Tag: Habiburokhman

  • ​RKUHAP Resmi Disahkan, Ini 14 Substansi Perubahan Utama

    ​RKUHAP Resmi Disahkan, Ini 14 Substansi Perubahan Utama

    Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam Rapat Paripurna, Senin, 18 November 2025. 

    Pengesahan ini menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem peradilan pidana Indonesia setelah lebih dari 40 tahun KUHAP lama diberlakukan.

    RKUHAP menghadirkan 14 substansi perubahan utama yang disusun untuk memperkuat hak warga negara, meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum, serta menyesuaikan proses hukum dengan perkembangan zaman dan teknologi. RKUHAP ini nantinya akan mulai berlaku serentak bersama KUHP baru pada 2 Januari 2026.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa penyusunan RKUHAP dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak pihak.

    “KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi meaning participation atau partisipasi yang bermakna. Sejak februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” katanya.

    Ia juga menjelaskan perbedaan mendasar antara KUHAP lama dan KUHAP baru.

    “Ada sedikit perbandingan antara KUHAP lama dan KUHAP baru. KUHAP lama pada intinya adalah undang-undang yg mengatur interaksi antara negara yang diwakili aparat penegak hukum dengan warga negara yang merupakan orang yang bermasalah dengan hukum,” ungkapnya.

    “Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful aparat penegak hukum terlalu powerful, kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara.”
     

    Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM RI Supratman Andi Atgas menegaskan bahwa proses penyusunan RKUHAP tidak dilakukan secara tertutup.

    “Prosesnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, akademisi, praktisi hukum, aparat penegak hukum, organisasi profesi, lembaga bantuan hukum, masyarakat sipil, dan kelompok rentan. Masukan dari publik diserap melalui rapat kerja, uji publik, dan konsultasi nasional agar rumusan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta perkembangan hukum dan teknologi masa kini,” ujarnya.

    14 Substansi Perubahan Utama RKUHAP

    Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
    Penyelarasan nilai hukum acara pidana dengan KUHP baru yang mengedepankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
    Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antar-aparat penegak hukum.
    Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi.
    Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
    Penguatan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
    Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
    Perlindungan khusus bagi kelompok rentan.
    Penguatan perlindungan penyandang disabilitas di seluruh tahap pemeriksaan.
    Perbaikan pengaturan upaya paksa berdasarkan asas due process of law.
    Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
    Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
    Penguatan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban.
    Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

    (Sheva Asyraful Fali)

    Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam Rapat Paripurna, Senin, 18 November 2025. 
     
    Pengesahan ini menjadi tonggak penting dalam reformasi sistem peradilan pidana Indonesia setelah lebih dari 40 tahun KUHAP lama diberlakukan.
     
    RKUHAP menghadirkan 14 substansi perubahan utama yang disusun untuk memperkuat hak warga negara, meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum, serta menyesuaikan proses hukum dengan perkembangan zaman dan teknologi. RKUHAP ini nantinya akan mulai berlaku serentak bersama KUHP baru pada 2 Januari 2026.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa penyusunan RKUHAP dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak pihak.
     
    “KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi meaning participation atau partisipasi yang bermakna. Sejak februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” katanya.
     
    Ia juga menjelaskan perbedaan mendasar antara KUHAP lama dan KUHAP baru.
     
    “Ada sedikit perbandingan antara KUHAP lama dan KUHAP baru. KUHAP lama pada intinya adalah undang-undang yg mengatur interaksi antara negara yang diwakili aparat penegak hukum dengan warga negara yang merupakan orang yang bermasalah dengan hukum,” ungkapnya.
     
    “Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful aparat penegak hukum terlalu powerful, kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara.”
     

     
    Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM RI Supratman Andi Atgas menegaskan bahwa proses penyusunan RKUHAP tidak dilakukan secara tertutup.
     
    “Prosesnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, akademisi, praktisi hukum, aparat penegak hukum, organisasi profesi, lembaga bantuan hukum, masyarakat sipil, dan kelompok rentan. Masukan dari publik diserap melalui rapat kerja, uji publik, dan konsultasi nasional agar rumusan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta perkembangan hukum dan teknologi masa kini,” ujarnya.
     
    14 Substansi Perubahan Utama RKUHAP

    Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
    Penyelarasan nilai hukum acara pidana dengan KUHP baru yang mengedepankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
    Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antar-aparat penegak hukum.
    Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi.
    Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
    Penguatan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
    Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
    Perlindungan khusus bagi kelompok rentan.
    Penguatan perlindungan penyandang disabilitas di seluruh tahap pemeriksaan.
    Perbaikan pengaturan upaya paksa berdasarkan asas due process of law.
    Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
    Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
    Penguatan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban.
    Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

    (Sheva Asyraful Fali)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Komisi III Sebut Banyak Penjelasan Tak Tepat soal KUHAP Baru, Apa Saja?

    Komisi III Sebut Banyak Penjelasan Tak Tepat soal KUHAP Baru, Apa Saja?

    Komisi III Sebut Banyak Penjelasan Tak Tepat soal KUHAP Baru, Apa Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengeklaim sejumlah informasi yang beredar di publik terkait pasal-pasal kontroversial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru adalah penjelasan yang tidak tepat.
    Hal tersebut dia sampaikan dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/11/2025), setelah mendapat informasi mengenai catatan-catatan dari kelompok masyarakat sipil setelah
    KUHAP baru
    disahkan, Selasa (17/11/2025) kemarin.
    “Sekali ya teman-teman hadir ke sini, dalam rangka kami menyampaikan klarifikasi atas lagi-lagi ini berita bohong ya. Atau sebenarnya bukan berita bohong lah, ini berita yang tidak pas, yang tidak tepat, tidak benar ya. Tapi beredar sangat masif di media massa,” ujar Habiburokhman di Gedung DPR RI.
    “Makanya kami secara khusus untuk menyampaikan klarifikasi ini melalui bantuan teman-teman awak media di DPR,” sambungnya.
    Habiburokhman kemudian membeberkan sejumlah poin yang dinilai keliru terkait pasal-pasal tertentu dalam RKUHAP.
    Berikut rangkumannya:
    Menurut Habiburokhman, penjelasan yang menyebut Pasal 5 mengizinkan penyelidik melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan dalam tahap penyelidikan walaupun pidana belum terkonfirmasi adalah tidak benar.
    “Pernyataan tersebut tidak benar, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam pasal 5 dilakukan bukan dalam tahap penyelidikan, namun dalam tahap penyidikan,” kata dia.
    Habiburokhman menjelaskan, tindakan itu memang bisa dilakukan oleh penyelidik, tetapi tetap atas perintah penyidik, dan mekanismenya sangat ketat.
    “Memang yang bisa menangkap itu penyelidik boleh menangkap, tapi bukan dalam tahapan penyelidikan, tahapan penyidikan. Dan itu atas perintah dari penyidik,” ujarnya.
    Habiburokhman menegaskan, pengaturan tersebut dibuat untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyidik, dan syarat upaya paksa dalam KUHAP baru justru lebih ketat dibandingkan aturan lama.
    Polemik lain muncul terkait Pasal 16 yang disebut membuka peluang penggunaan metode
    undercover

