Tag: Handoko

  • Quraish Shihab Ingatkan Ketekunan dan Ketulusan Mendalami Ilmu

    Quraish Shihab Ingatkan Ketekunan dan Ketulusan Mendalami Ilmu

    Jakarta

    Di tengah arus informasi dan perkembangan teknologi yang serba cepat, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. mengingatkan bahwa kemajuan zaman seharusnya tidak menjauhkan manusia dari makna sejati ilmu.

    Pesan itu ia sampaikan saat menerima Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Filsafat, Agama, dan Kebudayaan di Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H.Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11).

    Menurut Quraish, kemajuan sains dan digitalisasi tidak boleh membuat generasi muda melupakan nilai dasar dalam menuntut ilmu, yaitu ketekunan dan ketulusan.

    “Sukses dalam segala hal harus dimulai dengan ketekunan belajar. Mau pelajari ilmu, harus tekun. Mau pelajari Al-Qur’an pun harus tekun,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa ilmu dan pengalaman adalah ukuran kemajuan sejati, bukan semata usia atau jabatan. “Ada orang yang tua usianya tapi ilmunya tidak ada. Yang dinilai di sini itu ilmu dan pengalaman,” katanya.

    Tafsir dan Sains

    Menteri Agama era Kabinet Pembangunan VII (1998) ini lalu bercerita di balik layar penulisan Tafsir Al-Mishbah yang membuatnya disegani sebagai ilmuwan pakar tafsir Al-Qurán. Ia menyebut karya tersebut justru lahir dari perjalanan intelektualnya di Mesir, ketika ia ditugaskan oleh Presiden RI ke-3 B.J. Habibie.

    “Saya katakan pada beliau (B.J. Habibie), ‘Saya bukan diplomat, saya guru besar’. Beliau menjawab, ‘Guru besar bisa jadi diplomat, diplomat tidak bisa jadi guru besar’,” kenangnya seraya tersenyum.

    Selama bertugas di Mesir, hubungan baik antarbangsa membuatnya memiliki ruang untuk menulis dan produktif menyelesaikan tafsir Al-Qurán. “Di Mesir lah saya dapat menulis dan menyelesaikan tafsir Al-Qurán dalam waktu tiga setengah tahun,” tuturnya.

    Berlian Bersinar dari Banyak Sisi

    Ia menggambarkan Al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan yang dinamis, seperti berlian yang memancarkan cahaya dari berbagai sisi.

    “Kalau Anda berdiri di sini, dia memancarkan cahaya buat Anda. Tapi boleh jadi orang lain berdiri di tempat lain, dia juga mendapat cahaya. Karena itu perbedaan tidak boleh menjadikan kita berpisah. Perbedaan adalah anugerah Tuhan,” jelasnya.

    Ia menegaskan siapa pun dapat mempelajari Al-Qurán dengan niat tulus, tanpa memandang latar belakang. “Jangan pernah berkata bahwa karena Al-Qurán turun dalam Bahasa Arab, maka yang paling pandai menafsirkan adalah orang Arab. Tidak. Siapa pun yang tulus mempelajarinya sambal memohon bantuan Tuhan akan mendapat penafsiran sesuai dengan kondisi masyarakatnya,” katanya.

    Muhammad Quraish Shihab menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Foto: Rachmatunnisa/detikINETOptimisme di Tengah Disrupsi

    Quraish juga menyoroti tantangan umat Islam di era disrupsi digital, zaman Ketika banjir informasi sering memicu salah tafsir dan polarisasi.

    “Kita punya problem pemahaman yang keliru. Itu semua perlu tekad dan optimisme untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dari hari ini. Ini berlaku untuk semua bidang, bukan cuma agama,” tegasnya.

    Ia juga mengingatkan pentingnya pembaruan ilmu secara terus-menerus. “Saya sudah menyelesaikan sekian buku. Silakan dipelajari, dikritik, diperbaiki. Saya usia sudah tua, tidak mampu lagi memperbaharui. Perbaikan harus terus berlanjut dan itu tugas anak-anak muda,” katanya.

    Dengan pesannya ini, Quraish Shihab mengingatkan bahwa semangat keilmuan yang menjadi warisan B.J. Habibie tidak berhenti pada sains dan teknologi semata, melainkan juga pada kejujuran intelektual, etika berpikir, ketekunan, dan kecintaan terhadap ilmu.

