Tag: Habiburokhman

  • Komisi III DPR Terima 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Berikut Daftarnya!

    Komisi III DPR Terima 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Berikut Daftarnya!

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Yudisial (KY) Dhahana Putra melimpahkan 7 nama calon anggota Komisi Yudisial ke Komisi III DPR RI.

    Penyerahan nama dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara panitia seleksi dengan Komisi III DPR, Senin (17/11/2025), berdasarkan Hasil pemilihan panitia seleksi melalui surat nomor B-61/PANSEL-KY/10/2025 tanggal 2 Oktober 2025.

    Dhahana mengatakan nama-nama yang diajukan telah diseleksi secara objektif dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

    “Telah menyampaikan kepada presiden hasil surat tahapan seleksi yang dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel, berdasarkan hasil tersebut, panitia seleksi menetapkan 7 calon anggota KY yang dinyatakan lulus dan memenuhi kualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” kata Dhahana, Senin (17/11/2025).

    Menurutnya, para calon anggota telah memenuhi syarat seleksi mulai dari tahapan, pengumuman dan pendaftaran, seleksi administrasi, seleksi kualitas, profile asesment, rekam jejak, tanggapan masyarakat, tes wawancara, dan terakhir tes kesehatan.

    Dhahana menyampaikan 7 calon anggota KY terpilih untuk mengikuti fit and proper test bersama Komisi III DPR, setelah Pansel menguji 236 peserta.

    Ketua Komisi III Habiburokhman menjelaskan fit and proper test calon anggota KY akan dilaksanakan pada hari ini, Senin (17/11/2025), sekaligus pengundian nomor urut dan pembuatan makalah.

    Berikut daftar calon anggota KY yang menjalani fit and proper test

    1. F. Williem Saija – unsur mantan hakim
    2. Setyawan Hartono – unsur mantan hakim
    3. Anita kadir – unsur praktiksi hukum
    4. Desmihardi – unsur praktiksi hukum
    5. Andi Muhammad Asrun – unsur akademisi hukum
    6. Abdul Chair Ramadhan – unsur akademisi hukum
    7. Abhan – unsur tokoh masyarakat

  • Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?

    Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?

    Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pembahsaan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membuahkan sebuah ketentuan baru, yakni pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana.
    Komisi III DPR dan pemerintah telah sepakat bahwa pelaku dengan
    disabilitas mental
    tidak dipidana, melainkan akan dilakukan
    rehabilitasi
    atau perawatan.
    “Poin ini merupakan usulan dari LBH Apik dan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas. Mereka mengusulkan adanya pengaturan tambahan untuk menjamin pemberian keterangan secara bebas tanpa hambatan,” oleh perwakilan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi
    RUU KUHAP
    , David, dalam rapat panitia kerja Komisi III dan pemerintah di Gedung DPR RI, Rabu (12/11/2025).
    Dalam draf RUU KUHAP yang dibacakan David, usulan itu dituangkan dalam Pasal 137A.
    Ayat (1) berbunyi, “Terhadap pelaku tindak
    pidana
    yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pengadilan dapat menetapkan tindakan berupa rehabilitasi atau perawatan.” Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa tindakan tersebut ditetapkan dengan penetapan hakim dalam sidang terbuka untuk umum.
    Ayat (3) menegaskan bahwa penetapan tindakan bukan merupakan putusan pemidanaan.
    Adapun tata cara pelaksanaannya akan diatur melalui peraturan pemerintah (ayat 4).
    Tim perumus menekankan bahwa ketentuan tidak adanya pertanggungjawaban pidana bagi penyandang disabilitas mental telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang bakal berlaku efektif pada 2 Januari 2026.
    “Ini mengakomodir agar penyandang disabilitas mental mendapat rehabilitasi, bukan pemidanaan. Termasuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam KUHP,” kata David.
    Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyatakan, pemerintah sependapat dengan usulan tersebut karena sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban pidana dalam KUHP baru.
    “Mohon maaf, Pak Ketua. Jadi, dalam KUHP itu Pasal 38 dan 39 tentang pertanggungjawaban pidana memang menyebutkan bahwa bagi penyandang disabilitas mental, mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab,” ujar Edward.
    “Sehingga memang putusannya bukan pemidanaan, tetapi bisa merupakan suatu tindakan yang di dalamnya adalah rehabilitasi. Koalisi disabilitas juga sudah menemui kami, dan kami setuju dengan usulan dari LBH Apik ini,” ucap dia.
    Sependapat dengan Eddy, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan aspek
    mens rea
    atau niat jahat sebagai faktor kunci.
    Oleh sebab itu, Komisi III menilai, penyandang disabilitas mental tidak memiliki niat jahat ketika melakukan tindak pidana.
    Namun, tidak semua pihak sependapat dengan kesepakatan DPR dan pemerintah tersebut.
    Misalnya, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), organisasi advokasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental (PDM) di Indonesia.
    Kepada
    Kompas.com
    , Koordinator Advokasi PJS Nena Hutahaean menilai rumusan
    revisi KUHAP
    yang menyebut penyandang disabilitas mental atau intelektual berat “tidak dapat dipidana” adalah keliru dan justru memperkuat stigma.
    “Saya menolak rumusan RKUHAP yang menyatakan penyandang disabilitas mental ‘tidak bisa dipidana’ karena formulasi tersebut menyuburkan stigma bahwa kami tidak mampu bertanggung jawab, tidak memahami salah dan benar, dan pada akhirnya dianggap layak dicabut kapasitas hukumnya,” kata Nena.
    Nena menegaskan bahwa prinsip tersebut bertentangan dengan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), konvensi internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 2006.
    Indonesia sudah meratifikasi CRPD melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
    “Ini bertentangan dengan Pasal 12 CRPD yang menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas hukum yang sama dengan non-disabilitas dan tidak boleh dicabut dalam kondisi apa pun, termasuk dalam bahaya dan konteks pemidanaan,” ujar dia.
    Menurut Nena, pemerintah juga keliru merujuk Pasal 38 dan 39 KUHP baru.
    Dia menekankan bahwa dua pasal yang dijadikan acuan dalam rumusan Pasal 137A RUU KUHAP tidak mengatur secara eksplisit bahwa penyandang disabilitas mental tidak bisa dipidana.
    “Bahkan Pasal 38 dan 39 KUHP baru, yang dijadikan dasar usulan Pasal 137A, tidak pernah menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental tidak dapat dipidana. Kedua pasal tersebut hanya mengatur bahwa dalam kondisi kekambuhan akut dengan gambaran psikotik, pidana dapat dikurangi dan/atau diganti dengan tindakan, yang berarti kemampuan pertanggungjawaban pidananya tetap diakui,” kata Nena.
    Dalam kesempatan ini, Nena pun menegaskan bahwa kondisi disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen.
    “Kekambuhan pada disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen, sehingga tidak dapat dijadikan dasar seseorang tidak dapat dipidana,” kata dia.
    Yang penting, kata dia, adalah menilai hubungan antara kondisi mental dan tindak pidananya.
    “Yang harus dipastikan adalah apakah tindakan dilakukan karena gambaran psikotik (adanya halusinasi atau waham) atau dalam kondisi stabil dan sadar penuh. Hal ini krusial karena menentukan ada tidaknya
    mens rea
    . Tanpa penilaian ini, pemidanaan berisiko salah sasaran dan melanggar prinsip keadilan,” ujar Nena.
    Di sisi lain, pakar hukum pidana Albert Aries menjelaskan bahwa konsep putusan berupa tindakan (
    measure
    ) harus dipahami dalam konteks
    double track system
    yang diperkenalkan KUHP baru.
    Hal ini dapat berlaku kepada penyandang disabilitas mental yang terjerat tindak pidana.
    “Putusan berupa tindakan (
    measure
    ) adalah konsekuensi dari sistem dua jalur (
    double track system
    ) yang diperkenalkan dalam KUHP Baru. Jadi selain sanksi pidana (
    punishment
    ) ada pula tindakan (
    measure
    ),” ujar Albert.
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menegaskan bahwa KUHP baru membedakan kondisi “tidak mampu” dan “kurang mampu” bertanggung jawab.
    “KUHP Baru sudah membedakan antara tidak mampu dan kurang mampu bertanggung jawab bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan 39 KUHP Baru,” katanya.
    Dalam kondisi akut dengan gejala psikotik tertentu, kata Albert, pidana tidak dapat dijatuhkan kepada penyandang disabilitas.
    “Maka terhadap yang bersangkutan tidak dijatuhi sanksi pidana apa pun, tapi dapat dikenai tindakan misalnya berupa perawatan di lembaga tertentu atau menjalani pemulihan secara terpadu agar bisa melaksanakan fungsi sosial bermasyarakat sebagai perwujudan dari keadilan rehabilitatif,” kata dia.
    Albert menekankan bahwa untuk kondisi “kurang mampu bertanggung jawab”, pemidanaan tetap dimungkinkan dilakukan terhadap penyandang disabilitas.
    “Sedangkan bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual yang pada saat melakukan tindak pidana kondisinya kurang mampu bertanggung jawab, maka terhadap yang bersangkutan sanksi pidananya bisa dikurangi namun dikenai tindakan pula,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Koalisi Sipil Kritik Revisi KUHAP Tak Alami Perubahan Signifikan, Khususnya Mekanisme Penangkapan

