Tag: Harun Masiku

  • Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    GELORA.CO  – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyebut tak masuk akal terjadinya perintangan pada suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah. 

    Adapun hal itu disampaikan Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, Jumat (20/6/2025) malam.

    Mulanya kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menanyakan mengenai perintangan di tahap penyidikan dengan mencontohkan beberapa kasus.

    “Kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 3315 Pidsus 2018 Frederich Yinadi, terpidana terbukti menghalangi penyidikan terhadap tersangka korupsi Setyo Navanto, ini artinya dalam proses tingkat penyidikan,” kata Ronny di persidangan.

    Menjawab hal itu, Ali menyebut dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengatur upaya perintangan di tingkat penyidikan. Sehingga, tak masuk akal bila terjadi di tahap penyelidikan. 

    “Jadi itu yang saya katakan bahwa kalau ada orang dikenakan Pasal 21 (Undang-Undang Tipikor), sementara perkara pokoknya jalan bahkan sampai ada putusan yang incraht itu tidak make sense,” ujar Ali.

    Menurutnya, bila terjadi perintangan pada penanganan perkara, maka, proses hukumnya tidak akan berjalan hingga diputus oleh majelis hakim. 

    “Berarti apa? berarti tidak ada penyidikan yang tercegah, tidak ada penyidikan yang tergagalkan,” imbuhnya.

    Selain itu, ia juga menyebut dalam Undang-Undang tersebut telah jabarkan batasan secara gamblang dan tegas. Sehingga tak bisa ditafsirkan penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor jika terjadinya perintangan di tahap penyelidikan. 

    “Kemudian di dalam Undang-Undang dijelaskan secara jelas misalnya ini penyidikan ya itu tidak bisa ditafsirkan lain selain penyidikan bukan kemudian penyelidikan,” ungkapnya. 

    “Mencegahnya perbuatannya di penyelidikan, kenapa? untuk mencegah agar tidak terjadi penyidikan, enggak kaya gitu,” imbuhnya.

    Terlebih, dalam proses penyelidikan belum masuk tahap Pro Justicia. Di mana, aparat penegak hukum masih mencari ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.

    “Kenapa? karena di penyelidikan belum ada pro Justicia, alat bukti belum ada di situ,” tandasnya.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Di mana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli Hukum Nilai Tak Logis Perintangan di Tahap Penyelidikan: Belum Pro Justitia

    Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli Hukum Nilai Tak Logis Perintangan di Tahap Penyelidikan: Belum Pro Justitia

    PIKIRAN RAKYAT – Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menilai tidak logis jika ada tindakan atau upaya perintangan yang dilakukan di tahap penyelidikan. Pasalnya, tahap penyelidikan belum masuk kategori Pro Justitia sehingga tidak ada tindakan paksa yang dapat dilakukan.

    Hal itu disampaikan Chairul saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    “Dalam sistem hukum kita, penyelidikan itu belum Pro Justitia. Tidak ada upaya paksa yang bisa dilakukan di dalam tahap penyelidikan,” kata Chairul.

    Chairul memaparkan, tindakan penyelidikan merupakan serangkaian upaya untuk mencari dan menemukan dugaan adanya tindak pidana. Oleh karena itu, menurut dia, tidak logis jika ada pihak yang dianggap menghalangi penyelidikan, karena pada tahap tersebut belum ditemukan dugaan tindak pidana.

    ”Tidak logis kalau ada tindakan menghalang-halangi padahal belum ada upaya paksa,” tutur Chairul.

    Lebih lanjut, Chairul menjelaskan, permintaan keterangan dalam proses penyelidikan bersifat sukarela. Artinya, pihak-pihak yang dipanggil boleh tidak menghadiri panggilan karena tidak ada kewajiban hukum yang memaksa.

    “Jadi bagaimana menghalang-halangi sesuatu panggilan atau undangan yang tidak memaksa sifatnya,” ujar Chairul.

    “Kalau ada yang berpendapat bahwa delik ini juga diterapkan untuk menghalang-halangi penyelidikan menurut saya pikirannya tidak logis karena tidak ada upaya paksa di dalam penyelidikan,” katanya melanjutkan.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hasto menyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Tak Pernah Tawarkan Jabatan ke Rekan Seangkatannya

    Tak Pernah Tawarkan Jabatan ke Rekan Seangkatannya

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, disebut tidak pernah menawarkan jabatan kepada rekan-rekannya semasa kuliah di Universitas Pertahanan (Unhan). Pernyataan itu disampaikan oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat, saat memberikan keterangan sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

    Cecep yang juga rekan kuliah Hasto menjelaskan, selama mengenal politikus PDIP itu interaksi mereka sebatas diskusi akademik dan kegiatan informal, bukan membicarakan soal jabatan.

