Dan Terjadi Lagi, Korupsi Jual-Beli Jabatan yang Makin Berani…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kasus jual beli jabatan di pemerintah daerah kembali terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
Sugiri ditangkap bersama tiga orang lainnya, salah satunya adalah Sekretaris Daerah Ponorogo, Agus Pramono yang diketahui telah menjabat selama 13 tahun.
Sugiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Minggu (9/11/2025) setelah diciduk dalam aksi ketiga pengambilan uang suap jual beli jabatan untuk Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo.
KPK menduga Sugiri menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan RSUD.
Kasus ini bermula pada awal 2025 ketika Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Sugiri.
Untuk mempertahankan posisinya, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko.
Suap pertama kemudian diberikan Yunus pada Sugiri melalui ajudannya sebesar Rp 400 juta. Dilakukan bertahap, pada periode berikutnya Yunus kembali setor duit Rp 325 juta.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Namun dalam penyerahan ketiga ini, belum sempat uang di tangan KPK sudah menciduk Sugiridan kawan-kawan.
OTT ini dihasilkan dari operasi senyap yang mengetahui Sugiri nagih duit sisa yang dijanjikan untuk posisi Direktur RSUD ke Yunus.
Yunus kemudian mencairkan uang Rp 500 juta untuk diserahkan kepada Sugiri. Uang itu kini disita KPK sebagai barang bukti OTT.
Selain jual beli jabatan, KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan fee kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
Tak berhenti di situ, KPK juga menyebut ada dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 225 dari Yunus pada periode 2023-2025 dan uang Rp 75 juta dari pihak swasta.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
OTT terhadap Sugiri ini menambah panjang daftar kasus korupsi bermodus jual-beli jabatan yang menjerat para kepala daerah.
Merunut ke belakan, kasus ini pernah terjadi pada 2016 lalu, Bupati Klaten Sri Hartini juga diciduk atas dugaan jual-beli jabatan.
Praktik jual beli jabatan yang disebut dengan “uang syukuran” itu melibatkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan.
Tahun 2017, kasus jual beli jabatan kembali mencuat. Kali itu giliran Bupati Nganjuk Taufiqquramhan yang ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap sebesar Rp 298 juta.
Bupati Nganjuk periode 2013-2018 tersebut ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 25 Oktober 2025 di sebuah hotel di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Hotel ini disebut sebagai tempat serah terima uang.
Tahun berganti kasus serupa kembali terjadi, kali ini Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang diciduk KPK di Stasiun Balapan, Solo, Jawa Tengah, pada 3 Februari 2018.
Ia menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Inna Silestyanti yang disebut memberikan suap sebesar 9.500 dolar AS yang disita sebagai barang bukti.
Uang ini disebut sebagai upaya suap agar Nyono menetapkan Inna sebagai Kadis Kesehatan definitif setelah menjabat sebagai pelaksana tugas.
Seperti tradisi tahunan, KPK juga menjaring kepala daerah yang terjerat kasus jual beli jabatan pada 2019. Saat itu yang terjaring adalah Bupati Kudus, Muhammad Tamzil.
Saat itu, KPK menduga akan terjadi transaksi suap terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Dua tahun berselang, tepatnya 2021, KPK kembali menangkap kepala daerah dengan modus yang sama, jual beli jabatan.
Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial kini mendapat giliran menggunakan rompi oranye dengan modus yang sama, gratifikasi, suap jual beli jabatan.
Pada tahun yang sama, ada Bupati Nganjuk lagi yakni Novi Rahman Hidayat yang terjerat korupsi dengan modus yang sama seperti pendahulunya, jual beli jabatan, sebelum KPK menangkap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari karena kasus serupa.
Pada tahun 2022, KPK juga menciduk dua kepala daerah atas kasus jual beli jabatan, yakni Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo, dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
Dua kasus terakhir, pada 2023 ada Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, dan 2025
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lina Miftah Jannah menilai, penyebab klasik kasus korupsi kepala daerah yang tak ditangani serius oleh pemerintah adalah soal biaya pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Penyebab ini lumrah karena kepala daerah yang mengeluarkan ongkos pilkada begitu besar akan mencari cara agar ongkos yang mereka keluarkan kembali.
