KPK Periksa Eks Dirjen Kemenaker, Gali Aliran Uang Kasus Immanuel Ebenezer
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan dua saksi terkait penerimaan uang dari Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) terkait kasus pemerasan dalam pengurusan sertifikat K3 di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Kedua saksi itu adalah mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Haiyani Rumondang serta Subkoordinator Penjaminan Mutu Lembaga K3 Nila Pratiwi Ichsan.
“Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait penerimaan uang dari pihak PJK3,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Minggu (12/10/2025).
Budi mengatakan, penyidik juga mendalami keterangan saksi terkait proses penerbitan Sertifikat K3.
Sebelumnya, KPK menetapkan Immanuel Ebenezer dan 10 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Kementerian Ketenagakerjaan pada Jumat (22/8/2025).
Para tersangka selain Immanuel Ebenezer adalah Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022-2025, Gerry Adita Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker.
Kemudian, Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020-2025, Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker, Fahrurozi selaku Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker.
Lalu, Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker 2021-2025, Sekarsari Kartika Putri selaku Subkoordinator, Supriadi selaku Koordinator, serta Temurila dan Miki Mahfud dari pihak PT KEM Indonesia.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, Noel diduga menerima Rp 3 miliar dari praktik pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
“Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024,” kata Setyo dalam konferensi pers, Jumat (22/8/2025).
Setyo menjelaskan, dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi.
“Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp 275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6.000.000 karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih,” kata Setyo.
KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk Rp 3 miliar yang dinikmati oleh Noel.
Setyo menuturkan, praktik pemerasan itu sudah terjadi sejak 2019 ketika Noel belum bergabung ke kabinet.
Namun, setelah menjadi orang nomor dua di Kemenaker, Noel justru membiarkan praktik korup tersebut terus berlanjut, bahkan ia ikut meminta jatah.
“Peran IEG (Immanuel Ebenezer) adalah dia tahu, dan membiarkan bahkan kemudian meminta. Jadi artinya proses yang dilakukan oleh para tersangka ini bisa dikatakan sepengetahuan oleh IEG,” kata Setyo.
Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Haiyani Rumondang
-
/data/photo/2025/08/01/688c4e922a9b2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 KPK Periksa Eks Dirjen Kemenaker, Gali Aliran Uang Kasus Immanuel Ebenezer Nasional
-

Kemnaker Terima 1.725 Aduan Pencairan THR, Pengusaha Nakal Bisa Didenda!
Jakarta –
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga Rabu (26/3) pukul 16.00 WIB kemarin, sudah menerima 1.725 aduan terkait pembayaran tunjangan hari raya (THR) Lebaran 2025.
Dari jumlah tersebut sebanyak 989 aduan di antaranya terkait dengan THR yang belum dibayarkan, 370 aduan terkait nilai THR yang dibayarkan tidak sesuai ketentuan. Kemudian 366 sisanya terkait keterlambatan pembayaran THR.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan seluruh aduan terkait THR ini akan diverifikasi dan diperiksa kembali kebenarannya oleh para pengawas ketenagakerjaan. Jika laporan tersebut terbukti benar, Kemnaker kemudian akan melanjutkan pemeriksaan terhadap pemberi kerja atau perusahaan terkait.
“Nanti pengawas ketenagakerjaan yang juga melakukan pengecekan. Kalau memang ternyata laporan itu benar, maka nanti akan keluar nota pemeriksaan yang pertama kita beri 7 hari. Kalau tidak ada respons, kemudian nota pemeriksaan kedua 3 hari, kemudian lanjut dengan rekomendasi,” kata Yassierli saat ditemui wartawan di Kantor Kemnaker, Kamis (27/3/2025).
Yassierli menjelaskan jika pemberi kerja atau perusahaan terbukti melakukan pelanggaran, maka pihaknya kemudian akan mengeluarkan rekomendasi sanksi. Menurutnya sanksi yang diberikan mulai dari denda hingga rekomendasi terkait keberlanjutan usaha.
“Rekomendasi terkait dengan sanksi, ini kan regulasinya sudah clear ya, denda, kemudian sanksi administratif, sampai kemudian rekomendasi-rekomendasi terkait tentang kelangsungan perusahaan,” tegas Yassierli.
Sebagai informasi, dalam situs Kemnaker sudah dijelaskan perusahaan yang telat atau belum membayar THR akan dikenakan hukuman berupa denda sesuai Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. Denda yang wajib dibayar bagi perusahaan yang terlambat membayar THR karyawan adalah sebesar 5% dari total THR.
“Ketika itu terlambat dibayar, maka dendanya adalah 5 persen dari total THR, baik itu secara individu atau pun nanti hitungnya per berapa jumlah pekerja yang tidak dibayar,” ujar Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang, dikutip detikcom dari laman Kemnaker.
Adapun pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh.
(fdl/fdl)