    buying
    dan
    control delivery
    untuk semua tindak pidana.
    Habiburokhman menolak tegas pandangan tersebut.
    “Ini kan berarti kan koalisi pemalas, dia enggak liat
    live streaming
    kita debat khusus soal ini. Ini koalisi pemalas, tidak benar, karena sudah dilimitasi di bagian penjelasan,” katanya.
    Dia menjelaskan, teknik penyamaran tersebut hanya berlaku untuk investigasi khusus yang diatur UU, misalnya narkotika dan psikotropika, sebagaimana tertuang dalam bagian penjelasan pasal.
    “Pasal 16 enggak ada bahwa penyamaran untuk semua tindak pidana. Itu hanya untuk narkoba dan psikotropika,” ujarnya.
    Tudingan bahwa KUHAP baru membuka ruang penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran tanpa izin hakim dinilai tidak berdasar.
    “Hal tersebut tidak benar ya karena upaya paksa diatur secara ketat dengan izin hakim dan dengan syarat tertentu yang jauh lebih ketat daripada KUHAP lama,” kata Habiburokhman.
    Dia pun merinci beberapa ketentuan, yakni Penggeledahan harus dengan izin ketua pengadilan di Pasal 113, Penyitaan harus dengan izin ketua pengadilan di Pasal 119, dan Pemblokiran rekening harus dengan izin ketua pengadilan di Pasal 140.
    Untuk keadaan mendesak seperti tertangkap tangan atau lokasi geografis yang sulit, tindakan boleh dilakukan terlebih dahulu, tetapi wajib mendapat persetujuan hakim dalam 2×24 jam.
    Menurut Habiburokhman, pengaturan KUHAP baru “jauh lebih baik daripada KUHAP lama”.
    Kelompok masyarakat sipil juga menilai ketentuan restorative justice (RJ) di KUHAP baru berpotensi menjadi ruang pemerasan hingga intimidasi sejak tahap penyelidikan.
    Habiburokhman membantah pernyataan itu.
    “Ini jelas klaim yang tidak benar, karena mekanisme keadilan restoratif dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan,” ujarnya.
    Dia menegaskan bahwa KUHAP baru memberikan batasan ketat terkait RJ.
    “Harus dilakukan tanpa adanya paksaan, intimidasi, tekanan, tipu daya, ancaman kekerasan, kekerasan, penyiksaan dan tindakan yang merendahkan kemanusiaan. Ini diatur di pasal 81,” ucap Habiburokhman.
    Menurutnya, RJ tidak mungkin menjadi alat memaksa karena seluruh proses diawasi dan pada akhirnya memerlukan penetapan pengadilan.
    Habiburokhman menjawab kritik bahwa pasal 7 dan 8 menempatkan seluruh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di bawah koordinasi Polri sehingga kepolisian disebut menjadi lembaga super power.
    Habiburokhman menilai pandangan tersebut tidak memahami landasan konstitusional.
    “Yang mengatur bahwa yang diatur di pasal 30 ayat 4 penegak hukum itu hanya Polri sebetulnya ya. Jadi kalau ada dinamika, ada penyidik tertentu di luar institusi kepolisian, tentu sangat wajar kalau harus berkoordinasi,” katanya.
    Dia menambahkan, ketentuan tersebut juga merupakan konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi, antara lain Putusan MK Nomor 102/PUU-XVI/2018 dan Putusan MK Nomor 59/PUU/2021/2023.
    Habiburokhman meluruskan tuduhan bahwa KUHAP baru menambah masa penahanan terhadap penyandang disabilitas mental atau fisik berat.

    RUU KUHAP
    tidak membuat ketentuan yang memberikan perpanjangan durasi penahanan berdasarkan kondisi kesehatan. Rumusan demikian secara sadar tidak diadopsi karena bertentangan dengan prinsip dasar perlindungan hak asasi manusia,” ujarnya.
    Dia menegaskan, justru ketentuan masa penahanan bagi penyandang disabilitas lebih singkat dibanding orang tanpa disabilitas.
    Salah satu poin yang dianggap paling janggal adalah klaim bahwa Pasal 137A membuka peluang penghukuman tanpa batas waktu terhadap penyandang disabilitas mental dan intelektual.
    Habiburokhman menyebut tudingan itu tidak berbasis data.
    “Coba dibuka tuh pasal 137, di KUHAP 137A, pasalnya soal apa? Mana? Enggak ada, makanya kami bingung mau mengklarifikasi ini pasalnya kami lacak enggak ada,” ujarnya.
    Dia menegaskan pasal tersebut mengatur soal pemeriksaan surat, bukan tindakan terhadap penyandang disabilitas mental.
    Sebaliknya, perlindungan terhadap penyandang disabilitas diatur secara tegas dalam Pasal 146 yang memungkinkan hakim menetapkan rehabilitasi dan perawatan, bukan pemidanaan.
    “Justru tindakan adalah rehabilitasi dan perawatan, bukan hukuman. Justru dilindungi,” tuturnya.
    Menutup penjelasan, Habiburokhman menyayangkan banyak pihak memberikan penilaian tanpa mengikuti proses pembahasan secara lengkap.
    “Sebetulnya gampang kalau mau ngecek, karena draf ini sudah ada sejak Februari 2025 di website dan kemarin kita update terus,” ujarnya.
    Di juga menyinggung minimnya pengawasan langsung dari publik di ruang rapat
    Komisi III DPR
    terhadap pembahasan RUU KUHAP.
    “Di Balkon Ruang Rapat Komisi III sepi. Enggak ada sama sekali teman-teman yang mau mengawal pembahasan KUHAP ini,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua Komisi III Luruskan Isu Keliru soal Pasal Kontroversial di KUHAP Baru