    (rns/afr)

  • Jimly Asshiddiqie Sebut Perlu ‘Reset Indonesia’

    Jimly Asshiddiqie Sebut Perlu ‘Reset Indonesia’

    Jakarta

    Dua puluh lima tahun setelah reformasi, Indonesia dinilai perlu melakukan ‘reset’. Hal ini disampaikan penerima penghargaan Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi, dan Hukum, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

    Reset yang ia maksud, tak sekadar mengganti undang-undang atau Lembaga, melainkan menata ulang system konstitusi dan membangun etika bernegara yang kuat.

    “Sudah 25 tahun reformasi berjalan, sudah saatnya kita evaluasi lagi. Kita reset ya, bahasa anak muda. Bukan kembali ke masa lalu, tapi kita maju ke depan memperbaiki. Banyak yang perlu diperbaiki,” ujar Jimly saat berbicara di acara Habibie Prize 2025 di Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11).

    Jimly menjelaskan, reset Indonesia perlu dilakukan menyeluruh, termasuk di lembaga hukum seperti kepolisian yang menjadi garda terdepan penegakan hukum. “Karena polisi itu yang paling depan. Tapi kita harus lakukan kajian ulang secara menyeluruh,” katanya.

    Lebih jauh, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menekankan bahwa pembenahan sistem hukum harus berjalan beriringan dengan pembenahan mental dan etika bangsa.

    “Kalau kita mau memperbaiki mental manusia, pendekatannya mesti kultural, melalui pendidikan, melalui indoktrinasi. Tapi hasilnya lama. Maka pendekatan kultural harus bareng dengan pendekatan struktural,” ujarnya.

    Jimly Asshiddiqie menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Foto: Rachmatunnisa/detikINETEtika Sebagai Fondasi Hukum

    Jimly mengibaratkan etika sebagai ‘samudra’ tempat hukum berlayar. Tanpa etika, katanya, hukum tidak dapat mencapai tujuan keadilan. “Kita tidak cukup hanya membangun hukum. Etika itu ibarat samudra, hukum itu kapal. Kapal hukum tidak mungkin berlayar mencapai tepian pulau keadilan kalau samudra etika bangsa kita kering,” ucapnya.

    Ia pun menggagas pentingnya pembangunan infrastruktur etika bernegara, termasuk kode etik dan lembaga peradilan etik yang berpuncak di Mahkamah Etik Nasional.

    “Sekarang tidak ada negara yang tidak punya undang-undang tentang etika pemerintahan. Hukumnya ditegakkan, etikanya juga ditegakkan,” tambahnya.

    Menutup pembicaraan, Jimly menyampaikan optimisme terhadap generasi muda akademisi dan pembuat kebijakan di Indonesia. “Saya optimistis. Banyak anak muda hebat,” yakinnya.

    Jimly juga mengapresiasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang melanjutkan tradisi Habibie Prize sebagai bentuk penghormatan terhadap insan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Indonesia.

    “Budaya memberi penghargaan dan menghormati ilmu harus diperluas di tengah era yang penuh caci maki dan saling merendahkan,” ujarnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)

    (rns/rns)

  • Guru Besar IPB Beberkan Solusi Gemukkan Sapi Sekaligus Selamatkan Bumi

    Guru Besar IPB Beberkan Solusi Gemukkan Sapi Sekaligus Selamatkan Bumi

    Jakarta

    Sektor peternakan selama ini dikenal sebagai penyedia protein hewani bagi manusia. Namun di balik itu, kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca, khususnya gas metana, sangat mengkhawatirkan.

    “Metana ini kontribusi ke global warming. Bahkan kemampuan metana dalam frekuensi panas dibandingkan karbon dioksida 20 sampai 25 kali lebih tinggi,” kata Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc., saat berbicara di acara Habibie Prize 2025, yang digelar di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University ini, selain memperburuk iklim, metana juga menandakan adanya energi yang hilang dari proses pencernaan ternak.

    “Biasanya sekitar 4-15% energi yang hilang sebagai metana. Jadi jelasnya. Kalau kita misalkan energi dasar ini, di satu sisi menurunkan emisi lingkungan, satu sisi juga meningkatkan ketersediaan energi bagi ternak untuk produktivitas,” jelasnya.

    Dengan kata lain, Anuraga dan timnya berhasil menemukan cara untuk menekan emisi metana sekaligus meningkatkan berat badan ternak. Solusi ini datang dari bahan alami berupa senyawa polifenol atau tanin yang diformulasikan dalam bentuk plastic compound dan digunakan sebagai feed additive atau bahan tambahan pakan.

