Tag: Gus Muhdlor

  • Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor Surabaya, Gus Muhdlor Didampingi Keluarga

    Sidoarjo (beritajatim.com) –  Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor kembali menjalani sidang lanjutan dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo. Dalam sidang kali ini, Gus Mudhlor tampak didampingi keluarganya.

    Gus Muhdlor terlihat tenang dengan memakai kemeja batik. Dalam sidang kali ini, JPU menghadirkan 5 saksi untuk menyampaikan keterangan di depan Majelis Hakim.

    Mereka adalah Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, Mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp 50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak yang didakwakan kepada Gus Mujdlor.

    Ternyata Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono yang sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara.

    Menurut Ari Suryono, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari dalam sidang.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp 50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeserpun uang dari BPPD.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD.

    Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata. Perintah pemotongan dana insentif pajak tersebut bukan dari Gus Muhldor. Melainkan sudah terjadi di masa bupati sebelumnya.

    “Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” katanya.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Seperti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siskawati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [uci/ted]

  • Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Gus Muhdlor Klaim Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo non aktif, Ahmad Muhdlor Ali, (Gus Muhdlor) mengklaim tak pernah memerintahkan untuk memotong insentif ASN Sidoarjo. Hal ini terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di PN Surabaya, Senin (7/10/2024)

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan 5 saksi. Mereka adalah mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo A Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

    Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo. Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono.

    Ari Suryono sendiri sudah dituntut JPU 7 tahun 6 bulan penjara. Dia menyebut, bahwa Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. Menurutnya, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di pendopo turut dipikirkan. BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.

    “Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo.

    Ari Suryono menegaskan, nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp 50 juta.

    Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. Jadi, Gus Muhdlor tidak pernah mengirimkan uang untuk menggaji staf pendopo.

    Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono juga diberitahu bahwa ada dana sedekah yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD. “Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan A Hadi Yusuf,” tambah Ari Suryono.

    Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. “Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” katanya.

    Sepeti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siska Wati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen. [isa/beq]

  • Sidang Dugaan Korupsi BPPD Sidoarjo, JPU Sebut Peran Gus Muhdlor Tak Dominan

    Sidang Dugaan Korupsi BPPD Sidoarjo, JPU Sebut Peran Gus Muhdlor Tak Dominan

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidorajo Non Aktif H. Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menjalani sidang perdana kasus dugaan pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Senin (30/9/2024).

    Gus Muhdlor mengikuti sidang di ruang Candra dengan mengenakan baju batik dan kopyah hitam. Sanak saudara Gus Muhdlor juga tampak menemani.

    Dalam sidang itu terungkap bahwa peran Gus Muhdlor tak dominan. Kepala BPPD Kab. Sidoarjo Ari Suryono menerima potongan insentif ASN hingga Rp1,4 miliar sejak 2021.

    Gus Muhdlor dalam kasus itu tidak menerima dana potongan intensif ASN secara langsung. Jumlahnya juga jauh lebih kecil. Dalam pembacaan surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK Arif Usman menyebut Gus Muhdlor melanggar Pasal 12 huruf F UU Tipikor.

    “Bersama Ari Suryono menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo dan Siskawati menjabat Kasubag Kepegawaian Umum BPPD Sidoarjo meminta atau menerima potongan pembayaran pegawai negeri senilai Rp8,5 miliar,” kata Arif saat membacakan dakwaan.

    Uang potongan itu diberikan oleh Siskawati kepada staf Gus Muhdlor. “Terdakwa mendapat Rp 50 juta per bulan yang diberikan Siskawati kepada sopir terdakwa, Ahmad Masruri,” imbuh Arif.

    Usai dakwaan dibacakan, pengacara Gus Muhdlor, Mustofa Abidin menyebut bahwa pihaknya menghormati JPU. Gus Muhdlor tidak akan mengajukan eksepsi.

    “Kami lihat secara formil (surat dakwaan) sudah memenuhi. Kami tidak menyiapkan waktu untuk mengajukan eksepsi dan meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang,” papar Mustofa.

    Pihaknya akan berpatokan pada fakta-fakta di persidangan. Mustofa memprediksi akan ada tambahan saksi-saksi yang akan dihadirkan di persidangan, yang tidak ada saat sidang Ari dan Siskawati.

