Tag: Habiburokhman

  • 2
                    
                        Budi Arie Diperiksa Bareskrim Kasus Judol di Komdigi, Habiburokhman: Feeling Saya, Dia Orang Baik
                        Nasional

    2 Budi Arie Diperiksa Bareskrim Kasus Judol di Komdigi, Habiburokhman: Feeling Saya, Dia Orang Baik Nasional

    Budi Arie Diperiksa Bareskrim Kasus Judol di Komdigi, Habiburokhman: Feeling Saya, Dia Orang Baik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra
    Habiburokhman
    mempersilakan Polri untuk memeriksa eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
    Budi Arie Setiadi
    .
    Pemeriksaan Budi Arie terkait dengan
    kasus judi online
    yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) pada Kamis (19/12/2024).
    “Ya bagus ya silakan saja diperiksa. Pak Budi juga saya pikir akan kooperatif, sudah kooperatif juga memberikan keterangan supaya peristiwa ini bisa benar-benar diungkap dengan terang benderang,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari yang sama.
    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menyebut Budi Arie sebagai orang yang baik dan profesional.
    Ia berharap Budi Arie tidak terlibat dalam kasus judi
    online
    tersebut.
    “Kalau
    feeling
    saya sih ya saya tau Pak Budi orang baik, Pak Budi itu orang profesional. Insya Allah ya kita berharap enggak ada sedikit pun keterlibatan beliau,” tambahnya.
    Habiburokhman menjelaskan bahwa Budi Arie diperiksa karena saat kejadian, ia masih menjabat sebagai menteri.
    “Tapi karena posisi beliau bekas menteri, waktu kejadian juga di zaman beliau menteri, tentu wajar kalau dimintai keterangan,” jelasnya.
    Informasi mengenai pemeriksaan Budi Arie terkait kasus judi
    online
    itu juga dibenarkan oleh Wakakortastipidkor Polri Kombes Arief.
    Budi Arie diketahui telah mendatangi Bareskrim sekitar pukul 10.00 WIB dan hingga kini masih menjalani pemeriksaan.
    “Betul,” kata Arief kepada wartawan saat dikonfirmasi.
    Namun, Arief enggan memberikan rincian lebih lanjut terkait pemeriksaan Budi Arie dan menyarankan agar pertanyaan lebih detail dapat diarahkan kepada Dirkrimsus Polda Metro Jaya.
    “Tanyakan ke dirkrimsus PMJ ya,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tabiat George Sugama Halim Dibongkar Adik, Sering Banting Barang dan Hanya Lulusan SD – Halaman all

    Tabiat George Sugama Halim Dibongkar Adik, Sering Banting Barang dan Hanya Lulusan SD – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabar George Sugama Halim (35) mengidap gangguan mental dibenarkan adik kandungnya, Andre (28). 

    Andre menyatakan George sering membanting barang hingga menantang orang berduel.

    “Pada dasarnya dulu itu hampir rutin tiap minggu itu bisa banting barang bisa ngajakin ribut orang,” bebernya, dikutip dari YouTube Uya Kuya TV, Rabu (18/12/2024).

    Saat berbicara dengan orangtua, George sering kurang ajar dan menaikkan nada bicaranya.

    Ia menambahkan George dikenal sebagai sosok yang arogan serta tak punya sopan santun.

    “Istilahnya kadang kata-katanya juga kurang pantaslah,” lanjutnya.

    Diketahui, George merupakan anak pemilik toko roti di Cakung, Jakarta Timur yang berstatus tersangka penganiayaan.

    Pada tahun 2012 lalu, Andre pernah dianiaya George hingga pelipisnya berdarah.

    Kasus tersebut sempat dilaporkan ke Polsek Cakung, namun Andre memilih untuk tidak melanjutkan laporannya.

    “Kita tidak proses. Saya juga melihat papa mama saya juga (dianiaya). Gimanapun seburuk-buruknya ya saudara,” ucapnya.

    Menurut Andre, George tak punya banyak teman dan hanya lulusan SD.

    Bahkan, George tak pernah memiliki pacar dan hingga kini belum menikah.

    “Kalau kita bilang kasihan, kasihan karena mungkin temannya sendiri sedikit pergaulannya itu terbatas makanya kenapa mungkin temperamentalnya tinggi,” tuturnya.

    Andre tak mengetahui pengaruh kehidupan sosial tersebut terhadap kepribadian kakaknya.

    “Apakah dia IQ-nya rendah atau EQ-nya rendah pada dasarnya harus mutusin. Kita enggap bisa netapin, kan pada akhirnya saksi ahli yang bisa netapin, kan akhirnya psikolog,” pungkasnya.

    Kata Ketua Komisi III DPR RI

    Kasus penganiayaan pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, mendapat sorotan dari Komisi III DPR RI.

    Korban bernama Dwi Ayu Darmawati (19) dihadirkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (17/12/2024).

    Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyoroti sikap manajemen toko roti yang membuat pernyataan George Sugama Halim mengidap gangguan mental.

    Habiburokhman meminta kepolisian tetap memproses pidana George dan tak menjadikan gangguan metal sebagai alasan untuk memaafkannya.

    “Jadi begini pak Kapolres, jangan sampai itu nanti diarahkan menjadi alasan pemaaf ketidaknormalan dia dalam konteks kemanusiaan memang begitu tega,” ucapnya, Selasa (17/12/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.

