Tag: Guswanto

  • Viral Hujan Es Turun di Cikini, BMKG Ungkap Penyebabnya

    Viral Hujan Es Turun di Cikini, BMKG Ungkap Penyebabnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena hujan es mengejutkan warga Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa (30/9) sore. Menurut laporan warga dan video yang beredar di media sosial, hujan deras disertai angin kencang turun sekitar pukul 15.05 WIB. Selama sekitar satu menit terlihat butiran es kecil seperti kerikil jatuh bersama hujan.

    Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto, menjelaskan bahwa hujan es bisa terjadi di wilayah tropis, terutama saat masa peralihan musim atau pancaroba.

    “Kami BMKG menjelaskan bahwa hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat masa peralihan musim (pancaroba),” ujar Guswanto dalam ketarangan tertulis yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (1/10/2025).

    Menurutnya, fenomena tersebut dipicu oleh kondisi atmosfer yang mendukung terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb), yaitu awan hujan yang sangat tinggi dan padat.

    Di lapisan atas awan ini, suhu bisa mencapai sekitar -55 derajat Celcius, cukup dingin untuk membentuk butiran es kecil yang kemudian jatuh ke permukaan bersama hujan deras dan angin kencang.

    “Ini bukan hujan biasa, melainkan fenomena hujan es yang bisa terjadi secara lokal dan singkat saat cuaca ekstrem,” jelasnya.

    BMKG mendeteksi fenomena itu melalui radar cuaca. Hasil pemantauan menunjukkan area reflektivitas tinggi di kisaran 50-55 dBZ, yang menandakan adanya presipitasi padat seperti es.

    “Semakin merah pantulan radar berarti suhu puncak awan sudah mencapai -55°C, dan itu sudah berupa butiran es,” ia menjelaskan.

    Foto: Citra satelit cuaca 30 September 2025. (Dok. BMKG)
    Citra satelit cuaca 30 September 2025. (Dok. BMKG)

    Secara perinci, berikut penjelasan BMKG terkait hujan es di Cikini pada 30 September 2025:

    •⁠ ⁠Hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat masa peralihan musim atau pancaroba.

    •⁠ ⁠Kondisi atmosfer saat itu mendukung terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb) -jenis awan hujan yang sangat tinggi dan padat.

    •⁠ ⁠Di lapisan atas awan ini, suhu bisa mencapai -55°C, cukup dingin untuk membentuk butiran es kecil.

    •⁠ ⁠Butiran es tersebut kemudian jatuh ke permukaan bersama hujan deras dan angin kencang.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ada Hujan Es di Cikini Jakarta Sore Ini 30 September, Begini Penjelasan BMKG

    Ada Hujan Es di Cikini Jakarta Sore Ini 30 September, Begini Penjelasan BMKG

    Bisnis.com, JAKARTA – Warga di Cikini dikejutkan dengan munculnya hujan es hari ini sore tadi pukul 15.00 WIB.

    Kemunculan hujan es tersebut dibenarkan oleh BMKG.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan benar, sore ini terjadi hujan es di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

    Dia mengatakan fenomena ini sempat mengejutkan warga karena cukup jarang terjadi di Jakarta.

    “Menurut laporan warga dan video yang beredar, hujan deras disertai angin kencang turun sekitar pukul 15.05 WIB, dan selama sekitar satu menit terlihat butiran es kecil seperti kerikil jatuh bersama hujan,” ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis.

    BMKG menjelaskan bahwa hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat masa peralihan musim (pancaroba). Kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan Comulonimbus awan hujan yang sangat tinggi dan padat dapat menyebabkan terbentuknya butiran es di lapisan atas atmosfer yang kemudian jatuh ke permukaan.

    “Jadi, ini bukan hujan biasa, melainkan fenomena hujan es yang memang bisa terjadi secara lokal dan singkat saat cuaca ekstrem, Kondisi awannya seperti dibawah ini,” tambahnya.