    Ketua Komisi III Luruskan Isu Keliru soal Pasal Kontroversial di KUHAP Baru

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meluruskan sejumlah informasi tidak benar terkait pasal-pasal kontroversial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Kami menyampaikan klarifikasi atas lagi-lagi ini berita bohong ya. Atau sebenarnya bukan berita bohong lah, ini berita yang tidak pas, yang tidak tepat, tidak benar ya. Tapi beredar sangat masif di media massa,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Habiburokhman membeberkan sejumlah informasi yang ia nilai keliru terkait pasal-pasal tertentu.

    Mengenai Pasal 5 disebutkan bahwa mengizinkan penyelidik melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan dalam tahap penyelidikan walaupun pidana belum terkonfirmasi adalah tidak benar.

    “Pernyataan tersebut tidak benar, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam pasal 5 dilakukan bukan dalam tahap penyelidikan, namun dalam tahap penyidikan,” kata dia.

    Menurut Habiburokhman, tindakan itu memang bisa dilakukan oleh penyelidik, tetapi tetap atas perintah penyidik dengan sangat ketat.

    “Memang yang bisa menangkap itu penyelidik boleh menangkap, tapi bukan dalam tahapan penyelidikan, tahapan penyidikan. Dan itu atas perintah dari penyidik,” ujarnya.

     

  • Poin-poin Pasal Kontroversi UU KUHAP Baru, dari Penggeledahan hingga Sadap

    Poin-poin Pasal Kontroversi UU KUHAP Baru, dari Penggeledahan hingga Sadap

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang pada Selasa (18/11/2025).

    Meski begitu, pengesahan tersebut masih menuai kontroversi di kalangan masyarakat, terutama pada sejumlah pasal yang menyangkut wewenang penyelidikan.

    Gelombang penolakan RKUHAP telah menggema di jagat media sosial, jauh sebelum aturan peninggalan zaman kolonial itu disahkan. Poster-poster terkait dengan pasal kontroversial banyak diunggah oleh warganet.

    Ketua DPR, Puan Maharani menegaskan laporan hasil pembahasan KUHAP yang disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman sudah cukup jelas.

    Pimpinan DPR pun berharap publik yang masih menolak proses legislasi tersebut tidak termakan hoaks terkait substansi KUHAP baru yang disahkan.

    “Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali, jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami,” kata Puan pada Selasa (18/11/2025).

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan poster yang beredar di media sosial mengenai RKUHAP adalah hoaks.

    Poster tersebut menuding jika RKUHAP disahkan, aparat kepolisian dapat melakukan penyadapan, penyitaan, hingga penangkapan tanpa izin hakim. Menurut Habiburokhman, seluruh isi poster itu tidaklah benar.

    “Ada semacam poster di media sosial yang isinya tidak benar. Disebutkan kalau RKUHAP disahkan, polisi bisa melakukan (hal-hal tertentu) ke kamu tanpa izin hakim. Ini tidak benar sama sekali,” ujar Habiburokhman Selasa (18/11/2025).

    Menanggapi klaim bahwa polisi bisa menyadap dan mengutak-atik komunikasi tanpa izin, Habiburokhman menjelaskan bahwa KUHAP yang baru justru menegaskan mekanisme yang jauh lebih ketat.

    Dia menyebut Pasal 135 ayat (2) di UU KUHAP yang baru menyatakan bahwa penyadapan akan diatur secara khusus melalui undang-undang tersendiri, yang baru akan dibahas setelah RKUHAP disahkan.

    “Semua fraksi menyadari bahwa penyadapan itu harus diatur secara hati-hati dan harus dilakukan dengan izin pengadilan. Jadi, undang-undangnya belum ada, tapi sikap politiknya sudah ada soal penyadapan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, poster hoaks itu juga menyebut polisi bisa membekukan rekening dan jejak digital secara sepihak. Habiburokhman menyebut narasi tersebut keliru.

    Menurutnya, Pasal 139 ayat (2) RKUHAP dengan jelas menyatakan bahwa semua bentuk pemblokiran, baik rekening maupun data online, harus mendapatkan izin hakim. 

    Tudingan bahwa penyidik bisa mengambil HP atau laptop tanpa izin hakim juga dibantah oleh Komisi III. Menurut Habiburokhman, semua bentuk penyitaan harus dengan izin Ketua Pengadilan Negeri, baik itu penyitaan handphone, laptop, dan lain sebagainya.

    Habiburokhman juga menepis klaim bahwa KUHAP baru memungkinkan penangkapan tanpa dasar tindak pidana.

    Dia menegaskan bahwa penangkapan baru dapat dilakukan setelah seseorang resmi ditetapkan sebagai tersangka, dan penetapan itu mensyaratkan dua alat bukti.

    Adapun penahanan memiliki syarat yang jauh lebih objektif dibanding KUHAP lama yang kerap dipakai pada masa Orde Baru.

    Dalam KUHAP baru, tambahnya, penahanan hanya bisa dilakukan apabila tersangka mengabaikan panggilan dua kali, tersangka memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta, tersangka menghambat proses pemeriksaan (obstruction of justice), tersangka berupaya melarikan diri, mengulangi tindak pidana, menghilangkan alat bukti, atau keselamatannya terancam.

    “Kelima, tersangka mempengaruhi saksi untuk berbohong yang juga termasuk obstruction of justice,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

    Pasal Kontroversi Jadi Sorotan

    Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai pemerintah bersama dengan DPR tengah merancang dan mempercepat proses pengesahan KUHAP yang akan memperkuat monopoli kewenangan dan diskresi kepolisian sehingga semakin menjadikannya lembaga superpower.

    Di sisi lain, mekanisme check and balances atau pengawasan terhadap kepolisian kian diperlemah. Situasi ini justru berlangsung belum lama berselang pasca komite yang bertujuan untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap kepolisian ini ditetapkan.