    Politisi partai Gerindra tersebut yakin George mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum sehingga proses pidana harus dilanjutkan.

    Menurutnya, tindakan George menganiaya pegawai menggunakan kursi, patung, loyang kue hingga mesin EDC sangat tidak manusiawi.

    “Melempar perempuan dengan alat-alat sebesar itu. Memang enggak masuk nalar, tapi dalam konteks hukum saya sangat yakin orang ini bisa bertanggungjawab secara hukum,” tegasnya.

    Ia juga meminta George tak mendapat perlakuan khusus selama menjalani masa tahanan meski ada rumor mengidap gangguan mental.

    “Minta tolong diperlakukan sebagaimana tahanan yang lain. Ditahan ya kan pak sekarang? Iya, ditahan sebagaimana tahanan lain, jangan ada keistimewaan apapun kepada orang ini,” tandasnya.

    Sementara itu, korban membantah George memiliki gangguan mental dan menyaksikan langsung George beraktivitas secara normal.

    “Dia normal kok, orang sering meeting sama orang. Pertemuan juga sama orang,” tukasnya.

    Korban juga membantah kabar George tak punya jabatan di toko roti milik orang tuanya.

    “Di Cakung dia posisinya anak bos tapi dia megang cabang di Kelapa Gading,” ungkapnya.

    Saat dihadirkan dalam konferensi pers, George mengaku khilaf telah menganiaya korban berinisial D (19).

    Ia juga menangis dan menundukkan kepala ketika mendapat pertanyaan menyesali perbuatannya atau tidak.

    “Saya khilaf,” ucap George di Polres Metro Jakarta Timur.

    George enggan menjawab saat ditanya alasan meminta korban mengantarkan makanan ke kamarnya.

    “No comment,” kata George.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Lindayes Munculkan Isu George Sugema Gangguan Mental, DPR Tahu Arahnya hingga Ingatkan Kapolres

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Bima Putra/Annas Furqon) 

  • Benarkah George Sugama Halim Alami Gangguan Mental? Dwi Ayu Darmawati: Dia Normal Kok! – Halaman all

    Benarkah George Sugama Halim Alami Gangguan Mental? Dwi Ayu Darmawati: Dia Normal Kok! – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Toko Roti Lindayes memunculkan isu George Sugama Halim memiliki keterbelakangan mental saat kasus penganiayaan anak bos itu viral.

    Melalui akun instagram @lindayespatisserieandcoffee yang dikutip TribunJakarta.com, toko kue itu menyebut Goerge tidak hanya menganiaya pegawai Lindayes tetapi juga adik dan ibunya.

    Akun tersebut menulis bahwa George Sugama Halim merupakan anak pemilik namun memiliki keterbelakangan mental kecerdasan IQ dan EQ yang sudah pernah di tes.

    Seperti diketahui, George adalah anak bos toko kue Lindayes yang menganiaya dan menghina pegawainya bernama Dwi Ayu Darmawati.

    DPR Curiga

    Kemarin Dwi Ayu Darmawati bersama pengacaranya berbicara mengenai kasusnya di hadapan Komisi III DPR RI di gedung parlemen Jakarta.

    Dalam rapat itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman langsung bisa membaca terkait isu yang muncul bahwa George Sugama Halim mengidap gangguan mental.

    Habiburokhman meminta agar hal tersebut tidak menjadi alasan pemaaf terhadap George yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

    Terlebih, merujuk pasal 44 KUHP, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bisa saja lepas dari hukum karena diangap tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.

    “Jadi begini pak Kapolres, jangan sampai itu nanti diarahkan menjadi alasan pemaaf ketidaknormalan dia dalam konteks kemanusiaan memang begitu tega,” kata Habiburokhman, Selasa (17/12/2024).

    Menurutnya tindakan George melempar patung, kursi, mesin EDC, dan loyang kue hingga Dwi mengalami pendarahan di kepala dan memar di sekujur tubuh sudah terlampau tega.

    Komisi III DPR RI juga meyakini bahwa secara hukum George yang dijerat Pasal 351 ayat 1, dan atau Pasal 351 ayat 2 KUHP dapat mempertanggungjawabkan secara hukum.

    “Melempar perempuan dengan alat-alat sebesar itu. Memang enggak masuk nalar, tapi dalam konteks hukum saya sangat yakin orang ini bisa bertanggungjawab secara hukum,” ujarnya.

    Habiburokhman juga meminta Kombes Nicolas Ary Lilipaly agar selama masa penahanan terhadap George di Mapolres Metro Jakarta Timur tidak ada perlakuan khusus diberikan.

    Polisi belum bisa memastikan

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Timur menyatakan belum dapat memastikan kabar bahwa George Sugama Halim benar mengalami gangguan psikologis atau tidak sebagaimana kabar beredar.

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan pihaknya perlu melakukan pemeriksaan medis melibatkan ahli terkait untuk memastikan kondisi psikologis George.

    “Yang beredar di masyarakat itu, kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan psikologis daripada tersangka ini. Yang menentukan adalah ahli,” kata Nicolas.

    Dwi Ayu Membantah

    Korban penganiayaan Dwi Ayu Darmawati (19) membantah George memiliki keterbatasan dan dalam kesehariannya normal.

    “Dia normal kok, orang sering meeting sama orang. Pertemuan juga sama orang,” katanya seperti dikutip dari Youtube Uya Kuya yang tayang pada Selasa (17/12/2024). 