    “Kalau dari kami menyiapkan 126 saksi, tapi kalau dari jaksa belum tahu. Itu semua kewenangan jaksa untuk membuktikan dakwaan. Kami standar aja, artinya kami pasti akan melihat keterangan saksi-saksi dalam persidangan,” pungkasnya.

    Sepeti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siskawati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen.

    KPK lalu mengembangkan kasus itu dengan memeriksa Gus Muhdlor. Gus Muhdlor lalu ditetapkan sebagai tersangka bersama Ari dan Siskawati. [isa/beq]

  • Berkas Perkara Bupati Sidoarjo Non Aktif Dilimpahkan ke PN Tipikor

    Berkas Perkara Bupati Sidoarjo Non Aktif Dilimpahkan ke PN Tipikor

    Surabaya (beritajatim.com) – Berkas perkara tindak pidan Korupsi Bupati Non akti Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau yang akrab disapa Gus Muhdlor, resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.

    Pelimpahan dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, perkara ini didaftarkan pada 18 September 2024 dengan nomor registrasi 110/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby.

    Penyerahan berkas perkara Gus Muhdlor tersebut dilimpahkan dengan Nomor : 66/tut/./03/24/09/2024 pada 17 September 2024 lalu.

    Sementara sidang perdana, dijadwalkan digelar pada Senin, 30 September 2024 di ruang Cakra, Pengadilan Tipikor PN Surabaya.

    Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sidoarjo pada 25 Januari 2024. Sebanyak 11 orang diamankan, termasuk Kasubag Umum Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Siska Wati, yang diduga berperan aktif dalam pemotongan insentif ASN BPPD.

    Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati. Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo, dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

    Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

    Gus Muhdlor, yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut. Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi. [uci/ian]

  • Berkas Perkara Bupati Sidoarjo Non Aktif Dilimpahkan ke PN Tipikor

    Berkas Perkara Bupati Sidoarjo Non Aktif Dilimpahkan ke PN Tipikor

    Surabaya (beritajatim.com) – Berkas perkara tindak pidan Korupsi Bupati Non akti Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau yang akrab disapa Gus Muhdlor, resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.

    Pelimpahan dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, perkara ini didaftarkan pada 18 September 2024 dengan nomor registrasi 110/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby.

    Penyerahan berkas perkara Gus Muhdlor tersebut dilimpahkan dengan Nomor : 66/tut/./03/24/09/2024 pada 17 September 2024 lalu.

    Sementara sidang perdana, dijadwalkan digelar pada Senin, 30 September 2024 di ruang Cakra, Pengadilan Tipikor PN Surabaya.

    Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sidoarjo pada 25 Januari 2024. Sebanyak 11 orang diamankan, termasuk Kasubag Umum Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Siska Wati, yang diduga berperan aktif dalam pemotongan insentif ASN BPPD.

    Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati. Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo, dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

    Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

    Gus Muhdlor, yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut. Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi. [uci/ian]

  • Terdakwa Siskawati hanya Menjalankan Perintah Atasannya, Tidak Ada Sangkut Paut dengan Bupati

    Terdakwa Siskawati hanya Menjalankan Perintah Atasannya, Tidak Ada Sangkut Paut dengan Bupati

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang lanjutan dugaan pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa Siskawati dan Ari Suryono kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (21/8/2024).

    Kali ini, Majelis Hakim menghadirkan 33 saksi, tiga orang pegawai Pajak Pratama Sidoarjo, 27 ASN BPPD Sidoarjo, ajudan dan sopir pribadi Bupat Sidoarjo (non aktif) H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) secara virtual di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (21/8/2024).

    Dalam sidang tersebut H. Ahmad Muhdlor Ali mengaku tidak pernah menyuruh atau memerintahkan ke
    pada siapa pun untuk melakukan pemotongan dana insentif pegawai BPBD.

    “Pernah suatu ketika saya bertemu dengan Ari Suryono untuk membahas gimana cara meningkatkan target pendapatan pajak. Setelah itu urusan teknis saya serahkan ke OPD terkait,” kata Gus Muhdlor.