    “Pada sapi, bisa meningkatkan pertambahan bobot. Misalnya, biasanya berat badan sapi naik 1,2 kg per hari, bisa meningkat menjadi 1,4 bahkan 1,5 kg per hari,” ungkapnya.

    Secara sederhana, dengan menekan emisi metana, energi yang semula terbuang bisa dimanfaatkan tubuh ternak untuk pertumbuhan. Dampaknya, lingkungan lebih bersih dan ekonomi peternak lebih kuat karena sapi yang lebih gemuk.

    Anuraga Jayanegara berbicara di panggung Habibie Prize 2025. Foto: Rachmatunnisa/detikINETTerinspirasi dari Eropa

    Inovasi ini bermula dari pengalaman Anuraga saat menempuh studi S2 di Jerman dan S3 di ETH Zürich, Swiss. Di sana, ilmuwan menggunakan tanin alami untuk meningkatkan produktivitas lahan, menurunkan emisi, dan memperbaiki kualitas lemak hewan ternak.

    Konsep itu kemudian ia bawa ke Indonesia, yang mendorongnya meneliti kandungan tanin di tanaman lokal. Hasilnya mengejutkan, karena kandungan tanaman lokal berlipat kali lebih tinggi dibandingkan tanaman di Eropa.

    Sayangnya, industri pengolahan tanin di Indonesia belum berkembang, sementara negara seperti Thailand dan Korea sudah lama mengindustrialisasinya.

    Padahal, sumber tanin berlimpah di Indonesia, terutama di kulit pohon dan daun-daunan. “Biasanya kulit kayu dibuang atau dibakar setelah panen industri hutan tanaman. Padahal itu sumber bahan bernilai tinggi. Kalau kita bisa ekstraksi dan konsentrasikan, nilai jualnya bisa sampai Rp120 ribu per kg,” ujar Anuraga.

    Tantangan

    Bagi Anuraga, tantangan terbesar bukan pada teknologi, tapi pada industrialisasi dan investasi. “Untuk teknologi know-how-nya Insya Allah kami memahami. Tapi ketika masuk ke tahap atas (skala industri), investasi, harus ini dan itu. Nah, sering kali ada kami tahan diri karena merasa belum yakin ke arah sana,” ungkapnya.

    Ia berharap kerja sama antara perguruan tinggi, lembaga riset, dan industri bisa semakin erat untuk mewujudkan hal-hal semacam ini. Jika terwujud, lanjut Anuraga, industri hijau berbasis tanin tak hanya akan berkontribusi pada mitigasi iklim, tapi juga membuka lapangan kerja baru di daerah-daerah.

    Anuraga Jayanegara menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Foto: Rachmatunnisa/detikINETHabibie Prize 2025

    Anuraga mengaku tak menyangka menjadi salah satu penerima Habibie Prize 2025. Ia merasa ada banyak orang-orang luar biasa di Indonesia yang memberikan kontribusi.

    “Tapi mungkin di sisi lain, mungkin bagi kami (para peneliti), ini sebuah hal kelompok besar kami untuk di-acknowledge,” katanya rendah hati.

    Ia berharap penghargaan ini menjadi inspirasi bagi generasi muda agar tak takut menekuni sains. “Sains itu seperti jalan ninja. Kadang tak terlihat di permukaan. Kita mungkin gak muncul di permukaan tapi dampaknya yang dirasakan. Itulah bagi saya, sains itu luar biasa,” tuturnya.

    Berbicara tentang masa depan, Anuraga membayangkan ekosistem pertanian dan peternakan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.

    “Di negara maju, petani dan peternak hidup sejahtera. Di Indonesia hingga saat ini belum begitu. Ini yang perlu kita sama-sama tumbuhkan ekosistem agar sistemnya berkeadilan. Keadilan ini sangat penting dalam ekosistem bisnis, tentunya juga nanti kami (para ilmuwan) dalam berinovasi lebih semangat lagi,” harapnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan).

    (rns/rns)

  • Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Jakarta

    Peneliti virus R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. menekankan perlunya perhatian lebih dari pemerintah terhadap pendanaan riset dan pendidikan sains.

    Hal ini ia sampaikan saat berbicara di acara Habibie Prize 2025, sebagai salah satu dari lima ilmuwan terkemuka penerima penghargaan. Ia menjawab pertanyaan moderator yang menanyakan kontribusi apa yang dibutuhkan dari negara agar para peneliti seperti dirinya konsisten menghasilkan riset penting.

