Habiburokhman Sebut KUHP dan KUHAP Baru Dorong Penegakan Hukum Lebih Manusiawi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai, penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru menjadi momentum penting untuk menghadirkan penegakan hukum yang lebih manusiawi dan berkeadilan bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Habiburokhman usai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait persiapan implementasi KUHP dan KUHAP baru.
“Kita berharap, niat baik kita semua, Komisi III, Pemerintah, kemudian juga Pak Kapolri dan Pak Jaksa Agung, untuk menjadikan hukum lebih manusiawi, lebih berkeadilan, bisa benar-benar terwujud,” kata Habiburokhman, dalam konferensi pers, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Menurut dia, dua produk hukum itu sangat reformis.
Hal itu karena KUHP dan KUHAP baru disebut memuat nilai-nilai baru, salah satunya keadilan restoratif.
“(KUHP dan KUHAP baru) mengedepankan
kemanusiaan
dan hati nurani dalam
penegakan hukum
, membutuhkan pelaksanaan yang juga baik,” ungkap dia.
Habiburokhman menyampaikan, perubahan substansial dalam KUHP dan KUHAP membutuhkan kesiapan dan keselarasan antar aparat penegak hukum agar dapat diterapkan secara baik dan konsisten.
Karena itu, Komisi III DPR mengapresiasi langkah cepat Polri dan Kejaksaan yang sejak dini mengantisipasi potensi miskomunikasi dan miskoordinasi melalui kerja sama formal.
“Saya terus terang, tadinya baru akan mengusulkan, ya, baik kepada Pak Kapolri maupun kepada Pak Jaksa Agung untuk membuat MoU ini. Tiba-tiba kita sudah dapat undangan acaranya hari ini. Ini sungguh luar biasa, inisiatif, gerak cepat teman-teman Kepolisian dan Kejaksaan,” kata dia.
Ia menilai, sinergi dua institusi penegak hukum di tahap awal proses pidana tersebut menjadi kabar baik bagi masyarakat.
Dengan koordinasi yang solid, implementasi KUHP dan KUHAP baru dinilai lebih berpeluang menghadirkan keadilan yang selama ini diharapkan publik.
Diberitakan sebelumnya, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menandatangani MoU serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) sebagai bentuk penguatan sinergi menjelang pemberlakuan KUHP dan KUHAP yang baru.
Penandatanganan kerja sama tersebut disaksikan
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman
dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
“Alhamdulillah hari ini kita melaksanakan kegiatan MoU, dilanjutkan dengan penandatanganan PKS (Perjanjian Kerja Sama) terkait sinergisitas, pemahaman dalam hal pelaksanaan KUHP dan KUHAP yang baru,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam konferensi pers usai MoU, Selasa.
Kerja sama ini ditujukan untuk menyamakan pemahaman dan langkah aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan ketentuan baru di bidang hukum pidana dan hukum acara pidana.
Kapolri mengatakan, MoU dan PKS ini mencerminkan semangat soliditas dan sinergisitas antara Polri dan Kejaksaan dalam menjalankan amanat KUHP dan KUHAP yang baru.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Habiburokhman
-

Pengangkatan Kapolri lewat DPR Disebut Amanat Reformasi
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan mekanisme pengangkatan kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dengan persetujuan DPR merupakan amanat reformasi yang telah diatur secara jelas dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR).
Habiburokhman menjelaskan, ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 7 ayat (3) Tap MPR Nomor III/MPR/2000 yang menyebutkan Polri, yang dipimpin oleh kapolri, diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR.
“Ketentuan ini sudah sangat jelas. Usulan agar Kapolri diangkat tanpa persetujuan DPR gagal menjelaskan argumentasi yang kuat,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Habiburokhman menilai anggapan persetujuan DPR membuka ruang intervensi politik terhadap kepolisian merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Menurutnya, jika hak pengawasan DPR selalu dikonotasikan sebagai bentuk intervensi, maka potensi serupa juga bisa terjadi apabila Polri diawasi oleh institusi lain di luar DPR.