“Sehingga kemudian biaya politik yang besar itu membuat mereka kemudian harus mengembalikan tanda petik uang yang sudah mereka keluarkan untuk memperoleh jabatan ini, itu yang pertama ya,” kata Lina.
Namun, Lina menekankan bahwa variabel tersebut adalah penyebab secara general.
Khusus terkait jual beli jabatan, biasanya akan dilakukan oleh para pejabat yang sudah ahli dalam bidang birokrasi.
Misalnya kasus Ponorogo, melihat status jabatan Sekda yang melampaui presiden dua periode, ada kemungkinan sudah mengetahui celah yang bisa mereka mainkan untuk praktik korupsi.
“Terhadap mereka yang sudah terlalu lama atas jabatan yang terlalu lama dalam jabatan yang sama atau sejenis, maka mereka sudah tahu celah-celahnya,” ujar Lina.
Para pejabat yang disebut “kreatif” memanfaatkan celah regulasi dan mulai memberikan bisikan pada kepala daerah untuk memainkan celah tersebut.
Lina menyoroti berbagai daerah yang terjerat kasus korupsi karena kasus jual beli jabatan ini semakin berani setelah
Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN) dibubarkan pemerintah dan DPR melalui Undang-Undang ASN tahun 2023.
Karena KASN selama ini memiliki tugas untuk mengawasi setiap jabatan ASN agar sesuai dengan sistem merit.
“Dulu pengawal meritrokrasi kan adalah KASN ya, nah jadi artinya dulu dibuat sebagai lembaga independen yang kemudian bisa mengawal agar tidak terjadi jual-beli jabatan seperti ini. Tapi kan kemudian KASN-nya sudah dibubarkan nih, udah nggak ada lagi, sehingga siapa yang jadi pengawal? Enggak ada lah sekarang,” kata dia.
Menurut Lina, saat ini hanya masyarakat sipil, media dan akademisi yang bisa mengawasi dari luar terkait praktik jual-beli jabatan tersebut.
Oleh sebab itu, Lina menilai dosa besar pemerintah saat ini atas perilaku jual-beli jabatan di pemda adalah mematikan lembaga KASN.
Lina pun sangat mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar lembaga serupa KASN dibentuk kembali.
Urgensi pembentukan lembaga independen yang mengawasi merit sistem ASN ini sangat penting dilakukan, agar proses regenerasi semakin baik dan pelayan publik meningkat.
“Harus segera. Ada KASN aja dulu, masih ada yang coba-coba nakal gitu kan, apalagi lembaga ini nggak ada?” tandasnya.
Adapun putusan MK yang dimaksud yakni 121/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang 16 Oktober 2025.
Dalam amar putusan tersebut, Ketua MK Suhartoyo mengatakan, Pasal 26 ayat 2 UU ASN 20/2023 yang menghapus keberadaan KASN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai penerapan pengawasan sistem merit, termasuk penerapan terhadap asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN dilakukan oleh suatu lembaga independen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Harjono
-

Tiga Kasus Korupsi Mengguncang Ponorogo Sepanjang 2025, Ini Deretannya
Ponorogo (beritajatim.com) – Tahun 2025 menjadi catatan kelam bagi Kabupaten Ponorogo. Dalam kurun sebelas bulan terakhir, tercatat tiga kasus korupsi besar menyeret sejumlah pejabat publik, aparatur negara, hingga pihak swasta. Praktik lancung itu terjadi di sektor pendidikan, perbankan, hingga layanan kesehatan, menodai semangat reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan di Bumi Reog.
1. Penyalahgunaan Dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo
Kasus pertama muncul dari dunia pendidikan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo pada Senin, 28 April 2025, resmi menetapkan Syamhudi Arifin (SA), Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo, sebagai tersangka dalam dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019–2024.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, menyebut penetapan itu dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti kuat. SA diduga menggunakan sebagian dana BOS tidak sesuai peruntukan hingga merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, pada 12 November 2024, tim penyidik melakukan penggeledahan besar-besaran di sekolah tersebut. Sejumlah dokumen, perangkat elektronik, hingga unit bus dan dua mobil disita sebagai barang bukti. Bahkan, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Aries Agung Paewai turut diperiksa untuk memperkuat konstruksi perkara.
