Tag: Habiburokhman

  • ICJR Dorong Revisi KUHAP Berisi Perbaikan Hukum, Sorot Pengawasan Dalam Proses Penyidikan – Halaman all

    ICJR Dorong Revisi KUHAP Berisi Perbaikan Hukum, Sorot Pengawasan Dalam Proses Penyidikan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Meidina Rahmawati mendorong agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berisi perbaikan hukum.

    Meidina mengungkap satu di antaranya soal pengawasan proses penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum.

    Diketahui revisi KUHAP akan menjadi usul inisiatif DPR.

    DPR sendiri saat ini masih mengumpulkan keterangan dari berbagai ahli hukum, terkait revisi tersebut.

    “Respons terhadap revisi KUHAP yang sudah disampaikan Ketua Komisi III DPR. Itu untuk merespons KUHP baru kita pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023,” kata Meidina dalam diskusi menanggapi rencana pembahasan revisi KUHP, kantor LBH Jakarta, Minggu (9/2/2025).

    Menurutnya respons itu sudah tepat.

    Meski begitu, ia mengingatkan revisi KUHAP tidak hanya soal materi-materi baru dalam KUHP 2023.

    Tetapi juga harus menangkap permasalahan yang ada.

    “Hukum pidana kita itu didasarkan pada diferensiasi fungsional, yang mana aparat hukum masing-masing berdiri satu sama lain. Mulai dari penyidikan, penuntutan, pengadilan, yang berdiri satu sama lain. Tapi ternyata check and balance-nya tidak cukup saling mengawasi,” ungkapnya.

    Lanjut dia, akhirnya aparat penegak hukum masing-masing punya kewenangan sendiri-sendiri, sehingga yang terjadi bukan saling mengawasi.

    “Itu terjadi misalnya pada konteks penyidikan dan penyelidikan. Misalnya kita tahu izin penangkapan datangnya tidak dari pengadilan, tapi bisa dari penyidik sendiri. Tidak ada yang mengimbangi kewenangan penangkapan,” kata Meidina.

    Bahkan dikatakannya pada tindak pidana tertentu masa penangkapan bisa sangat lama.

    Misalnya dalam kasus Narkotika bisa sampai 6 hari.

    “Pada masa tersebut bisa terjadi banyak potensi penyalahgunaan atau abuse dan kekerasan. Padahal pada hukum internasional izin penangkapan harus dikeluarkan bukan dari lembaga yang melakukan penangkapan,” lanjutnya.

    Ketika seseorang ditangkap, terangnya dalam periode tertentu itu harus dihadapkan kepada lembaga yang imparsial yaitu pengadilan.

    “Sesederhana fungsi ini saja, tidak punya di KUHAP kita,” ucapnya.

    Sebelumnya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan pihaknya akan segera membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dalam masa sidang ini.

    Habiburokhman menyebut, penyusunan draft dan naskah akademik KUHAP ditargetkan rampung dalam masa sidang ini untuk kemudian dibahas sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPR pada masa sidang berikutnya.

    “Kami menargetkan KUHAP yang baru bisa berlaku bersama dengan berlakunya KUHP pada tanggal 1 Januari 2026,” kata Habiburokhman pada Rabu (22/1/2025).

    Dia mengatakan, semangat politik hukum dalam KUHAP harus sejalan dengan politik hukum yang terkandung dalam KUHP.

    Habiburokhman menegaskan bahwa KUHP baru mengusung spirit revolusioner dengan menekankan asas restoratif dan keadilan substantif.

    “Sebagaimana kita ketahui bahwa KUHP yang baru mengandung spirit perbaikan yang revolusioner, dimana kita mengedepankan asas restoratif dan keadilan substantif. Karenanya KUHAP juga harus mengandung nilai-nilai yang sama,” ujarnya.

    Dalam proses penyusunan, Komisi III juga akan menyerap masukan dari masyarakat. Salah satu usulan yang banyak diterima adalah terkait reformasi mekanisme penahanan.

    “Jadi tidak gampang bagi penyidik untuk menahan orang. Diusulkan ada semacam mekanisme praperadilan aktif, di mana semua perkara harus diperiksa dahulu oleh hakim praperadilan untuk selanjutnya diputuskan apakah bisa dilakukan penahanan atau tidak,” tegas Habiburokhman.

    Selain itu, kata dia, terdapat usulan agar hak-hak tersangka mencakup hak untuk tidak disiksa, hak mendapatkan pendampingan hukum, hingga hak memperoleh perawatan kesehatan selama proses hukum berlangsung.

    “Kami akan melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat dalam penyerapan aspirasi terkait penyusunan RUU KUHAP ini,” ucap Habiburokhman.

