Tag: Habiburokhman

  • Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR akan segera memulai pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Revisi ini merupakan pertama kali yang dilakukan setelah 44 tahun. 

    Untuk diketahui, KUHAP merupakan dasar bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan untuk melaksanakan wewenangnya. Revisi KUHAP ini juga sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru yang akan mulai berlaku pada 2026 atau tahun depan.

    Komisi III DPR RI segera menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama Pemerintah, usai menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan revisi UU tersebut pada Kamis (20/3).

    Pada Senin (25/3/2025), Komisi III DPR menghadirkan dua pakar hukum ternama Indonesia, yaitu Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. Pihaknya optimistis pembahasan revisi KUHAP itu bisa dibahas tanpa waktu yang lama.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR. 

    Habiburokhman menyebut jumlah pasal yang akan dibahas di dalam KUHAP tidak sampai 300 pasal. Jumlah itu lebih sedikit dari pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, yang disebut mencapai sekitar 700 pasal. 

    Pria yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu lalu menilai bahwa tidak banyak pihak yang akan mempertentangkan revisi KUHAP tersebut. 

    “Karena konsennya adalah memperkuat hak-hak orang yang bermasalah dengan hukum. Apakah sebagai tersangka, sebagai saksi, sebagai korban, kita perkuat hak-haknya,” tuturnya. 

    Berikut pasal-pasal yang menjadi sorotan dalam revisi KUHAP 

    1. Tidak Boleh Ada Siaran Langsung Persidangan

    Dalam kesempatan itu, Juniver Girsang mengusulkan agar revisi KUHAP dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan.

    Juniver menyarankan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan.

    “Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar, ini bisa kita baca Ayat 3 ini kan; ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan’,” tuturnya.

    Menurutnya, usulan ini perlu disetujui karena dia menilai ketika setiap orang yang ada di ruang sidang melakukan liputan langsung, dikhawatirkan dapat mempengaruhi keterangan para saksi.

    “Kenapa ini harus kita setujui? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya.

    Akan tetapi, Juniver turut menyebut liputan langsung sebenarnya masih bisa dilakukan apabila telah mendapatkan izin dari hakim pengadilan. 

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” pungkasnya.

    2. Kejaksaan tetap berhak ikut penyidikan tindak pidana korupsi 

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” kata Habiburokhman saat konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Hal itu disampaikannya merespons informasi yang beredar di publik terkait Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor.

    “Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Untuk itu, dia meluruskan bahwa kabar yang menyebut jaksa tak lagi memiliki wewenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP tidaklah benar.

    “Tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor karena naskah yang asli yang sudah kami kirimkan kemarin sudah jelas-jelas, di contoh juga kami sebutkan seperti adalah penyidik kejaksaan di bidang tipikor dan HAM berat,” tuturnya.

    Menurut dia, pengaturan soal kewenangan institusi tidak ikut diatur dalam RUU KUHAP, termasuk kejaksaan.

    “Memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” kata dia.

    Komisi III DPR RI RDPU menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana dengan Juniver Girsang, Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025)/BISNIS-Annisa Nurul Amara

    3. Kasus penghinaan Presiden 

    Kasus penghinaan terhadap presiden penting untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice/RJ) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Seluruh fraksi juga sepakat bahwa pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice,” kata Habiburokhman. 

    Hal itu disampaikannya di akhir rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP.

    Dia menyebut kebijakan keadilan restoratif penting diterapkan dalam pasal penghinaan terhadap presiden sebab pasal tersebut dapat menimbulkan multitafsir atau multiinterpretasi.

    “Faktanya bahwa justru pasal tersebut, pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorasi justice karena itu adalah pasal terkait ujaran, orang bicara A, bisa jadi tafsirkan B, C, dan E karena itu cara menyelesaikannya adalah dengan mekanisme dialog restorative justice,” ujarnya.

    Untuk itu, dia mengatakan pihaknya memandang penting diterapkannya keadilan restoratif atas pasal tersebut agar masyarakat tidak mudah dijerat hukuman penjara atas lontarannya yang dianggap menghina presiden.

    4. KPK Tak Ikuti Revisi KUHAP soal Penyadapan 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal tetap merujuk pada Undang-Undang (UU) No.19/2019 terkait dengan wewenang penyadapan kendati draf revisi KUHAP memuat aturan berbeda.