Kasus ini menjadi sinyal awal tahun yang getir bagi dunia pendidikan Ponorogo, karena muncul di tengah semangat transparansi pengelolaan dana BOS.
2. Kredit Fiktif BRI Unit Pasar Pon Ponorogo
Belum reda kasus di sektor pendidikan, Kejari Ponorogo kembali membongkar praktik korupsi di dunia perbankan rakyat. Pada Kamis, 26 Juni 2025, kejaksaan menetapkan empat tersangka berinisial SPP, NAF, DSKW, dan Lette dalam kasus kredit fiktif di BRI Unit Pasar Pon Ponorogo. Salah satu tersangka, Lette, hingga kini masih buron.
Keempatnya diduga menyalahgunakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2024 dengan modus memanfaatkan identitas fiktif dan memanipulasi data penerima kredit. Akibatnya, negara mengalami kerugian yang masih dalam proses penghitungan.
“Ini merupakan kasus yang merugikan keuangan negara, maka undang-undang yang digunakan adalah UU Tindak Pidana Korupsi,” tegas Agung Riyadi.
Kasus ini menambah panjang daftar penyimpangan di sektor keuangan lokal. Di tengah upaya pemerintah menyalurkan kredit untuk pemberdayaan UMKM, justru muncul praktik sistematis yang melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah.
3. OTT KPK Menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
Kasus paling menghebohkan sekaligus menutup tahun 2025 adalah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjaring Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Dalam konferensi pers Minggu (9/11/2025) dini hari, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap detail dugaan suap terkait pengurusan jabatan dan fee proyek di RSUD dr. Harjono Ponorogo.
Semua bermula dari laporan bahwa dr. Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono, akan diganti. Merasa posisinya terancam, Yunus diduga berkoordinasi dengan Sekda Agus Pramono untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada bupati agar tidak dimutasi.
KPK mencatat uang yang berpindah tangan mencapai Rp1,25 miliar, dengan pembagian Rp900 juta untuk Bupati Sugiri dan Rp325 juta untuk Sekda Agus. Selain itu, ditemukan pula fee proyek RSUD senilai Rp1,4 miliar yang melibatkan rekanan swasta bernama Sucipto.
“Dari jual beli jabatan hingga pemerasan proyek, inilah pola korupsi berantai yang kita temukan,” ungkap Asep.
KPK kemudian menetapkan empat tersangka, yakni Sugiri Sancoko (Bupati Ponorogo), Agus Pramono (Sekda), Yunus Mahatma (Direktur RSUD), dan Sucipto (pihak swasta). Keempatnya kini ditahan untuk penyidikan lebih lanjut.
Penetapan itu menjadi pukulan berat bagi pemerintahan Ponorogo. Sosok Sugiri, yang dikenal dekat dengan masyarakat lewat slogan “Oke frenn!”, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji.
Tiga kasus besar yang mencuat sepanjang 2025 ini memperlihatkan rapuhnya tata kelola pemerintahan daerah. Dari dunia pendidikan hingga birokrasi tertinggi, pola penyimpangan kekuasaan yang berulang menunjukkan bahwa integritas publik di Ponorogo masih menghadapi ujian berat. [end/beq]
-

Sosok Indah Pertiwi, Teman Dekat Dirut RSUD Ponorogo yang Cairkan Dana Suap ke Bupati, Crazy Rich?
GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur pada Jumat (7/11/2025).
Diketahui, saat OTT KPK di Ponorogo ada 13 orang yang diamankan dan dalam perkembangannya lembaga antirasuah ini menetapkan empat orang sebagai tersangka atas kasus jual beli jabatan di RSUD Ponorogo.
Para tersangka yakni Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Agus Pramono (AGP), Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo sebagai penerima dana suap.