    “Sepanjang yang saya ketahui enggak pernah. Jadi yang dilakukan itu, datang, diskusi, ngobrol, makan, minum, nyanyi mungkin ya. Hanya itu, atau olahraga paling mungkin sekarang bahkan olahraga terus,” kata Cecep di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Pernyataan itu muncul setelah kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menanyakan apakah Hasto pernah menawarkan jabatan kepada rekan-rekannya di Unhan. Cecep menegaskan, tidak pernah mendengar atau mengetahui Hasto melakukan hal tersebut.

    “Kalau mau ketemu nanya, eh mau ketemu enggak? Biasanya ngajak saya, misalnya, malu juga aku sendiri mungkin ya. Jadi sepanjang yang saya tahu sih enggak ada ya,” tutur Cecep.

    Cecep menambahkan, dalam pergaulan bersama Hasto, topik diskusi yang kerap dibahas adalah seputar isu geopolitik. Namun, ia pernah mendengar keluhan dari Hasto soal namanya yang dicatut oleh pihak tertentu untuk menjanjikan jabatan kepada orang lain.

    “Hasto pernah mengeluh ada yang pakai namanya. Mungkin karena gini, ini kan orang yang enggak tegaan juga ya Pak Hasto mungkin enggak tegaan,” tutur Cecep.

    “Pokoknya kayak enggak enak lah, jadi pernah ngeluh juga tuh, digunakan namanya tapi saya enggak mau terlalu jauh nanya-nanya lebih lanjut,” ucapnya menambahkan.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto Disebut Tolak Tawaran Jadi Mensesneg dan Menkominfo pada Era Jokowi

    Hasto Disebut Tolak Tawaran Jadi Mensesneg dan Menkominfo pada Era Jokowi

    Hasto Disebut Tolak Tawaran Jadi Mensesneg dan Menkominfo pada Era Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto disebut menolak posisi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
    Hal tersebut diungkapkan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat saat menjadi saksi meringankan dalam sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan
    Harun Masiku
    .
    “Itu di 2014 Pak Hasto ditawari Mensesneg dan 2019 ditawari Menkominfo, tapi tidak diterima,” kata Cecep, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).
    Ia mengatakan, Hasto menjadi salah satu orang yang berperan penting dalam kemenangan Jokowi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 dan 2019.
    Namun, Hasto menolak tawaran posisi menteri tersebut dan memilih untuk mengurus PDI-P yang dinilainya sama terhormatnya dengan menjadi pejabat negara.
    “Itu sama hormatnya dalam pandangan beliau,” ujar Cecep.
    Di samping itu, ia mengatakan bahwa perjalanan politik Hasto tidaklah mudah. Sebab, Hasto harus memulainya dari bawah, hingga akhirnya bisa menjadi Sekretaris Jenderal PDI-P.
    Berbeda dengan fenomena yang pernah terjadi di Indonesia, saat seseorang baru bergabung dengan partai politik, tetapi langsung ditunjuk sebagai ketua umum.
    “Jadi pengalaman Pak Hasto mulai dia dari juru tulis partai sampai kemudian dia menjadi sekjen itu rentetan yang saya kira enggak semua orang mengalami,” ujar Cecep.
    Sebagai informasi, dalam perkara ini Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR PAW 2019-2024.
    Pada dakwaan pertama, Hasto disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Sementara, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saksi Ungkap Hasto Kristiyanto Pernah Ditawari Mensesneg dan Menkominfo Era Jokowi tapi Menolak

    Saksi Ungkap Hasto Kristiyanto Pernah Ditawari Mensesneg dan Menkominfo Era Jokowi tapi Menolak

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disebut pernah menolak dua kali tawaran jabatan menteri di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu diungkapkan oleh saksi meringankan Cecep Hidayat dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Cecep Hidayat adalah rekan kuliah Hasto saat menempuh program doktoral di Universitas Pertahanan (Unhan) RI, dan kini menjadi dosen ilmu politik di Universitas Indonesia (UI). Cecep menyebut, Hasto menolak jabatan menteri di dua periode pemerintahan Jokowi lantaran ingin tetap fokus mengurus PDIP. 