    “Waktu bertemu Ari Suryono memang dia sempat ngomong kalau memerlukan Tenaga Harian Lepas (THL) untuk meningkatkan pendapatan. Soal pemotongan dana insentif tanyakan ke terdakwa Ari Suryono, sebab itu di luar pengetahuannya saya,” tukasnya menambahkan.

    Selain kesaksian Ahmad Muhdlor, Jaksa KPK juga mencerca Masruri supir H. Ahmad Muhdlor Ali dan Digsa Ajudan dari H. Ahmad Muhdlor Ali. Menurut kesaksian keduanya, aliran dana pemotongan insentif ASN BPPD itu tidak ada sangkut pautnya dengan bupati.

    Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa Siskawati Erlan Jaya Putra menegaskan struktur kasus tersebut jauh dari peran Siskawati yang dianggap publik sebagai oknum pengumpul dana pemotongan insentif.

    “Jadi apa yang dilakukan Siskawati itu berdasarkan perintah dari Ari Suryono, kalau disangkut pautkan dengan H. Ahmad Muhdlor Ali tentu kami sangat keberatan dan itu keluar dari fakta persidangan,” tegas Erlan.

    Menurutnya, Siskawati tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang menjerat H. Ahmad Muhdlor Ali. Dikatakan Erlan tanggung jawab Siskawati hanya pada terdakwa Ari Suryono selaku pemberi perintah.

    “Jelas ini kasusnya terpisah, Siskawati hanya menjalankan perintah dari Ari Suryono kalau sangkut paut sama H. Ahmad Muhdlor Ali, jelas tidak ada,” pungkasnya. (isa/ian)

  • Korupsi Sidoarjo, Penasehat Siskawati Minta KPK Tidak Tebang Pilih

    Korupsi Sidoarjo, Penasehat Siskawati Minta KPK Tidak Tebang Pilih

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH, penasehat hukum terdakwa Siskawati dalam kasus pemotongan dana insentif  ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, kembali mengkritik secara pedas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Erlan menyebut KPK tebang pilih dalam penegakan hukum. Dalam kasus yang disebut OTT di kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo itu, menurutnya, sangat diperlihatkan secara jelas. “Lihat kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Kab. Sidoarjo yang ditangani KPK ini, klien saya yang jelas-jelas juga korban pemotongan, dihukum,” ucapnya usai sidang dengan agenda keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (8/7/2024).

    Erlan mengatakan, pengakuan ketiga saksi yang dihadirkan yang mana mereka adalah, Sulistiyono sekretaris BPPD Sidoarjo, Hadi Yusuf mantan Sekretaris BPPD dan Rahma Fitri Kristiani PNS BPPD Sidoarjo yang punya peran yang sama seperti terdakwa Siskawati sebelumnya di dinas tersebut.

    Dalam kesaksiannya Rahma juga mengakui pemotongan insentif tersebut sudah ada di zamannya dia menjabat, atau sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu.

    “Dari keterangan saksi tadi, Siskawati ini hanya menjalankan tugas dari pimpinannya dan tidak ada kerugian negara. Ini lah pentingnya, asas equality before the law dimana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Kalau mau bersih ayo ditindak semua yang terlibat,” tegas Erlan meminta.

    Erlan menyebut, KPK harusnya dapat bertindak dengan ketentuan hukum yang ada dengan dibarengi asas kesetaraan hukum bagi semua yang terlibat.

    “Saya secara pribadi kenal baik dengan Nawawi Pamulung Ketua KPK saat ini. Karena kami cinta dengan KPK dan percaya atas reputasi dan kredibilitasnya, ayolah semua yang terlibat ditindak lanjuti ayo kita buka semua. Kasian mereka-mereka yang hanya menjalankan tugas dan tidak menikmati potongan insentif itu malah yang ditangani,” ungkapnya.

    Dalam sidang tersebut, Sulistyono Sekertaris BPPD dari Siskawati di BPPD mengakui besaran potongan insentif tersebut bervariasi sesuai dengan jabatan dan tunjangan yang diterima.

    “Potongan insentif atau di kalangan kami menyebutnya shodaqoh, saya pribadi sekitar Rp 15 juta per tiga bulan. Ini saya lakukan karena di lingkungan saya semuanya juga memberikan shodaqoh sehingga hal itu juga saya lakukan,” tandas Sulistyono.

