Tag: Gus dur

  • Soeharto Masuk 10 Tokoh Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Alasannya ‘Tutup Rapat Aib Sejarah’?

    Soeharto Masuk 10 Tokoh Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Alasannya ‘Tutup Rapat Aib Sejarah’?

    PIKIRAN RAKYAT – Belakangan ramai dalam pemberitaan, gelombang kritik atas langkah Kementerian Sosial (Kemensos) yang hendak menjadikan Presiden ke-2 RI, Jenderal Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Apa sejatinya alasan dari pemerintah?

    Dari laman resmi Kemensos, terungkap bahwa Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sedang membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), di Ruang Rapat Menteri, Selasa, 18 Maret 2025 lalu, mengatakan bahwa dasar penentuan gelar kali ini selaras dengan semangat kerukunan dan kebersamaan.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata dia, dikutip pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Adapun, istilah mikul duwur mendem jero secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘menjunjung tinggi derajat orang tua, serta menutup rapat-rapat aib keluarga.’

    Semangat tersebut kemudian menjadi pedoman bagi anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional.

    Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    10 Nama Masuk Daftar Usulan

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Berikut adalah beberapa tokoh yang diusulkan untuk penghargaan:

    Tokoh yang kembali diusulkan:

    K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur) Jenderal Soeharto (Jawa Tengah) K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur) Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah) Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh) K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)

    Tokoh baru yang diusulkan tahun ini:

    Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali) Deman Tende (Sulawesi Barat) Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara) K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur)

    Sebagai catatan, nama-nama yang telah disepakati Dewan Gelar pada 2024 akan kembali diusulkan pada 2025, karena hingga saat ini belum ada keputusan dari Presiden terkait usulan tersebut.

    “Karena belum ada catatan apapun dari Presiden tentang usulan yang sudah dibuat oleh Menteri Sosial sebelumnya. Pastinya saya akan memberikan laporan agar pengangkatan gelar tahun ini bisa disertakan dengan tahun sebelumnya, tahun 2024. Jadi ada dua (usulan) bila Presiden berkenan,” kata Mensos Gus Ipul.

    Dewan Gelar telah menyepakati nama-nama calon pahlawan untuk 2024, antara lain Andi Makasau, Letjen Bambang Sugeng, Rahma El Yunusiah, Frans Seda, Letkol Muhammad Sroedji, AM Sangaji, Marsekal Rd. Soerjadi Soerjadarma, dan Sultan Muhammad Salahuddin. Pengusulan calon pahlawan ini dibatasi hingga 11 April 2025.

    Setelah verifikasi, TP2GP akan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Sosial untuk diteruskan ke Presiden. Proses ini dijamin transparan dan efektif, dengan komitmen memastikan calon pahlawan memiliki kontribusi besar bagi bangsa. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • GP Ansor soal RUU TNI: Masih sejalan dengan semangat reformasi

    GP Ansor soal RUU TNI: Masih sejalan dengan semangat reformasi

    Jakarta (ANTARA) – Gerakan Pemuda (GP) Ansor menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih sejalan dengan profesionalisme TNI dan semangat reformasi.

    Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Addin Jauharuddin mengatakan landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam ranah politik masih terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000.

    “Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita reformasi pada 1998,” kata Addin dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.

    Addin menuturkan bahwa GP Ansor meyakini supremasi sipil semakin matang sejak bergulirnya reformasi 1998. Terlebih, fungsi kontrol juga semakin menguat.

    “Jadi, tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang akan mengawasi dengan mudah jalannya pemerintahan,” ujarnya menambahkan.

    Terkait kekhawatiran publik akan munculnya kembali dwifungsi militer lewat RUU TNI, GP Ansor mengajak masyarakat untuk menganalisis secara jernih substansi RUU tersebut beserta landasan hukumnya.

    “Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden. Hierarki tersebut yang berlaku sampai sekarang,” kata Addin menegaskan.

    Dalam pandangan GP Ansor, ketentuan terkait pembolehan anggota TNI menduduki jabatan sipil telah memiliki koridor jelas, yakni harus mengundurkan diri atau pensiun dini dari karier keprajuritan.

    Sementara itu, perihal penambahan jumlah jabatan sipil yang dapat diisi oleh anggota TNI, GP Ansor mendorong adanya proporsionalitas demi menjaga profesionalitas TNI.

    Maka dari itu, imbuh Addin, substansi UU TNI baru nantinya masih berada pada koridor implementasi yang benar.

    Dia juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa dalam mengawal pembahasan RUU TNI.

    “Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” ucap dia.