    Koalisi Sipil Kritik Revisi KUHAP Tak Alami Perubahan Signifikan, Khususnya Mekanisme Penangkapan

    Koalisi Sipil Kritik Revisi KUHAP Tak Alami Perubahan Signifikan, Khususnya Mekanisme Penangkapan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera disahkan DPR RI tidak mengalami perubahan signifikan.
    Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
    Iftitahsari
    menjelaskan, hasil revisi tersebut masih menyisakan banyak persoalan mendasar, terutama terkait mekanisme
    penangkapan dan penahanan
    .
    Bahkan, selama dua hari pembahasan terakhir antara pemerintah dan DPR, hampir tidak ada perbaikan berarti dibandingkan draf
    RUU KUHAP
    resmi yang dipublikasikan sejak beberapa bulan lalu.
    “Ya, sebetulnya dari 2 hari proses pembahasan kemarin memang tidak ada perubahan signifikan, dari yang kita suarakan dari bulan Juli yang lalu,” ujar Iftitahsari dalam konferensi pers, Minggu (16/11/2025).
    Dia mengingatkan, substansi revisi KUHAP seharusnya menjawab masalah-masalah utama dalam praktik penegakan hukum.
    Misalnya, terkait penangkapan dan penahanan yang selama ini rawan penyalahgunaan.
    “Jadi dari draft Juli dan kemudian kita melihat apa yang berubah di 2 hari itu, sebetulnya itu tidak menjawab masalah-masalah kami utamanya yang paling utama sebetulnya soal penangkapan dan penahanan,” ujarnya.
    Iftitahsari pun menyinggung aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 lalu, yang masih menunjukkan persoalan dalam praktik penangkapan dan penahanan yang dinilai serampangan.
    “Kemarin di demo Agustus kan itu sangat
    clear
    bagaimana proses penangkapan dan penahanan itu sangat serampangan dan itu polisi, penyidik tidak punya kontrol dan itu kita harap bisa diselesaikan melalui draft RUU KUHAP ini,” ucapnya.
    “Tapi sayangnya dalam beberapa bulan dari Juli sampai kemarin November itu juga sama sekali tidak dibahas, dalam 2 hari pembahasan memang super singkat,” sambungnya.
    Iftitahsari menilai, DPR dan pemerintah justru hanya membahas isu-isu teknis dan superfisial tanpa dasar yang jelas dalam memilih poin-poin revisi yang dibahas.
    “Kita tidak tahu juga
    filtering
    dari poin-poin yang dibahas di 2 hari itu dasarnya apa dan kenapa itu dipilih, nah itu kita tidak tahu,” jelas Iftitahsari.
    Akibat hasil pembahasan tersebut, lanjut Iftitahsari, mekanisme
    check and balances
    dalam penangkapan dan penahanan tidak berubah sejak KUHAP diberlakukan sekitar 40 tahun lalu.
    “Padahal yang paling krusial sebetulnya di masalah penangkapan-penahanan itulah yang seharusnya kita berubah dari 40 tahun, soal penangkapan dan penahanan yang harus dibawa ke hakim,” ucapnya.
    “Jadi itu yang kita harap paling penting yang harus berubah, harusnya, tapi sayangnya itu tidak berubah,” lanjutnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana kembali menegaskan tuntutan koalisi agar pemerintah dan DPR menarik draf revisi KUHAP dari agenda paripurna.
    “Pertama, kami mendesak kepada Presiden untuk menarik draft RUU KUHAP agar tidak dilanjutkan dalam pembahasan tingkat dua sidang paripurna DPR RI,” ujar Arif.
    Dia juga meminta DPR membuka seluruh draf dan hasil pembahasan resmi, termasuk hasil Panja per 13 November 2025.
    Selain itu, koalisi mendesak pemerintah dan DPR merombak substansi revisi KUHAP dan membahas ulang arah konsep perubahan untuk memperkuat
    judicial scrutiny
    serta mekanisme
    check and balances
    .
    “Kami mendesak pemerintah dan DPR RI merombak substansi draft RUU KUHAP per 13 November 2025, dan membahas ulang arah konsep perubahan RUU KUHAP,” kata Arif.
    Koalisi juga meminta pemerintah dan DPR tidak menggunakan alasan menyesatkan publik untuk memburu-buru pengesahan revisi KUHAP.
    Sebelumnya diberitakan, pembahasan revisi KUHAP di DPR telah memasuki tahap akhir.
    Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat membawa RUU KUHAP ke pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna.
    Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno Komisi III dan pemerintah pada Kamis (13/11/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
    “Hadirin yang kami hormati. Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah. Apakah naskah rancangan UU KUHAP dapat dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat 2…? Setuju?” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
    Seluruh peserta rapat menyatakan setuju sebelum Habiburokhman mengetuk palu.
    Ia memastikan paripurna akan digelar pekan depan.
    “Ya, minggu depan, (paripurna) yang terdekat ya,” ujarnya.
    Rapat tersebut dihadiri Mensesneg Prasetyo Hadi, Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej.
    Habiburokhman mengatakan revisi KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab tantangan sistem peradilan pidana modern, termasuk tuntutan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan kelompok rentan, mulai dari tersangka, korban, perempuan, hingga penyandang disabilitas.
    “RUU KUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat, baik sebagai tersangka maupun korban, tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara,” ujarnya.
    Dia juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak seluruh masukan masyarakat dapat diakomodasi.
    “Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini… Inilah realitas parlemen, kita harus saling berkompromi,” kata Habiburokhman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR: Panja Reformasi Polri-Kejaksaan-Pengadilan dibentuk demi keadilan