“Kalau hak pengawasan dianggap berujung intervensi, maka logika yang sama juga bisa diterapkan pada lembaga pengawas lainnya,” tegasnya.
Habiburokhman juga menanggapi anggapans DPR terlalu lemah dalam merespons pelanggaran yang dilakukan anggota Polri. Namun, ia mempertanyakan konsekuensi yang akan muncul jika persetujuan DPR dalam pengangkatan kapolri justru ditiadakan.
Ia menegaskan DPR merupakan lembaga legislatif yang memiliki legitimasi sebagai representasi konstitusional rakyat. Oleh karena itu, keterlibatan DPR dalam penunjukan kapolri merupakan bagian dari mekanisme checks and balances dalam sistem ketatanegaraan.
“Persetujuan penunjukan kapolri adalah bagian dari pelaksanaan fungsi DPR dalam mengawasi jalannya pemerintahan,” kata Habiburokhman, yang komisinya bermitra langsung dengan Polri.
Sebelumnya, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengusulkan agar calon kapolri ke depan tidak lagi diseleksi oleh DPR demi menjaga independensi kepolisian.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional Peradi, Dwiyanto Prihartono, menilai dalam beberapa tahun terakhir posisi kepolisian kerap terseret berbagai kepentingan politik, termasuk kepentingan partai.
“Bahasa sederhananya, ada posisi tawar-menawar di sana. Dampaknya bisa menembus hingga ke daerah-daerah dan mengganggu sistem komando karena faktor politik lebih dominan dibanding profesionalisme kepolisian,” ujar Dwiyanto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
-

Nasib Bupati Aceh Selatan Usai Umrah Tak Izin: Dipecat Gerindra-Magang di Kemendagri
Bisnis.com, JAKARTA – Bupati Aceh Selatan, Mirwan kini harus menelan pil pahit setelah melancong ke luar negeri untuk ibadah umrah. Ibadah yang seharusnya berlangsung khidmat justru berakhir dengan keputusan politik yang pelik bagi dirinya.
Pasalnya, politikus Partai Gerindra itu “safari” ketika wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat diterpa bencana hidrometeorologi yang memporak-porandakan infrastruktur, menelan korban jiwa, sampai hilangnya ratusan orang.
Keberadaannya di Tanah Suci terkuak di media sosial sehingga memancing protes publik dan elite partai politik baik yang duduk di kursi legislatif maupun eksekutif. Keputusan cepat diberikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Sugiono dengan memberhentikan Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.
Melalui pesan tertulis, Jumat (5/12/2025), Sugiono mengatakan pencopotan Mirwan setelah pihaknya mendapatkan laporan dari berbagai pihak. Dia menyayangkan sikap kepemimpinan dari Mirwan.
“Oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” kata Sugiono, Jumat (5/12/2025).
Sugiono menjelaskan tindakan Mirwan bertentangan dengan Partai Gerindra yang mengharuskan kadernya menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi.
Sugiono menilai kepemimpinan Mirwan sangat buruk. Sikapnya juga mencoreng marwah partai yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto. Sebab, Gerindra begitu gencar memerintahkan seluruh jajaran untuk gotong royong memberikan pertolongan kepada masyarakat yang terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatra-Aceh.
Menteri Luar Negeri itu mengatakan proses administrasi pemberhentian telah dilakukan DPP Partai Gerindra. Termasuk mencari pengganti Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.
“Saya juga sudah memerintahkan ketua DPD Partai Gerindra Aceh untuk mencari penggantinya sekaligus membuat surat keputusan untuk itu,” ucapnya, Senin (8/12/2025).
Pada hari yang sama setelah Anggota Parlemen menggelar Rapat Paripurna ke-10 Masa Sidang ke-II Tahun 2025-2026, Ketua DPR, Puan Maharani memberikan tanggapan atas sikap Mirwan.