    Bahwa kegagalan praktik pemolisian yang profesional dan akuntabel serta gagalnya upaya reformasi kepolisian selama ini, tidak dapat dilepaskan dari kegagalan dalam mengatur kewenangan kepolisian dan mendesain mekanisme pengawasan terhadap kepolisian yang selama ini diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

    Dalam pernyataan resminya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai rancangan KUHAP baru dinilai memperkuat kendali dan monopoli kewenangan serta memperluas diskresi polisi, justru akan melanggengkan berbagai praktik penyalahgunaan wewenang (abuse of power), kegagalan penegakan hukum, hingga praktik impunitas oleh kepolisian.

    “Sehingga rencana Pemerintah dan DPR untuk mengesahkan KUHAP yang baru hanya akan menciptakan jalan buntu, menutup rapat pintu, bahkan menjegal wacana reformasi Polri yang digadang-gadangkan,” sebut pernyataan resmi yang diterbitkan pada Selasa (18/11/2025).

    Sebagai informasi, selama pembahasan, Panitia Kerja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana.

    Berikut 14 poin substansi revisi KUHAP yang disepakati DPR: 

    1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional. 

    2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif. 

    3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat. 

    4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga. 

    5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan. 

    6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.

    7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif. 

    8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.

    9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan. 10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law. 11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.

    12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.

    13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.

    14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

     

  • Poin-poin Penting UU KUHAP yang Wajib Anda Ketahui, Berlaku 2 Januari 2026

    Poin-poin Penting UU KUHAP yang Wajib Anda Ketahui, Berlaku 2 Januari 2026

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR.

    Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun 2025-2026, Selasa (18/11/2025), di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.

    Rapat pengsahan dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan turut dihadiri para Wakil Ketua DPR yaitu Sufmi DASCO Ahmad, Adies Kadir, Saan Mustafa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal.

    Sebelum diresmikan, perencanaan RKUHAP lebih dulu disampaikan oleh Ketua Komisi III Habiburokhman dengan menjelaskan alur pembahasan RKUHAP.  

    Setelah selesai pembacaan, Puan selaku pimpinan sidang meminta pendapat kepada seluruh tamu undangan yang hadir apakah RKUHAP dapat disahkan sebagai Undang-Undang. Seluruh tamu undangan serentak menjawab setuju sehingga KUHAP resmi menjadi Undang-Undang.

    Pengesahan KUHAP tidak luput dari pro-kontra karena sebagian isinya dianggap mempersempit ruang gerak masyarakat, sebagian lainnya dinilai mampu menegakkan perlindungan masyarakat hingga hak asasi manusia.

    Berikut Poin-poin KUHAP Terbaru yang Perlu Diketahui Masyarakat

    1. Penyadapan Perangkat Elektronik

    Dalam Pasal 1 ayat (36) dijelaskan bahwa penyadapan adalah kegiatan memperoleh informasi pribadi yang dilakukan secara rahasia dalam penegakan hukum dengan cara mendengarkan, merekam, membelokkan, menghambat hingga mengubah. Di Pasal 136 ayat (1) ditegaskan bahwa penyadapan untuk kepentingan penyidikan.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Undang-Undang penyadapan akan dibentuk secara khusus untuk menjelaskan secara rinci sistematis penyadapan.

    2. Pemblokiran dan Penyitaan Harus Dapat Izin Pengadilan

    Dalam pasal 140 ayat (1) dijelaskan bahwa pembelokiran yang dilakukan penyidik hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Pada ayat (4) Ketua Pengadilan Negeri diwajibkan cermat dalam memberikan izin pembelokiran.

    Kemudian pada Pasal 119 ayat (1) dinyatakan bahwa penyidik harus lebih dulu meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah benda yang ingin disita. Pada ayat (2) permohonan penyitaan harus memuat informasi terkait jenis, jumlah dan nilai barang, lokasi, dan alasan penyitaan.

    3. Memberikan Rehabilitasi dan Perawatan bagi Penyandang Disabilitas

    Pada Pasal 146 ayat (1) disampaikan bahwa pelaku tindak pidana yang merupakan penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengadilan dapat menetapkan tidnskam berupa rehabilitasi atau perawatan.

    4. Mekanisme Keadilan Restoratif

    Pasal 80 ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa restoratif dapat dikenakan terhadap tindak pidana diancam hanya dengan pidana denda paling banyak kategori III atau diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Huruf b menjelaskan tindak pidana yang pertama kali, dan di huruf c dijelaskan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, kecuali terhadap tindak pidana yang putusannya berupa pidana denda atau tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan.

    5. Buku hingga kitab dapat disita

    Pada Pasal 47, untuk pengungkapan suatu tindak pidana, penyidik dapat melakukan penggeledahan terhadap surat, buku, kitab, daftar, atau data tertulis lain yang belum disita dan jika diperlukan penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap surat, buku, kitab, daftar, atau data tertulis lain tersebut.

    6. Mekanisme Penggeledahan

    Pasal 113 ayat (1) penggeledahan harus mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Tinggi. Namun, ada pengecualian yang dijelaskan dalam ayat (5) bahwa penyidik dapat menggeledah tanpa izin Ketua Pengadilan Tinggi jika letak geografis yang susah dijangkau, tertangkap tangan, berpotensi berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti dan/atau situasi berdasarkan penilaian penyidik.