    DPR: Panja Reformasi Polri-Kejaksaan-Pengadilan dibentuk demi keadilan

    Jadi, panja ini tujuannya adalah menegakkan supremasi hukum dan memastikan keadilan bagi semua pihak. Harapannya tidak ada lagi praktik penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah dan keadilan bisa diperjualbelikan

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah (Abduh), mengatakan kehadiran Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan dan Pengadilan seperti disampaikan oleh Ketua Komisi III, Habiburokhman bertujuan untuk memastikan hukum dapat ditegakkan demi terciptanya keadilan untuk rakyat.

    “Jadi, panja ini tujuannya adalah menegakkan supremasi hukum dan memastikan keadilan bagi semua pihak. Harapannya tidak ada lagi praktik penegakan hukum yang hanya tajam ke bawah dan keadilan bisa diperjualbelikan,” ujar Abduh, sapaan akrabnya, dalam keterangan yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.

    Menurut Abduh, panja tersebut akan menjadi medium untuk rakyat menyampaikan aspirasinya terkait kinerja polisi, jaksa dan hakim.

    Selain menjadi wadah berkumpulnya aspirasi, dia mengatakan panja juga bisa mendorong penyelesaian masalah baik teknis maupun substansi kepada pemangku kepentingan terkait

    Melalui panja ini, lanjut Abduh, DPR akan mengevaluasi kinerja Polri, Kejaksaan dan pengadilan agar kinerjanya di bidang penegakan hukum berjalan beriringan. Hal tersebut harus dilakukan lantaran belakangan terlihat kinerja tiga lembaga terkesan berjalan masing-masing dan tidak beriringan.

    “Pandangan atau peristiwa ini tidak boleh ada lagi kedepannya, karena dampak dari tidak terintegrasi nya kinerja lembaga hukum tersebut akan merugikan rakyat yang mencari keadilan terkait hak-hak nya sebagai warga negara,” jelas Abduh.