    Untuk diketahui, draf revisi KUHAP yang akan dibahas oleh DPR mengatur sederet kebijakan soal penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH).

    Berdasarkan draf revisi KUHAP yang dilihat Bisnis, wewenang penyadapan oleh penegak hukum diatur dalam pasal 124 hingga 129. Pada pasal 124 ayat (1), KUHAP mengatur bahwa penyidik, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan. 

    Kemudian, pada ayat (2), penyadapan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). 

    Sementara itu, pada UU No.19/2019 tentang KPK, pasal 12 mengatur bahwa KPK berwenang melakukan penyadapan dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. 

    Aturan itu berbeda dengan UU No.19/2019 tentang KPK yang selama ini menjadi rujukan bagi lembaga antirasuah menangani kasus-kasus korupsi. Misalnya, draf revisi KUHAP yang akan dibahas itu salah satunya mengatur penyadapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan.

    Sementara itu, UU KPK mengatur bahwa penyadapan dapat dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan. 

    Menanggapi perbedaan tersebut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk secara khusus sebagaimana diatur dalam pasal 43 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    “Dalam melaksanakan tugasnya KPK diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU No.19 Tahun 2019,” ujar Johanis kepada wartawan, Senin (24/3/2025).

    Johanis menyebut penyadapan yang diatur dalam KUHAP lebih bersifat umum karena dapat digunakan untuk penanganan kasus pidana lain, di luar pidana korupsi. 

    “Dengan demikian berdasarkan asas ‘lex spesialis derogat legi generalis’ KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU No.19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP,” terang pimpinan KPK dua periode itu.

  • Peradi Apresiasi DPR yang Setujui Hak Imunitas Advokat dalam RUU KUHAP

    Peradi Apresiasi DPR yang Setujui Hak Imunitas Advokat dalam RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang, mengapresiasi Komisi III DPR yang menyetujui usulan hak imunitas advokat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurut Juniver, keputusan ini menjadi kabar baik bagi advokat karena mereka tidak dapat dituntut, baik di dalam maupun di luar pengadilan, saat menjalankan tugasnya membela klien.

    “Kami sangat mengapresiasi Komisi III DPR yang menerima usulan Peradi SAI. Advokat kini memiliki hak imunitas dan tidak dapat dituntut di dalam maupun di luar pengadilan,” ujar Juniver seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Meski demikian, Juniver menegaskan hak imunitas ini hanya berlaku jika advokat menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan ini memberikan kepastian hukum bagi advokat serta melindungi mereka dari kriminalisasi saat membela hak-hak masyarakat dalam mencari keadilan.

    “Ini langkah maju yang memastikan advokat tidak lagi khawatir akan kriminalisasi. Kami ucapkan selamat kepada seluruh advokat yang selama ini memperjuangkan hak imunitas ini,” jelas Juniver.

    Juniver juga menyambut baik langkah DPR yang memperbarui KUHAP lama, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, dengan RUU KUHAP yang lebih progresif. Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah advokat kini dapat mendampingi saksi sepanjang proses hukum, mulai dari penyidikan hingga pengadilan.

    “Sebelumnya, advokat hanya dapat mendampingi tersangka. Namun, dengan RUU KUHAP yang baru, advokat wajib mendampingi saksi sejak tahap awal penyidikan,” kata Juniver.

    Lebih lanjut, Komisi III DPR memberikan kesempatan kepada Peradi SAI dan organisasi advokat lainnya untuk menyampaikan masukan guna memperkuat RUU KUHAP sebelum disahkan.

    “Kami akan terus memberikan masukan agar RUU KUHAP semakin baik dan bisa berlaku efektif tahun depan,” tambah Juniver.

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan RUU KUHAP akan memperkuat peran advokat dalam sistem peradilan pidana. Selain mendampingi tersangka, advokat kini juga dapat mendampingi saksi dan korban.

    “Dalam KUHAP lama, advokat hanya mendampingi tersangka. Sekarang, advokat juga bisa mendampingi saksi dan korban,” ujar Habiburokhman.

    Ia mencontohkan kasus mahasiswa yang diperiksa karena bentrokan dalam demonstrasi. Di bawah KUHAP lama, mahasiswa yang diperiksa sebagai saksi belum dapat didampingi advokat. Namun, dalam RUU KUHAP, advokat wajib mendampingi saksi sejak awal pemeriksaan.