    Berikut alasan munculnya hujan es di Cikini tersebut

    – Hujan es bisa terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, terutama saat *masa peralihan musim* atau *pancaroba*.
    – Kondisi atmosfer saat itu mendukung terbentuknya **awan Cumulonimbus (Cb)**—jenis awan hujan yang sangat tinggi dan padat.
    – Di lapisan atas awan ini, suhu bisa mencapai **-55°C**, cukup dingin untuk membentuk **butiran es kecil**.
    – Butiran es tersebut kemudian jatuh ke permukaan bersama hujan deras dan angin kencang.

    BMKG mendeteksi fenomena ini lewat radar cuaca, yang menunjukkan area reflektivitas tinggi (50–55 dBZ), menandakan adanya presipitasi padat seperti es.

    Guswanto mengatakan fenomena ini bisa saja terjadi di wilayah lainnya, terutama saat musim pancaroba.

    Pantulan dari Presipitasi:

    Gelombang ini memantul kembali dari partikel presipitasi (tetesan air, kristal es, dll.) di atmosfer. Reflektivitas radar adalah ukuran kekuatan sinyal yang dipantulkan kembali ke radar oleh presipitasi (hujan, salju, es) dan dinyatakan dalam unit desibel reflektivitas (dBZ). Semakin merah berarti suhu puncak awan sudah bisa mencapai -55 derajat Celcius, dan ini sudah berupa butiran es. 

  • Bapanas dan BMKG sinergi bangun fondasi ketahanan pangan berkelanjutan

    Bapanas dan BMKG sinergi bangun fondasi ketahanan pangan berkelanjutan

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersinergi membangun fondasi ketahanan pangan berkelanjutan melalui pemanfaatan data yang lebih komprehensif dan akurat.

    Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy mengatakan kerja sama itu merupakan tonggak penting dalam menjawab tantangan pangan di tengah perubahan iklim dan dinamika global.

    “Dengan memadukan data pangan dan iklim, Bapanas bersama BMKG membangun fondasi kebijakan yang lebih presisi, adaptif, dan berpihak pada masyarakat,” kata Sarwo dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Sinergitas Pertukaran dan Pemanfaatan Data dan Informasi dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Nasional di Jakarta, Senin (8/9).

    Ia menambahkan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika dari BMKG akan sangat mendukung analisis pangan nasional, mulai dari stabilisasi harga dan stok, penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), hingga penyusunan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA).

    “Dengan data yang lebih komprehensif, kebijakan pangan bisa lebih antisipatif, sehingga kita tidak hanya menunggu krisis datang, tetapi bisa menyiapkan langkah mitigasi sejak dini,” ujar Sarwo.

    Sinergi tersebut juga menjadi tindak lanjut dari kesepahaman bersama yang sebelumnya ditandatangani Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati tentang Sinergitas Program dan Kegiatan dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional pada 2 Juni 2025.

    Selain itu, implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan penyelenggaraan Sistem Informasi Pangan.

    Selain itu, kerja sama ini sesuai dengan Peraturan BMKG Nomor 12 Tahun 2019 yang membuka akses data untuk kepentingan pemerintah, memperkuat prinsip Satu Data Indonesia.

    Sebagai tindak lanjut, Bapanas telah menugaskan jajaran terkait untuk menyusun rencana aksi implementasi beserta timeline, melakukan monitoring bersama, dan memastikan bahwa pertukaran data berjalan sesuai regulasi.

    Kolaborasi itu juga membuka ruang bagi pengembangan sistem peringatan dini pangan berbasis iklim, kajian bersama, serta pemanfaatan teknologi big data dan kecerdasan buatan untuk analisis prediktif.

    “Sinergi data pangan dan iklim akan membawa kita pada kebijakan yang lebih kokoh, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk menjawab tantangan pangan di masa depan,” kata Sarwo.

    Kepala Pusat Data dan Informasi Pangan Bapanas, Kelik Budiana menambahkan bahwa integrasi data tersebut menjadi fondasi penting dalam membangun Sistem Informasi Pangan (SIP).