    Dengan adanya panja ini, Abduh berharap supremasi hukum dapat ditegakkan dan terciptanya keadilan untuk semua pihak.

    “Panja nantinya akan mengatur detail kerjanya baik secara teknis maupun substansi untuk dapat seefektif mungkin menyerap aspirasi masyarakat luas demi reformasi hukum yang menjadi misi Presiden Prabowo,” pungkas Abduh.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Politik kemarin, kunjungan Raja Yordania hingga misi perdamaian Gaza

    Politik kemarin, kunjungan Raja Yordania hingga misi perdamaian Gaza

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (14/11) menjadi sorotan, mulai dari Presiden Prabowo terima kunjungan Raja Yordania di Istana Merdeka hingga Pemerintah siapkan 20.000 personel untuk misi perdamaian di Gaza.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    1. Presiden Prabowo terima kunjungan Raja Yordania di Istana Merdeka

    Presiden RI Prabowo Subianto menerima kunjungan kenegaraan Raja Kerajaan Yordania Hasyimiah Raja Abdullah II ibn Al Hussein di Istana Merdeka Jakarta, Jumat sore.

    Berdasarkan pantauan ANTARA, iring-iringan kendaraan yang membawa Raja Abdullah II dan Presiden Prabowo, yang juga meliputi pasukan pengawal bermotor dan pasukan berkuda, tiba di Istana Merdeka pukul 16.49 WIB.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo menyambut langsung kedatangan Raja Abdullah II di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jumat sore, pukul 16.05 WIB. Keduanya lalu bersama-sama menuju Istana Merdeka dalam satu kendaraan.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Bawaslu tingkatkan kemampuan pengawas pemilu awasi penggunaan AI

    Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Lolly Suhenty mengatakan lembaganya kini sedang fokus meningkatkan kemampuan para pengawas pemilu untuk mengawasi penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada pelaksanaan pemilu mendatang.

    “Dalam konteks penggunaan AI, kami menyiapkan berbagai upaya peningkatan kapasitas di jajaran pengawas pemilu supaya mereka tidak gagap,” kata Lolly di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat.

    Lolly mengatakan Bawaslu akan menggandeng banyak pakar teknologi informasi dan siber untuk merumuskan formula terbaik dalam penguatan pengawasan ruang digital terkait pemilu.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Golkar: Hormati putusan Presiden beri gelar Pahlawan ke Soeharto

    Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Idrus Marham mengajak seluruh pihak menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.

    Menurut dia, keputusan negara tidak seharusnya ditanggapi dengan emosi “dendam politik” yang dapat memecah belah masyarakat.

    “Keputusan Presiden sudah keluar dan menetapkan Pak Soeharto. Mari kita hormati kebijakan ini dan fokus pada bagaimana program-program pembangunan kita laksanakan bersama,” ujar Idrus dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    4. DPR akan bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi untuk tiga institusi penegak hukum, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan, dan Pengadilan.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pembentukan Panja itu dilakukan berdasarkan banyaknya masukan dari masyarakat atas tiga lembaga penegak hukum itu.

    “Rencananya, pekan depan hari Selasa, ya, kita akan memanggil pimpinan tiga institusi tersebut. Selanjutnya akan dilakukan pengesahan Panja,” kata Habiburokhman saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Pemerintah siapkan 20.000 personel untuk misi perdamaian di Gaza

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan TNI telah menyiapkan 20.000 prajurit untuk diturunkan dalam misi perdamaian di Gaza.

    “Kita maksimalkan 20.000 prajurit kita siapkan, tetapi spesifikasinya kepada kesehatan dan juga konstruksi,” kata Sjafrie di kantor Kementerian Pertahanan, Jumat.

    Sjafrie menjelaskan, penyiapan pasukan dalam jumlah besar itu dilakukan berdasarkan perintah Presiden Prabowo Subianto.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejar Tayang Pengesahan RUU KUHAP

    Kejar Tayang Pengesahan RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR dan pemerintah sudah rampung membahas Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Dalam rapat, Kamis (13/11/2025), disepakati RUU tersebut dibawa untuk disahkan dalam sidang paripurna pada pekan depan. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengingatkan RUU ini masih memuat sejumlah pasal bermasalah. Presiden Prabowo Subianto diminta segera menarik kembali drafnya.