  • Kekeuh Bantah Bukti Polisi, Ibu Korban Salah Tangkap di Tasikmalaya: Itu Bukan Saat BAP, Saya Tunggu di Lobi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Januari 2025

    Kekeuh Bantah Bukti Polisi, Ibu Korban Salah Tangkap di Tasikmalaya: Itu Bukan Saat BAP, Saya Tunggu di Lobi Nasional 30 Januari 2025

    Kekeuh Bantah Bukti Polisi, Ibu Korban Salah Tangkap di Tasikmalaya: Itu Bukan Saat BAP, Saya Tunggu di Lobi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Yulida, ibu dari terduga
    korban salah tangkap
    aparat
    Polres Tasikmalaya
    Kota, membantah dirinya mendampingi sang anak saat proses pemeriksaan.
    Pernyataan itu disampaikan Yulida, ibu dari anak berinisial DW, dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III
    DPR RI
    , Kamis (30/1/2025).
    “Waktu BAP saya tidak pernah mendampingi Dani. Dari awal Dani dibawa ke Polres, Pak, saya tidak pernah mendampingi anak saya, Pak,” ujar Yulida di ruang rapat, Kamis.
    Dengan nada terisak, Yulida menceritakan dirinya dihubungi pihak Polres Tasikmalaya Kota untuk datang.
    Di kantor polisi, ia melihat kondisi sang anak yang dalam keadaan lusuh dan terlihat tertekan.
    “Waktu itu jam 11.00 malam lebih 15 menit, saya ditelepon sama Bu Kanit, Dani udah berantakan, Pak, di sana. Udah kusut banget, Pak, mukanya, kayak habis disiksa,” ucap Yulida.
    Penjelasan itu disampaikan Yulida saat Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengonfirmasi pernyataan pihak Polres Tasikmalaya Kota mengenai proses pemeriksaan anak-anak yang ditangkap.
    Dalam rapat itu, pihak Polres Tasikmalaya Kota membantah pihaknya memeriksa anak di bawah umur tanpa didampingi orang tua.
    Polisi juga menampilkan dokumentasi selama proses pemeriksaan di Mapolres Tasikmalaya Kota.
    “Maksudnya saya, ibunya, orang tua, mendampingi atau tidak gitu. Ada nggak salah satu orang tua atau ibu yang hadir? Mendampingi enggak, Bu?” tanya Habiburokhman.
    Dengan tegas, Yulida menyatakan dirinya sama sekali tak bisa mendampingi sang anak.
    Sesampainya di Polres Tasikmalaya Kota, Yulida hanya diminta menunggu di lobi dan tak bisa berada di samping anaknya.
    “Tidak sama sekali, Pak. Waktu itu saya ditelepon sama Ibu Kanit jam 11.15 WIB, saya langsung ke Polres Tasikmalaya Kota. Saya waktu itu langsung ke ruangan penyidik,” ungkap Yulida.
    “Terus dibilang ini orang tua siapa? Saya jawab Dani Wijayanto. Terus dibilang ya sudah tunggu di lobi di luar,” sambungnya.
    Mendengar jawaban Yulida, Habiburokhman pun meminta operator menayangkan kembali dokumentasi pemeriksaan yang sebelumnya ditunjukkan Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Faruk Rozi.
    “Terus yang foto tadi yang disebut pendampingan itu tolong operator tampilkan lagi. Ada ibu enggak?” tanya Habiburokhman sambil menunjuk salah satu foto.
    “Itu tanggal 3 Desember karena saya tidak hadir, Pak, waktu itu. Pas BAP pertama tanggal 30 November tidak ada saya mendampingi,” sahut Yulida.
    Habiburokhman lantas meminta agar tampilan foto diperbesar untuk memastikan apakah ada sosok anak DW dalam dokumentasi pemeriksaan tersebut.
    “Itu Dani yang sendiri, Pak,” ucap Yulida.
    “Yang kerudungan berarti itu bukan ibu?” tanya Habiburokhman.
    Operator kemudian menampilkan beberapa foto lain yang menampilkan sosok Yulida.
    Habiburokhman pun kemudian meminta Kapolres menjelaskan soal waktu foto tersebut diambil.
    Namun, Kapolres maupun pihak kepolisian yang hadir di ruang rapat tak kunjung menjawab.
    “Itu siapa tuh, tolong Pak Kapolres. Coba tanya ke penyidik di belakang itu, di foto siapa itu yang pakai jilbab?” kata Habiburokhman.
    “Itu bukan pendamping, tapi pas saat tanda tangan jam 09.00 pagi tanggal 1 Desember,” jawab Yulida menimpali pertanyaan Habiburokhman yang tak dijawab kubu polisi.
    “Tanggal 1 Desember jam 09.00 pagi, jadi bukan saat diperiksa ibu di sampingnya?” tanya Habiburokhman kepada Yulida.
    “Bukan, Pak. Itu bukan pas lagi Dani di BAP,” tegas Yulida.
    Habiburokhman pun meminta Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Barat yang hadir di ruang rapat untuk mencatat dan menindaklanjuti.
    “Pak Kabid Propam, minta tolong disimak ini, Pak,” tegas Habiburokhman.
    Yulida pun menambahkan bahwa dirinya baru dipanggil ke ruang penyidik setelah pemeriksaan anaknya rampung pada 1 Desember 2024 pukul 02.00 WIB.
    Saat itu, dirinya langsung diminta membaca hasil pemeriksaan sang anak.
    “Saya enggak mendampingi sama sekali, Pak, terus waktu itu menunggu orang tua yang lainnya datang. Waktu jam 02.00 malam itu saya dipanggil, saya yang pertama dipanggil. Waktu itu sudah selesai BAP-nya, berkasnya tebal, Pak, saya harus baca semua itu, sedangkan di waktu itu saya tidak pernah mendampingi,” tutur Yulida.
    Diberitakan sebelumnya, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, mengadukan dugaan kasus salah tangkap oleh aparat kepolisian ke Komisi III DPR RI, Selasa (21/1/2025).
    Peristiwa tersebut terjadi di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan korban berjumlah empat anak-anak yang dituduh melakukan pengeroyokan.
    “Ini terkait ada kasus salah tangkap, indikasi kuat. Ini dalam kasus pengeroyokan anak-anak,” ujar Rieke di ruang rapat Komisi III DPR RI, Selasa (21/1/2025).
    Sementara itu, Kuasa Hukum anak-anak yang diduga salah tangkap, Nunu Mujahidin, menjelaskan bahwa kasus tersebut bermula dari adanya aksi pengeroyokan pada 17 November 2024.
    Setelah itu, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap 10 orang terduga pelaku pada 30 November 2024.
    Sebanyak empat di antaranya berstatus anak di bawah umur dan ditetapkan sebagai tersangka.
    “Polisi tanpa bukti cukup melakukan penangkapan terhadap anak yang sekarang diproses di pengadilan. Pada saat diperiksa di kepolisian, anak-anak ini tidak didampingi penasihat hukum, maupun orang tua, atau Balai Pemasyarakatan (Bapas),” kata Nunu.
    “Kalau secara aturan, penasihat hukum, orang tua, dan pembimbing dari Balai Pemasyarakatan itu mendampingi pada saat pemeriksaan, ini tidak dilakukan oleh Polres Tasikmalaya Kota,” sambungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Habiburokhman Usir Kuasa Hukum Korban Pembacokan dari Komisi III