    “Kami memastikan setiap data yang ditukar bukan sekadar angka melainkan bahan baku bagi analisis yang tajam dan kebijakan yang tepat. Dengan SIP yang terintegrasi, Bapanas dapat merespons lebih cepat terhadap gejolak harga, ketersediaan, maupun kerawanan pangan,” jelas Kelik.

    Sementara itu, Plt Sekretaris Utama BMKG, Guswanto menegaskan dukungan penuh lembaganya dalam menyediakan data iklim dan cuaca yang relevan bagi pangan nasional.

    “BMKG berkomitmen menghadirkan informasi meteorologi dan klimatologi yang akurat, terpercaya, dan tepat waktu,” kata Guswanto.

    Oleh karena itu, tambah Guswanto, sinergi tersebut memastikan data dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung stabilitas pangan dan kesejahteraan masyarakat.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Endang Sukarelawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BMKG Ungkap Alasan Jakarta-Depok-Bekasi Mendadak Dingin

    BMKG Ungkap Alasan Jakarta-Depok-Bekasi Mendadak Dingin

    Jakarta, CNBC Indonesia – Belakangan suhu di Jakarta, Depok dan Bekasi terasa dingin pada pagi dan malam hari. Anehnya hal ini terjadi justru ketika memasuki musim kemarau.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena udara dingin yang akhir-akhir ini terasa, terjadi karena beberapa faktor.

    Angin Monsun Australia

    Salah satu penyebab fenomena suhu dingin menjelang puncak musim kemarau ini adalah Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Asia dan melewati wilayah Indonesia serta Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut relatif lebih rendah (dingin).

    Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya.

    Selanjutnya mengakibatkan suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia terutama wilayah Selatan khatulistiwa, seperti pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, terasa lebih dingin. Orang Jawa biasa menyebutnya Mbedhidhing.

    Wilayah di pulau Jawa yg terasa lebih dingin adalah Pegunungan Bromo, Pegunungan Sindoro-Sumbing dan Wilayah Lembang Bandung. Bahkan pada 7 Juli 2024 suhu minimum terjadi di dataran tinggi Dieng mencapai 1 derajat Celcius pada jam 2 dini hari.

    Posisi Geografis

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengungkapkan bahwa disamping Monsun Australia, fenomena suhu dingin juga disebabkan oleh faktor posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, dan kelembaban udara yg relatif kering.

    Selain itu pada bulan Juni hingga Agustus posisi sudut datang dari sinar matahari sedang berada di posisi terjauh dari Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia bagian Selatan Khatulistiwa.

    “Beberapa hari terakhir ini, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan,” ujar Guswanto dalam keterangan tertulis, dikutip dari website BMKG, Selasa (1/7/2025).

    Ia menjelaskan bahwa angin dominan berhembus dari arah timur hingga tenggara yang membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia, sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan. Sehingga membuat langit menjadi cerah sepanjang hari.

    Kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, yang mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.

    Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

    “Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah,” imbuhnya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Viral ‘Bekaswiss’, BMKG Sebut Fenomena Kabut di Bekasi Masih Bisa Berlanjut

    Viral ‘Bekaswiss’, BMKG Sebut Fenomena Kabut di Bekasi Masih Bisa Berlanjut

    Jakarta

    ‘Bekaswiss’ belakangan ramai menjadi perbincangan pasca cuaca atau suhu di Bekasi dirasakan lebih dingin dari biasanya. Sejumlah warganet juga menunjukkan wilayah Bekasi di malam dan pagi hari juga tampak sedikit berkabut bagaikan di Swiss.

    Tidak heran, penyematan nama ‘Bekaswiss’ kemudian ramai digunakan warganet. “Ini Bekasi apa Swiss sih? Berkabut bae,” curhat salah satu pengguna TikTok yang diunggah Minggu malam (29/5/2026), menunjukkan kabut yang terlihat di jalan raya sekitar Grand Wisata Bekasi.

    “Berasa di Sentul,” timpal yang lain.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menegaskan fenomena kabut di Bekasi sebenarnya normal. Mengingat, hal ini terjadi di tengah musim hujan.

    “Ini fenomena normal saat musim hujan dengan angin tenang dan curah hujan tinggi,” jelas Guswanto saat dihubungi detikcom, Senin (30/6/2025).