    Adapun KUHAP akan mulai mulai berlaku pada 2 Januari 2026, bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    “Yang jelas bahwa dengan berlakunya KUHP kita di tahun 2026, 2 Januari yang akan datang, sekarang KUHAP-nya juga sudah siap. Jadi otomatis dua hal ini, hukum materil dan formilnya itu dua-duanya sudah siap,” pungkas Supratman, Selasa (18/11/2025

  • Puan soal KUHAP Baru: Prosesnya Berjalan Hampir 2 Tahun, Banyak Masukan dari 2023

    Puan soal KUHAP Baru: Prosesnya Berjalan Hampir 2 Tahun, Banyak Masukan dari 2023

    Puan soal KUHAP Baru: Prosesnya Berjalan Hampir 2 Tahun, Banyak Masukan dari 2023
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rapat Paripurna DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
    Ketua
    DPR
    RI,
    Puan Maharani
    menjelaskan bahwa RUU
    KUHAP
    itu sudah dibahas oleh
    Komisi III DPR
    RI sejak tahun 2023.
    “Tadi seperti yang disampaikan dalam rapat paripurna oleh ketua Komisi III bahwa proses ini sudah berjalan hampir dua tahun,” ujar
    Puan
    , di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025), dikutip dari video
    Tribunnews
    .
    Puan juga menegaskan bahwa pembahasan RUU tersebut sudah melibatkan banyak pihak untuk memberi masukan sebagai bentuk dari partisipasi yang bermakna (meaningful participation).
    “Sudah dari kurang lebih menerima 130 masukan, kemudian sudah muter-muter di beberapa banyak wilayah Indonesia, Yogya (Yogyakarta), Sumatera, Sulawesi, dan lain-lain sebagainya,” kata Puan, dikutip dari
    Antaranews
    .
    “Kemudian, sudah banyak sekali masukan terkait dengan hal ini dari tahun 2023. Jadi porsesnya itu sudah panjang,” ujarnya lagi.
    Diketahui,
    Koalisi Masyarakat Sipil
    untuk Pembaruan KUHAP merasa pihaknya dicatut dalam pembahasan
    RUU KUHAP
    yang berlangsung di Komisi III DPR RI.
    Lebih lanjut, Puan menyebut, KUHAP yang baru itu mengganti penggunaan KUHAP lama yang sudah berusia 44 tahun.
    Oleh karena itu menurut dia, masalah-masalah hukum yang terjadi dalam 44 tahun terakhir tidak bisa diselesaikan jika RUU KUHAP tidak disahkan.
    Puan menjelaskan, sudah banyak hal-hal yang diperbaharui dalam RUU
    KUHAP baru
    tersebut. Salah satunya, pembaruan sistem hukum yang mengikuti perkembangan zaman saat ini.
    Namun, sehari sebelum
    RUU KUHAP disahkan
    , Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengatakan bahwa namanya dicatut terkait pembahasan RUU tersebut. Sebab, merasa aspirasi mereka tidak dibacakan sebagaimana mustinya di rapat DPR.
    Koalisi tersebut terdiri dari Yayasan Lembaga Bantun Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI.
    “Manipulasi Partisipasi Bermakna, Pencatutan Nama Koalisi dan Kebohongan DPR: Presiden Mesti Tarik Draf RUU KUHAP!” demikian bunyi siaran pers dari Koalisi pada Senin, 17 November 2025.
    Dalam keterangan tersebut, mereka menyebut bahwa proses rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP hanya berlangsung dua hari yakni 12 dan 13 November 2025.
    Kemudian, dalam dua hari tersebut, Pemerintah dan Komisi III DPR RI membahas masukan pasal yang diklaim berasal dari masukan masyarakat sipil.
    “Sebagian masukan yang dibacakan dalam rapat Panja tersebut ternyata tidak akurat dan bahkan memiliki perbedaan substansi yang signifikan dengan masukan-masukan yang kami berikan melalui berbagai kanal, antara lain melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau melalui penyerahan draf RUU KUHAP tandingan atau dokumen masukan lainnya kepada DPR dan Pemerintah,” kata Koalisi.
    Bukan hanya membacakan aspirasi yang tidak akurat, Koalisi merasa telah dimanipulasi karena dalam rapat tersebut dimasukkan sejumlah pasal bermasalah atas nama mereka.
    “Kami menilai Rapat Panja tersebut seperti orkestrasi kebohongan untuk memberikan kesan bahwa DPR dan Pemerintah telah mengakomodir masukan. Padahal ini adalah bentuk meaningful manipulation dengan memasukan pasal-pasal bermasalah atas nama koalisi atau organisasi masyarakat sipil,” ujar Koalisi.