    Habiburokhman Usir Kuasa Hukum Korban Pembacokan dari Komisi III

    GELORA.CO -Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengusir Windi Harisandi selaku kuasa hukum Muhamad Taufik yang menjadi korban pembacokan di Kota Tasikmalaya, saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Kamis, 30 Januari 2025.

    Habiburokhman merasa kesal dengan sikap Windi karena tidak mengindahkan perintahnya untuk tidak melakukan interupsi.

    Semula Windi mendadak melakukan interupsi tanpa diberi kesempatan oleh Habiburokhman saat RDPU.

    Habiburokhman kemudian memberikan kesempatan berbicara Windi. Namun Windi menyampaikan unek-uneknya dengan emosional sehingga membuat Habiburokhman kurang nyaman.

    “Saya kuasa hukum korban korban jadi saya ingin meluruskan penyesatan yang terjadi,” kata Windi.

    “Tenang dulu pak saya baru nanya. Jangan ngomong penyesatan-penyesatan gitu lho. Kalau bapak punya versi bilang saja,” kata Habiburokhman.

    Kemudian, Habiburokhman mempersilahkan Windi untuk menjelaskan kronologi peristiwa nahas yang dialami kliennya itu.

    Namun yang terjadi kemudian adalah Windi seringkali melakukan interupsi hingga mengganggu RDPU.

    “Saya yang pimpin pak cukup. Saya mengerti situasinya seperti apa oke. Cukup,” kata Habiburokhman.

    “Bapak kalau enggak berkenan keluar aja pak,” sambungnya.

    Mendengar hal itu, Windi langsung meninggalkan ruang Komisi III.

    “Komisi III tidak memberikan kesempatan yang sama kepada pihak korban. Saya keluar pak, tidak usah diusir,” kata Windi.

  • Komisi III DPR Minta Polres Jaktim Transparan Usut Tewasnya Rahmad Vaisandri

    Komisi III DPR Minta Polres Jaktim Transparan Usut Tewasnya Rahmad Vaisandri

    Jakarta

    Komisi III DPR menggelar audiensi mengenai kasus kematian warga Sumatera Barat (Sumbar), Rahmad Vaisandri (29), diduga mengalami penganiayaan di wilayah Jakarta Timur (Jaktim). Komisi III DPR meminta Polres Metro Jaktim melakukan penyelidikan kasus dengan transparan.

    Audiensi digelar di ruang rapat Komisi III DPR, gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025). Rapat dipimpin Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Hadir dalam rapat itu yakni keluarga korban, Koordinator kuasa hukum keluarga korban dari Sago MGP dan Partner Mukti Ali, dan Anggota DPR dari dapil Sumbar I Andre Rosiade.

    Dalam kesimpulannya, Komisi III DPR meminta Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengevaluasi proses penyelidikan dugaan pembunuhan Rahmat Vaisandri.

    “Komisi III DPR RI meminta Kapolres Metro Jakarta Timur untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan dugaan pembunuhan saudara Rahmat Vaisandri dengan Laporan Polisi No.LP/A/13/X/2024/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEKPASAREBO/POLRESMETROJAKTIM/POLDA METRO JAYA secara transparan dan berkepastian hukum dengan mengedepankan metode saintific crime investigation secara komprehensif serta menindak tegas para pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujar Anggota Komisi III DPR Fraksi NasDem Lola Nelria Oktavia membacakan kesimpulan.

    Komisi Hukum DPR itu juga meminta dilakukannya pengusutan dugaan pelanggaran kode etik anggota Brimob Polri yang diduga menghalangi proses hukum atas kasus kematian Rahmat Vaisandri.

    “Komisi III DPR RI meminta Kabid Propam Polda Metro Jaya dan Kapolres Metro Jakarta Timur untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum Brimob yang diduga menghalangi proses penyelidikan dan penyidikan atas kasus kematian saudara almarhum Rahmat Vaisandri,” kata Lola.