    “Kalau dahulu, saksi tidak bisa didampingi advokat hingga statusnya ditetapkan sebagai tersangka. Sekarang, saksi pun wajib didampingi advokat untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih baik,” jelasnya.

    Selain itu, RUU KUHAP juga memberikan hak kepada advokat untuk mengajukan keberatan jika ada intimidasi terhadap saksi atau tersangka dalam proses pemeriksaan.

    “Advokat tidak hanya mencatat dan mendengarkan pemeriksaan, tetapi juga dapat menyampaikan keberatan jika ada intimidasi,” tegas Habiburokhman terkait RUU KUHAP.

  • RUU KUHAP, CCTV Wajib Ada di Tempat Pemeriksaan dan Penahanan

    RUU KUHAP, CCTV Wajib Ada di Tempat Pemeriksaan dan Penahanan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memastikan, rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan mengatur secara ketat penggunaan kamera pengawas atau CCTV di setiap tempat pemeriksaan dan penahanan.

    Hal ini dianggap penting untuk mencegah terjadinya intimidasi dan kekerasan terhadap saksi atau tersangka oleh penyidik.

    “Salah satu poin utama dalam RUU KUHAP adalah mengatur setiap tempat pemeriksaan dan penahanan, termasuk ruang tahanan, harus dilengkapi dengan kamera pengawas,” ujar Habiburokhman kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman menambahkan, pihaknya sering menerima keluhan terkait aksi kekerasan yang terjadi saat pemeriksaan atau penahanan.

    Bahkan, beberapa waktu lalu, ada kasus seorang tahanan yang meninggal akibat penganiayaan oleh oknum polisi di Palu. Beruntung, kasus tersebut dapat terungkap berkat adanya rekaman dari kamera CCTV.

    “Kasus di Palu itu terungkap karena adanya kamera pengawas. Setelah kita melakukan RDPU, Karo Propam memeriksa video rekaman, dan ternyata terlihat ada penganiayaan terhadap tahanan,” katanya lagi.

    Oleh karena itu, pihaknya akan mengatur dalam RUU KUHAP agar setiap polda dilengkapi dengan CCTV. Ia menegaskan, harga kamera pengawas kini relatif murah dan dapat dibeli dengan anggaran yang cukup.

    “Kami ingin semua polda memiliki CCTV seperti yang ada di Palu. Saat ini, harga kamera pengawas sudah terjangkau, dan kami akan mendukung pengadaannya dengan anggaran dari APBN,” tambahnya.

    Dalam draf revisi RUU KUHAP, pengaturan soal penggunaan CCTV tercantum dalam Pasal 31, yang mengatur bahwa:

    (2) Pemeriksaan dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama proses pemeriksaan berlangsung.

    (3) Rekaman dari kamera pengawas hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan dan harus berada dalam penguasaan penyidik.

    Pasal selanjutnya menjelaskan rekaman dari CCTV dapat digunakan untuk kepentingan tersangka, terdakwa, atau penuntut umum dalam proses sidang pengadilan atas permintaan hakim. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terkait RUU KUHAP.

  • DPR Setuju RUU KUHAP Atur Hak Imunitas Advokat

    DPR Setuju RUU KUHAP Atur Hak Imunitas Advokat

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR menyetujui usulan terkait hak imunitas advokat atau tidak dapat dituntut ketika sedang membela kliennya secara patut dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diatur dalam RUU KUHAP. 

    “Saya pikir kita semua sepakat nih kalau ketentuan ini. Bisa disepakati enggak kawan-kawan? Sepakat ya? Langsung bungkus. Jadi kemungkinan enggak akan berubah di pembahasan, kita langsung ikat di situ,” ujar Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat memimpin rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah LSM hukum, organisasi advokat, dan pakar hukum di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman memberikan persetujuan setelah mendengarkan pemaparan salah satu advokat senior Juniver Girsang. Dia merujuk pada Pasal 140 draf RUU KUHAP yang mengatur soal advokat.

    Bunyi Pasal 140 revisi KUHAP, yaitu advokat menjalankan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan mendampingi orang yang menjalani proses peradilan pidana baik dalam pemeriksaan maupun di luar pemeriksaan sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

    Berkaitan dengan ketentuan tersebut, Juniver mendorong agar dalam RUU KUHAP ada penegasan advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik, untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun luar pengadilan.

    “Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” tandas Juniver.