    Sebagai catatan, kabut terbentuk karena sejumlah faktor, termasuk hujan yang bisa memicu penurunan suhu serta kelembapan udara. Walhasil, kelembapan yang tinggi dapat membuat udara terasa lebih dingin dan berkabut.

    “Pergerakan angin juga membawa udara yang lebih sejuk dan lembap ke wilayah tersebut,” ujar Guswanto.

    Karenanya, tiga faktor meliputi hujan, kelembapan tinggi, dan pergerakan angin, membuat cuaca lebih dingin dan Bekasi tampak sedikit berkabut. Guswanto menyebut fenomena berkabut masih mungkin terjadi dalam beberapa hari mendatang.

    Hujan ringan membuat suhu berada di sekitar 23-24 derajat celcius dengan kelembapan di angka 90 persen.

    “Kabut mungkin akan muncul pada malam hari karena kelembapan yang tinggi dan suhu yang lebih rendah,” terang dia.

    Sebagian masyarakat mengira bahwa kemunculan kabut merupakan pertanda udara yang tercemar atau tingginya tingkat polusi. Namun, Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, menegaskan kehadiran kabut tidak otomatis menunjukkan penurunan kualitas udara.

    Ia menjelaskan bahwa meskipun di daerah perkotaan kabut dapat bercampur dengan partikel polusi, hal tersebut tidak serta-merta berarti udara dalam kondisi tidak sehat.

    “Kabut yang muncul di wilayah dengan aktivitas manusia tinggi tidak selalu mencerminkan kualitas udara yang buruk,” ujarnya, saat dihubungi terpisah.

    BMKG juga memastikan bahwa kabut yang terjadi saat ini tidak berdampak pada aktivitas sehari-hari. Jarak pandang untuk transportasi, baik darat maupun udara, masih berada dalam kategori aman.

    NEXT: Prakiraan Cuaca Bekasi 1 Juli 2025

    Bekasi Timur

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 98 persen

    Bekasi Barat

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 73 sampai 98 persen

    Bekasi Utara

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 29 derajat celsius
    Kelembapan 73 sampai 98 persen

    Bekasi Selatan

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 98 persen

    Rawalumbu

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 98 persen

    Medansatria

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 29 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 98 persen

    Bantargebang

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 98 persen

    Pondokgede

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 73 sampai 99 persen

    Jatiasih

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 74 sampai 99 persen

    Mustikajaya

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 72 sampai 97 persen

    Pondokmelati

    Hujan ringan dengan suhu 23 sampai 28 derajat celsius
    Kelembapan 73 sampai 99 persen

    Simak Video “Video: Penampakan Kabut Asap Beracun Selimuti New Delhi India”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Viral ‘Bekaswiss’, BMKG Sebut Fenomena Kabut di Bekasi Masih Bisa Berlanjut

    Viral ‘Bekaswiss’ Cuaca Bekasi Lebih Dingin dari Biasanya, BMKG Ungkap Pemicunya

    Jakarta

    Cuaca dingin menyelimuti Bekasi sejak akhir pekan kemarin, Minggu (29/6/2025). Bahkan, belakangan warganet ramai menyematkan istilah ‘Bekaswiss’ lantaran cuaca dingin ala Swiss jarang terjadi di wilayah tersebut, terlebih diikuti dengan kabut tipis.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyebut hal itu normal terjadi. Fenomena cuaca dingin di Bekasi bisa disebabkan karena sejumlah faktor, termasuk suhu dan kelembapan meningkat saat hujan.

    “Kawasan Puncak Bogor dikenal memiliki iklim yang lebih sejuk karena letaknya yang berada di dataran tinggi. Namun, cuaca di Bekasi dan Depok yang berada di dataran rendah kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain seperti hujan dan kelembaban tinggi,” terang Guswanto.

    Hujan bisa membuat suhu Bekasi otomatis lebih sejuk di tengah kelembapan yang meningkat. Kondisi kelembapan tersebut walhasil membuat udara jauh lebih dingin dari biasanya.