Menurut Puan, setiap kepala daerah di Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara fokus menangani wilayah dan masyarakatnya yang terdampak akibat bencana hidrometeorologi. Bahkan, Puan menegaskan semua kepala daerah seharusnya berempati saat kondisi sedang berduka.
“Untuk Bupati harusnya, kepala daerah itu punya empati,” tegas Puan.
Tanggapan lainnya disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Dirinya mendesak Mirwan diberhentikan sementara dari jabatannya untuk menjalani hukuman.
Dasco mengatakan telah berkomunikasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk menindaklanjuti tindakan Mirwan. Bahkan, Dasco menegaskan agar kepemimpinan Aceh Selatan diganti dengan penunjukan pejabat sementara atau Plt.
“Kami kemudian mengusulkan agar yang bersangkutan diberhentikan sementara dan ditunjuk Plt,” jelas Dasco
Dasco, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Partai Gerindra, menyampaikan digantikannya Mirwan dengan Plt agar penanganan bencana berlangsung efektif.
Terkait pencopotan jabatan Mirwan, Dasco menjelaskan hal itu sesuai mekanisme yang ada dengan menyerahkan kepada DPRD. Begitupun pemberian sanksi dari partai melalui Mahkamah Partai.
Usai Dasco memberikan tanggapan, pernyataan sikap disampaikan oleh Ketua Mahkamah Partai Gerindra Habiburrokhman yang mengatakan bahwa membuka peluang untuk menggelar sidang terhadap Mirwan.
Pelaksanaan sidang juga merupakan tindak lanjut dari keputusan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Sugiono yang telah memberhentikan Mirwan dari jabatannya sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.
Habiburokhman menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan sanksi yang berat bagi Mirwan.
Pada esok hari, Selasa (9/12/2025), Mirwan akhirnya meminta maaf melalui Instagram pribadinya @h.mirwan_ms_official. Mirwan meminta maaf kepada sejumlah pihak mulai dari Presiden Prabowo Subianto; Mendagri Tito Karnavian; Gubernur Aceh Muzakir Manaf; hingga seluruh masyarakat Indonesia dan Aceh, terutama terhadap warga Aceh Selatan.
“Saya Haji Mirwan MS, selaku Bupati Aceh Selatan, dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan, keresahan, dan kekecewaan banyak pihak,” ujar Mirwan.
Mirwan mengakui tindakan yang dilakukan salah karena berlangsung disaat Aceh dilanda bencana sehingga mengganggu stabilitas nasional.
Mirwan berjanji akan bertanggung jawab terhadap Kabupaten Aceh Selatan pasca bencana. Dia akan bekerja keras memulihkan nama baik di mata publik dan berjanji kejadian serupa tidak terulang kembali.
-

Komisi III DPR Minta Polda Metro Hati-hati Soal Skenario Demo Rusuh
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman meminta Polda Metro Jaya bertindak hati-hati dan profesional dalam menangani dugaan skenario kerusuhan yang direncanakan oleh sekelompok pihak di Jakarta. Hal ini menyusul temuan bom molotov yang diduga disiapkan untuk aksi rusuh.
Menurut politisi Partai Gerindra tersebut, temuan bahan peledak, jika benar adanya, harus diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
“Jadi kita perlu didalami apabila memang ada informasi adanya orang-orang yang melakukan penggalangan kepada kelompok orang lainnya untuk melakukan rusuh dengan menggunakan bahan peledak,” ujarnya di Kompleks DPR/MPR, Senin (8/12/2025).
Habiburokhman juga meminta aparat mendalami motif di balik adanya kelompok yang disebut-sebut merencanakan demo rusuh di Jakarta. Ia menegaskan, setiap langkah penegakan hukum harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan kesalahan prosedur.
“Kita jangan sampai salah tangkap,” tegasnya.
Sebelumnya, Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya membongkar skenario sekelompok pihak yang diduga merencanakan kerusuhan dalam aksi penyampaian aspirasi.