    Bahkan, kata Dwi, George menjabat sebagai kepala toko di cabang Kelapa Gading.

    “Di Cakung dia posisinya anak bos tapi dia megang cabang di Kelapa Gading,” pungkasnya. 

    Korban Dwi Ayu mengatakan aksi penganiayaan yang dilakukan George sudah berulang kali.

    Hal ini yang membuat dirinya tidak tahan hingga melapor ke pihak kepolisian.

    Dwi Ayu pun mengungkap bila George sempat menyatakan dirinya tidak bisa diseret ke penjara.

    “Sebelum kejadian ini saya pernah dilempar meja, tapi tidak mengenai saya dan saya dikatain babu dan orang miskin, dia merendahkan saya dan keluarga saya. Dia juga sempat ngomong ‘orang miskin kaya lu nggak bakal bisa masukin gua ke penjara gua kebal hukum’,” kata Dwi Ayu saat dihubungi, Minggu (15/12/2024).

    Lalu, aksi penganiayaan itu mencapai puncaknya pada Kamis (17/10/2024) lalu.

    Kala itu, pelaku meminta korban untuk mengantarkan pesanan makanannya.

    Namun permintaan itu ditolak oleh Dwi Ayu karena tengah bekerja.

     

     

     

  • DPR Minta Kasus Berlian Miliaran Rupiah Reza Artamevia Dilimpahkan ke Mabes Polri

    DPR Minta Kasus Berlian Miliaran Rupiah Reza Artamevia Dilimpahkan ke Mabes Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyoroti kasus dugaan penipuan dan penggelapan berlian bernilai miliaran rupiah yang menyeret nama penyanyi Reza Artamevia. Ia menyarankan agar kasus ini dilimpahkan ke Mabes Polri guna mencegah keberpihakan dan menjamin penanganan yang transparan.

    “Kasus sebesar ini sebaiknya dilimpahkan kepada Mabes Polri. Kami di Komisi III tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi proses hukum, tetapi kami dapat memberikan atensi terhadap kasus ini,” ujar Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III bersama Reza Artamevia di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    “Kami juga terbuka apabila pihak yang bersengketa ingin melakukan RDPU. Kami akan mendengarkan kedua pihak agar dapat membantu mencari solusi yang adil,” jelasnya.

    Kasus ini berawal dari laporan seorang pengusaha berinisial IM terhadap Reza Artamevia dan rekannya berinisial RD. Dalam laporan tersebut, IM mengeklaim mengalami kerugian besar setelah menyerahkan uang sebesar Rp 18,5 miliar secara bertahap. Uang itu digunakan untuk investasi berlian yang dijanjikan akan memberikan keuntungan hingga Rp 21,3 miliar.

    Sebagai jaminan, Reza dan RD memberikan berlian. Namun, IM mengeklaim bahwa berlian yang diberikan adalah berlian sintetis. Selain itu, sertifikat terkait bisnis berlian tersebut juga dianggap palsu.

    Di sisi lain, Reza Artamevia telah memberikan klarifikasi terkait kasus ini. Ia justru mengaku menjadi korban dan telah menyampaikan bukti-bukti kepada pihak berwajib. Reza menegaskan bahwa berlian yang ia berikan adalah asli dan memiliki sertifikasi resmi dari notaris.

  • Komisi III DPR Kawal Kasus Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan hingga Tuntas

    Komisi III DPR Kawal Kasus Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan hingga Tuntas

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan pihaknya akan mengawal kasus penganiayaan terhadap pegawai toko roti, Dwi Ayu Darmawati, oleh anak bosnya, George Sugama Halim (GSH), hingga ke persidangan. Habiburokhman memastikan proses hukum berjalan transparan tanpa intervensi dari pihak manapun.

    “Kami akan kawal terus. Bahkan, tim dari Sekretariat DPR akan hadir memantau jalannya persidangan. Kami juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk memastikan pelaku dituntut secara maksimal,” ujar Habiburokhman usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR, Selasa (17/12/2024).

    Selain itu, Komisi III DPR akan memastikan Dwi Ayu, selaku korban, mendapatkan perlindungan selama proses hukum berlangsung. Habiburokhman menyebutkan bahwa korban sebelumnya sempat menghadapi kesulitan, termasuk menjadi korban penipuan oleh seseorang yang mengaku sebagai pengacara.

    “Kami juga akan mengusut pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan situasi ini, termasuk mereka yang mengaku sebagai kuasa hukum tanpa izin,” tegasnya.

    Dwi Ayu Darmawati, pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, melaporkan bahwa dirinya dianiaya oleh GSH pada 17 Oktober 2024 sekitar pukul 21.00 WIB. Kejadian bermula ketika GSH meminta Dwi mengantar makanan yang dipesannya melalui layanan GoFood ke kamar pribadinya. Dwi menolak permintaan tersebut karena bukan bagian dari tugasnya.

    Penolakan ini memicu kemarahan GSH, yang kemudian melemparkan berbagai benda ke arah Dwi, seperti patung, bangku, dan mesin EDC. Saat Dwi mencoba mengambil tas dan ponselnya yang tertinggal, pelaku kembali menyerangnya dengan kursi dan loyang kue, hingga menyebabkan luka berdarah di kepala Dwi.

    “Saya kabur ke area oven, tetapi pelaku terus melemparkan barang-barang. Kepala saya terkena loyang kue hingga berdarah,” ungkap Dwi.