    Pernyataan lain diungkapkan Rahma Fitri Kristiani pegawai BPPD yang dulunya mengemban tugas yang sama seperti Siskawati. Ia mengakui diberi tugas mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019 yang berakhir di 2021 yang kemudian digantikan oleh Siskawati.

    “Saya ditunjuk dan diperintahkan mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019, kemudian digantikan oleh Siskawati di 2021. Dari pengalaman saya, potongan insentif pertiga bulan sekali itu jika dikumpulkan keseluruhan mencapai Rp 500 juta hingga 600 juta,” kata Rahma di persidangan.

    Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, Siskawati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN, dan kena OTT KPK

    Selain Siskawati KPK juga menetapkan tersangka kepada Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor). Dalam dakwaan Siskawati didakwa Pasal 12 huruf f Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. (isa/but)

  • Kuasa Hukum Siska Wati: Pemotongan Insentif Pajak Sudah Sejak 2014

    Kuasa Hukum Siska Wati: Pemotongan Insentif Pajak Sudah Sejak 2014

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Kabupaten Sidoarjo menyebut praktik pemotongan insentif yang menjeratnya sudah diberlakukan sejak tahun 2014 di era Bupati sebelumnya dan melibatkan banyak pihak.

    Hal itu disampaikan Dr. Erlan Jaya Putra SH. MH kuasa hukum Siska Wati dalam agenda dakwaan sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, yang dipimpin Ketua Majelis Ni Putu Sri Indayani pada, Senin (24/6/2024).

    Erlan mengatakan Siska Wati bukan satu-satunya pegawai di BPPD yang ditugaskan untuk kolektif potongan insentif pegawai. Dari pengakuannya, banyak pihak termasuk Kepala Bidang (Kabid) lainya yang turut menerima tugas tersebut dari Ari Suryono Kepala Badan yang juga menjadi tersangka KPK.

    “Praktik pemotongan insentif pegawai itu sudah diberlakukan jauh di era bupati sebelumnya sejak tahun 2014. Tentunya bukan hanya Siska yang diberi tugas pimpinannya. Banyak yang terlibat harusnya semuanya diproses juga, jangan tebang pilih KPK itu,” kata pengacara dari Bandung itu usai persidangan.

    Erlan menjelaskan, pihak-pihak lain yang terlibat harusnya turut diproses hukum. Selain itu, ia mengatakan dalam kasus yang menjerat Siska tidak ada kerugian Negera samasekali jika dilihat dari kontruksi perkaranya.

    “Saya kira tidak ada kerugian negara sepeserpun. Karena potongan insentif itu atas persetujuan bersama. Dan perlu diingat, insentif Siska Wati sendiri juga turut dipotong. Semua bukti kami ada,” tegasnya.

    Masih menurut Erlan, Ia berharap, aparat penegak hukum diminta untuk turut mengusut pihak lain yang terlibat sejak tahun 2014 silam. Ia menyayangkan jika hanya beberapa orang yang diproses, kredibilitas KPK dan APH lainya dipertanyakan.

    “Harus diusut semua itu dari 2014 silam. Apalagi aliran potongan insentif itu tidak hanya mengalir ke bupati saja. Ada beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) dan juga pejabat lainnya yang turut menerima,” urai Erlan.

    Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kab. Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN. Penetapan Siska Wati ini sebagai pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang melibatkan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).

    Dalam dakwaan Siska Wati didakwa Pasal 12 huruf f Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. [isa/beq]

  • Bupati Sidoarjo Nonaktif Gus Muhdlor Ajukan Praperadilan ke KPK

    Bupati Sidoarjo Nonaktif Gus Muhdlor Ajukan Praperadilan ke KPK

    Surabaya (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka kasus korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Sidoarjo.

    Atas penetapan tersebut, pria yang kerap disapa Gus Muhdlor ini melakukan perlawanan dengan mengajukan permohonan praperadilan.

    Anak KH Agoes Ali Masyhuri ini mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Praperadilan itu teregister dengan nomor: 56/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Didaftarkan pada 14 Mei 2024.