    “Sependek ingatan saya, dan juga bisa dilihat di media, itu di 2014 Pak Hasto ditawari menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), dan di 2019 ditawari sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), tapi tidak diterima,” kata Cecep dalam persidangan.

    Cecep menilai keputusan Hasto menunjukkan dedikasi penuh terhadap PDIP. Sebab, menurut Hasto menjadi pengurus partai sama terhormatnya dengan jabatan menteri hingga kepala daerah. 

    “Hasto lebih memilih untuk mengurus partai. Jadi kalau pandangan saya, menurut hemat saya menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya jadi pejabat negara, jadi menteri, kepala daerah, wakil kepala daerah dan seterusnya, itu sama hormatnya dalam pandangan beliau,” tutur Cecep.

    Menurutnya, keputusan Hasto menolak jabatan menteri juga didorong oleh keyakinan bahwa partai yang kuat dan kelembagaan yang baik adalah kunci melahirkan pemimpin berkualitas di berbagai tingkatan pemerintahan.

    “Justru paling butuh partai yang baik, kelembagaan yang baik agar bisa melahirkan kepala daerah, wakil kepala daerah, menteri dan seterusnya,” ucap Cecep. 

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020. 

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Eks Hakim MK Sebut SOP Lembaga Tak Lebih Tinggi Dari Undang-Undang

    Eks Hakim MK Sebut SOP Lembaga Tak Lebih Tinggi Dari Undang-Undang

    JAKARTA – Eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan menilai Standar Operasional Prosedur (SOP) suatu lembaga ditempatkan lebih tinggi dari undang-undang dari sisi konstirusi terkait pendampingan hukum dan penggeledahan.

    Perihal disampaikannya dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Bermula saat kuas hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mempertanyakan kedudukan SOP suatu lembaga lebih tinggi daripada undang-undang.

    “Dalam proses pemeriksaan kemudian di dalam KUHAP bahwa seorang mempunyai hak untuk didampingi oleh seorang pengacara atau penggeledahan harus berdasarkan surat penetapan Pengadilan Negeri tetapi dalam suatu lembaga mereka memiliki suatu SOP yang menjadi acuan untuk mereka. Bagiamana pandangan ahli, apakah SOP ini bisa mengalahkan undang undang dari sisi konstitusi?” tanya Ronny dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 19 Juni.

    “Ya saya kira dari hirarki peraturan tentu tidak bisa,” jawab Maruarar.

    Bila masih ada keraguan, Maruara menyebut bisa dilakukan judicial review atau pengujian yudisial. Namun, lebih jauh mengenai penggeldahan prosesnya harus sesuai perundang-undangan. Sebab, akan berpengaruh pada keabsahan alat bukti dari hasil penggeledahan.

    “Hal-hal yang didukung dalam ketentuan peraturan perundang-undangan apalagi dalam pengalaman saya kan bekas ketua pengadilan juga pak, kita juga melihat ada penggeledahan dan penyitaan barang barang dari seorang katakanlah calon terdakwa tetapi tidak ada saksi yang melihat apa benar alat bukti diambil dari situ,” sebutnya.

    Jika proses perolehan alat bukti dilakukan dengan cara yang tidak sah, maka, tak bisa digunakan dalam peradilan.

    Namun, apabila tetap digunakan untuk mendukung dalil, hal itu dapat merusak validitas dan keadilan proses hukum yang sedang bejalan.

    “Bahwa barang-barang yang dirampas tanpa dasar hukum yang sah atau proses yang sah tidak bisa digunakan dia adalah buah pohon beracun,” kata Maruarar.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP

  • Hasto Siapkan Pledoi Gunakan Teknologi AI, Klaim Jadi yang Pertama di Indonesia