    Hal itu juga menjadi alasan mulai muncul kabut tipis di wilayah Bekasi. Pengaruh angin di wilayah Depok dan puncak Bogor juga disebutnya ikut berperan.

    “Meskipun anginnya relatif tenang, pergerakan angin juga dapat membawa udara yang lebih sejuk dan lembap ke wilayah tersebut,” jelas Guswanto, saat dihubungi detikcom Senin (30/6/2025).

    Perkiraan BMKG menunjukkan hujan ringan masih akan terus terjadi di malam hari ini, Senin (30/6). Suhu terendah bisa berada di sekitar 23 hingga 24 derajat Celcius dengan kelembapan mencapai 96 persen.

    “Depok dan Bekasi diperkirakan akan mengalami hujan ringan pada malam hari dengan suhu sekitar 23-24 derajat Celsius dan kelembapan tinggi,” tutur dia.

    “Kabut mungkin akan muncul kembali pada malam hari karena kelembaban tinggi dan suhu rendah. Ini fenomena normal saat musim hujan dengan angin tenang dan curah hujan tinggi,” tutup Guswanto.

    (naf/up)

  • Ternyata, Ini Alasan Bekasi Berkabut Kata BMKG

    Ternyata, Ini Alasan Bekasi Berkabut Kata BMKG

    Bisnis.com, JAKARTA – Warga Bekasi pada Minggu 29 Juni 2025 dihebohkan dengan munculnya kabut di wilayah tersebut.

    Hal tersebut membuat warga bertanya-tanya fenomena apa yang membuat kabut itu muncul, padahal biasanya Bekasi cuacanya sangat panas.

    Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan fenomena cuaca di Bekasi, Depok, dan sekitarnya yang berkabut dan sejuk seperti di kawasan Puncak Bogor pada  29 Juni 2025 disebabkan oleh beberapa faktor.

    Pertama, kondisi cuaca dimana Depok diperkirakan akan mengalami hujan pada sore hari dengan suhu sekitar 24-25°C dan kelembaban tinggi mencapai 92-96%. Anginnya relatif tenang dengan kecepatan 0-4 mph.

    Kemudian, pengaruh dari puncak Bogor, dimana kawasan Puncak Bogor dikenal memiliki iklim yang lebih sejuk karena letaknya yang berada di dataran tinggi. Namun, cuaca di Bekasi dan Depok yang berada di dataran rendah kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain seperti hujan dan kelembaban tinggi.

    – Faktor Penyebab: Beberapa faktor yang dapat menyebabkan cuaca berkabut dan sejuk di Bekasi dan Depok adalah:
    – Hujan: Hujan dapat menyebabkan suhu menjadi lebih sejuk dan kelembaban meningkat.
    – Kelembaban Tinggi: Kelembaban yang tinggi dapat membuat udara terasa lebih dingin dan berkabut.
    – Pergerakan Angin: Meskipun anginnya relatif tenang, pergerakan angin dapat membawa udara yang lebih sejuk dan lembab ke wilayah tersebut.

    Prakiraan Cuaca 
    – Hujan Ringan: Depok diperkirakan akan mengalami hujan ringan pada malam hari dengan suhu sekitar 23-24°C dan kelembaban tinggi.
    – Kabut: Kabut mungkin akan muncul pada malam hari karena kelembaban yang tinggi dan suhu yang lebih rendah.

  • 6
                    
                        Depok dan Bekasi Diselimuti Kabut, Ini Penjelasan BMKG
                        Megapolitan