    Kuasa hukum Gus Muhdlor yakni Mustofa Abidin mengatakan, sidang perdana praperadilan digelar pada Selasa (28/5/2024). “Iya, sidangnya kemarin,” katanya, Rabu (29/5/2024).

    Dalam praperadilan ini, anak pengasuh pondok pesantren Bumi Shalawat ini mempersoalkan beberapa poin. Diantaranya, keabsahan penahanan dan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Serta penyitaan barang bukti yang dilakukan penyidik KPK.

    “Penetapan tersangka itu tidak sah. Karena tidak memenuhi minimal dua alat bukti. Lalu, Gus Muhdlor juga tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka,” ungkapnya.

    Menurutnya, uang yang disita KPK sebagai alat bukti sebesar Rp 69,9 juta bukan murni dari hasil pemotongan insentif pajak dan retribusi di Pemkab Sidoarjo. uang tersebut menurutnya diduga uang pribadi Siska Wati atau keluarganya.

    Sidang praperadilan itu dilaksanakan setiap hari. “Kemarin permohonan, hari ini jawaban. Kamis itu replik, Jumat duplik sekaligus pembuktian dari pihak pemohon. Kemudian Senin pembuktian dari pihak termohon, Selasa kesimpulan dan Rabu putusan,” ungkapnya.

    Sebelum sidang praperadilan ini, Gus Muhdlor dan tim penasihat hukumnya juga pernah melakukan gugatan praperadilan. Perkara yang didaftarkan pada 22 April 2024 itu teregister dengan nomor: 49/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.

    Hanya saja, pada 13 Mei 2024 lalu, tim penasihat hukum Gus Muhdlor mencabut berkas perkaranya. Alasannya, gugatannya ada revisi. Akan dilakukan penambahan petitum terkait ketidaksahannya penahanan Gus Muhdlor.

    “Kami melihat ada fakta baru. Terkait penahanan klien kami (Ahmad Muhdlor) belum kami masukkan dalam permohonan yang pertama. Setelah fakta itu kita masukkan, keesokan harinya kami mendaftarkan lagi gugatan praperadilan ini,” ucapnya. [uci/ted]

  • Wabup Subandi Lanjutkan Estafet Kepemimpinan di Pemkab Sidoarjo

    Wabup Subandi Lanjutkan Estafet Kepemimpinan di Pemkab Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Menteri  Dalam Negeri (Mendagri) menunjuk Wakil Bupati Sidoarjo H. Subandi, S.H., M.Kn, sebagai Pelaksana tugas (Plt) Bupati Sidoarjo. Penunjukan ini terkait  status  non-aktif Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).

    Surat Keputusan (SK) Plt Bupati  Sidoarjo diterbitkan hari ini ditandatangi oleh Pj. Gubernur Jawa Timur dan diserahkan oleh Pj Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Dr. Bobby Soemarsono, S.H., M.Si di Gedung Sekretariat Daerah Prov Jatim, Rabu (8/5/2024).

    Menurut Bobby, pemberian penugasan Wakil Bupati Sidoarjo sebagai Plt sesuai dengan Undang-undang No 23 Tahun 2014, apabila bupati dalam masa tahanan dilarang menjalankan tugas dan kewenangannya.

    “Otomatis agar roda pemerintahan dan pembangunan tetap berjalan, termasuk juga dibidang pelayanan publik,  tugas bupati dilaksanakan oleh wakil bupati selaku Plt, ” ucapnya.

    Bobby menambahkan, bahwa seluruh administrasi di Pemkab Sidoarjo saat ini ada dibawah  tanggung Jawab Wabup Sidoarjo. Pembangunan dan pemerintahan harus tetap berjalan dengan baik, begitu juga pelayanan publik harus dipastikan tidak terganggu, karena ini merupakan hak masyarakat.

    “Tugas Plt ini akan berakhir pada saat pelantikan bupati terpilih hasil dari Pilkada 2024,” jelasnya.

    Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Pemprov Jatim berupaya pada saat bupati dan walikota se- jatim pada saat dilantik dilakukan penandatanganan integritas. Secara administratif juga ada pemeriksaan dari Inspektorat, BPK, BPKP secara periodik. “Tujuannya adalah untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan,” tegasnya. [isa/suf]