Lalu pihak pemberi suap juga ditetapkan sebagai tersangka yakni Yunus Mahatma, Direktur RSUD Dr Harjono Kabupaten Ponorogo dan Sucipto (SC): Pihak swasta/rekanan RSUD Ponorogo.
Ada sosok Indah Pertiwi atau Indah Bekti Pertiwi (IBP), perempuan yang menarik perhatian yang kabarnya juga terlibat dalam praktik jual beli jabatan di lingkunga Pemkab Ponorogo. Siapakah dia?
Kronologis OTT KPK di Ponorogo
KPK mengungkap kronologi kasus suap yang menjerat Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko (SUG).
Awal 2025 kabar Dirut RSUD akan berganti
Bermula sekitar awal 2025, terdengar kabar jika Direktur Utama (Dirut) RSUD Harjono Ponorogo akan diganti.
Mendengar kabar dirinya akan dicopot dari jabatan Ditur RSUD oleh Bupati Ponorogo, Yunus Mahatma ketakutan.
Yunus Mahatma menghubungi Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Agus Pramono dan menyiapkan sejumlah uang untuk diberikan kepada Sugiri Sukoco, agar dirinya tak diganti dari posisi Direktur RSUD Harjono Ponorogo.
Februari 2025 penyerahan uang Rp400 juta kepada Bupati
Pada Februari 2025, Yunus mulai menyerahkan uang.
Saat itu informasinya ada Rp 400 juta yang diberikan Yunus kepada Sugiri melalui ajudan.
April -Agustus 2025, pembayaran Rp 325 juta kepada Sekda
Tak hanya Bupati, Sekda pun kecipratan.
Selanjutnya, pada April-Agustus 2025, Yunus menyerahkan uang Rp 325 juta kepada Agus Purnomo.
November 2025, Sugiri menagih Yunus lalu terjaring OTT KPK
Pada 3 November 2025, Sugiri meminta uang Rp 1,5 miliar kepada Yunus Mahatma.
Kemudian Sugiri menagihnya kembali pada 6 November 2025.
Selanjutnya pada 7 November, KPK menangkap tangan penyerahan uang Rp500 Juta yan akan diserahkan pada Bupati Sugiri.
Peran Indah Pertiwi Teman Dekat Yunus Cairkan Dana Rp500 Juta
Tak langsung mencairkan sendiri uang Rp500 juta, Yunus memakai jasa Indah Pertiwi atau Indah Bekti Pertiwi (IBP) atau yang tertulis di laporan KPK Indah Bekti Pratiwi (IBP).
KPK menyebut jika Indah Pertiwi adalah teman dekat Yunus yang berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim, Endrika (ED) untuk mencairkan uang Rp 500 juta.
Uang ini lah yang diserahkan kepada Sugiri melalui kerabat Bupati berinisial NNK (Ninik).
Uang pelicin yang diberikan Yunus kepada Sugiri pun tercium KPK.
Hingga akhirnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan Pemkab Ponorogo, Jawa Timur pada Jumat (7/11/2025).
“Saat itulah Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Total, Yunus sudah mengeluarkan Rp 1,25 miliar agar tak didepak dari jabatan Direktur RSUD.
Rinciannya Rp 900 juta untuk Bupati Sugiri dan Rp 325 juta untuk Sekretaris Daerah Agus Pramono.
Sosok Indah Pertiwi, Disebut Crazy Rich Ponorogo
Nama Indah Pertiwi atau IBP ini kali ini jadi perbincangan warga Ponorogo.
Sebutan ‘teman dekat’ jadi perhatian masyarakat Bumi Reog.
Siapa sebenarnya Indah Pertiwi.
Indah bahkan disebut di salah akun Youtube MULTI BINTANG KEJORA Crazy Rich.
Ya, ia disebut masuk jajaran orang kaya di Ponorogo.
Konten akun Youtube ini merekam jejak Indah Pertiwi dan keakrabannya dengan Katini, sosok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Ponorogo.
“CRAZY RICH PONOROGO INDAH BEKTI PERTIWI BERTEMAN AKRAB DENGAN GADIS ODGJ BERNAMA KATINI,” demikian judul di konten tersebut.