    “Tentu saja kontribusi negara sangat penting. Persentase APBN untuk riset masih kecil. Itu perlu dinaikkan nantinya. Negara maju sudah science-based dalam mengambil keputusan. Indonesia juga harus ke sana, semua kebijakan sebaiknya berbasis data dan sains,” ujarnya di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    “Saya kira seperti itu. Ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan lagi dana sains, pendidikan, dan sebagainya,” tegasnya.

    Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono berbicara di panggung Habibie Prize 2025. Foto: Rachmatunnisa/detikINETPuluhan Tahun Meneliti Virus Dengue

    Nama Tedjo Sasmono tak asing di dunia penelitian bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Ia merupakan peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, dan sudah menjadi periset di LBM Eijkman sejak 1994.

    Sederet prestasinya yang mentereng antara lain masuk dalam jajaran 2% saintis teratas dunia (Top 2% World Ranking Scientists) pada 2021 yang dirilis peneliti dari University of Stanford, John Ioannidis bersama Jeroen Baas dan Kevin Boyack.

    Setelah lebih dari 25 tahun meneliti virus dengue, Tedjo menerima Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Konsistensinya memetakan genom virus dengue di berbagai wilayah Indonesia menjadi kontribusi penting bagi pengendalian penyakit demam berdarah di Tanah Air.

    “Ini soal istiqamah, konsistensi. Saya menekuni bidang ini lebih dari 25 tahun karena dengue itu penyakit yang kita hadapi setiap hari sebagai negara tropis,” ujarnya.

    “Bahkan anak saya sendiri sempat terkena dengue. Itu menunjukkan betapa dekatnya penyakit ini dengan kehidupan kita,” kenang Tedjo.

    Selama lebih dari dua dekade, Tedjo dan timnya berfokus pada virologi dan biologi molekuler dengue. Mereka meneliti bagaimana virus menular, beradaptasi, dan berevolusi di berbagai wilayah Indonesia.

    “Virus dengue ada empat tipe: 1, 2, 3, dan 4. Kami memetakan hampir seluruh Indonesia, dari 15 provinsi lebih, untuk melihat perbedaan genom dan perilakunya,” jelasnya.

    Menurutnya, data genomik lokal sangat penting karena setiap daerah memiliki karakter virus dan pola penularan berbeda. Informasi ini kini menjadi dasar untuk riset vaksin dan sistem diagnostik yang lebih akurat.

    Tedjo Sasmono (keempat dari kiri) menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (bersalaman). Foto: Rachmatunnisa/detikINETDari Laboratorium ke Kebijakan Publik

    Penelitian Tedjo tak berhenti di laboratorium. Data yang dihasilkan timnya kini digunakan oleh Kementerian Kesehatan dan World Health Organization (WHO) untuk memahami pola penyebaran virus di Indonesia.

    “Dari sisi genomiknya dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin. Itu juga menggunakan genom Indonesia,” ujarnya.

    Ia juga menyebut keberhasilan ilmuwan dalam menurunkan kasus dengue melalui vaksin QDENGA dan penerapan teknologi Wolbachia, yang terbukti mampu mengurangi hingga 77% kasus dengue di Yogyakarta.

    “Itulah bukti bahwa ilmu pengetahuan itu bisa bermanfaat untuk kesehatan umat manusia. Karena dengan ilmu pengetahuan bisa didapatkan vaksin,” tambahnya.

    Bagi Tedjo, penelitian bioteknologi bukan hanya soal sains, tapi juga misi kemanusiaan. Ia menambahkan, COVID-19 mengajarkan bahwa Indonesia harus mandiri menghadapi pandemi berikutnya. Ia pun berharap banyak agar generasi muda peneliti Indonesia terus belajar dan konsisten.

    “Anak-anak, adik-adik yang masih muda-muda tetap konsisten a. Terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur, pengetahuan, update ilmu, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti,” pesan Tedjo.

    Ia juga menyebut penghargaan Habibie Prize 2025 yang didapatkannya menjadi simbol penting pengakuan bagi peneliti Indonesia. “Terima kasih banyak untuk rekognisi ini,” ujarnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)

    (rns/rns)

  • Ilmuwan ITB Inovator Zeolit Sekam Padi Raih Habibie Prize 2025

    Ilmuwan ITB Inovator Zeolit Sekam Padi Raih Habibie Prize 2025

    Jakarta

    Pemanfaatan limbah pertanian tak sebatas wacana. Di tangan ilmuwan muda Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc., sekam padi bisa diubah menjadi material maju (advanced material) zeolit sintetis.

