Tag: Hari Nugroho

  • Afah Iya Kunyah Pinang dan Pala Bisa Bikin Halusinasi?

    Afah Iya Kunyah Pinang dan Pala Bisa Bikin Halusinasi?

    Jakarta

    Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati. Segala jenis tanaman ada di sini, termasuk pala dan pinang yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat. Eh, tapi, dengar-dengar, kunyah pinang dan pala bisa bikin halusinasi? Afah iya?

    “Tentu butuh dosis yang sangat besar, ya,” kata dr Hari Nugroho, M.Sc dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience dalam live ‘Eureka!: Kecubung Bikin Linglung’, Senin (22/7).

    “Nggak cuma pinang ya, pala itu juga tanaman yang punya efek psikoaktif. Tiap jenis tadi punya dosis yang berbeda-beda,” lanjutnya.

    Pada prinsipnya, memang ada sejumlah tanaman-tanaman tersebut dalam dosis yang besar punya akibat yang tidak menyenangkan. Tapi, selama belum lewat batas aman, efek buruknya tidak akan dirasakan.

    “Misalnya ibu-ibu yang suka nyirih, yang ada pinangnya, kan tidak kemudian mengalami halusinasi yang parah karena memang hanya sekadarnya. Mungkin ada efek stimulannya sedikit,” ujarnya.

    Kita pun sebenarnya terbiasa menggunakan tanaman-tanaman yang punya efek psikoaktif seperti teh, cokelat, kopi, dan sebagainya. Akan tetapi, kecenderungannya tanaman-tanaman tersebut dikonsumsi pada dosis yang aman.

    “Tapi sejauh ini sih saya belum pernah menemukan orang yang makan pinang yang berlebihan, sampai timbul halusinasi. Tapi kalau pala, ada. Ada yang mabuk dengan pala? Ada,” akunya.

    Diketahui bahwa biji pala mengandung senyawa organik yang disebut myristicin. Senyawa ini apabila dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan pusing hingga paranoid. Selama menggunakan pala untuk memasak, pastikan dalam jumlah kecil saja untuk mengurangi risikonya.

    (ask/afr)

  • Magic Mushroom, Kenapa Efek Telernya Beda-beda Tiap Orang

    Magic Mushroom, Kenapa Efek Telernya Beda-beda Tiap Orang

    Jakarta

    Ada beberapa orang yang sengaja ingin teler dengan menggunakan magic mushroom. Efeknya ternyata bisa berbeda-beda di tiap orang, tapi semua ada risiko bahayanya.

    Dalam beberapa kasus, ada pengguna yang menangis histeris, menceburkan diri ke pantai, bahkan mengaku-ngaku jadi Valentino Rossi. Sebenarnya, apa yang membuat efek magic mushroom berbeda-beda pada setiap orang? Jawabannya langsung dijelaskan oleh dr Hari Nugroho, M.Sc dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience dalam live ‘Eureka!: Kecubung Bikin Linglung’, Senin (22/7).

    Menurut dr Hari, psilocybin akan mempengaruhi neurotransmitter di dalam otak ketika seseorang mengonsumsinya, khususnya di bagian serotonin. Dampaknya juga terasa pada Gamma-aminobutyric acid (GABA) dan dopamin secara tidak langsung.

    “Kemudian, serotonin receptor, namanya 5HT2A, itu akan dipengaruhi oleh psilocybin. Itulah yang kemudian akan membuat seseorang mengalami halusinasi. Semua orang pengalamannya akan berbeda-beda,” terang pria yang mengambil gelar Master of Science di King’s College London itu.

    Adapun yang membuat pengalaman tiap orang berbeda adalah belief system hingga pengalaman traumatis. Kedua poin ini mempengaruhi bagaimana orang bereaksi ketika mengonsumsi magic mushroom.

    “Makanya ada istilah good trip dan bad trip ketika seseorang mengalami psikedelik, contohnya magic mushroom,” ujarnya.

    “Jadi mereka nggak bisa kontrol persepsi atau halusinasi yang muncul karena tergantung di mana reseptor serotonin kemudian dipengaruhi psilocybin, yang lebih aktif yang mana. Itu yang membuat seseorang mengalami experience yang berbeda-beda. Ada experience yang keluar dari tubuhnya, mungkin melihat hal-hal yang menakutkan, dan sebagainya,” sambungnya.

    Dalam terapi psikedelik di era modern, riset penggunaan psikedelik untuk kesehatan jiwa seperti depresi, PTSD dan adiksi pun bukan lagi hal asing. Mekanisme kerjanya biasa dilakukan untuk mengubah pandangan/mindset maupun belief system seseorang, menanamkan sugesti positif, hingga mempengaruhi aktivitas neurotransmitter di otak.

    Jadi, itulah penjelasan mengapa efek magic mushroom berbeda-beda pada setiap orang. Baiknya, jauhi diri dari mengonsumsi zat-zat yang mengandung halusinogen karena dampak negatifnya. Jangan ikut-ikutan ya!

    (ask/fay)

  • Kecubung Bikin Linglung, Mengenal Tanaman yang Bisa Bikin Halusinasi

    Kecubung Bikin Linglung, Mengenal Tanaman yang Bisa Bikin Halusinasi

    Jakarta

    Narasi tentang bahaya kecubung ramai dibahas seiring viralnya kasus 44 orang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengalami mabuk berat, bahkan dua orang di antaranya meninggal dunia. Kecubung memang salah satu tanaman yang memiliki efek psikoaktif.

    Efek kecubung dalam dosis besar umumnya menimbulkan halusinasi. Pemakainya bahkan bisa sampai mengalami halusinasi berat yang bisa membahayakan dirinya maupun orang sekitar.