    (fca/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Independensi Dewan Pakar Tutup Celah Calon Titipan

    Independensi Dewan Pakar Tutup Celah Calon Titipan

    Jakarta

    Hoegeng Awards 2025 melibatkan Dewan Pakar dari unsur eksternal Polri untuk memastikan penilaian dilakukan secara objektif dan independen. Proses seleksi yang ketat oleh tim panitia dan Dewan Pakar menutup peluang adanya titipan kandidat penerima penghargaan.

    Penegasan mengenai independensi Dewan Pakar Hoegeng Awards disampaikan oleh Mas Achmad Santosa atau yang akrab disapa Mas Ota. Dia merupakan Dewan Pakar Hoegeng Awards 2024 dan akan kembali menjadi Dewan Pakar Hoegeng Awards 2025.

    Mas Ota menjelaskan para Dewan Pakar yang terlibat di Hoegeng Awards mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Dia menjamin Dewan Pakar bersikap independen dalam menentukan pilihan.

    “Semua disclose kalau misalnya ada konflik kepentingan, tapi saya yakin tidak ada konflik kepentingan. Dan saya jamin bahwa diskusi yang terjadi menunjukkan independensi kita sangat kuat,” kata Mas Ota saat rapat Dewan Pakar Hoegeng Awards pada 2024 lalu.

    Mas Ota mengatakan Dewan Pakar memilih tiga besar kandidat dari daftar pendek sepuluh kandidat di lima kategori Hoegeng Awards 2024. Diskusi berlangsung relatif lama dan dinamis.

    “Di situlah kami diskusi cukup dalam, panjang lebar dan itu biasanya kami membutuhkan informasi lanjutan, data-data tambahan. Nah itu yang kemudian panitia memberikan back-up data tambahan tersebut,” ujar Mas Ota.

    “Yang kedua ini penting, untuk meningkatkan atau memulihkan kepercayaan kepada masyarakat terhadap institusi kepolisian sehingga kalau menurut pendapat saya kejaksaan atau hakim perlu menyelenggarakan acara seperti itu sehingga betul-betul masyarakat akan tahu. Ternyata dalam hiruk pikuk pemberitaan tentang misalnya oknum-oknum dari aparat penegak hukum ternyata ada juga yang hal bisa diteladani, ada yang bisa menimbulkan inspirasi atas kebaikan-kebaikan tersebut,” kata Mas Ota.

    Pernyataan serupa disampaikan Habiburokhman dalam malam puncak Hoegeng Awards 2024 yang berlangsung di The Tribrata, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2024). Habiburokhman menyebut rapat Dewan Pakar Hoegeng Awards sangat berbeda dengan rapat di DPR.

    Habiburokhman menyebut Hoegeng Awards sangat bermanfaat dan didukung sistem yang bagus. Dia menyebut mekanisme di Dewan Pakar Hoegeng Awards 2024 sudah sangat baik dan menutup celah titipan pemenang.

    “Saya pikir, betapa manfaatnya Hoegeng Awards ini, Pak. Karena memang sistemnya sudah bagus sekali. Ini tahun ketiga, mekanisme kerja dewan pakarnya itu luar biasa, Pak, sulit sekali dan akhirnya tidak mungkin juga kita bawa titipan atau kepentingan pihak-pihak tertentu di dewan pakar sehingga hasilnya tentulah benar-benar orang, sosok yang layak mendapatkan Hoegeng Awards ini,” katanya.

    Hoegeng Awards 2025

    Hoegeng Awards kembali hadir di tahun ini dan akan memberikan penghargaan kepada lima kategori polisi teladan yakni ‘Polisi Berdedikasi’, ‘Polisi Inovatif’ dan ‘Polisi Berintegritas’, ‘Polisi Pelindung Perempuan dan Anak’ serta ‘Polisi Tapal Batas dan Pedalaman’. Kelima penerima penghargaan akan diseleksi oleh para Dewan Pakar Hoegeng Awards berdasarkan usulan publik yang masuk.

    Kelima Dewan Pakar Hoegeng Awards 2025 yaitu Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Qotrunnada Wahid, Anggota Kompolnas Gufron Mabruri, Mantan Plt Pimpinan KPK Mas Achmad Santosa, Anggota Komnas HAM Putu Elvina, dan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.

    Kick off penjaringan kandidat penerima Hoegeng Awards 2025 dimulai pada Kamis (23/1) lalu melalui pengusulan via formulir digital. Pembaca detikcom bisa mengusulkan nama polisi yang dinilai patut jadi teladan melalui tautan ini.

    Setelah proses penjaringan selesai, penerima penghargaan Hoegeng Awards 2025 akan diumumkan di acara penganugerahan pada Juli 2025.

    detikcom mengajak Anda pembaca setia dan seluruh masyarakat Indonesia untuk berkontribusi mengawal perbaikan Polri lewat partisipasi di Hoegeng Awards 2025. Usulan polisi teladan dari Anda para pembaca diharapkan menjadi bahan bakar penyemangat personel Polri untuk berbenah diri.

    Ayo usulkan polisi teladan di wilayahmu untuk Hoegeng Awards 2025. Usulkan di sini!

    (knv/hri)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Andre Rosiade Fasilitasi Kasus Tewasnya Rahmad Vaisandri Dibahas di RDP Komisi III

    Andre Rosiade Fasilitasi Kasus Tewasnya Rahmad Vaisandri Dibahas di RDP Komisi III

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade memfasilitasi kasus kematian Rahmad Vaisandri (29), perantau Minang di Jakarta untuk dibahas dalam agenda rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI yang membidangi soal hukum. Hal itu disampaikan Andre setelah memasilitasi pihak kuasa hukum keluarga korban agar dapat beraudiensi langsung dengan Komisi III DPR RI.