    Pembahasan RUU KUHAP sudah dimulai sejak Maret 2025 dan terus dikebut. Targetnya bisa disahkan sebelum akhir tahun agar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku efektif pada awal 2026, bisa dijalankan. 

    “Ini memang semaksimal mungkin bisa diselesaikan pada 2025, karena KUHAP itu akan berlaku pada 2 Januari 2026,” kata Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dalam rapat panitia kerja (panja) RUU KUHAP Bersama Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Menurutnya, mulai awal 2026, KUHP lama sudah tidak berlaku lagi. Jika RUU KUHAP tidak disahkan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi untuk melakukan upaya paksa.

    Pemerintah dan Komisi III DPR melanjutkan rapat panja revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Kamis, 13 November 2025. – (Beritasatu.com/Ilham Oktafian)

    Akhirnya, dalam rapat itu, seluruh peserta termasuk delapan fraksi di DPR setuju RUU KUHAP untuk dibawa ke paripurna untuk disahkan.

    “Pengesahan minggu depan, (dalam rapat paripurna) terdekat,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.

    Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan ada 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR. 

    Pertama, penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional. 

    Kedua, penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.

    Ketiga, penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.

    Keempat, perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana. 

    Kelima, penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.

    Keenam, penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.

    Ketujuh, pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. 

    Kedelapan, perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah. 

    Kesembilan, penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.  

    Kesepuluh, perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan. 

    Kesebelas, pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.

    Kedua belas, pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.

    Ketiga belas, pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum. 

    Keempat belas, modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai proses pembahasan RUU KUHAP dan substansi yang diputuskan dalam rapat tersebut bermasalah.

    “Proses pembahasan tampak terburu-buru untuk mengejar pengesahan KUHAP agar dapat berlaku bersamaan dengan KUHP baru pada Januari 2026,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur, Jumat (14/11/2025).

    Menurutnya, Panja RUU KUHAP tidak mengakomodasi masukan-masukan yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil sehingga RUU KUHAP yang disetuju dibawa ke paripurna tersebut masih memuat pasal-pasal bermasalah, pasal karet, dan pasal yang menyuburkan praktik penyalahgunaan wewenang.

    Tangkapan layar draf DIM RUU KUHAP. – (Beritasatu.com/Sukarjito)

    Dia menyoroti operasi operasi undercover buy (pembelian terselubung) dan controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) yang sebelumnya hanya menjadi kewenangan penyidikan kasus narkotika, tetapi dalam RUU KUHAP berpotensi bisa digunakan untuk pidana lain tanpa batas dan pengawasan hakim (Pasal 16). Kewenangan yang sangat luas ini dinilai bisa membuka peluang terjadinya penjebakan (entrapment), karena aparat dapat merekayasa siapa pelaku dalam rangka menentukan ada atau tidaknya tindak pidana pada tahap penyelidikan.

    Kemudian pada Pasal 5 RUU KUHAP, menurutnya, semua bisa saja ditangkap dan ditahan pada tahap penyelidikan meski belum terkonfirmasi tindak pidana, karena aparat diberi kewenangan melakukan itu. Padahal, dalam KUHAP yang masih berlaku, aparat tidak boleh melakukan penahanan pada tahap penyelidikan.  

    Koalisi juga menyorot pasal yang mengatur upaya paksa penangkapan dan penahanan dalam RUU KUHAP yang dinilai bisa memberi ruang kesewenang-wenangan bagi aparat tanpa melalui mekanisme pengawasan pengadilan.

    RUU KUHAP juga dinilai memberikan kewenangan kepada penyidik untuk menyadap tanpa izin hakim, sehingga semua warga negara berpotensi terkena sadap, blokir, hingga penyitaan atas penilaian subjektivitas aparat.

  • Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan

    Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan pada pekan depan.
    Ketua Komisi III DPR
    Habiburokhman
    mengatakan, panjaini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar
    penegakan hukum
    berjalan semakin baik dan berkeadilan.
    “Komisi III
    DPR RI
    akan membentuk Panitia Kerja (Panja)
    Reformasi Polri
    , Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
    Habiburokhman menjelaskan, pembentukan panja akan dilakukan pada Selasa (18/11/2025), bersamaan dengan rapat kerja Komisi III bersama pimpinan lembaga yang menaungi kepolisian, kejaksaan, dan peradilan.
    “Pembentukan Panja akan dilaksanakan hari Selasa, 18 November 2025, dengan didahului rapat kerja dengan pimpinan tiga institusi,” kata Habiburokhman.
    Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
    Dia memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
    “Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
    Rencana Komisi III membentuk panja ini muncul di tengah upaya pemerintah mempercepat reformasi di tubuh Polri.
    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri yang beranggotakan 10 orang.
    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima mandat dari Presiden untuk menjalankan program kerja selama tiga bulan pertama.
    Tahap awal berfokus pada pengumpulan masukan dari berbagai pihak atau belanja masalah sebelum masuk ke proses penyusunan kebijakan.
    “Pokoknya bulan pertama kita belanja masalah dulu. Nanti bulan kedua kami akan merumuskan pilihan-pilihan kebijakan yang realistis dan mungkin, ideal tapi ya realistis,” kata Jimly seusai menerima audiensi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis (13/11/2025).
    Jimly menyampaikan bahwa seluruh rangkaian kerja komisi akan menghasilkan laporan kebijakan yang akan diberikan kepada Presiden Prabowo Subianto pada bulan ketiga.
    Sementara itu, rekomendasi yang menyangkut hal-hal internal Polri akan disampaikan langsung kepada Kapolri.
    “Nah, jadi sekarang kita masih belanja masalah, jadi kalau ditanya masalah banyak banget,” ujar Jimly.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemarin, rangkap jabatan Polri hingga sengketa pertanahan daerah

    Kemarin, rangkap jabatan Polri hingga sengketa pertanahan daerah

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita hukum telah diwartakan Kantor Berita Antara. Berikut kami rangkum lima berita politik terpopuler kemarin yang layak dibaca kembali sebagai sumber informasi untuk mengawali pagi Anda.

    Dasco: DPR segera kaji putusan MK soal Polri mundur dari jabatan sipil

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa DPR RI segera mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri yang harus mundur atau pensiun dini jika ingin duduk di jabatan sipil.

    Secara pribadi, dia mengatakan baru akan mempelajari putusan tersebut. Secara kebetulan, dia pun bertemu dengan Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej di kompleks parlemen.

    “Saya baru mau pelajari, kebetulan ada Wakil Menteri Hukum. Jadi, secara jelasnya di pertimbangan dan lain-lain kita masih pelajari,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pemkot Surabaya terima penyerahan aset waduk senilai Rp176 miliar

    Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerima penyerahan aset berupa waduk seluas 21.832 meter persegi dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur senilai Rp176 miliar di Surabaya, Kamis.

    Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya mengatakan selama bertahun-tahun waduk yang berada di depan Kampus UNESA, Lidah Wetan itu, tidak bisa dikelola oleh Pemkot Surabaya karena status kepemilikannya dikuasai pihak lain.

    “Yang namanya waduk yang bertahun-tahun tidak bisa kita apa-apakan karena ini menjadi milik orang lain. Alhamdulillah berkat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur maka waduk ini menjadi milik Pemerintah Kota Surabaya kembali,” ujar Wali Kota Eri Cahyadi.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi III DPR setujui RUU KUHAP rampung dibawa ke rapat paripurna

    Komisi III DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah rampung dibahas untuk dibawa ke tingkat rapat paripurna.

    “Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang dijawab setuju oleh para Anggota DPR RI yang hadir di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi II DPR apresiasi langkah Presiden rehabilitasi guru di Luwu Utara

    Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Indrajaya, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto atas keputusan merehabilitasi dua guru SMA di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis dan Rasnal yang sebelumnya diberhentikan dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).

    “Presiden telah menunjukkan keberpihakannya kepada para guru yang bekerja dengan tulus demi kemajuan pendidikan bangsa,” ujar Indrajaya dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis

    Selengkapnya klik di sini.

    Kemendagri fasilitasi daerah tangani sengketa dan konflik pertanahan

    Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memfasilitasi pemerintah daerah (Pemda) dalam penyelesaian permasalahan dan sengketa pertanahan.