    Konsumsi kecubung secara tidak wajar juga berdampak pada jantung dan paru, di antaranya membuat seseorang mengalami gangguan jantung dan menekan fungsi paru sehingga kesulitan bernapas.

    Karena bahayanya ini, kecubung disebut berbahaya seperti narkoba jenis kokain, sabu, hingga heroin. Selain kecubung, di dunia ini ada banyak tanaman lain yang memiliki zat halusinogen atau psikedelik seperti ganja, jarak, magic mushroom, opium, dan masih banyak lagi.

    Nah, kita mau bahas tentang kecubung dan tanaman lain yang mengandung zat halusinogen, serta berbagai efek negatif dan positifnya di Eureka! edisi bulan Juli dengan narasumber istimewa dr. Hari Nugroho, M.Sc dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience.

    Dia akan menjelaskan apa itu zat halusinogen pada tanaman dan efek psikoaktif yang ditimbulkannya, kandungan apa saja yang ada pada tanaman-tanaman semacam itu, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menolong orang yang mengalami kecanduan dari zat ini.

    Catat nih, ‘Eureka! Kecubung Bikin Linglung’, Senin, 22 Juli 2024 jam 19.00 WIB. bersama host Aisyah Kamaliah dari redaksi detikINET dan dr. Hari Nugroho, M.Sc. Jangan sampai ketinggalan!

    Punya pertanyaan? Silakan tulis di kolom komentar ya.

    (rns/rns)

  • Film Yang (Tak Pernah) Hilang, Kisahkan Korban Penculikan Aktivis 1998

    Film Yang (Tak Pernah) Hilang, Kisahkan Korban Penculikan Aktivis 1998

    Surabaya (beritajatim.com) – Film dokumenter ‘Yang (Tak Pernah) Hilang’ resmi diluncurkan di Kampus Untag Surabaya. Film ini mengisahkan perjuangan hingga penculikan dua orang aktivis pada masa orde baru.

    Film dokumenter ini secara substantif menceritakan perjuangan, pengorbanan hingga penculikan dua aktivis mahasiswa asal Universitas Airlangga Surabaya, yakni Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.

    Produser film Dandik Katjasungkana mengatakan bahwa film Yang (Tak Pernah) Hilang ini sebenarnya telah digagas sejak 2019 silam. Hanya saja, produksinya terkendala oleh pandemi Covid-19 dan biaya produksi.

    “Film ini membutuhkan biaya besar, terutama untuk perjalanan dan wawancara narasumber di 5 kota, yakni Surabaya, Malang, Jakarta, Jogjakarta dan Pangkal Pinang, Pulau Bangka, tempat lahir Herman,” kata Dandik, Rabu (6/3/2024).

    Belum selesai dengan kendala tersebut, persoalan lain pun muncul dan membuat seluruh crew film mengalami kesedihan mendalam. Pada tahun 2020, sang penggagas film, Hari Nugroho, meninggal dunia.

    Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapi itu, tepatnya pada tahun 2022, Dandik bertemu dengan Muni Moon dan Anton Subandrio yang berprofesi sebagai video maker. Dari situlah, produksi film menemui titik terang.

    “Dalam pembiayaan, sejak awal kami mengupayakan kemandirian. Kami patungan, memproduksi kaos #KawanHermanBimo sebagai fundraising dan menerima sumbangan dari pihak yang peduli pada advokasi kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1998,” ungkap Dandik.

    Dalam alurnya, Film Yang (Tak Pernah) Hilang sendiri tidak hanya berkisah tentang kasus penculikan Herman dan Bima. Film ini juga merekonstruksi kisah hidup mereka sejak kecil di mata keluarga, orang tua, kerabat, kawan sekolah dan masa kuliah, kawan sesama aktivis, dosen, hingga aktivis partai politik.

    Anton mengungkapkan, ada sebanyak 35 narasumber yang harus diwawancarai untuk mendapatkan informasi lengkap agar film yang dihasilkan dapat memotret biografi Herman dan Bima sejak anak-anak hingga dewasa.

    “Kami mau bercerita bagaimana karakter mereka terbentuk hingga mempunyai gagasan yang begitu kuat, teguh keyakinannya dan berjuang sampai menjadi martir demokrasi,” ungkap Anton.

    Di sisi lain, Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya Dia Puspitasari menilai bahwa hilangnya Herman dan Bima menjadi sebuah tragedi kemanusiaan. Baginya, film Yang (Tak Pernah) Hilang ini menjadi referensi penting.

    Menurutnya, film ini harus dilihat dalam konteks bagaimana seharusnya peradaban dibangun dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran dan keterbukaan. Generasi milenial dan Z bisa belajar tentang sejarah kemanusiaan lewat film ini.

    “Supaya mereka bisa menjadi bagian dari gerakan melawan impunitas dan mencegah terulangnya kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negeri ini,” tuturnya.

    Sedangkan Rektor Untag Surabaya Prof Mulyanto Nugroho menyatakan, sebagai Kampus Merah Putih, sudah selayaknya Untag melahirkan generasi penerus bangsa yang patriotik dan peduli nilai-nilai kemanusiaan.

    “Harapannya, mahasiswa Untag Surabaya terus menjadi pelopor agent of change dalam konteks penegakan HAM dan kemanusiaan,” tandas Prof Nugroho.

    Diluncurkannya film ini diharapkan menjadi pemantik, khususnya bagi generasi muda agar memiliki referensi historis tentang otoritarianisme orde baru. Selain itu, sebagai upaya advokasi agar pemerintah segera menyelesaikan seadil-adilnya kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1998 tersebut. [ipl]