    Untuk diketahui, zeolit adalah kelompok mineral aluminosilikat terhidrasi yang memiliki struktur kristal berpori dengan kemampuan menyerap, menyaring, dan bertukar ion. Struktur unik ini memungkinkan zeolit digunakan sebagai penyerap (adsorben) dan katalis dalam berbagai industri, seperti pengolahan air, pertanian, dan petrokimia.

    “Indonesia mengonsumsi sekitar 36 juta ton beras per tahun, dan dari situ limbah sekamnya luar biasa banyak. Prinsipnya, jangan biarkan limbah berakhir di tempat sampah, jadikan sumber daya baru,” ujar Rino saat berbicara di Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11).

    Disebutkan Rino, riset ini berangkat dari semangat ekonomi sirkular, yakni mengubah limbah menjadi sumber daya baru. Zeolit sintetis yang ia kembangkan dibuat di laboratorium melalui proses kimia tertentu dengan memanfaatkan limbah sekam. Penemuannya ini bisa dimanfaatkan secara luas, mulai dari proses penyulingan minyak bumi, hingga pakan ternak.

    Zeolit dari sekam padi hanya salah satu dari banyak penelitian yang sudah lama dilakukannya. Atas kontribusinya dalam pengembangan riset kimia material yang berorientasi pada solusi berkelanjutan di bidang energi dan lingkungan, sosok bergelar doktor dari Jerman itu meraih Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Dasar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

    Berbicara di atas panggung penghargaan Habibie Prize 2025, Rino juga sempat menyinggung pentingnya generasi muda untuk terlibat dalam riset dan pengembangan teknologi.

    “Kita akan menghadapi bonus demografi pada 2045, saat Indonesia berusia 100 tahun. Harapannya, anak-anak muda itu bukan hanya pengguna teknologi, tapi juga pencipta,” ujarnya.

    Menurut Rino, ilmuwan muda perlu terus dipromosikan dan diberi ruang, serta teknologi harus terus dihidupkan di tengah masyarakat agar lahir inovasi dari Indonesia untuk dunia.

    Rino Rakhmata Mukti menerima penghargaan dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bersama empat ilmuwan lainnya. Foto: Rachmatunnisa/detikINETPentingnya Apresiasi bagi Ilmuwan

    Bagi Rino, penghargaan ini bukan akhir, tetapi pengingat agar riset selalu kembali ke akar, yaitu memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memotivasi ilmuwan muda untuk tidak takut menapaki jalan panjang dunia penelitian.

    Lebih dari itu, ia menilai penghargaan seperti Habibie Prize berperan penting dalam menjaga semangat peneliti di Indonesia.

    “Acara seperti ini memotivasi para guru, dosen, dan ilmuwan. Mereka tahu kerja kerasnya dihargai. Jadi memang pemerintah harus menaruh perhatian serius untuk memperhatikan guru, dosen, dan ilmuwan di Indonesia, karena masa depan kita ada di tangan mereka,” ujarnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan Habibie Prize kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)

    (rns/rns)

  • Prabowo Reshuffle, Ini Profil Arif Satria Kepala BRIN Baru Dilantik

    Prabowo Reshuffle, Ini Profil Arif Satria Kepala BRIN Baru Dilantik

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto melantik Arif Satria sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Arif menggantikan Laksana Tri Handoko yang sudah menjabat sejak 2021.

    Arif sebelumnya menjabat sebagai Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) University sejak 2018. Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 17 September 1971 itu memulai perjalanan akademiknya di IPB pada tahun 1990.

    Ia menyelesaikan studi sarjana di Program Studi Penyuluhan Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB pada 1995.

    Gelar magister diraihnya dari Program Sosiologi Pedesaan IPB pada 1999, dan gelar doktor dari Kagoshima University, Jepang, dalam bidang Marine Policy pada 2006.

    Karier akademiknya dimulai pada 1997 sebagai dosen di Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan IPB.

    Pada 2019, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap di Fakultas Ekologi Manusia IPB dalam bidang Ekologi Politik.

    Ia menjabat Rektor IPB University pada periode 2017-2022, dan kembali melanjutkan kepemimpinan pada periode 2023-2028.