    “Alhamdulillah tadi kita sudah berkomunikasi dengan Pak Habiburokhman, Ketua Komisi III. Lalu kami diminta oleh Pak Habib untuk mengantarkan dokumen permohonan audiensi dengan Komisi III,” kata Andre mendampingi kuasa hukum keluarga korban yang dipimpin Mukti Ali seperti dalam keterangan tertulis, Kamis (23/1/2025).

    Andre juga mendampingi kuasa hukum keluarga korban ke Komisi III DPR RI untuk mengantarkan langsung surat permohonan audiensi.

    “Insya Allah, Komisi III akan memfasilitasi tim lawyer yang dipimpin Pak Mukti Ali dan keluarga,” kata ketua DPD Partai Gerindra Sumbar ini.

    Andre menegaskan, jika nanti surat permohonan audiensi itu disetujui oleh Komisi III DPR, selanjutnya akan dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan pihak-pihak yang berkaitan dengan penanganan kasus tersebut di kepolisian.

    “Insya Allah nanti akan dibikinkan RDP, dimana Komisi III akan mengundang Polres Metro Jakarta Timur, Polsek Pasar Rebo, dan juga Polda Metro Jaya,” kata Sekretaris Fraksi Gerindra MPR RI itu.

    “Mohon doanya agar kasus kematian Rahmad Vaisandri bisa kita selesaikan, kita urai dengan seadilnya,” tutur Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI.

    Sementara itu, Koordinator kuasa hukum keluarga korban dari Sago MGP dan Partner, Mukti Ali, mengatakan, permohonan audiensi dengan Komisi III DPR ini disampaikan karena keluarga tidak mendapatkan kejelasan mengenai penanganan kasus kematian Rahmad Vaisandri. Ketidakjelasan itu itu terlihat sejak ditemukannya Rahmad dalam keadaan meninggal dunia setelah sebelumnya dilaporkan hilang kontak dengan keluarga.

    Atas kecurigaan itu, keluarga korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Pasar Rebo.

    “Penanganannya di Polsek Pasar Rebo dengan laporan polisi Nomor: LP/A/13/X/2024/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK PASAR REBO/POLRES METRO JAKTIM/POLDA METRO JAYA tertanggal 24 Oktober 2024,” jelas Mukti.

    Namun Mukti menyayangkan penanganan kasus tersebut. Bahkan, kata dia, kasus ini pun sudah menjadi viral di tengah masyarakat.

    “Kasus ini sudah memasuki dua bulan dan viral serta menjadi perhatian publik,” tuturnya.

    Dia berharap dengan dimohonkannya audiensi terhadap kasus ini di Komisi III DPR, kasus ini dapat diusut tuntas oleh pihak kepolisian.

    “Melalui pengaduan ini kami memohon untuk meminta bantuan kepada Bapak Ketua Komisi III untuk melakukan RDP agar kasus ini diungkap oleh penegak hukum sehingga keluarga mendapatkan keadilan,” kata Mukti.

    (knv/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • ‘Berantakan’ Tangis Ibu Lihat Putranya Ngaku Disiksa Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya

    ‘Berantakan’ Tangis Ibu Lihat Putranya Ngaku Disiksa Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya

    TRIBUNJAKARTA.COM – Tangis Yulida tidak terbendung saat menceritakan tindakan yang diduga dilakukan oknum polisi terhadap anaknya.

    Anaknya berinisial DW kini ditahan atas kasus pengeroyokan yang terjadi di Tasikmalaya pada  17 November 2024.

    Yulida bersama orangtua anak-anak yang ditahan, pengacara, KPAI dan Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengadukan kasus dugaan salah tangkap yang dilakukan aparat kepolisian kepada Komisi III DPR RI pada Selasa (21/1/2025).

    Sehari-hari Yulida bekerja sebagai penjahit. “Saya di sini mencari keadilan. Karena anak saya sudah yakin tidak melakukan. Anak saya sumpah demi Allah tidak melakukan seperti waktu di BAP,” kata Yulida kepada anggota Komisi III DPR RI.

    Yulida mengaku anaknya mengalami penyiksaan. Ia melihat ada bekas luka sundutan rokok di tubuh putranya.

    “Anak saya waktu itu berantakan. Kata anak saya dipukul, ditendang di dalam waktu pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan dianiaya dulu oleh polisi yang menangkapnya,” kata Yulida.

    Saat pemeriksan, kata Yulida, anaknya tidak didampingi penasehat hukum. Ia hanya dihubungi oleh Kanit setelah putranya selesai menjalani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

    Ia pun tidak pernah mendampingi anaknya saat proses BAP.

    “Saya suruh baca enggak kuat membacanya. Mah sumpah demi Allah tidak melakukan seperti itu,” katanya.

    “Saya ditekan, saya dipaksa, saya disiksa, takut,” sambung Yulida menirukan pengakuan anaknya.

    Oleh karena itu, Yulida mengadukan peristiwa itu kepada Komisi III DPR untuk mencari keadilan.

    “Karena anak saya kasihan. Saya memohon mencari keadilan yang seadil-adilnya, anak saya dituduh membacok, mohon bantuan pak,” imbuhnya.