    Hasto Siapkan Pledoi Gunakan Teknologi AI, Klaim Jadi yang Pertama di Indonesia

    Hasto Siapkan Pledoi Gunakan Teknologi AI, Klaim Jadi yang Pertama di Indonesia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    )
    Hasto Kristiyanto
    tengah mempersiapkan pleidoi atau nota pembelaan yang akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau
    artificial intelligence
    (AI).
    Hal ini diungkapkan politikus PDI-P Mohamad Guntur Romli saat membacakan surat dari Hasto ketika ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).
    Guntur mengatakan, di dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto tidak hanya menulis beberapa buku yang salah satu judulnya adalah Spiritualitas PDI Perjuangan, tetapi juga mempelajari AI.
    “Saya, Hasto Kristiyanto, juga mempelajari Filosofi
    Artificial Intelligence
    (AI) karena itulah di dalam penyusunan pleidoi nanti saya akan menggunakan teknologi AI tersebut,” kata Guntur, membacakan surat Hasto.
    Hasto saat ini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan (
    obstruction of justice
    ) terkait perkara suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan buronan Harun Masiku.
    Guntur mengeklaim, nota pembelaan yang akan disampaikan Hasto dalam perkara Harun Masiku merupakan yang pertama di Indonesia.
    “Sehingga akan menjadi pleidoi pertama di Indonesia yang memadukan antara AI dengan fakta-fakta persidangan, falsafah hukum, nilai-nilai yang diperjuangkan sesuai dengan
    morality of law
    ,” kata Guntur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Siapkan Pledoi Gunakan Teknologi AI, Klaim Jadi yang Pertama di Indonesia

    Eks Hakim MK Maruarar Siahaan Jadi Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto

    Eks Hakim MK Maruarar Siahaan Jadi Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    menghadirkan eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
    Maruarar Siahaan
    dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2035).
    Maruarar Siahaan dihadirkan sebagai ahli untuk memberikan keterangan dalam perkara
    dugaan suap
    pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.
    “Kita pagi ini menghadirkan satu ahli yaitu Dr. Maruarar Siahaan, Hakim Indonesia dan Hakim MK,” kata kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy kepada Kompas.com, Kamis.
    Ronny menyampaikan, Maruarar bakal menjelaskan tafsir Undang-Undang dan putusan perkara nomor 18 dan nomor 28 yang sudah inkracht 5 tahun lalu.
    Perkara nomor 18 yang dimaksud Ronny adalah perkara yang menjerat eks kader PDI-P, Saeful Bahri.
    Sementara, perkara 28 adalah perkara eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
    “Di mana tidak ada bukti Hasto Kristiyanto terlibat kasus suap Wahyu Setiawan tetapi terjadi daur ulang,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional itu.
    “Sehingga ada penyusupan atau penyelundupan hukum yang membuat Hasto Kristiyanto menjadi terdakwa tanpa bukti yang kuat melainkan asumsi belaka,” kata Ronny.
    Dalam hal ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jejak Misterius Relawan Asal Solo, Diduga Otak Pembuatan Ijazah di Pasar Pramuka, Menghilang sejak Kasus Bambang Tri

    Jejak Misterius Relawan Asal Solo, Diduga Otak Pembuatan Ijazah di Pasar Pramuka, Menghilang sejak Kasus Bambang Tri

    GELORA.CO – Namanya Widodo, sama dengan nama belakang Presiden ke-7 RI. Tapi ia bukan siapa-siapa—setidaknya di permukaan.

    Tak pernah muncul di media, tak pernah disebut dalam daftar tim sukses. Namun menurut pengakuan politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, Widodo bisa jadi pemain kunci di balik lembaran awal karier nasional Joko Widodo.

    Widodo disebut sebagai relawan teknis asal Solo yang terlibat dalam pengurusan dokumen-dokumen pribadi Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012.

    Ia bukan tokoh strategis, bukan juru bicara, tapi orang lapangan yang mengurusi hal-hal krusial yang jarang disorot—termasuk, diduga kuat, soal ijazah.

    Beathor, yang juga dikenal dengan nama asli Bambang Suryadi, secara terbuka menyebut Widodo sebagai tokoh penting dalam proses pencalonan Jokowi.

    Ia menyebut Widodo bersama sejumlah nama lain seperti David, Anggit, Dani Iskandar, dan Indra, terlibat dalam penyusunan dokumen administratif Jokowi di sebuah rumah di Jalan Cikini No. 69, Menteng—markas tak resmi yang menurutnya jadi pusat koordinasi diam-diam.

    “Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Cikini. Semua strategi teknis disiapkan di sana,” kata Beathor.

    Salah satu dokumen yang menurutnya mencurigakan adalah ijazah Jokowi, yang diduga tidak berasal dari UGM secara resmi, melainkan dari jasa pembuatan dokumen alternatif di kawasan Pasar Pramuka.

    Pasar Pramuka, sebuah wilayah di Jakarta yang selama ini dikenal publik sebagai tempat “mencari jalan pintas” untuk berkas-berkas penting, mulai dari surat sehat, SKCK, hingga ijazah.

    “Perbedaan kualitas dokumen sangat mencolok—jenis kertas, tinta, bahkan bentuk hurufnya tak sesuai standar ijazah UGM,” kata Beathor, Kamis 12 Juni 2025.