  • DPR Minta Kasus Berlian Miliaran Rupiah Reza Artamevia Dilimpahkan ke Mabes Polri

    Reza Artamevia Ungkap Kronologi Dugaan Penipuan Berlian ke Komisi III DPR

    Jakarta, Beritasatu.com –  Penyanyi Reza Artamevia memaparkan kronologi dugaan penipuan berlian yang menjeratnya dalam masalah hukum kepada Komisi III DPR pada Selasa (17/12/2024). Dalam pertemuan tersebut, Reza didampingi oleh rekannya, Ratna Dewi, dan diterima langsung oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman.

    Kasus dugaan penipuan berlian ini bermula dari laporan seorang pengusaha berinisial IM terhadap Reza Artamevia pada Jumat, 15 November 2024. IM menuduh pelantun lagu Pertama itu melakukan penipuan dan penggelapan dalam kerja sama bisnis. Namun, Reza membantah tuduhan tersebut dan menjelaskan kronologi kerja sama mereka di hadapan Komisi III DPR, seraya meminta perlindungan hukum.

    Reza mengungkapkan kekhawatirannya terkait laporan IM, mengingat posisi IM yang dinilainya memiliki kekuatan besar. “Kami khawatir, kami orang kecil, sementara orang yang kami lawan punya power. Kami khawatir mereka akan melakukan segala upaya di kepolisian,” ujar Reza.

    Dia juga mengungkapkan bahwa bukti-bukti yang dimilikinya terkesan diabaikan saat dirinya melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Jatanras). “Kami benar-benar memohon perlindungan hukum. Saat di Jatanras, bukti-bukti kami seperti diabaikan,” tambahnya.

    Reza Artamevia – (Beritasatu/Instagram)

    Reza menjelaskan bahwa masalah ini berawal dari kerja sama bisnis dengan IM, yang melibatkan transaksi sebanyak tiga kali. Dalam kerja sama tersebut, Reza menyerahkan sembilan butir berlian senilai Rp 150 miliar kepada IM. Namun, pada transaksi ketiga, IM hanya memberikan pembayaran senilai Rp 7 miliar, yang membuat Reza dan rekannya ragu untuk melanjutkan kerja sama.

    “Tanggal 20 Agustus, kami memeriksa berlian bersama-sama, dan akhirnya berlian diserahkan. Kami sudah menerima panjar Rp 7 miliar, dengan harapan sisanya akan dibayarkan keesokan harinya. Namun, pembayaran terkendala oleh masalah bank,” jelas Reza.

    Jatuh tempo untuk pengembalian modal dan pembagian keuntungan ditetapkan pada 12 September. Namun, hingga tanggal 11 September, IM belum melunasi pembayaran. Sebaliknya, IM meminta Reza mentransfer keuntungan sebesar 20% dan mengancam akan menjual berlian.

    “Kami tidak ingin berlian itu dijual. Kami bernegosiasi dan akhirnya memberikan 10% keuntungan, yakni senilai Rp 2 miliar,” tambahnya.

    Karena kerja sama tidak berjalan lancar, Reza meminta agar berlian-berlian tersebut dikembalikan. Awalnya, pihak IM menyetujui untuk mengembalikan sembilan butir berlian dengan syarat cek pembayaran yang dimiliki Reza ditukar. Namun, saat pertemuan untuk pengembalian berlian pada 7 Oktober, pihak IM menuduh bahwa berlian yang diserahkan Reza palsu.

    “Saat pertemuan, mereka bilang, ‘Ini semua sudah kami cek, dan ternyata palsu.’ Saya bertanya, ‘Kapan pengecekannya dilakukan?’ Mereka mengaku pengecekan dilakukan pada 22 Agustus. Saya heran, kenapa mereka tidak langsung memberi tahu saat itu juga,” ungkap Reza.

    Reza menyatakan keheranannya atas laporan yang dibuat IM ke polisi, mengingat ia merasa telah mengikuti seluruh prosedur yang disepakati. Tidak tinggal diam, Reza juga melaporkan IM atas dugaan penipuan ke polisi. Selain itu, ia mengadukan kasus ini ke Komisi III DPR untuk mendapatkan keadilan.

    Kasus penipuan berlian masih terus bergulir, dan Reza Artamevia berharap upaya hukum serta dukungan dari Komisi III DPR dapat membantu menyelesaikan masalah ini dengan adil.

  • DPR: Polisi Jangan Percaya Pelaku Penganiaya Karyawan Toko Roti Sakit Jiwa

    DPR: Polisi Jangan Percaya Pelaku Penganiaya Karyawan Toko Roti Sakit Jiwa

    Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas meminta pihak kepolisian tidak begitu saja percaya dengan informasi yang menyebut bahwa pria berinisial GSH, pelaku penganiayaan karyawan di toko roti di Jakarta Timur, menderita sakit jiwa. 
     
    Hasbi mengatakan penganiayaan itu terjadi di toko roti Lindayes, Jalan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, yang dekat dengan rumah konstituennya. Jadi, dia mengaku betul-betul mengetahui kasus tersebut karena banyak mendapatkan informasi.
     
    “Dia [pelaku] bukan pertama kali melakukan kepada Mbak Dwi [korban]. Bukan pertama kali, ini sudah yang kesekian kali. Kepada saudaranya sendiri pun dia melakukan seperti itu,” kata Hasbi dilansir dari Antara, Rabu (18/12/2024). 
     