    Koalisi pun menjabarkan sejumlah usulan yang disebut pihak DPR sebagai usulan Koalisi Masyarakat Sipil.
    Ada pasal 222 draf RKUHAP soal perluasan alat bukti berupa pengamatan hakim, dan juga usulan penjelasan Pasal 33 ayat (2) draf RKUHAP mengenai definisi intimidasi yang terbatas pada penggunaan atau menunjukkan senjata atau benda tajam lainnya saat pemeriksaan.
    “Tidak ada yang pernah mengajukan masukan tersebut atas nama koalisi, termasuk dalam draf tandingan versi Koalisi Masyarakat Sipil maupun dokumen masukan lainnya,” kata Koalisi.
    Menurut catatan Koalisi, YLBHI disebut pihak DPR mengusulkan pasal baru untuk draf RKUHAP mengenai Perlindungan Sementara.
    “YLBHI tidak pernah memberikan masukan redaksional atau usulan pasal baru mengenai Perlindungan Sementara dengan mekanisme yang ada dalam Draf RKUHAP terbaru,” ujar Koalisi.
    Tak hanya ada keberatan dari Koalisi Masyarakat Sipil, proses pengesahan RUU KUHAP juga akan berujung pada pelaporan sejumlah anggota Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
    Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, mengatakan pengaduan tersebut diajukan karena Koalisi melihat proses pembahasan yang tertutup dan tidak melibatkan publik secara substansial.
    “Laporan atau pengaduan ini kami tempuh karena dalam proses panjang pembahasan KUHAP ini, setidak-tidaknya sejak bulan Mei 2025 lalu, kami tidak melihat proses ini dilandasi atau berbasis partisipasi publik yang bermakna,” ujar Fadhil dalam konferensi pers pada Minggu, 16 November 2025.
    Dia mencontohkan undangan yang diterima Koalisi pada 8 Mei 2025, adalah diskusi informasi, namun kemudian diklaim sebagai rapat dengar pendapat umum (RDPU).
    “Padahal dalam undangan, dalam perihal undangan dalam komunikasi tidak disebut sebagai RDPU,” tegasnya.
    Kemudian, Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana menyebut bahwa Panja RUU KUHAP DPR RI telah mengabaikan ketentuan perundangan-undangan dalam proses legislasi.
    “Para anggota Panja (RUU KUHAP) ini kami nilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam konteks penyusunan legislasi,” ujarnya.
    Koalisi menegaskan bahwa para anggota Komisi III diduga telah melanggar kode etik, AUPB, serta ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan dalam memproses RUU KUHAP.
    Selain itu, pengaduan juga diajukan karena Revisi KUHAP ini tidak meaningful participation. Padahal, masyarakat sipil seharusnya mempunyai tiga hak: right to heard, right to consider, dan right to be explained.
    Respons penolakan juga datang dari mahasiswa dari sejumlah universitas yang melakukan aksi demonstrasi saat pengesahan RUU KUHAP di DPR RI pada Selasa, 18 November 2025.
    Mereka menyatakan akan melanjutkan tuntutan demonstrasi ke gugatan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, mereka menilai bahwa proses pembentukan undang-undang tersebut cacat prosedural dan manipulatif, serta tidak memenuhi unsur partisipasi publik yang bermakna.
    Fitrah Aryo, Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebut akan segera mengkaji kembali draf RUU KUHAP yang disahkan oleh DPR RI.
    “Dugaan manipulasi dalam partisipasi bermakna ini menjadi celah bagi kami untuk mengkaji lebih dalam rencana gugatan uji formil ke Mahkamah Konstitusi,” kata Aryo kepada wartawan di lokasi, Selasa.
    Aryo menyoroti adanya kecacatan prosedural dalam penyusunan RKUHAP yang dinilai sengaja memanipulasi masyarakat.
    Manipulasi itu dilakukan oleh banyaknya organisasi masyarakat sipil yang namanya dicatut seolah-olah mengusulkan sejumlah pasal.
    “Kalau UU TNI itu dibahas secara sembunyi-sembunyi, RKUHAP ini dibahas secara manipulatif. Ratusan organisasi, elemen masyarakat sipil dicatut namanya seakan bekerja sama, padahal itu partisipasi semu atau tokenisme,” ujarnya.
    Menurut Aryo, dalam teori partisipasi publik, ada tiga syarat
    meaningful participation
    yaitu hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk dijelaskan.
    “Yang pertama hak untuk didengar, iya dilakukan. Tapi hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk dijelaskan itu tidak terpenuhi, usulan masyarakat enggak pernah dipertimbangkan dengan serius. Apalagi (hak) dijelaskan, ini katanya ada yang diakomodir ada yang tidak. Tapi, enggak dijelasin kan, mana yang enggak bisa diakomodasi, apa alasannya?” katanya.
    Selain itu, Aryo mengungkapkan bahwa draf resmi RKUHAP baru dikeluarkan oleh DPR RI pada Selasa pagi, tepat sebelum pengesahan.
    “Draf yang selama ini mungkin kita kritik adalah draf lama. Mereka menyembunyikan draf tersebut dan ketika hari pengesahan, ternyata mereka punya draf baru yang tentu perlu kita pelajari kembali,” ujarnya.
    Oleh karena itu, mahasiswa akan fokus membedah draf final tersebut untuk memastikan apakah pasal-pasal krusial masih memuat ancaman yang sama sebelum resmi mendaftarkan gugatan ke MK.
    Sebelum Ketua DPR RI Puan menegaskan perihal proses pembahasan RUU KUHAP yang telah dilakukan sejak 2023 dan telah melibatkan banyak pihak, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman membantah bahwa pihaknya telah mencatut nama Koalisi Masyarakat Sipil dalam pembahasan RUU KUHAP.
    “Kami tegaskan enggak ada catut mencatut. Kami justru berupaya mengakomodir masukan masyarakat sipil,” kata Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya pada Senin malam.
    Habiburokhman menyatakan Koalisi LSM itu menyampaikan bahwa pihaknya dicatut oleh pihak DPR pada empat hari setelah pembahasan tingkat pertama sudah selesai dan tidak menyampaikan aspirasinya saat pembahasan pada 12 dan 13 November 2025.
    “Jadi kritikus seharusnya aktif, enggak boleh malas, jadi kalaupun ada kekeliruan bisa langsung diselesaikan saat itu sebelum pengesahan,” ujarnya.
    Kemudian, dia menjelaskan bahwa aspirasi dari masyarakat sipil kemudian dibahas dan dirumuskan dalam draf norma. Sebab, DPR mengelompokkan masukan berdasarkan klaster yang punya kemiripan saran demi mengakomodir suara masyarakat sipil.
    Oleh karena itu, menurut Habiburokhman, pasti redaksionalnya tidak sama persis dengan usulan kelompok manapun.
    “Tentu redaksi norma terakhir tidak sama persis dengan usulan kelompok manapun, karena itu penggabungan pendapat banyak pihak,” kata Habiburokhman.
    Dia pun memberikan contoh usulan yang diakomodir maksimal, antara lain usulan organisasi disabilitas pimpinan Yenny Rosa Damayanti dkk; usulan larangan penyiksaan dari Universitas Indonesia melalui Taufik Basari; usulan perluasan praperadilan dari Madinah Rahmawati ICJR; usulan dari pelbagai organisasi advokat mengenai imunitas advokat dan penguatan kewenangan advokat; usulan AJI mengenai penghapusan larangan peliputan dan banyak lagi.
    “Yang jelas hampir 100 persen isi KUHAP baru merupakan masukan dari masyarakat sipil ke Komisi III,” ujar Habiburokhman.
    Perihal pelibatan masyarakat sipil kembali ditegaskan Habiburokhman dalam konferensi pers pada 18 November 2025.
    Bahkan, dia mengklaim bahwa isi KUHAP baru, 99,9 persen masukan dari masyarakat sipil.
    “Prinsipnya ya, 100 persen lah, ya, mungkin 99,9 persen KUHAP baru ini merupakan masukan dari masyarakat sipil, ya,” kata Habiburokhman.
    “Terutama dalam penguatan peran advokat dan hak tersangka sebagai mekanisme untuk mengontrol agar aparat penegak hukum tidak melakukan kesewenang-wenangan, ya. Jadi itu yang soal pencatutan,” ujarnya lagi.
    Habiburokhman juga mengungkapkan, setidaknya sekitar 100 kelompok hadir untuk ikut serta selama perumusan dan pembahasan. Beberapa di antaranya juga menamakan dirinya sebagai Koalisi Masyarakat Sipil yang menandakan bagian masyarakat sipil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026

    KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026

    KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan, revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang telah disahkan menjadi undang-undang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
    KUHAP
    yang baru akan berlaku berbarengan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (
    KUHP
    ).