Dalam deskripsi video ini dijelaskan sedikit pekerjaan Indah Bekti Pertiwi. Ia disebut pengusaha yang bergerak di bidang peternakan berbendera Omah Lembu.
Indah Bekti Pertiwi disebut merangkai sukses hidupnya : Perjalanan Menuju Sukses di OMAH LEMBU FARM
Indah dalam deskripsi video disebut terus berinovasi, mencari cara-cara baru untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas peternakan.
Dia juga memikirkan untuk mengembangkan produk olahan dari sapi, seperti susu dan daging olahan, untuk memperluas pasar dan memberikan nilai tambah.
“Dari sebuah desa kecil di Ponorogo, dia telah membangun sebuah imperium peternakan yang tidak hanya menginspirasi banyak orang tetapi juga membawa dampak positif bagi komunitasnya. Di OMAH LEMBU FARM, Indah tidak hanya merawat sapi, tetapi juga mewujudkan impian dan harapan banyak orang.
Ramai Pernah Masuk Bursa Cawabup Ponorogo
Indah Pertiwi masuk bursa Calon Wakil Bupati (Cawabup) Ponorogo.
Saat itu. Indah sempat digadang menjadi pesaing Lisdyarita Wakil Bupati yang sekarang menjabat.
Foto Indah maju cawabup pun masih seliweran di Tiktok lengkap dengan jargon ala Pilkada.
“Menuju Ponorogo Indah #ponorogoindah,” demikian caption di fotonya.
Indah Pertiwi memang sudah memiliki modal ketenarn latar belakang keluarganya.
Sumber kuat Tribunnews.com menyebutkan tidak sedikit yang mengenal Indah Pertiwi karena ketenaran sang ayah yakni H Tobron, salah seorang tokoh budaya Reog Ponorogo.
Namun, sayang ketenaran ini tak mendongkrak nama Indah Pertiwi. Namanya gugur di bursa Pilkada Ponorogo dan harus mengakui Sugiri Sancoko–Lisdyarita (petahana) dan Ipong Muchlissoni–Segoro Luhur Kusumo Daru yang bisa bertarung.
Pasangan Sugiri–Lisdyarita akhirnya terpilih kembali sebagai Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo periode 2025–2030
-

Lisdyarita resmi jabat Plt Bupati Ponorogo usai Sugiri ditangkap KPK
Ponorogo, Jawa Timur (ANTARA) – Wakil Bupati Ponorogo, Lisdyarita, resmi ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Ponorogo menyusul penetapan Bupati Sugiri Sancoko sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Roda pemerintahan daerah dipastikan tetap berjalan normal, seiring dengan segera ditetapkannya Plt Bupati Ponorogo.
Ketua DPRD Ponorogo Dwi Agus Prayitno, Senin membenarkan telah menerima radiogram dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penugasan Lisdyarita sebagai Plt Bupati.
“Untuk Plt Bupati sudah ditunjuk Bu Wabup Lisdyarita. Radiogram dari Kemendagri sudah kami terima dan disampaikan juga kepada yang bersangkutan,” kata Dwi Agus.
Ia menegaskan, penunjukan tersebut merupakan langkah cepat pemerintah pusat untuk memastikan tidak ada kekosongan jabatan kepala daerah usai KPK menetapkan Sugiri Sancoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap promosi jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo.
Selain jabatan bupati, posisi Sekretaris Daerah (Sekda) juga kosong setelah Agus Pramono turut terseret dalam kasus yang sama.
Dwi menyebut mekanisme pengisian jabatan pelaksana tugas Sekda akan dikonsultasikan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Untuk posisi Sekda nanti diusulkan ke provinsi untuk ditunjuk pejabat sementara (Pjs). Sesuai aturan, masa jabatannya tiga bulan dan bisa diperpanjang dua kali,” ujarnya.
Menurut Dwi, penunjukan pejabat sementara Sekda diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018, serta Permendagri Nomor 91 Tahun 2019.
Ia memastikan DPRD tidak akan mencampuri proses pengisian jabatan di lingkup eksekutif.