    Orangtua lainnya, Anita menuturkan anaknya bersama teman-teman lainnya sedang berada di rumahnya. 

    Mereka berada di rumah Anita sejak malam hingga pagi hari. 

    “Anak-anak di rumah ga kemana-mana. Dituduh, difitnah, disiksa,” kata Anita, orangtua dari anak R di ruang rapat Komisi III DPR RI.

    Anita menuturkan sang anak sempat curhat dirinya dijambak lalu kepalanya dibenturkan sehingga bibirnya terluka.

    Tak hanya itu, anak Anita juga diludahi wajahnya dan ditampar. “Saya sakit, anak saya enggak bersalah, mohon keadilan. Mungkin dengan kami kesini mendapatkan keadilan. Di sana tidak ada keadilan bagi anak-anak kami. Sudah enggak benar,” katanya.

    Selain itu, Anita mengatakan anak-anak menerima perkataan kasar bila selesai sidang ketika menuju mobil tahanan.

    “Mobil tahanan dipukul, ada kalimat selesaiin di jalan saja, dari situ muncul mental anak hancur. Dikeluarin dari sekolah, karena sesuatu perbuatan yang tidak dilakukan,” imbuhnya.

    Penjelasan Rieke Diah Pitaloka

    Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka menjelaskan kasus dugaan salah tangkap tersebut terjadi di wilayah Tasimalaya, Jawa Barat. 

    Korban berjumlah empat anak yang dituduh melakukan pengeroyokan.

    “Ini terkait ada kasus salah tangkap, indikasi kuat. Ini dalam kasus pengeroyokan anak-anak,” kata Rieke di ruang rapat Komisi III DPR RI, Selasa (21/1/2025). 

    Rieke menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Komisi III DPR RI yang telah memberikan perhatian terhadap kasus tersebut.

    Politikus PDI Pejruangan itu mengungkapkan anak-anak tersebut tidak didampingi saat pemeriksaan. 

    Mereka lalu didampingi pengacara pro bono asal Bandung, Nunu Mujahidin.

    Namun, Nunu tidak mendampingi anak-anak tersebut dari awal.

    “Saya sangat menghargai jika komisi III untuk memberikan dukungan penangguhan penahanan. Saya sudah ajukan saya tidak tahu dibacakan atau tidak,” katanya.

    Sedangkan, Nunu Mujahidin menyampaikan kronologi kasus pengeroyokan tersebut.

    Peristiwa itu terjadi pada 17 November 2024. Kemudian, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap 10 orang terduga pelaku pada 30 November 2024.

    Sebanyak empat di antaranya berstatus anak di bawah umur dan ditetapkan sebagai tersangka

    “Polisi tanpa bukti cukup melakukan penangkapan terhadap anak yang sekarang diproses di pengadilan. Pada saat diperiksa di kepolisian, anak-anak ini tidak didampingi penasihat hukum, maupun orang tua, atau Balai Pemasyarakatan (Bapas),” kata Nunu. 

    “Kalau secara aturan, penasihat hukum, orang tua, dan pembimbing dari Balai Pemasyarakatan itu mendampingi pada saat pemeriksaan, ini tidak dilakukan oleh Polres Tasikmalaya Kota,” sambungnya. 

    Pada 6 Januari 2025, lanjut Nunu, hakim menolak dakwaan terhadap keempat anak tersebut dalam sidang eksepsi. 

    Hakim pun memerintahkan anak-anak tersebut dibebaskan. 

    “Lalu pada hari yang sama, pada 6 Januari, terbit dakwaan yang baru, dengan perkara yang baru, pidana khusus anak, dengan hakim yang sama, jaksa sama. Itu anak-anak ditahan sejak awal, lalu ditahan lagi,” ungkap Nunu. 

    Nunu pun mengeklaim bahwa dalam proses persidangan tidak ada bukti bahwa anak-anak tersebut berada di lokasi kejadian pada pengeroyokan. 

    Kondisi Miris Anak-anak

    Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita mengungkapkan kondisi miris anak-anak tersebut di tahanan.

    KPAI telah melakukan investigasi pada 12-14 Januari 2024. Mereka menemukan sejumlah fakta bahwa anak-anak tersebut tidak ada di TKP pada tanggal tersebut.

    “Anak-anak mengalami kekerasan intimidasi bahkan para ibu mengalami tekanan ketika proses di kepolisian,” kata Dian.

    Dian lalu bercerita mengenai kondisi anak-anak yang ditempatkan di ruang tahanan Polsek Tawang Tasikmalaya.

    Ia menilai ruang tahanan itu tidak layak ditempati anak-anak.

    “Tidak ada cahaya, cahaya dari lampu sejauh tiga meter, anak-anak hanya mengaji tapi bacanya harus di pinggiran pintu sel. Itu salah satu bentuk bahwa tahanan tidak layak untuk anak,” katanya.

    Selain itu, Dian menuturkan anak-anak tersebut akses bertemu dengan orangtua terbatas. Oleh karena itu, Dian menuturkan anak-anak mengalami pelanggaran hak serius dan memerlukan respon cepat pemerintah supaya kasus itu terselesaikan dengan baik.

    “Sehingga anak bisa kembali ke keluarga. Diperlukan pemulihan psikis dan fisik, hak-hak dipulihkan selama dia ditahan unprocedural,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Dian mengungkapkan pihaknya menemui saksi berusia 14 tahun yang mengalami stress hingga menutup diri.