Wakil Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Fiant Yunus menjelaskan, pengungkapan ini berawal dari patroli siber intensif yang dilakukan jajarannya. Polisi memantau sejumlah akun media sosial yang sejak lama terindikasi menyebarkan provokasi serta merencanakan aksi destruktif.
Hingga kini, proses pendalaman dan identifikasi pihak-pihak yang terlibat masih berlangsung. Polda Metro Jaya memastikan akan terus memantau ruang digital untuk mencegah provokasi yang dapat memicu gangguan keamanan di Jakarta.
-

Kata Habiburokhman soal Alasan Prabowo Beri Rehabilitasi untuk Eks Dirut ASDP
Jakarta –
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menanggapi alasan Presiden Prabowo Subianto memberi rehabilitasi untuk mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi. Dia menyebut kasus Ira tak mungkin terjadi jika proses hukumnya menggunakan KUHAP yang baru disahkan.
“Kalau kemarin kenapa rehabilitasi Bang Habib yang dipakai oleh Presiden sebagai pisau untuk menegakkan keadilan ini?” tanya moderator diskusi Total Politik bertema ‘Gejolak Jelang 2026: Dampak Politik Pisau Hukum Prabowo’ di ASA Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2025).
Habiburokhman kemudian memberikan penjelasan. Habiburokhman mengatakan Prabowo menilai secara komprehensif terhadap kasus Ira.
“Kita tahu lah, at the end kita tahu, dalam posisi ketika setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka lalu di judgment bersalah, mau hakim praperadilan, mau hakim perkara pokok, sulit sekali membuat putusan yang merdeka gitu. Hakim juga manusia bos, gitu kan ya. Jadi jangan kita lemparkan kepada formalisme, wah udah praperadilan, selesai, udah putusan selesai, ada putusannya. Kan nggak gitu. Nah ini yang sebagai kepala negara, Pak Prabowo harus melihat, menilai secara komprehensif,” ucap Habiburokhman.
Habiburokhman menilai ketidakadilan di kasus Ira Puspadewi terlihat dengan jelas. Menurutnya, saling oper putusan di praperadilan maupun perkara pokok tak perlu dilakukan.
“Ya oke bukan hanya praperadilan pak, secara perkara pokok juga sudah diputus, menurut saya nggak perlu mengoper praperadilan lagi kalau perkara pokok diputus. Karena harusnya secara semua aspek, formalitas maupun substansi sudah dinilai. Tapi kan bisa kita lihat dengan kasat mata bahkan, ini gampang sekali, ini nggak adil gitu lho. Nggak adil ini terhadap Ira Puspadewi gitu, jadi jangan bersembunyi di balik formalitas,” ujarnya.
Dia menyebut Prabowo mengambil keputusan memberikan rehabilitasi untuk Ira tak melihat hasil survey. Menurutnya, Prabowo mempelajari kasus Ira secara serius sebelum akhirnya memutuskan memilih untuk memberikan rehabilitasi.
“Sehingga Pak Prabowo, ininya Pak Prabowo dia nggak ambil pusing. Kalau dia sudah membuat satu opsi, segala macam, ya ada risiko secara citra dia akan berkurang dan lain sebagainya ya dia akan tetap ambil. Itu masalahnya Pak Prabowo Pak, kalau Pak Prabowo ini ambil keputusan nggak lihat hasil survei ini gimana, ini segala macam, nggak. Dia cukup pelajari bener-bener, kita ngasih masukan, lalu dia ambil keputusan,” katanya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menyinggung KUHAP yang baru saja disahkan. Menurutnya, apa yang dialami Ira tak akan terjadi jika proses hukumnya menggunakan KUHAP baru tersebut.
“Kalau ibu Ira Puspadewi ini kemarin diprosesnya berdasarkan KUHAP yang baru disahkan, aku yakin nggak akan terjadi seperti ini. Karena sejak awal dia didampingi advokat yang berkualitas, berstatus sebagai pemberi keterangan, sebagai saksi, sebagai tersangka, kemudian advokatnya bisa aktif membela kepentingan yang bersangkutan,” ujar Habiburokhman.