Fokus utama dewan saat ini, kata dia, adalah menjaga stabilitas dan kelancaran roda pemerintahan di tengah situasi yang berkembang.
“Kami tidak masuk ke proses siapa penggantinya, karena itu ranah eksekutif. Yang penting pemerintahan harus tetap berjalan tanpa hambatan,” tegasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, yakni Bupati Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono dr. Yunus Mahatma, dan seorang rekanan proyek rumah sakit berinisial SC.
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Sederet Kasus OTT KPK pada Pengujung 2025, Jaring Bupati hingga Wamen
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat lebih gencar menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 bulan terakhir pada tahun ini.
Pasalnya, pada semester I/2025 komisi anti rasuah tersebut hanya mencatatkan 2 kali OTT. Sementara itu, pada sisa 6 bulan terakhir tahun ini, KPK telah menggelar 6 kali OTT hanya dalam kurun waktu 4 bulan.
Kasus OTT pertama yang ditangani pada semester II/2025 adalah kasus korupsi RSUD di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara pada 7 Agustus 2025.
Kemudian, OTT selanjutnya digelar pada 13 Agustus 2025 terkait dengan kasus suap terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan hutan yang menjaring direksi perusahaan pelat merah.
KPK kembali melanjutkan OTT pada bulan yang sama. Kali ini, tangkapan KPK cukup membuat geger negeri karena yang terjaring adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emmanuel Ebenezer pada 20 Agustus 2025.
Selanjutnya, Gubernur Riau yang menjadi sasaran KPK dalam OTT yang digelar pada 3 November 2025. Abdul Wahid terjaring dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
Terbaru, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menjadi target OTT KPK yang dilakukan pada Jumat (7/11/2025) pada kasus dugaan suap peralihan jabatan.
Berikut ringkasan kasus OTT KPK sepanjang semester II/2025:
OTT Bupati Kolaka
Dalam OTT KPK pada 7 Agustus 2025 telah menjaring Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029, Abdul Aziz. Dia ditangkap atas dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) Rumah Sakit di Kolaka Timur.
Penangkapan ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) karena sudah mengendus penyelewengan alokasi DAK.
Tidak berselang lama, KPK langsung menetapkan Abdul Azis periode 2024-2029 menjadi tersangka.
“KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni: ABZ [Abdul Azis], ALH [Andi Lukman Hakim], AGD [Ageng Dermanto], DK [Deni Karnady], dan AR [Arif Rahman],” Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers Sabtu, (9/8/2025).
OTT Inhutani
KPK menggelar OTT pada perusahaan pelat merah, PT Inhutani V terkait dengan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan milik Inhutani pada 13 Agustus 2025 setelah melakukan pendalaman kasus.
Dalam OTT tersebut, KPK menjaring 3 orang yang diketahui adalah Direktur PT INH V Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT PML Djunaidi (DJN), dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT). KPK turut mengamankan barang bukti berupa mobil Rubicon hingga uang Rp2,4 miliar.
Ketiga orang tersebut langsung ditetapkan tersangka dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan PT Inhutani (PT INH) V dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML). Penetapan tersangka merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK setelah melakukan pendalaman kasus.
“Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai 189.000 dolar Singapura (atau sekitar Rp2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp8,5 juta, 1 (satu) unit mobil RUBICON di rumah DIC; serta 1 (satu) unit mobil Pajero milik Sdr. DIC di rumah ADT,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayudalam konferensi pers, Kamis (14/8/2025).
OTT Wamenaker
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer pada 20 Agustus 2025.
Pria yang akrab disapa Noel tersebut terjaring atas kasus terkait dengan dugaan pemerasan.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menjelaskan OTT yang dilakukan penyidik terhadap Immanuel Ebenezer terkait dengan pemerasan atas sejumlah perusahaan untuk pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3.
Untuk diketahui, pengurusan sertifikasi K3 oleh industri dilakukan dengan mengajukan izin ke Kemnaker.
“[OTT Immanuel Ebenezer terkait] Pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan terkait pengurusan sertifikasi K3,” jelas Fitroh kepada wartawan, Kamis (21/8/2025).