    Terkait penjelasan keluarga yang menyebut bahwa pelaku GSH menderita sakit jika, dia menegaskan bahwa dirinya tidak percaya dengan keterangan itu. Jika pelaku memang sakit jiwa, seharusnya sudah dibawa ke rumah sakit jiwa sejak lama.
     
    Namun, kata dia, pelaku bebas beraktivitas dan berbuat semena-mena dengan melakukan kekerasan dan penganiayaan kepada karyawan. Bahkan, lanjutnya, tindakan melanggar hukum itu dilakukan berkali-kali.
     
    “Mbak Dwi tahu bahwa pelaku melakukan ini bukan sekali. Jangan-jangan mbak ini korban yang kesekian kali. Tapi tidak berani terbuka,” katanya.
     
    Dia pun mewanti-wanti agar jangan sampai dalih sakit jiwa itu menjadi upaya agar pelaku bisa lepas dari jeratan hukum. Dia pun menduga pelaku tersebut justru bersifat psikopat karena aksinya itu.
     
    Di samping itu, dia juga mengkritisi kinerja polisi yang cepat menangani kasus ketika sudah viral atau ketika ramai di media sosial.

    Menurut dia, kasus penganiayaan yang dilakukan anak toko bos roti itu sudah terjadi dua bulan lalu dan telah dilaporkan, tapi baru ditangani setelah viral.
     
    Dia berharap polisi bekerja secara baik dan merespon dengan cepat laporan yang disampaikan masyarakat, dan tidak perlu menunggu kasus menjadi viral untuk kemudian ditangani.
     
    “Kita bukan butuh viral, tapi butuh penanganan dengan cepat. Kami harap polisi bisa bekerja secara cepat dan profesional,” katanya.

    Senada dengan Hasbiallah, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta agar polisi tidak membebaskan berinisial GSH selaku tersangka penganiaya karyawati toko roti berinisial DAD dengan dalih gangguan kejiwaan atau kesehatan mental.

    Menurut dia, GSH tampak bisa beraktivitas secara normal, artinya tindakan hukum yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan.

    “Komisi III DPR RI bakal terus mengawal kasus penganiayaan yang terjadi di Jakarta Timur itu,” kata Habiburokhman saat rapat dengan Polres Metro Jakarta Timur dan DAD di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Habiburokhman melanjutkan pihaknya aakan berkoordinasi dengan Kejaksaan Jakarta Timur untuk memastikan pelaku dituntut berat. Berdasarkan penuturan korban saat rapat tersebut, kasus penganiayaan yang menimpa DAD dilakukan berulang oleh GSH.

  • Benarkah George Sugama Halim Alami Gangguan Mental? Dwi Ayu Darmawati: Dia Normal Kok! – Halaman all

    George Disebut Gangguan Mental, Anggota DPR Minta Proses Pidana Tetap Berjalan, Korban Beri Bantahan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus penganiayaan pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, mendapat sorotan dari Komisi III DPR RI.

    Korban bernama Dwi Ayu Darmawati (19) dihadirkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (17/12/2024).

    Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyoroti sikap manajemen toko roti yang membuat pernyataan George Sugama Halim mengidap gangguan mental.

    Diketahui, George Sugama Halim merupakan anak pemilik toko roti yang berstatus tersangka kasus penganiayaan.

    Habiburokhman meminta kepolisian tetap memproses pidana George dan tak menjadikan gangguan metal sebagai alasan untuk memaafkannya.

    “Jadi begini pak Kapolres, jangan sampai itu nanti diarahkan menjadi alasan pemaaf ketidaknormalan dia dalam konteks kemanusiaan memang begitu tega,” ucapnya, Selasa (17/12/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.

    Politisi partai Gerindra tersebut yakin George mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum sehingga proses pidana harus dilanjutkan.

    Menurutnya, tindakan George menganiaya pegawai menggunakan kursi, patung, loyang kue hingga mesin EDC sangat tidak manusiawi.

    “Melempar perempuan dengan alat-alat sebesar itu. Memang enggak masuk nalar, tapi dalam konteks hukum saya sangat yakin orang ini bisa bertanggungjawab secara hukum,” tegasnya.

    Ia juga meminta George tak mendapat perlakuan khusus selama menjalani masa tahanan meski ada rumor mengidap gangguan mental.

    “Minta tolong diperlakukan sebagaimana tahanan yang lain. Ditahan ya kan pak sekarang? Iya, ditahan sebagaimana tahanan lain, jangan ada keistimewaan apapun kepada orang ini,” tandasnya.

    Sementara itu, korban membantah George memiliki gangguan mental dan menyaksikan langsung George beraktivitas secara normal.

    “Dia normal kok, orang sering meeting sama orang. Pertemuan juga sama orang,” tukasnya.

    Korban juga membantah kabar George tak punya jabatan di toko roti milik orang tuanya.

    “Di Cakung dia posisinya anak bos tapi dia megang cabang di Kelapa Gading,” ungkapnya.

    Kejiwaan George akan Diperiksa

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, menyatakan George akan menjalani pemeriksaan psikologi untuk mengetahui keterbelakangan kecerdasan Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).

    “Terkait dengan pertanyaan bahwa yang bersangkutan punya, yang beredar di masyarakat itu, kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan psikologis daripada tersangka ini,” ucapnya, Senin (16/12/2024).

    Sehari sebelum ditangkap, George menjalani pengobatan kejiwaan di Sukabumi, Jawa Barat, didampingi keluarga.