    Lebih lanjut, Addin berharap semua pihak dapat mempelajari langkah Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam melakukan perubahan atas UU TNI.

    Menurut dia, di bawah terobosan visioner Gus Dur, Indonesia berhasil memutus belenggu dwifungsi militer dan menegaskan kembali prinsip supremasi sipil sebagai pilar demokrasi.

    Gus Dur, kata dia, tidak hanya mencabut kursi militer di parlemen atau memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), tetapi juga menciptakan fondasi etis bahwa TNI mesti tunduk di bawah kendali pemerintahan sipil yang legitimasinya bersumber dari rakyat.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • GP Ansor: RUU TNI Masih Sejalan dengan Semangat Reformasi

    GP Ansor: RUU TNI Masih Sejalan dengan Semangat Reformasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) mengundang pro dan kontra masyarakat. GP Ansor menilai hal itu wajar mengingat memori kolektif bangsa ini. 

    Namun, melihat perkembangannya, dasar pemikiran peraturan tersebut masih sejalan dengan profesionalisme TNI dan prinsip reformasi.

    “GP Ansor sebagai bagian dari civil society di Indonesia terus berkontribusi untuk memperkuat supremasi sipil di Tanah Air, sangat meyakini civil society dan supremasi sipil sudah semakin matang sejak bergulirnya reformasi 1998. Fungsi kontrol sudah sangat kuat. Jadi tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang akan mengawasi dengan mudah jalannya pemerintahan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Addin Jauharuddin dalam siaran pers, Rabu (19/3/2025).

    Addin menambahkan, landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam politik hingga kini masih tetap terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000. “Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita reformasi pada 1998,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, seluruh fraksi di Komisi I DPR setuju membawa RUU TNI ke tingkat II guna dimintakan persetujuan dalam rapat paripurna DPR dengan sejumlah catatan. 

    Sebagai representasi organisasi kepemudaan di bawah panji Nahdlatul Ulama, menurut Addin, harus selalu mencermati setiap dinamika sosial termasuk kebijakan pemerintah. Secara spesifik, isu tentang RUU TNI mengemuka di tengah masyarakat dan mendapat perhatian karena dianggap bakal menjadi jalan kembali ke dwifungsi TNI.

    Addin mengajak masyarakat dapat menganalisa secara jernih terhadap substansi RUU TNI beserta landasan hukumnya. 

    “Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu presiden. Hierarki tersebut yang berlaku sampai sekarang,” jelas Addin.

    Pembahasan lainnya tentang anggota TNI yang ingin menduduki jabatan sipil. Mereka yang berpotensi menjadi pejabat sipil negara di kementerian/lembaga hingga BUMN harus mengundurkan diri atau pensiun dini. 

    Penambahan jumlah jabatan sipil yang diisi oleh anggota TNI, tentunya harus didorong agar lebih proporsional. Mencermati hal tersebut, Addin menilai substansi UU TNI baru nantinya masih berada di koridor implementasi yang benar, ia juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang terus mengawal proses RUU TNI.

    “Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” ujar Addin.

    Lebih lanjut Addin berharap dalam melakukan perubahan UU TNI, semua pihak harus belajar dari langkah yang dilakukan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Menurutnya, di bawah terobosan visioner Gus Dur, Indonesia berhasil memutus belenggu dwifungsi militer dan menegaskan kembali prinsip supremasi sipil sebagai pilar demokrasi. 

    “Gus Dur tidak hanya mencabut kursi militer di parlemen atau memisahkan Polri dari ABRI, tetapi lebih dari itu, Gus Dur meletakkan fondasi etis bahwa TNI harus tunduk sepenuhnya di bawah kendali pemerintahan sipil yang legitimasinya bersumber dari rakyat,” pungkas Addin mengenai RUU TNI.

  • Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaringan Gusdurian menolak adanya revisi UU TNI, sebab RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid.

    Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan bahwa Dwifungsi ABRI diterjemahkan dalam tindakan masuknya tentara dalam segala sendi kehidupan. Dwifungsi ABRI menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi.

    “Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya. Masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang mematahkan inisiatif di bawah,” dikutip dari siaran pers, Rabu (19/3/2025).

    Dia mengatakan bahwa masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer. Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi.

    Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Hal ini dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis.

    “Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata,” tegasnya.

    Adapun salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid. Penghapusan Dwifungsi ABRI kemudian dirumuskan menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral reformasi TNI.

    “Ada banyak persoalan dalam agenda tersebut, mulai tidak adanya urgensi, diadakan di hotel mewah, hingga penjagaan oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia disebut (Koopssus TNI), yang merupakan salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme,” ungkapnya. 