OTT Gubernur Riau
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan aksi OTT di wilayah Riau, Senin (3/11/2025) yang menjaring 10 orang, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menemukan dugaan ‘jatah preman’ terkait tambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau.
“Terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR tersebut, kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu, untuk kepala daerah. Itu modus-modusnya,” kata Budi.
OTT Bupati Ponorogo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengadakan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Ponorogo, Jawa Timur dan mengamankan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.
Sugiri diciduk atas kasus dugaan suap peralihan jabatan Direktur Utama RSUD Harjono Ponorogo dan Proyek RSUD Harjono Porogo.
Setelah menjalani pemeriksaan setibanya di gedung KPK, Sugiri langsung ditetapkan sebagai tersangka.
“Bahwa sebelum kegiatan tangkap tangan, pada 3 November 2025, SUG meminta uang kepada YUM senilai Rp1,5 miliar. Kemudian pada 6 November 2025, SUG kembali menagih uang tersebut,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Minggu (9/11/2025) dini hari.
-

KPK Sita Rp500 Juta dalam OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai sebesar Rp500 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Ponorogo, Jawa Timur, Sugiri Sancoko (SUG).
“Uang tunai sejumlah Rp500 juta diamankan oleh tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11).
Asep menjelaskan bahwa uang tersebut berkaitan dengan permintaan dana yang diajukan Sugiri kepada Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM), pada 3 November 2025. Dalam kesempatan itu, Sugiri disebut meminta uang sebesar Rp1,5 miliar. Beberapa hari kemudian, tepatnya 6 November 2025, Sugiri kembali menagih permintaan tersebut.
Pada 7 November 2025, teman dekat Yunus Mahatma berinisial IBP berkoordinasi dengan ED, seorang pegawai Bank Jatim, untuk mencairkan uang senilai Rp500 juta.
“Uang tersebut untuk diserahkan YUM kepada SUG melalui saudari NNK selaku kerabat dari SUG,” kata Asep.
Masih di tanggal yang sama, tim KPK melakukan penindakan dan mengamankan 13 orang terkait penyerahan uang itu, termasuk Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma.
Dua hari kemudian, pada 9 November 2025, KPK secara resmi mengumumkan penetapan empat tersangka dalam kasus dugaan suap yang meliputi pengisian jabatan, proyek di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, serta dugaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Mereka adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), dan Sucipto (SC), pihak swasta yang menjadi rekanan proyek RSUD Ponorogo.
Dalam klaster suap pengurusan jabatan, KPK menyebut Sugiri Sancoko dan Agus Pramono sebagai penerima, sementara Yunus Mahatma berperan sebagai pemberi suap.
Untuk klaster suap proyek RSUD Ponorogo, penerimanya adalah Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma, sedangkan pemberinya Sucipto.
Adapun dalam klaster gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, Sugiri Sancoko disebut sebagai penerima, dan Yunus Mahatma sebagai pemberi.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5406922/original/073555700_1762644816-IMG_4480.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Punya Tanah di Mana-mana, Ini Harta Kekayaan Bupati Ponorogo Tersangka Korupsi
Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG) sebagai tersangka korupsi, berupa suap dan gratifikasi.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan, total bukti awal dalam kasus yang menjerat Sugiri ini mencapai Rp 2,6 miliar.
Penerimaan uang tersebut terbagi dalam tiga klaster perkara, Rp 900 juta untuk suap jual beli jabatan, Rp 1,4 miliar untuk fee proyek pekerjaan di RSUD dr Harjono Ponorogo dan Rp 300 juta untuk gratifikasi.
Sugiri merupakan petahana sebagai sebagai Bupati Ponorogo. Dia mulai menjabat sejak tahun 2021. Sebelumnya, dia merupakan anggota DPRD Jatim dari Partai Demokrat periode 2009-2015.
Sugiri saat ini tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 6.358.428.124. Angka ini merujuk kepada laporan harta kekayaan lenyelenggara negara (LHKPN), yang dilaporkan Sugiri ke KPK di tanggal 31 Maret 2025.