    “Seharian tidur saja, karena  proses pemeriksaan yang berat. Proses penangkapan dia di video live,” katanya.

    Saat mendengar kata polisi, kata Dian, saksi tersebut masuk ke kolong tempat tidur.

    Respon Komisi III DPR

    Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pihaknya berpeluang memanggil jajaran Polres Tasikmalaya Kota untuk meminta penjelasan. 

    “Kalau begini ceritanya, bisa jadi kita harus memanggil Kapolres setempat ya, Tasikmalaya Kota. Enggak apa-apa, kita tetap merespons dan tetap akan ada kesimpulan yang bermanfaat di masa urgen ini,” kata Habiburokhman. 

    Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III DPR RI memang tidak bisa mengintervensi proses persidangan yang sedang bergulir terkait dugaan pengeroyokan itu. 

    Namun, Komisi III DPR memiliki hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan bagi keempat anak yang diduga menjadi korban salah tangkap tersebut.

     “Kita punya hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan dengan cara kita. Apakah itu rekomendasi dari Komisi III, apakah tidak ada penahanan sampai inkrahnya? Nanti kita lihat. Kita dapatkan data dengan akal sehat, hal yang disampaikan dari KPAI dan penasihat hukum jelas itu,” pungkas Habiburokhman. (TribunJakarta.com/Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Rieke Ngadu Dugaan Polisi Salah Tangkap Anak ke DPR, Terkuak Kondisi Miris di Penjara Saat Ngaji

    Rieke Ngadu Dugaan Polisi Salah Tangkap Anak ke DPR, Terkuak Kondisi Miris di Penjara Saat Ngaji

    TRIBUNJAKARTA.COM  – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka mengadu dugaan salah tangkap anak oleh aparat kepolisian ke Komisi III DPR RI pada Selasa (21/1/2025).

    Terkuak kondisi miris anak-anak saat berada di tahanan Polsek Tawang, Tasikmalaya.

    Rieke menjelaskan kasus dugaan salah tangkap tersebut terjadi di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat. 

    Korban berjumlah empat anak yang dituduh melakukan pengeroyokan.

    “Ini terkait ada kasus salah tangkap, indikasi kuat. Ini dalam kasus pengeroyokan anak-anak,” kata Rieke di ruang rapat Komisi III DPR RI, Selasa (21/1/2025). 

    Rieke menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Komisi III DPR RI yang telah memberikan perhatian terhadap kasus tersebut.

    Politikus PDI Pejruangan itu mengungkapkan anak-anak tersebut tidak didampingi saat pemeriksaan. 

    Mereka lalu didampingi pengacara pro bono asal Bandung, Nunu Mujahidin.

    Namun, Nunu tidak mendampingi anak-anak tersebut dari awal.

    “Saya sangat menghargai jika komisi III untuk memberikan dukungan penangguhan penahanan. Saya sudah ajukan saya tidak tahu dibacakan atau tidak,” katanya.

    Sedangkan, Nunu Mujahidin menyampaikan kronologi kasus pengeroyokan tersebut.

    Peristiwa itu terjadi pada 17 November 2024. Kemudian, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap 10 orang terduga pelaku pada 30 November 2024.

    Sebanyak empat di antaranya berstatus anak di bawah umur dan ditetapkan sebagai tersangka

    .Polisi tanpa bukti cukup melakukan penangkapan terhadap anak yang sekarang diproses di pengadilan. Pada saat diperiksa di kepolisian, anak-anak ini tidak didampingi penasihat hukum, maupun orang tua, atau Balai Pemasyarakatan (Bapas),” kata Nunu. 

    “Kalau secara aturan, penasihat hukum, orang tua, dan pembimbing dari Balai Pemasyarakatan itu mendampingi pada saat pemeriksaan, ini tidak dilakukan oleh Polres Tasikmalaya Kota,” sambungnya. 

    Pada 6 Januari 2025, lanjut Nunu, hakim menolak dakwaan terhadap keempat anak tersebut dalam sidang eksepsi. 

    Hakim pun memerintahkan anak-anak tersebut dibebaskan. 

    “Lalu pada hari yang sama, pada 6 Januari, terbit dakwaan yang baru, dengan perkara yang baru, pidana khusus anak, dengan hakim yang sama, jaksa sama. Itu anak-anak ditahan sejak awal, lalu ditahan lagi,” ungkap Nunu. 

    Nunu pun mengeklaim bahwa dalam proses persidangan tidak ada bukti bahwa anak-anak tersebut berada di lokasi kejadian pada pengeroyokan. 

    Kondisi Miris Anak-anak

    Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita mengungkapkan kondisi miris anak-anak tersebut di tahanan.

    KPAI telah melakukan investigasi pada 12-14 Januari 2024. Mereka menemukan sejumlah fakta bahwa anak-anak tersebut tidak ada di TKP pada tanggal tersebut.

    “Anak-anak mengalami kekerasan intimidasi bahkan para ibu mengalami tekanan ketika proses di kepolisian,” kata Dian.

    Dian lalu bercerita mengenai kondisi anak-anak yang ditempatkan di ruang tahanan Polsek Tawang Tasikmalaya.

    Ia menilai ruang tahanan itu tidak layak ditempati anak-anak.