    Komisi III
    bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan seluruh penegak hukum di negeri ini,” ujar
    Habiburokhman
    dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
    “Yang akan mendampingi penggunaan KUHP sebagai hukum materil harus dilengkapi dengan hukum operasionalnya, yaitu KUHAP yang akan bersama-sama mulai berlaku 2 januari 2026,” sambungnya.
    Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, aparat penegak hukum terlalu kuat dalam KUHAP lama.
    Oleh karena itu, poin penting dalam revisi KUHAP yang dilakukan oleh Komisi III adalah memperkuat posisi warga negara dalam hukum.
    “Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” ujar Habiburokhman.
    KUHAP baru
    yang telah disahkan DPR disebutnya telah mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan; memperjelas syarat penahanan; perlindungan dari penyiksaan; penguatan dan perlindungan hak korban; kompensasi; restitusi, rehabilitasi; hingga keadilan restoratif.
    “KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi
    meaningful participation
    atau partisipasi yang bermakna,” ujar Habiburokhman.
    “Sejak februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” sambungnya.
    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat membacakan laporan Komisi III dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, pada Selasa (18/11/2025).
    Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Komisi III yang telah menyelesaikan dan mengesahkan
    RKUHAP
    menjadi undang-undang.
    Menurutnya, kehadiran KUHAP baru menjadi pemicu bagi Polri untuk meningkatkan profesionalitas dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
    “Kami dari Polri mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh Komisi III yang hari ini alhamdulillah sudah menuntaskan
    RUU KUHAP
    menjadi KUHAP,” ujar Dedi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Selasa (18/11/2025).
    “Dan Insya Allah KUHAP ini menjadi pemicu kami ya untuk lebih meningkatkan profesionalitas, kemudian juga untuk lebih menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menghormati semua hak warga negara di dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum yang kami lakukan,” sambungnya.
    Dalam KUHAP yang baru, terdapat perubahan terhadap 14 substansi utama. Berikut 14 substansi tersebut:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perbedaan KUHAP Baru Dengan Draft yang Beredar di Media Sosial

    Perbedaan KUHAP Baru Dengan Draft yang Beredar di Media Sosial

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang.

    Namun, pengesahan KUHAP menuai kritik. Publik mengkritisi putusan tersebut melalui media sosial Instagram dengan menggunakan fitur template atau “add story’” yang berisikan dampak jika RUU KUHAP disahkan. Draft RUU KUHAP yang disoroti tertanggal 13 November 2025.

    Ada empat poin yang dinilai akan merugikan masyarakat, yakni Pasal 1 ayat 34 dan Pasal 134 yang dianggap menyadap, merekam, dan membongkar perangkat alat elektronik tanpa adanya batasan penyadapan.

    Kedua Pasal 132A dianggap membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online, mulai dari rekening bank, medsos, sampai data-data di drive. Ketiga, Pasal 122A dianggap dapat menyita HP, laptop, dan daya elektronik dan disimpan dalam waktu lama meskipun bukan tersangka.

    Keempat, Pasal 5 dianggap menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.

    Berikut penjelasan antara poster yang beredar di media sosial dengan draft KUHAP terbaru, berikut penjelasannya:

    1. Pasal 1 ayat 34 dan Pasal 134

    Dalam KUHAP terbaru, penjelasan pasal 1 ayat 34 tertuang di pasal 1 ayat 36 yang berbunyi “Penyadapan adalah kegiatan untuk memperoleh informasi pribadi yang dilakukan secara rahasia dalam penegakan hukum dengan cara mendengarkan, merekam, membelokkan, menghambat, mengubah, menyambungkan, memasang alat pada jaringan, memasang alat perekam secara tersembunyi, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan menggunakan jaringan kabel komunikasi, jaringan nirkabel, atau melalui jaringan sistem informasi elektronik internet, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Begitupun pada pasal 134, jika dilihat pada draft KUHAP terbaru dijelaskan pada pasal 136 yang berbunyi “(1) Penyidik dapat melakukan Penyadapan untuk kepentingan Penyidikan.(2) Ketentuan mengenai Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang mengenai penyadapan.”

    2. Pasal 132A 

    Dalam draft KUHAP terbaru, pasal 132A dijelaskan di pasal 140 dengan bunyi sebagai berikut:

    (1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.

    (2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.

    (3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi lengkap mengenai alasan perlunya dilakukan pemblokiran minimal meliputi:

    a. uraian tindak pidana yang sedang diproses;

    b. dasar atau fakta yang menunjukkan objek yang akan 

    c. diblokir memiliki relevansi dengan tindak pidana yang sedang diproses dan sumber perolehan dasar atau fakta tersebut; danbentuk dan tujuan Pemblokiran yang akan dilakukan terhadap masing-masing objek yang akan diblokir.

    (4) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.

    (5) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

    (6) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untukjangka waktu 6 (enam) Bulan.

    (7) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri. 

    (8) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi: 

    a. potensi dialihkannya harta kekayaan;

    b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi 

    c. elektronik; telah terjadi permufakatan terorganisasi; dan/ataudalam tindak pidana 

    d. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.

    (9) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Penyidik dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.

    (10)Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengeluarkan penetapan.

    (11) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), penolakan harus disertai dengan alasan.

    (12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) mengakibatkan Pemblokiran wajib dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.

    (13) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.

    3. Pasal 122A

    Pasal 122A sebagaimana dijelaskan dalam poster mengenai penyitaan perangkat elektronik meskipun pihak yang disita bukan sebagai tersangka. Dalam draft KUHAP terbaru, penjelasan penyitaan disampaikan dalam Pasal 119 yang berbunyi 

    (1) Sebelum melakukan Penyitaan, Penyidik mengajukan permohonan izin kepada ketua pengadilan negeri tempat keberadaan benda tersebut.

    (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi lengkap mengenai benda yang akan disita minimal meliputi:

    a. jenis;

    b. jumlah dan nilai barang;

    c. lokasi; dan

    d. alasan penyitaan.

    (3) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.

    (4) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai benda yang akan disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 

    (5) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mengeluarkan penetapan persetujuan atau penolakan.