    6 Depok dan Bekasi Diselimuti Kabut, Ini Penjelasan BMKG Megapolitan

    Depok dan Bekasi Diselimuti Kabut, Ini Penjelasan BMKG
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penyebab sejumlah wilayah di Depok dan Bekasi diselimuti kabut karena kelembaban udara yang tinggi, Minggu (29/6/2025).
    Hal itu turut dibersamai dengan intensitas hujan yang sering di beberapa wilayah tersebut.
    “Kawasan Puncak Bogor dikenal memiliki iklim lebih sejuk karena letaknya yang berada di dataran tinggi. Namun, cuaca di Bekasi dan Depok yang berada di dataran rendah kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lain seperti hujan dan
    kelembaban tinggi
    ,” kata Guswanto saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (30/6/2025).
    Berdasarkan catatan BMKG, wilayah Depok sendiri kemarin memiliki kelembaban udara cukup tinggi di angka 92-96 persen.
    Hal ini berkaitan erat dengan intensitas hujan yang turun sejak pagi hari.
    Lalu di Minggu sore, angin di Depok diperkirakan relatif tenang dengan kecepatan 0-4 mph.
    “Meskipun anginnya relatif tenang, pergerakan angin dapat membawa udara yang lebih sejuk dan lembap ke wilayah tersebut,” ujar Guswanto.
    Sementara itu,
    prakiraan cuaca
    BMKG Depok akan turun hujan gerimis mulai siang hingga malam hari ini.
    Meski demikian, Guswanto belum menemukan indikasi adanya cuaca berkabut lagi pada hari ini.
    Sebelumnya diberitakan, wilayah di Jakarta, Depok, Bogor, dan Bekasi diselimuti kabut hampir seharian pada Minggu.
    Beberapa warga yang tinggal di wilayah tersebut melaporkan kemunculan kabut itu, salah satunya Angga (17), seorang warga Depok.
    Ia menceritakan, saat keluar rumah pukul 16.52 WIB, Angga melihat kabut tipis di sekitar tempat tinggalnya.
    “Depok yang biasanya panas jadi adem. Vibe-nya sendu karena berkabut. Jadi rasanya beda,” ungkap Angga kepada Kompas.com, Minggu malam.
    Menurutnya, kabut bisa muncul akibat hujan yang terus mengguyur Kota Depok selama tiga hari berturut-turut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Awas Risiko Heatstroke! BMKG Beri Tips Hadapi Cuaca Panas Ekstrem

    Awas Risiko Heatstroke! BMKG Beri Tips Hadapi Cuaca Panas Ekstrem

    Jakarta

    Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca panas ekstrem yang belakangan kembali dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan masuknya Indonesia ke musim kemarau. Puncaknya diprediksi terjadi pada Juni, Juli, hingga Agustus 2025.

    Suhu panas ekstrem disebut lebih banyak terjadi pada wilayah sekitar Jawa, Nusa Tenggara, Sumatera, dengan suhu maksimum di atas 37 derajat Celcius.

    Masyarakat yang berada di wilayah selatan ekuator, khususnya Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan sebagian wilayah Sumatera, diimbau Guswanto perlu meningkatkan kewaspadaan. Wilayah-wilayah ini disebut memiliki karakteristik permukaan lebih cepat menyerap panas dan relatif lebih kering.

    “Kondisi panas ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga pertengahan Mei 2025, dan masyarakat juga perlu mewaspadai potensi suhu panas yang dapat kembali meningkat pada periode September hingga Oktober,” tutur Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, kepada detikcom, ditulis Sabtu (3/5/2025).

    “Ketika posisi semu matahari kembali bergerak dari utara menuju selatan dan kembali melintasi wilayah ekuator. Wilayah selatan ekuator seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara berpotensi kembali mengalami kondisi serupa,” tandas dia.

    Guswanto berpesan sedikitnya ada empat hal yang perlu diperhatikan demi menghindari risiko heatstroke atau sengatan panas.

    1. Pastikan Tetap Terhidrasi

    Masyarakat dianjurkan untuk minum air putih cukup secara berkala, meskipun tidak merasa haus, guna mencegah dehidrasi.

    2. Batasi Aktivitas

    Membatasi aktivitas luar ruangan utamanya pada rentang waktu 11:00 hingga 15:00 WIB. Bila tetap perlu ke luar rumah, disarankan menggunakan topi, payung, maupun pakaian ringan.

    “Menghindari paparan sinar matahari langsung pada siang hari dapat mengurangi risiko heatstroke,” beber Guswanto.