    Direktur Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara Ditjen Bina Adwil Amran mengatakan Kemendagri berperan memfasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut, sementara upaya penyelesaiannya menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

    “Perlu diingat bahwa kami bukan yang menyelesaikan permasalahan (pertanahan), tetapi yang memfasilitasi, sama juga dengan teman-teman pemerintah daerah,” kata Amran dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RKUHAP Disusun Terbuka dan Partisipatif, Libatkan Akademisi-Sipil

    RKUHAP Disusun Terbuka dan Partisipatif, Libatkan Akademisi-Sipil

    Jakarta

    Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan RUU KUHAP disusun secara terbuka dan partisipatif. Prasetyo mengatakan RUU KUHAP akan menjadi fondasi hukum yang berkeadilan.

    Hal itu disampaikan Prasetyo dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/11/2025). Prasetyo mengatakan selama ini, KUHAP telah menjadi utama sistem peradilan pidana nasional.

    “Seluruh proses penyusunan RUU KUHAP dilaksanakan secara partisipatif dan terbuka dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, lembaga penegak hukum, organisasi profesi, masyarakat sipil, serta kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas,” kata Prasetyo.

    “Proses ini menunjukkan bahwa pembentukan hukum bukan hanya kerja lembaga negara, tetapi juga hasil dari kesadaran hukum dan aspirasi masyarakat Indonesia,” sambungnya.

    Dia mengatakan RUU KUHAP mengandung sejumlah pembaruan penting dan isu strategis. Di antaranya, penguatan perlindungan hak asasi manusia, digitalisasi proses hukum dan pengakuan bukti-bukti elektronik, serta pengawasan ketat terhadap upaya paksa dan penetapan tersangka untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

    Prasetyo berharap RUU KUHAP dapat menjadi fondasi hukum acara pidana yang berkeadilan. Selain itu, RUU KUHAP juga dihadapkan bisa memperkuat kepercayaan masyarakat.

    “RUU KUHAP diharapkan menjadi fondasi hukum acara pidana yang responsif terhadap perkembangan zaman, menjamin keadilan, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum nasional,” tuturnya.

    “Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?” tanya Habiburokhman.

    “Setuju,” jawab para peserta rapat.

    (amw/azh)

  • Pemerintah dan DPR Sepakati Revisi KUHAP, Siap Dibawa ke Paripurna

    Pemerintah dan DPR Sepakati Revisi KUHAP, Siap Dibawa ke Paripurna

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah rampung dibahas untuk dibawa ke tingkat rapat paripurna.

    “Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah apakah naskah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II yaitu pengambilan keputusan atas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat, setuju?,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang dijawab setuju oleh para Anggota DPR RI yang hadir di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dilansir dari Antara. 

    Keputusan itu diambil setelah seluruh fraksi partai politik dan perwakilan pemerintah menyampaikan pandangan dan penyetujuannya terhadap tuntasnya rancangan undang-undang tersebut.

    Habiburokhman menjelaskan bahwa RUU itu disusun guna menghadapi sejumlah tantangan sistem peradilan pidana yang berjalan selama ini, yakni transparansi, akuntabilitas serta perlindungan hak-hak tersangka korban, saksi, disabilitas, perempuan dan anak.

    Di samping itu, menurut dia, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut mempengaruhi cara penegakan hukum. Oleh karena itu setiap pasal dalam RUU tersebut tentu harus merespons kebutuhan tersebut dengan bijaksana dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.

    Dia mengatakan bahwa RUU KUHAP yang selesai dibahas oleh komisinya tersebut berupaya untuk memastikan setiap individu yang berurusan dengan hukum, baik yang terlibat sebagai saksi, tersangka, maupun korban, harus mendapatkan perlakuan yang adil dan setara, bahkan perlindungan.

    Berikut Poin-poin penting RKUHAP yang Bakal Dibawa ke Paripurna 

    1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.

    2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.

    3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proposional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas.

    4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.

    5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.

    6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya.

    7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.

    8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen kebutuhan khusus, serta menyediakan sarana dan prasaran pemeriksaan yang ramah dan aksesibel.

    9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.

    10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due proces of law. Termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum.

    11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.

    12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi.

    13. Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum.

    14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.