    4. Pasal 5

    Dalam postingan di Instagram, pasal 5 dijelaskan APH dapat menangkap hingga menggeledah meskipun pihak yang ditangkap hingga penahanan belum terkonfirmasi terlibat tindak pidana. Dalam draft KUHAP terbaru dijelaskan wewenang tersebut, sebagi berikut:

    (1) Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang:

    a. menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana baik secara tertulis maupun melalui media telekomunikasi dan/atau media elektronik; 

    b. mencari, mengumpulkan, dan mengamankan keterangan

    c. dan barang bukti;menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; dan 

    d. melakukan asesmen dan mengupayakan fasilitas 

    e. dan/atau rujukan bagi kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan; danmengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

    (2) Penyelidik atas perintah Penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

    a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, Penggeledahan, dan Penahanan;

    b. pemeriksaan dan Penyitaan surat; 

    c. mengambil sidik jari, melakukan identifikasi, memotret seseorang, dan mengambil data forensik seseorang; dan 

    d. membawa dan menghadapkan seseorang pada Penyidik.

    (3) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Penyidik.

    (4) Penyelidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Postingan tersebut juga direspon oleh Ketua Komisi III Habiburokhman bahwa setiap kegiatan penggeledahan hingga penahanan harus berdasarkan izin dari ketua pengadilan.

    Lalu, mengenai penyadapan nantinya akan dibuat UU sendiri untuk mengaturnya.

  • Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung

    Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung

    Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi III DPR RI menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, Selasa (18/11/2025).
    Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III bersama perwakilan Polri, Kejaksaan Agung, dan
    Mahkamah Agung
    di ruang rapat
    Komisi III DPR
    , Jakarta.
    Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath mengatakan, Panja tersebut akan ditujukan untuk mempercepat proses reformasi dan memastikan jawaban serta tindak lanjut dari masing-masing institusi.
    “Kita sepakati karena memang kesimpulan kita nanti membentuk panja. Panja ini nanti akan terkait soal panja reformasi, baik Polri, Kejaksaan maupun Pengadilan,” ujar Rano dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Selasa.
    Rano menerangkan bahwa selanjutnya Panja Percepatan
    Reformasi Polri
    , Kejaksaan dan Pengadilan akan memanggil pimpinan tertinggi ketiga lembaga tersebut untuk melaksanakan rapat.
    Salah satu agendanya adalah mendengarkan jawaban dari ketiga lembaga soal pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh Anggota Komisi III DPR RI.
    “Nanti kita akan undang kembali untuk mendengar jawaban-jawaban yang tadi harus sudah dipersiapkan,” jelas Rano dalam rapat.
    “Mungkin yang hadir adalah Kapolri, Pak Jaksa Agung dan Pak Mahkamah Agung, mungkin salah satu hakim agung. Ini akan kita sepakati ya,” sambungnya.
    Dalam kesimpulan yang ditampilkan di layar ruang rapat, Komisi III menilai reformasi di tiga institusi penegak hukum tersebut sangat mendesak.
    Oleh karena itu, pembentukan panja diputuskan sebagai bentuk pengawasan sekaligus langkah untuk mempercepat agenda reformasi.
    “Komisi III DPR RI menilai reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Pengadilan sangat mendesak, dan oleh karena itu akan menindaklanjuti hasil RDP dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI dan Pengadilan sebagai langkah pengawasan dan percepatan agenda reformasi tersebut,” demikian bunyi kesimpulan rapat.
    Setelah notulensi kesimpulan rapat dibacakan pihak Sekretariat Komisi III DPR RI, Rano kembali meminta persetujuan peserta.
    “Setuju ya?” tanya Rano, yang kemudian dijawab serempak dengan “setuju” oleh peserta rapat.

    Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, panja ini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar penegakan hukum berjalan semakin baik dan berkeadilan.
    “Komisi III DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
    Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
    Habiburokhman memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
    “Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Resmi Sahkan RKUHAP Menjadi Undang-Undang, Ini Langkah Selanjutnya

    DPR Resmi Sahkan RKUHAP Menjadi Undang-Undang, Ini Langkah Selanjutnya

    Jakarta (beritajatim.com) – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang, Selasa, 18 November 2025. Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026.

    Keputusan penting ini mengakhiri serangkaian pembahasan panjang dan menjadi tonggak reformasi hukum pidana di Indonesia.

    Pengesahan UU KUHAP diawali dengan laporan dari Ketua Komisi III DPR sekaligus Ketua Panja, Habiburokhman. Ia menjelaskan secara rinci proses pembahasan RKUHAP yang telah dilakukan di tingkat Panitia Kerja.

    Setelah mendengar laporan tersebut, Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas, menyampaikan pandangan pemerintah mewakili Presiden terkait substansi RKUHAP dan kesepakatan yang telah dicapai antara DPR dan pemerintah.

    Dalam kesempatan itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta persetujuan dari seluruh anggota DPR untuk mengesahkan RKUHAP menjadi Undang-Undang. “Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh Anggota apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” ujar Puan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan.

    Puan didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Saan Mustopa. Sebanyak 8 fraksi yang ada di DPR menyetujui RKUHAP untuk menjadi Undang-Undang. Setelah itu, Puan kembali mengetuk palu persetujuan yang menandai sahnya UU KUHAP yang baru.

    Puan mengungkapkan rasa terima kasih kepada Menteri Hukum dan Menteri Sekretaris Negara atas segala kontribusi dan kerjasama selama proses pembahasan RKUHAP.

    “Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Menteri Hukum RI dan Menteri Sekretaris Negara RI atas segala peran serta dan kerjasama yang telah diberikan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut,” tambah Puan.

    Selain mengesahkan UU KUHAP, agenda Rapat Paripurna DPR juga mencakup pendapat fraksi-fraksi tentang Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang diusulkan oleh Badan Legislasi DPR RI. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan untuk menetapkan RUU tersebut sebagai inisiatif DPR RI.

    Sebagai bagian dari agenda Rapat Paripurna, DPR juga menyetujui hasil uji kelayakan yang dilakukan oleh Komisi XI terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP) yang akan memeriksa Laporan Keuangan BPK RI Tahun 2025.

    Rapat Paripurna ditutup dengan agenda penetapan Penyesuaian Mitra Kerja Komisi yang disahkan melalui pengambilan keputusan. [hen/suf]