    Juniver mengaku hak imunitas advokat dalam membela klien sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Advokat. Hanya saja, kata dia, saat ini masih banyak advokat yang harus menjalani proses hukum karena dituntut dan diminta pertanggungjawaban pada saat melakukan pembelaan profesi.

    “Kita sedang menangani ada lima advokat (yang) dimainkan, bahasanya, nanti kan tidak enak, ada kepentingannya advokatnya yang dipojokan supaya berkasnya tidak jalan, diproses,” pungkas Juniver dalam RDPU membahas RUU KUHAP.

  • Komisi III DPR Pastikan Bahas Revisi UU Polri secara Terbuka – Halaman all

    Komisi III DPR Pastikan Bahas Revisi UU Polri secara Terbuka – Halaman all

    Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, memastikan pihaknya akan membahas revisi UU Polri secara terbuka.

    Tayang: Senin, 24 Maret 2025 23:34 WIB

    Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra

    HINCA PANJAITAN – Ketua Majelis Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan (kiri) dan Waketum DPP Partai Gerindra Habiburokhman (kanan) saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, memastikan pihaknya akan membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri secara terbuka.

    Namun, Hinca menyebut saat ini Komisi III DPR belum membahas revisi UU Polri. Pihaknya tengah fokus membahas revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Setahu saya sampai hari ini di Komisi III belum ada (bahas revisi UU Polri), masih kita fokus di KUHAP,” kata Hinca di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Hinca memastikan pembahasan revisi UU Polri akan dilakukan secara terbuka kalaupun ditugaskan ke Komisi III DPR.

    Dia mencotohkan pembahasan KUHAP yang sedang berlangsung di Komisi III DPR. Dia mengklaim bahwa pembahasannya dilakukan secara terbuka dan mengundang banyak pihak.

    “Percayalah kalau RUU Polri itu juga masuk di kami, kami akan lakukan hal yang sama,” ungkap Hinca.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa pihaknya belum menerima surat presiden (Surpres) terkait revisi UU Polri.

    “Belum ada (Surpres RUU Polri),” kata Adies di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi III DPR RI membantah jika kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Sebagai informasi, mulanya beredar draf RUU KUHAP dalam Pasal 6 yang menyebutkan jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat. Dalam draf beredar itu, jaksa sudah tidak lagi menjadi penyidik tipikor.

    “Perlu luruskan, kami perlu luruskan bahwa tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.

    Waketum Gerindra itu mengatakan, memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku.

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” ujarnya.

    Sebagai informasi, kewenangan jaksa dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi sorotan. Dalam RUU tersebut tertulis jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

    Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik. Pasal tersebut menjelaskan kategori penyidik, berikut bunyinya:

    Pasal 6

    (1) Penyidik terdiri atas:
    a. Penyidik Polri;
    b. PPNS; dan
    c. Penyidik Tertentu.

    (2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

    (3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 3 Polisi Tewas Lampung Ditembak, Komisi III DPR Desak Polisi Segera Tetapkan Tersangka

    3 Polisi Tewas Lampung Ditembak, Komisi III DPR Desak Polisi Segera Tetapkan Tersangka

    loading…

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus penembakan 3 anggota polisi saat menggerebek judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung. FOTO/ACHMAD AL FIQRI

    JAKARTA Komisi III DPR mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus penembakan 3 anggota polisi saat menggerebek judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung. Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai, aparat bisa mudah mengungkap pelaku penembakan. Apalagi, kata dia, ada banyak saksi yang sangat mungkin mengetahui peristiwa itu.

    “Ini sederhana kok, pasti banyak saksi kok, begitu gitu lho. Kita mendorong semua pihak yang terlibat dalam joint investigation segera tentukan tersangkanya,” kata Habiburokhman di Gedung DPR, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman mempertanyakan hati nurani para aparat penegak hukum. “Hati nurani kita di mana sih, ada orang mati belum ada tersangka sudah berapa hari gitu lho, ya,” katanya.

    Menurutnya, pengungkapan kasus pembunuhan tersebut dinilai penting karena berkaitan dengan persoalan kemanusiaan. Di samping itu, ia menilai, sudah ada prajurit TNI yang sudah mengaku sebagai pelaku penembakan. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pemeriksaan terduga pelaku tersebut.