    Arif juga pernah menduduki jabatan penting di sejumlah organisasi, di antaranya Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) periode 2021-2026, Ketua Umum Forum Rektor Indonesia periode 2020-2021, dan Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia periode 2011-2016.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Profil Arif Satria, Rektor IPB yang Dilantik Prabowo Jadi Kepala BRIN

    Profil Arif Satria, Rektor IPB yang Dilantik Prabowo Jadi Kepala BRIN

    Profil Arif Satria, Rektor IPB yang Dilantik Prabowo Jadi Kepala BRIN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto melantik Arif Satria sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
    Pelantikan tersebut didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 123/P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala dan Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional.
    Arif Satria
    menggantikan Laksana Tri Handoko di posisi Kepala BRIN. Prabowo juga melantik Amarulla Octavian sebagai Wakil Kepala BRIN.
    “Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan setia kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara,” ujar Prabowo mendiktekan yang diikuti Arif dan Amarulla di Istana Negara.
    “Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab,” sambungnya.
    Arif Satria merupakan akademisi Indonesia yang dikenal luas lewat kiprahnya di dunia pendidikan tinggi dan kebijakan publik.
    DIlansir dari laman resmi Institut Pertanian Bogor (
    IPB
    ), Arif lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 17 September 1971. Ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah di kota kelahirannya sebelum melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB).
    Dari kampus tersebut, Arif meraih gelar sarjana Ilmu Ekonomi Pertanian pada 1995, lalu melanjutkan studi magister di bidang Sosiologi Pedesaan pada 1999.
    Minatnya pada kebijakan kelautan dan masyarakat pesisir membawanya menempuh pendidikan doktor di Kagoshima University, Jepang.
    Karier akademiknya dimulai sebagai dosen di IPB pada akhir 1990-an. Reputasinya sebagai peneliti muda menonjol membuat Arif dipercaya menjadi Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) pada 2010.
    Tujuh tahun kemudian, Arif terpilih sebagai
    Rektor IPB
    dan kembali mendapat mandat untuk periode kedua pada 2023–2028.
    Namanya juga kerap terlibat di lembaga riset, menjadi penasihat kementerian, hingga duduk sebagai anggota panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada satu periode.
    Keahliannya banyak berkaitan dengan ekonomi pertanian, sosiologi pedesaan, hingga kebijakan maritim. Ia juga dikenal melalui gagasannya tentang ekonomi biru dan kebijakan pengelolaan pesisir serta pulau-kecil.
    Kiprahnya di dunia riset membuat Arif Satria banyak mendapat pengakuan, salah satunya penghargaan internasional seperti Yamamoto Prize pada 2008.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensos apresiasi langkah cepat Polri tangani kasus ledakan SMAN 72

    Mensos apresiasi langkah cepat Polri tangani kasus ledakan SMAN 72

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sosial Syaifullah Yusuf mengapresiasi langkah cepat Polri dalam menangani kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta pada Jumat (9/11) yang mengakibatkan puluhan siswa mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke sejumlah rumah sakit.

    “Saya berterima kasih kepada Kapolri dan seluruh jajaran Polri yang juga telah melakukan langkah-langkah yang nyata di lapangan,” kata dia usai meninjau korban ledakan di SMAN 72 Jakarta di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, pada Ahad.

    Menurut dia, langkah yang dilakukan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo serta jajarannya dalam kerangka penegakan hukum maupun dalam rangka memberikan layanan kepada korban patut diapresiasi.

    “Mulai mengirim dokter, mengirim psikolog, melakukan pendampingan-pendampingan yang itu semua tentu sangat membantu,” kata dia.

    Selain itu, adanya upaya Kapolri dan seluruh jajaran termasuk segera merehabilitasi masjid yang menjadi lokasi ledakan di SMA 72 Jakarta. “Upaya ini diharapkan agar proses pembelajaran segera dimulai kembali,” kata dia.

    Terkait dengan adanya dugaan terduga pelaku peledakan merupakan siswa yang kerap dirundung (bully), dia meminta semua pihak menunggu pengumuman dari Kepolisian. “Jadi kita jangan berspekulasi,” kata dia.

    Namun dia menegaskan aksi perundungan di sekolah atau ditempat lain harus dicegah dan tidak boleh ada korban lagi. “Ini tidak hanya di kasus ini saja,” kata dia.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan, terdapat sejumlah barang bukti yang sudah diamankan oleh tim di lapangan. Beberapa di antaranya adalah tulisan dan serbuk yang diduga menyebabkan ledakan itu terjadi di sekolah.