    “Kebetulan di Sukabumi itu ada informasi yang bahwa ada tempat pengobatan di Sukabumi. Nah mereka berangkat ke Sukabumi untuk ingin melakukan pengobatan terhadap si tersangka,” tukasnya.

    Informasi mengenai keterbelakangan mental George diunggah di akun Instagram toko roti milik orang tuanya @lindayespatisserieandcoffee.

    Dalam unggahan tersebut, pihak toko roti menyatakan George tidak memiliki jabatan apapun.

    George disebut sudah berulang kali melakukan kekerasan ke pegawai, saudara, bahkan ibu kandungnya.

    “Beliau merupakan anak pemilik, namun memiliki keterbelakangan kecerdasan lQ dan EQ yang sudah pernah dites.”

    “Memang, bahkan bukan hanya terjadi kepada saudari (karyawan berinisial D), melainkan juga kepada pemilik (orangtua) dan saudaranya.” 

    “Pemilik wanita pernah mengalami patah tulang lengan dan memar akibat dibanting oleh pelaku. Adik laki-laki pelaku juga pernah mengalami luka di kepala yang juga dialami pegawai berinisial D.” 

    “Namun, sulit bagi seorang ibu, sejelek-jeleknya anaknya untuk diproses hukum karena kasih sayang seorang ibu, walaupun ia yang menjadi korban sekali pun,” tulis manajemen toko roti.

    Saat dihadirkan dalam konferensi pers, George mengaku khilaf telah menganiaya korban berinisial D (19).

    Ia juga menangis dan menundukkan kepala ketika mendapat pertanyaan menyesali perbuatannya atau tidak.

    “Saya khilaf,” ucap George di Polres Metro Jakarta Timur.

    George enggan menjawab saat ditanya alasan meminta korban mengantarkan makanan ke kamarnya.

    “No comment,” kata George.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Lindayes Munculkan Isu George Sugema Gangguan Mental, DPR Tahu Arahnya hingga Ingatkan Kapolres

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Bima Putra/Annas Furqon) 

  • Gaji Belum Dibayar hingga Terpaksa Jual Motor

    Gaji Belum Dibayar hingga Terpaksa Jual Motor

    Jakarta

    Karyawati korban penganiayaan anak bos toko roti, Dwi Ayu Dharmawati, menceritakan menjual motor miliknya saat mengawal kasus yang menimpa dirinya. Dwi mengatakan motor itu dijual untuk menyewa pengacara.

    Hal itu disampaikan dalam audiensi di ruang rapat Komisi III DPR, gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024). Ketua Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman, memimpin rapat tersebut.

    Dwi mulanya mengatakan ada pengacara yang dikirimkan kepada dirinya. Dia menyebut pengacara itu mengatasnamakan utusan dari polda.

    “Terus ada cerita juga tentang pengacaranya. Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku tapi awalnya saya nggak tahu kalau itu dari pihak pelaku, dia ngakunya dari LBH utusan dari polda dia ngakunya,” kata Dwi.

    Kemudian Dwi mengatakan pihaknya mengganti pengacara. Namun saat itu dia mengaku banyak pengeluaran kepada pengacara tersebut.

    “Di situ dia setiap ada info dia selalu ke rumah dan minta duit. Mama saya sampai jual motor,” kata dia.

    Saat audiensi dengan Komisi III, Dwi mengaku masih ada gajinya sekitar Rp2,1 juta yang tertahan di toko roti tempatnya bekerja itu.

    “Ada beberapa karyawan lain, tapi katanya kalau karyawan lain ada tundaan 3 bulan,” kata Dwi.

    “Setahu saya dia normal aja sih, soalnya dia juga meeting-meeting sama orang. Dia juga kepala toko di Kelapa Gading,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan proses hukum kasus penganiayaan terhadap karyawati toko roti oleh anak bosnya ini masih terus berjalan. Lilipaly menegaskan tidak ada perlakuan khusus terhadap anak bos toko roti dalam kasus ini.

    “Ya, dipastikan kami perlakukan tersangka selayaknya tersangka lain,” kata Lilipaly seusai rapat audiensi korban karyawati toko roti dengan Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Lilipaly mengatakan George sudah tersangka dan ditahan di Rutan Mapolres Jaktim.

    “Yang bersangkutan sudah ditahan di rumah tahanan Polres Jaktim,” ujar dia.

    Lebih lanjut, Lilipaly mengatakan pihaknya akan mengusut kasus itu hingga tuntas. Dia memastikan kasus akan diproses sesuai dengan SOP.

    Nicolas pun meminta maaf atas penanganan kasus yang terkesan lambat. Nicolas mengatakan keterlambatan dalam proses penanganan kasus itu tanpa disengaja. Dia menyebutkan ada hal-hal nonteknis yang menjadi penyebabnya.

    “Kami selaku penyidik kami mohon maaf atau keterlambatan proses penyidikan ini,” kata Nicolas seusai rapat audiensi korban karyawati toko roti dengan Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

    “Bukan karena keinginan kami, tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi,” ujar dia.

    Sebelumnya, video viral memperlihatkan seorang karyawati di toko roti Lindayes, di Cakung, Jakarta Timur dianiaya dengan kursi hingga kepala bocor. Belakangan diketahui, pelaku adalah anak dari bos toko roti tersebut.