    “Ada keluarga korban yang menunggu kepastian, siapa Tersangkanya harus jelas gitu lho. Kan sudah ada yang ngaku tuh, oknum TNI, nah seperti apa pengakuannya, jangan berlarut-larut,” kata Habiburokhman.

    Sekadar informasi, Kopka B dan Peltu L, dua oknum TNI yang diduga melakukan penembakan terhadap 3 anggota Polsek Negara Batin, Kabupaten Way Kanan masih menjalani pemeriksaan di Mako Denpom II/3 Lampung. Keduanya mengaku membawa senjata api dan melakukan penembakan terhadap tiga anggota Polri di Way Kanan, Lampung.

    Hal tersebut disampaikan Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika dalam pers rilis di Mapolda Lampung, Rabu (19/3/2025). “Hasil joint investigasi, Pomdam juga sudah menyampaikan terdapat 2 oknum TNI yang sudah menyerahkan diri, dan keduanya berdasarkan pengakuannya berada di tempat kejadian perkara (TKP). Ini sesuai dengan keterangan saksi-saksi,” ujar Kapolda.

    “Kemudian, mereka juga mengakui melakukan penembakan serta membawa senpi jenis rakitan. Namun, ini yang masih akan kita dalami, karena semua fakta peristiwa harus didukung dengan alat bukti,” sambungnya.

    (abd)

  • Advokat Tak Dapat Dituntut Perdata-Pidana dalam Pembelaan Klien

    Advokat Tak Dapat Dituntut Perdata-Pidana dalam Pembelaan Klien

    Jakarta

    Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang, mengusulkan pengacara atau advokat tidak dapat dituntut pidana dan perdata saat membela klien. Komisi III DPR RI menyetujui usulan tersebut.

    Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR dengan agenda menerima masukan RUU KUHAP di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025). Mulanya, Juniver menilai perlu adanya penambahan ayat baru dalam Pasal 140 RUU KUHAP.

    “Harus dicantumkan juga sewaktu kita menjalankan profesi itu, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun secara pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun luar pengadilan. Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” kata Juniver.

    Dalam kesimpulan rapat, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan usulan Juniver tersebut disetujui. Habiburokhman mengatakan advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata saat menjalankan tugas profesinya dalam RUU KUHAP.

    “Pasal 140 RUU KUHAP masukan dari Peradi SAI diterima (disetujui oleh seluruh fraksi di RDPU) Pasal 140 ditambahkan satu ayat: Pasal 140 ayat (2): Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan,” kata Habiburokhman membacakan kesimpulan rapat.

    “Penjelasan: Yang dimaksud dengan ‘iktikad baik’ adalah sikap dan perilaku profesional yang ditunjukkan oleh advokat dalam menjalankan tugas pembelaan dan pendampingan hukum dengan kejujuran, integritas yang dinilai berdasarkan kode etik profesi Advokat,” sambung dia.

    “Kami sangat apresiasi usulan dari Peradi SAI diterima oleh Komisi III, yaitu advokat itu punya hak imunitas, tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” kata Juniver.

    Juniver mengatakan hak imunitas tersebut berlaku sepanjang advokat menjalankan profesinya sesuai dengan etika dan ketentuan perundang-undangan. Dia mengatakan hak imunitas tersebut membuat advokat tidak lagi merasa cemas saat membela klien.

    (amw/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Draf Revisi KUHAP: DPR Dorong Pasal Penghinaan Presiden Selesai Lewat Restorative Justice

    Draf Revisi KUHAP: DPR Dorong Pasal Penghinaan Presiden Selesai Lewat Restorative Justice

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi III Habiburokhman menekankan dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur tindak pidana terhadap penghina martabat presiden dapat diselesaikan melalui restorative justice (RJ).

    Hal ini dia sampaikan kala meluruskan isu kekeliruan soal KUHAP baru yang menyebut kasus penghinaan presiden tidak bisa diselesaikan dengan RJ. Padahal, di Pasal 77 draf KUHAP yang benar memang menegaskan penyelesaian kasus penghinaan presiden bisa melalui RJ.

    “Kami semua anggota Komisi III lewat para kapoksinya sudah sepakat bahwa tidak benar pengaturan tersebut, yang benar adalah justru pasal penghinaan presiden memang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice. Jadi di pasal 77 itu rumusannya diubah, yang benar adalah tidak ada pengecualian terhadap pasal penghinaan presiden di KUHP,” katanya saat konferensi pers, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

    Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Gerindra ini menyebut bahwa pasal penghinaan presiden ini merupakan bagian dari tindak pidana yang berkaitan dengan ujaran.