    “Tidak ada cahaya, cahaya dari lampu sejauh tiga meter, anak-anak hanya mengaji tapi bacanya harus di pinggiran pintu sel. Itu salah satu bentuk bahwa tahanan tidak layak untuk anak,” katanya.

    Selain itu, Dian menuturkan anak-anak tersebut akses bertemu dengan orangtua terbatas. Oleh karena itu, Dian menuturkan anak-anak mengalami pelanggaran hak serius dan memerlukan respon cepat pemerintah supaya kasus itu terselesaikan dengan baik.

    “Sehingga anak bisa kembali ke keluarga. Diperlukan pemulihan psikis dan fisik, hak-hak dipulihkan selama dia ditahan unprocedural,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Dian mengungkapkan pihaknya menemui saksi berusia 14 tahun yang mengalami stress hingga menutup diri.

    “Seharian tidur saja, karena  proses pemeriksaan yang berat. Proses penangkapan dia di video live,” katanya.

    Saat mendengar kata polisi, kata Dian, saksi tersebut masuk ke kolong tempat tidur.

    Respon Komisi III

    Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pihaknya berpeluang memanggil jajaran Polres Tasikmalaya Kota untuk meminta penjelasan. 

    “Kalau begini ceritanya, bisa jadi kita harus memanggil Kapolres setempat ya, Tasikmalaya Kota. Enggak apa-apa, kita tetap merespons dan tetap akan ada kesimpulan yang bermanfaat di masa urgen ini,” kata Habiburokhman. 

    Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III DPR RI memang tidak bisa mengintervensi proses persidangan yang sedang bergulir terkait dugaan pengeroyokan itu. 

    Namun, Komisi III DPR memiliki hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan bagi keempat anak yang diduga menjadi korban salah tangkap tersebut.

     “Kita punya hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan dengan cara kita. Apakah itu rekomendasi dari Komisi III, apakah tidak ada penahanan sampai inkrahnya? Nanti kita lihat. Kita dapatkan data dengan akal sehat, hal yang disampaikan dari KPAI dan penasihat hukum jelas itu,” pungkas Habiburokhman. (TribunJakarta.com/Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Komisi III DPR Bakal Panggil Jampidsus Buntut Penghitungan Kerugian Korupsi Timah

    Komisi III DPR Bakal Panggil Jampidsus Buntut Penghitungan Kerugian Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan pihaknya akan memanggil Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), imbas dari perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah sebesar Rp271 triliun.

    Hal ini dia sampaikan kala menerima audiensi dengan Ketua DPD Laskar Pejuang Tempatan Provinsi Bangka Belitung dan Ketua DPD perpat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/1/2025).

    “Kami komisi III akan selalu menyerap aspirasi dari masyarakat, apa yang pak Andi Kusuma sampaikan akan kami lanjutkan dengan rapat Jampidsus di masa sidang akan datang,” tuturnya dalam audiensi.

    Sebelumnya, salah satu Ketua DPD Laskar Pejuang Tempatan Provinsi Bangka Belitung, Yudiyono menilai bahwa perhitungan kerugian negara yang dimaksud merupakan hal yang mengada-ada saja.

    “Kami menilai ada kejanggalan atas perhitungan ini karena nilai Rp271 [triliun] kami bilang ini adalah hitungan yang mengada-ngada, karena ini, ekonomi kita menjadi lemah dan terpuruk,” ujarnya dalam kesempatan yang sama tersebut.

    Dia menilai demikian lantaran menurutnya saat ini masyarakat takut melakukan aktivitas penambangan, termasuk pula bagi perusahaan-perusahaan yang mempunyai legalitas.

    Senada, Ketua DPD perpat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Andi Kusuma menuturkan pihaknya juga memandang perhitungan tentang kerugian negara itu tak masuk akal.

    “Perkara ini menjadi pusat perhatian sosial karena embel-embel kerugian kerusakan lingkungan yang ditaksir sebagai Rp 271 triliun sebagaimana didalihkan oleh Kejaksaan Agung. Kami ingin mengangkat misteri ini karena tidak masuk akal dari perhitungan Bapak Bambang Hero,” urainya.

  • Tidak Pernah Ada Permusuhan Antara Prabowo dan Megawati

    Tidak Pernah Ada Permusuhan Antara Prabowo dan Megawati

    Jakarta

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menepis anggapan bahwa dirinya dan Ketum Gerindra yang juga Presiden RI, Prabowo Subianto, bermusuhan. Gerindra mengamini pernyataan Megawati.

    “Kami menyambut baik pernyataan Ibu Mega tersebut. Memang tidak pernah ada permusuhan antara Pak Prabowo dan Bu Mega,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman lewat pesan Whatsapp kepada detikcom, Minggu (12/1/2025).

    Pemilu 2024 sudah selesai. Bagi Habiburokhman, perbedaan pilihan sudah tidak relevan lagi dibahas-bahas.

    Ia menyerahkan sepenuhnya kepada PDIP apakah ingin bergabung ke pemerintahan Prabowo atau tidak. Namun pada intinya, Habiburokhman selalu mendorong persatuan antar tokoh-tokoh bangsa.

    “Kami menghormati sikap Politik PDIP, apakah akan merapat ke pemerintahan atau seperti apa, itu murni hak konstitusional mereka,” katanya.

    Dalam pidato politiknya di perayaan HUT ke-52 PDIP, Jumat (10/1/2025), Megawati membantah bahwa hubungannya dengan Prabowo tidak baik-baik saja.

    (isa/gbr)