    Dalam rekaman video yang viral memperlihatkan seorang pria bertubuh gempal marah-marah terhadap korban. Dia kemudian melemparkan kursi hingga membuat karyawati bernama Dwi Ayu Dharmawati mengalami luka bocor di bagian kepala.

    Penganiayaan ini terjadi pada 17 Oktober 2024 dan telah dilaporkan korban keesokan harinya. Polisi mengungkapkan penganiayaan dipicu lantaran korban menolak permintaan George untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadinya.

    George sendiri ditangkap di hotel kawasan Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari. George ditangkap setelah polisi mendapatkan informasi dari ibundanya sendiri.

    Saksikan pembahasan lengkap hanya di program detikPagi edisi Rabu (18/12/2024). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

    “Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”

    (vrs/vrs)

  • 5
                    
                        Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara
                        Nasional

    5 Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara Nasional

    Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dwi Ayu Darmawati, pegawai Toko Roti di Cakung, Jakarta Timur (Jaktim), yang jadi korban penganiayaan anak bosnya, mencurahkan kenestapaannya di hadapan anggota Komisi III DPR RI.
    Dwi menceritakan dirinya sempat ditolak di dua polsek hingga ditipu pengacara usai penganiayaan yang dilakukan anak bosnya, George Sugama Halim, pada 17 Oktober 2024.
    Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI dan jajaran Polres Jakarta Timur yang digelar Selasa (17/12/2024).
    “Saya mau menceritakan tentang kejadian yang saya alami. Jadi posisinya saya kan lagi kerja. Tanggal 17 Oktober jam 9 malam,” kata Dwi di rapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.
    Mulanya, George meminta Dwi mengantarkan makanan yang dipesannya lewat aplikasi ke dalam kamar pribadi.
    Namun, Dwi menolak untuk mengantarkan makanan karena bukan tugasnya.
    Saat mendengar penolakan Dwi, George langsung marah dengan melemparkan berbagai barang ke arah Dwi.
    Ayah pelaku, kata Dwi, memang sempat menariknya agar bisa keluar toko untuk menghindari serangan George.
    Sayangnya, ia terpaksa kembali lantaran ponsel dan tasnya masih ada di dalam toko.
    “Dia ngelempar saya pake patung, ngelempar saya pake bangku, abis itu ngelempar saya pake mesin EDC BCA. Habis itu saya ditarik sama ayahnya si pelaku,” ungkap Dwi.
    “Terus karena HP sama tas saya masih di dalam, akhirnya saya balik lagi ke dalam, tapi saya malah dilempari lagi pake kursi,” imbuhnya.
    Ketika Dwi kembali masuk toko untuk mengambil barangnya, ternyata George kembali melemparinya dengan barang-barang.
    George baru meninggalkan Dwi setelah melihat ada darah mengalir akibat serangannya.
    “Pas sudah berdarah, tapi saya enggak tahu sudah berdarah. Tapi saya megangin kepala saya begini. Mungkin dia sudah lihat duluan darah, terus dia kabur ke belakang, baru saya bisa kabur ke luar toko,” tuturnya.
    Dihina miskin dan babu
    Sebelum kejadian ini, menurut Dwi, anak bosnya itu sudah pernah melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik kepada dirinya.
    Beberapa kekerasan verbal yang dialaminya berupa makian serta hinaan dengan kata ‘babu’ dan ‘miskin’. George juga sempat mengeklaim dirinya kebal hukum.
    Bahkan, ia mengungkap sempat berencana keluar dari pekerjaannya (resign), namun niat ini dibatalkan dengan persyaratan tidak lagi mengantar makanan ke kamar pelaku.
    “Ada hal lain juga dari sebelum kejadian ini dia juga pernah ngatain saya miskin, babu. Terus dia juga sempat ngomong ‘orang miskin kayak elu gak bisa masukin gua ke penjara, gua ini kebal hukum’. Dia sempat ngomong kayak gitu,” ucapnya.
    Dwi juga mengungkapkan, kekerasan fisik juga pernah dialaminya pada September lalu. Kala itu, George juga melempar beberapa barang ke Dwi.
    “Iya (bulan September) tapi di situ dia lempar saya pake tempat solasi kena kaki saya. Terus dia lempar saya pake meja, enggak kena,” ujarnya.
    Lebih lanjut, ia berpandangan George Sugama Halim tidak memiliki kelainan jiwa.
    “Setahu saya dia normal aja sih soalnya dia juga meeting meeting sama orang. Dia juga kepala toko di kelapa gading,” kata Dwi.
    Meski begitu, Dwi tak memungkiri George selama ini memang dikenal sebagai orang yang pemarah.
    Sejak awal bekerja di Toko Roti itu, Dwi mengaku kerap mendapatkan kekerasan verbal oleh pelaku.
    “Emang suka marah-merah,” ujarnya.
    Ditolak di 2 polsek
    Pasca-kejadian, Dwi langsung melaporkan kasus penganiayaan itu ke polisi. Dia sempat ingin membuat laporan di Polsek Rawamangun dan Polsek Cakung.
    Sayangnya, pihak polsek menolak laporan Dwi dan merujuknya ke Polres Jakarta Timur.