    Menghilang Sejak Kasus Bambang Tri

    Yang membuat kisah ini makin mengundang tanya adalah fakta bahwa Widodo menghilang begitu saja sejak 2023, tepat saat buku kontroversial Bambang Tri Mulyono tentang ijazah Jokowi mencuat dan memicu kehebohan nasional.

    Sumber internal menyebut, Widodo kemungkinan besar adalah bagian dari jaringan relawan Solo yang ikut bersama Jokowi sejak masa kepemimpinan di Kota Bengawan. Ia tak pernah masuk dalam struktur resmi, tapi dikenal dekat dan dipercaya mengurus dokumen pribadi.

    Bersama dua relawan lainnya, Inda dan Deny Iskandar, Widodo disebut menjadi bagian dari tim administratif informal yang menangani kelengkapan berkas pendaftaran Jokowi ke Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, 2012.

    Widodo ibarat sosok hantu dari Jalan Cikini 69: bekerja di belakang layar, tak tercatat, namun mungkin menyimpan rahasia besar.

    Ia bukan tokoh seperti Hasto Kristiyanto, bukan pula operator politik seperti Harun Masiku, tapi mungkin dialah orang yang tahu persis dari mana asal ijazah yang digunakan Jokowi.

    Hilang sejak 2023, tak ada jejak fisik atau digital

    Kehadiran (dan hilangnya) Widodo menambah babak baru dalam kontroversi ijazah Jokowi.

    Jika benar ia adalah pengatur teknis di balik berkas pencalonan Jokowi 2012, maka ia bisa menjadi saksi kunci, atau bahkan pelaku administratif utama dari dugaan pemalsuan dokumen negara.

    Senggol Andi Widjajanto

    Beathor juga menyeret nama mantan Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, yang disebut pernah melihat langsung salinan ijazah Jokowi.

    Ia menyebut Andi sempat kaget saat mendapati foto Jokowi yang sama digunakan di semua jenjang pendidikan, dari SD hingga kuliah.

    “Seharusnya tiap ijazah punya foto berbeda. Ini justru semua sama. Sangat janggal,” ujar Beathor.

    Ia bahkan menantang Andi untuk bicara terbuka demi meluruskan sejarah, dan mendesak UGM serta Bareskrim Polri untuk melakukan audit forensik menyeluruh terhadap dokumen tersebut.***

  • Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan dari kubu terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebutkan para ahli yang dihadirkan jaksa KPK diintervensi dan digiring oleh narasi penyidik dalam memberikan analisis atas kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR 2019-2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. KPK memastikan, ahli yang dihadirkan di persidangan tetap independen dan menggunakan keahlian dalam memberikan analisis dan pandangan.

    “Persidangan itu kan ruangan terbuka dan sudah disumpah bahwa apa yang disampaikan tidak ada intervensi dan itu memang sudah sesuai dengan keahlian ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh ahli tersebut,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Apalagi, kata Budi, pandangan ahli tetap akan dinilai majelis hakim apakah relevan atau tidak dan layak atau tidak untuk mendukung pembuktian perkara Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

    “Tentu semua keterangan yang disampaikan oleh ahli, hakim akan melihat seperti apa dalam mendukung pembuktian dari perkara ini,” tandas Budi.

    Sebelumnya, Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menilai keterangan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asasi Datang dalam perkara Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sangat berbahaya. Pasalnya, kata Ronny, saksi yang dihadirkan jaksa KPK tersebut hanya bersifat asumsi tanpa dasar fakta yang kuat.

    Hal ini disampaikan Ronny seusai sidang lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antarawaktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025) malam.

    Ronny menilai seharusnya ahli yang dimintai pendapat dalam persidangan bersikap objektif, netral, dan mengacu pada fakta hukum. Menurut dia, ahli bukan sekadar melakukan analisis berdasarkan ilustrasi atau informasi yang disodorkan sepihak oleh penyidik.

    “Keterangan ahli hari ini hanya asumsi. Kalau seperti ini, bahaya, karena bisa mempidanakan orang sembarangan tanpa dasar yang kuat,” ujar Ronny.

    Ronny juga mempertanyakan netralitas ahli yang tidak memperhitungkan seluruh konteks persidangan secara utuh. Apalagi, Frans mengakui bahwa keterangannya hanya didasarkan pada dokumen dari penyidik, bukan hasil observasi terhadap fakta-fakta persidangan.