    Kata Habiburokhman, ujaran yang disampaikan semisal dengan spontan dan lisan tentunya bisa memunculkan multi interpretasi. Contohnya, saat seseorang berbicara mengenai A, bisa diartikan B oleh orang lain.

    Maka itu, dia memandang akan bahaya bila pengartian itu dianggap sebagai pelanggaran hukum penghinaan presiden. Sebab itu, Habiburokhman menyampaikan penyelesaiannya harus bida ditempuh dengan mekanisme RJ.

    “Jadi bahkan kita nanti kalau bisa kita dorong, pasal seperti itu tidak bisa langsung ke penegakan hukum, bahkan kita bisa lebih progresif lagi, harus melalui, jadi bukan hanya pilihan ya, bukan hanya bisa, tetapi harus melalui RJ. Harus dicoba nih yang RJ-nya ini harus dilalui dahulu tahapan RJ-nya,” urai legislator Gerindra ini.

    Sebagai informasi, Komisi III DPR menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang.  

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya optimistis pembahasan revisi KUHAP itu bisa dibahas tanpa waktu yang lama. 

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

  • Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas

    Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas

    Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi III
    DPR RI
    meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perjudian
    sabung ayam
    di
    Way Kanan
    , Lampung.
    Munculnya dugaan soal adanya anggota polisi yang membekingi bahkan menerima setoran dari oknum TNI, yang diduga menjadi mengelola sabung ayam tersebut, juga harus dapat terungkap.
    “Semua pelanggaran hukum harus diselesaikan dan diusut tuntas, termasuk soal sabung ayam siapa yang melakukan, siapa yang membekingi, siapa yang menerima aliran dan sebagainya,” ujar Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (24/3/2025).
    Meski begitu, Habiburokhman mengingatkan penegak hukum untuk tetap mengutamakan pengusutan kasus pembunuhan 3 polisi, saat hendak menindak sabung ayam tersebut.
    “Tapi, yang paling penting dan paling prioritas sekarang adalah mengungkap kasus pembunuhannya. Siapa yang melakukan, tersangkanya harus jelas, harus segera diekspos,” kata Habiburokhman.
    Menurut Habiburokhman, pengungkapan kasus pembunuhan tersebut dinilai penting, karena berkaitan dengan persoalan kemanusiaan.
    Di samping itu, lanjut Habiburokhman, sudah ada prajurit TNI yang sudah mengaku sebagai pelaku penembakan. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pemeriksaan terduga pelaku tersebut.
    “Ada keluarga korban yang menunggu kepastian, siapa tersangkanya harus jelas gitu lho. Kan sudah ada yang ngaku tuh, oknum TNI, nah seperti apa pengakuannya, jangan berlarut-larut,” kata Habiburokhman.
    Diberitakan sebelumnya, lima hari setelah peristiwa penembakan tiga anggota polisi di Kabupaten Way Kanan, Lampung, dua oknum TNI yang diduga terlibat masih berstatus sebagai saksi.
    Kedua oknum tersebut adalah Pembantu Letnan Satu (Peltu) L dan Kopral Kepala (Kopka) B.
    Keduanya diduga terlibat dalam insiden penembakan yang terjadi pada Senin (17/3/2025) sore.
    Komandan Korem 043 Garuda Hitam, Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Rikas Hidayatullah, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini status kedua oknum masih sebagai saksi.
    “Masih saksi,” katanya singkat saat dihubungi, Sabtu (22/3/2025).
    Saat ditanya mengenai alasan status belum ditingkatkan, Rikas menyebut penyidik masih melakukan proses pemeriksaan.
    “Info dari penyidik untuk melengkapi bukti,” kata dia.
    Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) II Sriwijaya, Kolonel Eko Siregar, belum memberikan respons terkait pertanyaan mengenai perkembangan penyelidikan kasus ini.
    Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menemukan sejumlah temuan penting saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi.
    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, mengungkapkan bahwa pelaku penembakan dipastikan bukan berasal dari kalangan sipil.
    Menurut Anam, luka tembak yang mengenai kepala dan dada korban secara spesifik menunjukkan bahwa pelaku memiliki keahlian, yang menurutnya tidak mungkin dimiliki warga sipil biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.