    “Habis itu lapor ke Polsek Rawamangun Rawamangun dulu tapi di situ tidak bisa nanganin, akhirnya dirujuk ke Cakung dan di Cakung juga enggak bisa Nanganin juga,” ucapnya.
    Di hari yang sama, Dwi berbergegas menyambangi Polres Jakarta Timur untuk membuat laporan sesuai rujukan dari polsek.
    Saat membuat laporan, ia turut didampingi keluarga dan teman-temannya.
    “Akhirnya saya disuruh ke Polres Jatinegara Jakarta Timur, hari itu juga,” ungkapnya.
    Barulah keesokan harinya, pihak polres memintanya melakukan visum untuk menindaklanjuti kasus penganiayaan tersebut.
    “Paginya langsung visum,” ucap Dwi.
    Ditipu pengacara dan jual motor
    Sudah jatuh, lalu tertimpa tangga. Mungkin, istilah tersebut dapat menggambarkan situasi Dwi Ayu Darmawati.
    Setelah mengalami penganiayaan, ada pengacara gadungan yang menipu dirinya. Keluarga Dwi pun sampai merelakan motor satu-satunya.
    “Di situ pengacara yang keduanya, kalau saya tanya tentang gimana kelanjutannya, dia selalu jawab, ‘sedang diproses sedang diproses’,” kata Dwi.
    Saat memproses kasusnya ini, Dwi memang sempat beberapa kali ganti pengacara. Penipuan dilakukan oleh pengacaranya yang kedua.
    Pengacaranya tersebut, kata Dwi, juga selalu meminta uang setiap kali datang ke rumahnya.
    “Bukan (pengacara pertama). Di situ dia setiap ada info dia selalu ke rumah dan minta duit. Mama saya sampai jual motor,” ungkap Dwi.
    “Jual motor?” tanya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
    “Iya jual motor satu-satunya,” jawab Dwi lagi.
    Setelah keluarga Dwi menjual motornya, oknum pengacara tersebut langsung memutus kontak sehingga tidak bisa dihubungi.
    “Habis jual motor itu, saya tanya tanya-tanyain, itu sudah enggak ada enggak bisa dihubungin lagi,” katanya.
    Menurut Dwi, oknum pengacara itu meminta uang secara bertahap ke keluarga Dwi.
    Setidaknya, pihak keluarga Dwi merugi sekitar Rp12 juta akibat ulah pengacara gadungan tersebut.
    “Setahu saya 12 juta,” ujar Dwi.
    Dikirim pengacara dari pihak pelaku
    Bukan hanya itu, Dwi sempat mendapat pengacara dari pihak orang tua pelaku atau bosnya. Ini merupakan pengacara yang pertama kali menangani kasus Dwi.
    Pengacara tersebut awalnya mengaku berasal dari lembaga bantuan hukum (LBH) yang diutus oleh pihak kepolisian daerah (polda) setempat.
    “Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku, tapi awalnya saya enggak tahu kalau itu dari pihak pelaku. Dia ngakunya dari LBH utusan dari Polda, dia ngakunya” ujar Dwi
    Belakangan, barulah Dwi mengetahui orang tersebut kiriman dari bosnya.
    “Awalnya enggak. Tahu terus pertemuan di Polres ngasih BAP terus di situ dia ngasih tahu kalau dia disuruh sama bos saya,” ungkapnya.
    Setelah mengetahui pengacara pertamanya adalah kiriman dari bosnya, keluarga Dwi mengganti pengacara. Namun, sayangnya pengacara kedua Dwi justru menipunya.
    “Akhirnya mama saya ganti pengacara,” tutur Dwi.
    Setelah itu, barulah ada pengacara lain yang mengabari Dwi. Pengacara ketiga tersebut yang terus mengawal kasus Dwi hingga sekarang.
    “Terus saya dihubungi oleh Pak Jaenuddin. Saya juga dikasih bantuan oleh Bang John,” ungkapnya.
    Kapolres minta maaf
    Semetara itu, Kapolres Jakarta Timur (Jaktim) Kombes Nicolas Ary Lilipaly meminta maaf atas keterlambatan tim penyidik mengusut kasus penganiayaan yang dilakukan George.
    Nicolas menyebut ada hal teknis yang menjadi kendala sehingga memperlambat keadilan bagi Dwi.
    “Kami selaku penyidik kami mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini bukan karena keinginan kami tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi,” kata Nicolas di Kompleks Parlemen, Jakarta.
    Menurut Nicolas, semua perkembangan kasus juga selalu dilaporkan ke pihak korban.
    Nicolas menegaskan, kasus ini juga sudah ditindaklanjuti oleh pihak polres sebelum viral.
    Setelah laporan dibuat, polisi sudah mengantarkan korban untuk visum. Polisi juga melakukan pemeriksaan saksi pada tanggal 1 November lalu.
    “Memang dalam penanganannya terkesan lama kami mengaku itu karena standar operasional prosedur yang harus kita lalui dalam proses penyidikan itu sendiri,” katanya.
    Kendala lain yang membuat proses hukum kasus ini lamban, menurutnya, dikarenakan ada saksi yang tak kunjung hadir serta mengulur waktu pemeriksaan.
    Di sisi lain, Nicolas menyebut para penyidik juga selalu berkomunikasi untuk mengajak para saksi untuk dimintai klarifikasi.
    “Yang kedua memang ada saksi karena ini tahapnya penyelidikan maka yang kami mengundang para saksi itu undangan klarifikasi, tidak ada alat penekan kita di situ,” tegasnya.
    Diketahui, George telah ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (16/12/2024) dini hari, usai kasus ini viral.
    Polisi menjerat George dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan. Ia terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.