“Lalu, penyidiknya terancamnya hukuman kalau penyidik, penyelidik melakukan kesalahan melaksanakan tugas, bukan sekadar hukuman administrasi, bukan sekadar hukuman etik, tapi hukuman pidana,” tambahnya.
Untuk diketahui, mantan Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi (IP), divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP. Vonis ini ramai disorot publik.
Selain Ira, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP 2019-2024 M Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Kini Prabowo memberikan rehabilitasi terhadap ketiganya.
Ira, Yusuf dan Harry juga telah keluar dari rumah tahanan KPK. Ira juga membuat syukuran usai keluar dari Rutan.
Halaman 2 dari 2
(mib/fas)
-
/data/photo/2025/12/06/6934116fda909.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Waketum Gerindra Habiburokhman: Amnesti untuk Hasto bukan Upaya Rekonsiliasi Politik Nasional 6 Desember 2025
Waketum Gerindra Habiburokhman: Amnesti untuk Hasto bukan Upaya Rekonsiliasi Politik
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan bahwa pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai PDI-P Hasto Kristiyanto, bukanlah upaya rekonsiliasi politik.
Hal ini disampaikan
Habiburokhman
untuk menjawab anggapan dari mantan Pimpinan KPK
Johan Budi
, yang menilai Prabowo Subianto berusaha melakukan rekonsiliasi dengan PDI-P melalui amnesti untuk Hasto.
“Pak Johan Budi mengatakan amnesti (untuk Hasto) sebagai bentuk rekonsiliasi, bukan itu,” kata Habiburokhman, dalam acara diskusi ‘Gejolak Jelang 2026: Dampak Politik Pisau Hukum Prabowo’ di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
Habiburokhman menuturkan, pemberian amnesti kepada Hasto justru menjadi bukti bahwa Prabowo tidak ingin menggunakan hukum untuk membalas dendam politik.
“Justru Pak Prabowo mau meluruskan bahwa kami ini enggak mau menggunakan hukum sebagai alasan untuk mengeksekusi dendam politik,” ujar dia.
Ia menambahkan, Prabowo tidak akan mempidanakan seseorang karena ada dendam politik yang belum selesai.
“Kami ingin menegaskan sikap
gentleman
kita, sikap
gentleman
Pak Prabowo. Enggak ada karena dendam politik, orang di-tipikorkan, enggak ada,” ujar Habiburokhman.
Sebelum giliran Habiburokhman menyampaikan pendapatnya, Johan Budi sempat memberikan pendapat terkait sejumlah keputusan Prabowo untuk menggunakan hak prerogatifnya.
Ada tiga kasus yang disinggung Johan: Abolisi untuk Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula, rehabilitasi untuk eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi dan dua direksinya dalam kasus korupsi akuisisi perusahaan PT JN, serta amnesti untuk Hasto Kristiyanto dalam kasus suap penanganan perkara terkait Harun Masiko.
Johan menegaskan bahwa dirinya setuju dengan keputusan Prabowo “mengampuni” Tom Lembong dan Ira Puspadewi, tetapi tidak dengan amnesti untuk Hasto.
“Saya tidak setuju kalau kewenangan konstitusi yang dimiliki Presiden Prabowo itu digunakan untuk kepentingan politik, rekonsiliasi nasional kan istilahnya. Anda tahu kan sebelum ada amnesti, itu saya enggak setuju kalau yang itu,” kata Johan, dalam acara yang sama.
Ia menegaskan bahwa abolisi untuk Tom dan rehabilitasi untuk Ira menjawab pertanyaan di masyarakat sekaligus memberikan rasa keadilan.
Namun, pemberian amnesti untuk Hasto tidak memenuhi aspek-aspek ini.
“Kalau politik kan bisa banyak hal, tapi kalau amnesti itu saya enggak setuju, tolong dicatat itu,” tegas Johan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/16/69411747d0896.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/20/691eeaf32a1e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2024/05/27/665410cc483d0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)