANA KEADILAN” melalui Instagram-nya, Kamis (26/12/2024).

    Mahfud MD menyebut putusan hakim terlalu ringan dan menyesakkan.

    “Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Trilliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’.

    Tetapi jaksa sendiri hanya menuntut pengembalian keuangan negara sebesar Rp 210 Miliar dan denda Rp 1 M dengan hukuman perjara selama 12 tahun.

    Akhirnya hakim memutus dengan hukuman perjara 6,5 tahun dan denda serta pengembalian uang negara yang totalnya hanya Rp 211 Miliar.

    Selain hukuman penjaranya ringan, yang menyesakkan adalah dari dakwaan merugikan keuangan negara Rp 300 Trilliun tapi jatuh vonisnya hanya 211 Miliar, atau, sekitar 0,007 persen saja dari dakwaan kerugian keuangan negara.

    Bagaimana ini?” tulis Mahfud MD.

    Cutian Mahfud MD yang mempertanyakan putusan hakim dalam vonis Harvey Moeis. (Instagram)

    Vonis Hakim

    Diberitakan sebelumnya, suami artis Sandra Dewi itu divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.

    Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum.

    Harvey terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

    Selain itu Harvey juga dianggap Hakim Eko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” ucap Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Selain pidana badan, Harvey Moeis juga divonis pidana denda sebesar Rp1 miliar, di mana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Tak hanya itu Harvey Moeis juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Namun apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda Harvey dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun,” jelas Hakim.

    Lebih Rendah Ketimbang Tuntutan

    Putusan terhadap Harvey oleh Majelis Hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni selama 12 tahun penjara.

    Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

    Selain itu Jaksa juga menilai bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Selain dituntut pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

    Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.”

    “Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun,” ujar jaksa.