    “Ditemukan beberapa bukti pendukung yang tentunya ini sedang kita kumpulkan. Ada tulisan, kemudian ada barang bukti serbuk yang diperkirakan bisa menimbulkan potensi terjadinya ledakan,” kata Listyo di RSIJ Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

    Pihak Kepolisian juga masih terus mengumpulkan catatan-catatan yang terkait kasus tersebut. Selain itu, polisi juga telah melakukan pemeriksaan media sosial dan lingkungan keluarga terduga pelaku.

    Polres Metro Jakarta Utara dan Polsek Kelapa Gading melakukan aksi bersih-bersih di masjid di SMAN 72 Jakarta, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, setelah olah tempat kejadian (TKP) dituntaskan pada Jumat (7/11).

    “Hari ini aksi bersih-bersih dipimpin Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Utara AKBP Ari Galang Saputro yang dimulai dari Sabtu pagi sekitar pukul 10.30 WIB,” kata Kapolsek Kelapa Gading Kompol Seto Handoko Putra di Jakarta, Sabtu (8/11).

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Honorer Kabupaten Magelang Tuntut Diangkat PPPK Paruh Waktu
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 November 2025

    Honorer Kabupaten Magelang Tuntut Diangkat PPPK Paruh Waktu Regional 6 November 2025

    Honorer Kabupaten Magelang Tuntut Diangkat PPPK Paruh Waktu
    Tim Redaksi
    MAGELANG, KOMPAS.com –
    Sejumlah pekerja honorer non-database Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menuntut agar mereka diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu.
    Tuntutan tersebut disampaikan dalam audiensi dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Magelang, di kantor dewan, Kamis (6/11/2025).
    Agung Prabowo, perwakilan paguyuban pekerja honorer non-database BKN, mengungkapkan bahwa berdasarkan pendataan mandiri, terdapat 160 tenaga honorer yang tidak diusulkan menjadi PPPK paruh waktu.
    Dari jumlah itu, 75 orang sudah diberhentikan sejak Mei 2025.
    Menurut Agung, sebagian besar tenaga honorer tidak bisa mengikuti seleksi PPPK tahap 2 pada pertengahan 2025 karena pada 2024 mereka pernah mendaftar seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS), meskipun tidak lolos.
    “Saat mendaftar itu kami tidak mendapat sosialisasi (soal konsekuensi seleksi CPNS) Kepegawaian maupun instansi masing-masing,” ungkapnya.
    Agung, yang bekerja di Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Magelang, meminta Komisi I DPRD mendorong Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar menerbitkan regulasi pengangkatan honorer non-database menjadi PPPK paruh waktu.
    Perihal tidak adanya sosialisasi mengenai konsekuensi pendaftaran CPNS 2024 turut dikeluhkan Lufanda, mantan pekerja honorer di Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang, yang dipecat pada 30 Juni 2025.
    “Ada miskomunikasi,” cetusnya.
    Lufanda juga mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan baru, terlebih dengan adanya batas usia pelamar.
    Sementara itu, Eko Susilo, pegawai honorer di Balai Penyuluhan Keluarga Berencana Kecamatan Tempuran, mengkritik minimnya komunikasi dari Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten Magelang.
    Ia menuturkan tidak mengetahui adanya seleksi PPPK tahap 1 pada 2024, dan baru mengikuti tahap 2 pada 2025, namun dinyatakan tidak memenuhi syarat karena masalah administratif.
    “Saya ini seperti anak tiri di kabupaten, tapi di pusat tidak diakui,” ujar Eko.
    Kepala BKPPD Kabupaten Magelang, Ari Handoko, menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengirim surat ke masing-masing instansi terkait ketentuan seleksi aparatur sipil negara (ASN), termasuk konsekuensi mendaftar CPNS.
    “Pengadaan tenaga ASN merupakan kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” jelasnya.
    Ari menyebut, BKPPD telah mengusulkan 2.456 pekerja honorer menjadi PPPK paruh waktu.
    “Sembilan di antaranya mengundurkan diri. Jadi, sekarang ada 2.447,” ujar dia.
    Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Magelang, Sholeh Nurcholis, memastikan pihaknya akan mengawal aspirasi tenaga honorer agar bisa diakomodasi dalam kebijakan dan regulasi kepegawaian.
    “Kita akan menghadap (ke Kemenpan RB) hari Kamis, 13 November 2025,” cetusnya di hadapan belasan tenaga honorer.
    Sholeh menambahkan, Komisi I DPRD akan membawa empat perwakilan tenaga honorer serta pejabat BKPPD Kabupaten Magelang dalam pertemuan tersebut. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Reaksi Jokowi Usai Tahu Logo Wajahnya Dibuang Ormas Projo

    Reaksi Jokowi Usai Tahu Logo Wajahnya Dibuang Ormas Projo

    GELORA.CO –  Projo ungkap reaksi Joko Widodo (Jokowi) usai mendengar kabar wajahnya akan dibuang dari logo Projo. 