Sugiri memiliki sejumlah bidang tanah yang tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan rincian sebagai berikut:
1. Tanah dan bangunan seluas 165 m2/70 m2 di Surabaya, hasil sendiri Rp 1.800.000.000
2. Tanah dan bangunan seluas 130 m2/55 m2 di Boyolali, hasil sendiri Rp 600.000.000
3. Tanah dan bangunan seluas 105 m2/45 m2 di Sidoarjo, hasil sendiri Rp 450.000.000
4. Tanah dan bangunan seluas 120 m2/70 m2 di Pasuruan, hasil sendiri Rp 900.000.000
5. Tanah seluas 4.306 m2 di Ponorogo, warisan Rp 737.050.000
6. Tanah seluas 2.254 m2 di Ponorogo, warisan Rp 527.000.000
7. Tanah seluas 2.254 m2 di Ponorogo, warisan Rp 527.000.000
8. Tanah seluas 552 m2 di Ponorogo, warisan Rp 129.000.000
9. Tanah Seluas 280 m2 di Ponorogo, warisan Rp 112.000.000.
Selain tanah dan bangunan, Sugiri juga memiliki kendaraan berupa Alphard tahun 2006 yang didapat dari hasil sendiri senilai Rp 125.000.000. Kemudian motor Vespa Primavera tahun 2018 hasil sendiri Rp 28.000.000.
Dia juga tercatat memilliki harta bergerak lain senilai Rp 218.937.095 dan kas atau setara kas Rp 204.441.029.
-
/data/photo/2025/11/09/690f821b2a7c4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo
KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami perihal penganggaran ke pihak legislatif Kabupaten Ponorogo usai Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
“Kami juga akan mendalami ke sana (pihak legislatif), dari nilai-nilai yang ada di Kabupaten Ponorogo, apakah nanti ada penyimpangan atau tidak,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
KPK
, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Asep menjelaskan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, bupati selaku eksekutor atau eksekutif tidak bisa berjalan sendiri.
Sebab, perlu ada koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Misalnya, dalam pembahasan anggaran hingga keputusan untuk menjalankan suatu proyek.
“Karena, untuk adanya proyek dan lain-lain, itu ada persetujuan. Tidak hanya eksekutif tapi juga legislatif, di penganggaran di kabupaten ponorogo, ada kesepakatan-kesepakatan,” kata Asep.
Untuk itu, KPK membuka peluang untuk memeriksa pihak legislatif dari Pemkab Ponorogo terkait dugaan suap dalam penganggaran tersebut.
Diketahui,
Bupati PonorogoSugiri Sancoko
bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam sejumlah kasus suap di Pemkab Ponorogo.
Tiga orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Sugiri, Agus, Yunus, dan Sucipto,” kata Asep.
Sebelum ditetapkan tersangka, Sugiri dan para tersangka lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.
Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
KPK mengungkapkan, kasus ini bermula pada awal 2025. Saat itu, Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Sugiri.
Untuk mempertahankan posisinya, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar Asep.
Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
“Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” kata Asep.
Dia menjelaskan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar. Lalu, pada 6 November, Sugiri kembali menagih uang.
Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya.
“Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” ungkap Asep.
Saat ini, KPK tengah menyelidiki dugaan suap pengurusan jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
Asep mengatakan, penyidik juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
fee
kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
“Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sugiri melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata Asep.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
“Bahwa pada periode 2023-2025, diduga Sugiri menerima uang senilai Rp 225 juta dari Yunus. Selain itu, pada Oktober 2025, Sugiri juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar Asep.
Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
“Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” katanya.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi..
Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5403962/original/025436500_1762345539-ri4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK juga Dalami Pengadaan Monumen Reog Usai Bupati Ponorogo Ditetapkan Tersangka
Sebelumnya, pada 9 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Empat orang tersebut adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.
Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
Untuk klaster dugaan suap dalam proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma. Sementara pemberi suapnya adalah Sucipto.
Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima suapnya adalah Sugiri Sancoko. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
/data/photo/2025/11/10/69112aba4f8cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