    3. Pendingin Udara

    Bila memungkinkan, sebaiknya menggunakan kipas atau pendingin udara di dalam ruangan untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil. Memilih tempat-tempat publik yang memiliki AC, untuk bisa membantu meredakan suhu ekstrem.

    4. Kelompok Rentan

    Kelompok anak-anak, lansia, dan mereka dengan kondisi kesehatan kronis rentan pada serangan panas. Artinya, perlu mendapatkan perhatian khusus sehingga terhindar dari kemungkinan heatstroke maupun komplikasi kesehatan lainnya.

    5. Pantau Cuaca

    Memantau laporan dan prediksi cuaca harian sebelum bepergian ke luar rumah juga tak kalah penting. Akses informasi bisa didapat melalui kanal media sosial @infoBMKG maupun website resmi mereka https://www.bmkg.go.id, juga call center BMKG (196).

    (naf/kna)

  • BMKG Ungkap Wilayah Terpanas di Indonesia saat Masuk Musim Kemarau

    BMKG Ungkap Wilayah Terpanas di Indonesia saat Masuk Musim Kemarau

    Jakarta

    Panas ekstrem yang belakangan kembali terjadi dilatarbelakangi peralihan musim hujan ke kemarau. Pada masa pancaroba, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan cuaca cenderung cerah di pagi hingga siang hari, sehingga radiasi matahari yang masuk lebih maksimal dan menyebabkan suhu permukaan naik tajam.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan Indonesia secara geografis berada di sekitar garis ekuator.

    “Saat ini sedang menerima penyinaran matahari yang sangat intens karena posisi semu matahari sedang melintasi wilayah ekuatorial dan secara bertahap bergerak ke utara,” katanya saat dihubungi detikcom, Sabtu (3/5/2025).

    “Pada awal Mei 2025, deklinasi matahari tercatat di sekitar 11,2° Lintang Utara, yang artinya sebagian wilayah Indonesia masih berada dalam jalur lintasan penyinaran matahari yang cukup optimum. Kondisi ini memperkuat pemanasan permukaan, terutama saat langit cerah, kelembapan udara rendah, dan pergerakan angin lemah,” jelas Guswanto.

    Karenanya, sejak April hingga Mei, dilanjut September sampai Oktober, menjadi periode suhu tinggi.

    Wilayah yang Terdampak

    Beberapa wilayah di Indonesia mencatat suhu maksimum yang cukup tinggi dalam beberapa waktu terakhir.

    “Di Tanah Merah, Papua Selatan, suhu udara mencapai 38,4°C pada 29 Maret 2025 dan kembali mencatat 37,0°C pada 21 April 2025. Sementara itu, Stasiun Meteorologi Juanda di Jawa Timur mencatat suhu maksimum 37,9°C pada 23 April 2025. Selain itu, suhu di atas 35°C juga tercatat di wilayah lain seperti Lampung dan Jawa Timur pada akhir April,” tutur dia.

    Masyarakat yang berada di wilayah selatan ekuator, khususnya Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan sebagian wilayah Sumatera, diimbau Guswanto perlu meningkatkan kewaspadaan. Wilayah-wilayah ini disebut memiliki karakteristik permukaan lebih cepat menyerap panas dan relatif lebih kering.

    “Sehingga lebih rentan mengalami akumulasi panas ekstrem pada siang hari,” tandas dia.

    Ia juga meminta masyarakat mewaspadai dampak berkepanjangan dari cuaca panas ekstrem.

    “Dehidrasi dan heat stroke menjadi risiko utama, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, serta pekerja yang beraktivitas di luar ruangan dalam waktu lama. Selain itu, suhu tinggi yang berlangsung terus-menerus dapat memicu kekeringan lokal dan menyebabkan berkurangnya ketersediaan air bersih di sejumlah wilayah, yang berdampak pada aktivitas harian dan kesehatan masyarakat,” jelas Guswanto.

    “Dalam jangka yang lebih luas, kondisi cuaca yang panas dan kering juga meningkatkan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di daerah-daerah yang rawan dan minim curah hujan dalam beberapa waktu ke depan,” pungkasnya.

    (naf/kna)