    Diketahui selama 10 tahun ini logo Projo identik dengan siluet Jokowi sebagai Presiden ke-7 RI. 

    Projo juga kerap identik disamakan dengan singkatan Pro Jokowi. 

    Namun belakangan, saat Kongres III Projo, Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengungkapkan akan mengubah logo organisasi masyarakat (Ormas) tersebut.

    Budi Arie Setiadi mengaku akan mengubah logo Projo yang identik dengan wajah Jokowi untuk menghindari pengkultusan terhadap mantan Kepala Negara tersebut. 

    Pun Budi Arie membantah bahwa Projo adalah singkatan dari Pro Jokowi melainkan Projo diambil dari bahasa sansekerta yang artinya negara dan dalam Bahasa Jawa Kawi yakni rakyat.  

    Pernyataan Budi Arie ini disampaikan usai mantan anak buah Jokowi di itu memutuskan merapat ke Partai Gerindra. 

    Dalam pernyataannya, Budi Arie mengaku sudah komunikasi dengan Jokowi terkait dengan perubahan logo tersebut. 

    Kabar itu disampaikan Budi Arie ke Jokowi di hari kedua Kongres III Projo.

    “Tadi pagi saya masih komunikasi dengan Bapak Jokowi,” ujar Budi Arie seperti dimuat Kompas.com Minggu (2/11/2025). 

    Budi Arie tidak mengungkapkan bagaimana dengan reaksi Jokowi. 

    Namun demikian anggota formatur kepengurusan Projo 2025-2030 Handoko mengklaim Jokowi tidak masalah dengan simbol-simbol nya yang dibuang dari ormas Relawan tersebut.

    Bahkan Handoko menyebut, Jokowi telah memerintah Projo untuk merapat ke Prabowo Subianto. 

    Sebelumnya simbol-simbol Joko Widodo (Jokowi) akan dibuang dari organisasi masyarakat (Ormas) Projo. 

    Ormas yang dipelopori oleh Budi Arie Setiadi itu akan menghilangkan simbol-simbol Jokowi dalam Projo. 

    Keputusan ini diambil Ketua Umum Projo Budi Arie usai mengubah haluan mendukung Presiden RI Prabowo Subianto di Kongres III. 

    Dalam pernyataan Budi Arie menyampaikan dukungannya terhadap Presiden Prabowo. 

    Bahkan, dalam rangka mewujudkan hal itu, Projo berencana akan mengubah logo yang selama ini identik dengan wajah Jokowi dengan latar belakang merah.

    Ini sebagai bukti transformasi organisasi. 

    ”Kami akan memperkuat dan mendukung agenda-agenda politik Presiden Prabowo. Dalam rangka itu, Projo akan melakukan transformasi organisasi. Salah satunya adalah kemungkinan mengubah logo Projo, yang nanti akan kita putuskan di Kongres III ini,” kata Budi Arie seperti dimuat Kompas pada Minggu (2/11/2025).

    Budi Arie juga menegaskan, nama Projo tidak melekat pada salah satu individu. 

    Menurut dia, Projo diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti ’negeri’ dan ’rakyat’ dalam Jawa Kawi sehingga organisasi ini menekankan kecintaannya secara luas kepada negara dan rakyat.

    Sehingga logo Projo juga akan diubah agar tidak terkesan mengkultuskan individu.

    ”Logo Projo akan kita ubah supaya tidak terkesan kultus individu. Projo itu sendiri artinya adalah negeri dan rakyat. Jadi, kaum Projo adalah kaum yang mencintai negara dan rakyatnya,” ungkapnya.

    Budi juga menepis bahwa selama ini Projo diidentikkan dengan Pro-Jokowi. Dia berkilah, istilah itu kadung berseliweran di media karena dianggap lebih mudah dilafalkan. 

    ”Pro-Jokowi itu, kan, karena gampang dilafalkan aja, ya?” katanya.