    Jaringan Gusdurian menyatakan sikap sebagai berikut:

    Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara.

    Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

    Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

    Ketiga, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi. 

    Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Kelima, mengajak seluruh penggerak Gusdurian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi.

  • Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

    Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

    Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Jaringan Gusdurian,
    Alissa Wahid
    , mengingatkan, masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan
    supremasi sipil
    dan hukum, bukan
    supremasi senjata
    .
    Hal ini disampaikannya merespons revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR.
    RUU TNI
    dinilai membuka pintu supremasi senjata karena perluasan penempatan jabatan sipil untuk TNI aktif.
    “Dan inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama. Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata,” kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
    “Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang,” tambahnya.
    Alissa khawatir jika RUU TNI justru melegitimasi masuknya mereka yang memegang senjata pada ruang-ruang sipil.
    Padahal, menurutnya, RUU TNI semestinya dilakukan untuk tujuan memperkuat profesionalitas TNI.
    “Bukan untuk mengembalikan peran-peran (dwifungsi ABRI) tersebut. Walaupun namanya bukan dwifungsi ABRI, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, itu sama saja,” imbuh putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.
    Lebih lanjut, Alissa melihat poin penempatan jabatan sipil untuk TNI yang diperluas memberikan banyak arti.
    Pertama, tentara aktif yang bisa menduduki jabatan sipil artinya mereka masih memiliki jalur kepada angkatan bersenjata.
    “Orang-orang yang memegang senjata ini masih ada jalur koordinasi, jalur komando, dan seterusnya. Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkehendak yang sama dengan penguasa,” ujar Alissa.
    “Jaringan Gusdurian yang saya adalah emboknya (ibunya) ini, kami banyak sekali mendampingi warga masyarakat yang terdampak langsung proyek strategis nasional. Dengan siapa mereka berhadapan? Dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka (angkatan bersenjata) tidak punya wewenang. Nah, kalau diberikan jalur ini, akses ini, maka kehadiran mereka kemudian menjadi legal,” sambungnya.
    Untuk diketahui, Komisi I DPR RI menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna.
    Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno RUU TNI antara Komisi I DPR RI dan Pemerintah yang digelar pada Selasa (18/3/2025).
    Adapun perubahan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.
    Secara spesifik, revisi ini bertujuan menetapkan penambahan usia masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, sementara masa kedinasan bagi perwira dapat mencapai usia 60 tahun.
    Selain itu, ada kemungkinan masa kedinasan diperpanjang hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
    Kemudian,
    revisi UU TNI
    juga akan mengubah aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, mengingat kebutuhan penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga yang semakin meningkat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soeharto hingga Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun Ini

    Soeharto hingga Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Nama Presiden ke 2 Jenderal Purn Soeharto dan Presiden ke 4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masuk dalam daftar 10 tokoh yang diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.

    Soeharto dikenal sebagai tokoh penuh kontroversi. Pada era kekuasaannya yang berlangsung selama 32 tahun, Soeharto menerapkan sensor yang sangat ketat terhadap media, bahan bacaan, hingga dugaan melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

    Sementara itu, Gus Dur adalah presiden pertama yang memimpin Indonesia pasca Pemilu 1999. Gus Dur dikenal sebagai bapak toleransi dan memulai proses transisi demokratisasi dari era otoritarianisme Orde Baru warisan Soeharto.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul mengemukakan bahwa pihaknya bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dilansir dari laman resmi Kementerian Sosial, Rabu (19/3/2025).

    Adapun usulan itu akan diseleksi dan digodok oleh anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional. Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. 

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Adapun tokoh yang kembali diusulkan, antara lain:

    1. K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
    2.Jenderal Soeharto (Jawa Tengah)
    3. K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur)
    4. Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah),
    5. Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
    6 K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    4 tokoh yang baru diusulkan tahun ini:

    1. Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
    2. Deman Tende (Sulawesi Barat)
    3. Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara)
    4. K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

  • Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

    Soal RUU TNI, Alissa Wahid: Kami Minta Dibatalkan karena Tak Ada Urgensinya

    Soal RUU TNI, Alissa Wahid: Kami Minta Dibatalkan karena Tak Ada Urgensinya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Jaringan Gusdurian,
    Alissa Wahid
    mewakili
    Gerakan Nurani Bangsa
    meminta revisi Undang-Undang (UU) TNI dibatalkan, bukan ditunda.
    Hal ini disampaikan merespons Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang kini tinggal disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna terdekat.
    “Kalau saya justru pertanyaannya, ada apa di balik kebutuhan untuk cepat-cepat itu. Jadi, kalau kami, tentu permintaannya adalah dibatalkan, bukan ditunda,” kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
    “Dibatalkan, karena (
    RUU TNI
    ) tidak ada urgensinya, dan justru semakin menjauhkan dari profesionalitas TNI,” ujarnya lagi.
    Alissa Wahid berpandangan, jika RUU TNI masih diperlukan, maka boleh lanjut dibahas lebih dulu. Namun, RUU itu diminta tidak disahkan menjelang Idul Fitri.
    Jika disahkan sebelum Idul Fitri, Alissa pun menanyakan iktikad dari pembuat undang-undang yakni pemerintah dan DPR.
    Padahal, menurut dia, iktikad merupakan bagian dari faktor kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun DPR.
    “Kepercayaan publik itu ditentukan dari beberapa hal, yang pertama integritas pembuatan kebijakan, iktikad di baliknya, lalu kita bicara tentang kompetensi dan rekam jejak yang ada,” kata putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
    Tak sampai situ, Alissa mengingatkan bahwa hasil atau produk legislasi dari
    DPR
    yang dibuat dengan terburu-buru justru menimbulkan persoalan jangka panjang.
    Dia mencontohkan UU Cipta Kerja yang dinilai diproses secara terburu-buru dan sembunyi-sembunyi dari masyarakat.
    “Hasilnya (UU Cipta Kerja) juga kemudian banyak sekali menciptakan persoalan. Dan yang dulu kita tahapannya, kita perkirakan akan menjadi dampak, sekarang malah terjadi PHK dan lain-lain,” katanya.
    “Nah sekarang kalau dilakukan lagi, maka pertanyaannya iktikadnya apa? Dilakukan diam-diam, itu iktikadnya apa? Dilakukan tanpa memberikan ruang kepada masyarakat sipil untuk ikut terlibat, iktikadnya apa?” ujarnya lagi.
    Sebagai informasi, Komisi I DPR RI menyepakati RUU TNI untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna.
    Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno RUU TNI antara Komisi I DPR RI dan Pemerintah yang digelar pada Selasa, 18 Maret 2025.
    Awalnya, Ketua Komisi I Utut Adianto membuka rapat kerja bersama pemerintah dan menjelaskan bahwa seluruh tahapan proses RUU TNI telah dilalui.
    “Mulai dari datangnya penerimaan, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, dan kita sudah mengundang semua stakeholder, dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” ujar Utut di ruang rapat, Selasa.
    “Jadi, dilanjutkan ke tim perumus dan tim sinkronisasi juga sudah melaporkan kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” katanya lagi.
    Setelah membuka rapat, Utut pun mempersilakan perwakilan dari delapan Fraksi di Komisi I DPR RI untuk menyampaikan pandangannya mengenai RUU TNI.
    Hasilnya, seluruh fraksi menyatakan sepakat membawa RUU TNI ke pembahasan tingkat dua atau rapat paripurna DPR RI untuk disahkan.
    “Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Utut.
    “Setuju,” jawab seluruh peserta rapat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Buku Agenda Ramadan, Nostalgia ‘Catatan Dosa’ Anak 90-an

    Buku Agenda Ramadan, Nostalgia ‘Catatan Dosa’ Anak 90-an

    Liputan6.com, Jakarta – Bagi anak 90an, Ramadan bukan cuma puasa. Banyak aktivitas seru yang biasa dilakukan, mulai dari sehabis sahur sampai bertemu sahur kembali. Apalagi di penghujung 90an, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur pernah menerapkan kebijakan libur sekolah satu bulan penuh selama Ramadan. Meski tujuannya memberikan kesempatan bagi siswa dan guru untuk lebih fokus beribadah, namun pada kenyataannya banyak waktu kosong bagi anak-anak untuk lebih banyak bermain, terlebih kala itu sebaran internet belum massif dan ponsel pintar belum banyak seperti sekarang ini.

    Sehabis sahur dan salat subuh dipakai untuk pergi ke jalan raya bermain petasan. Saat itu petasan masih seperti kacang goreng, dijual bebas dengan beragam ukuran dan manuver. sebagian yang lain menutup jalur lambat untuk bermain bola dengan gawang ala kadarnya. Saat matahari muncul dan jalan raya mulai ramai kendaraan, kelompok-kelompok anak 90an itu satu per satu kembali ke dalam perumahan mereka. Bukan untuk pulang, tapi untuk melanjutkan main menghabiskan waktu. Biasanya berkumpul di suatu tempat atau rumah di antara mereka yang dijadikan semacam ‘basecamp’. Main monopoli, karambol, atau video game, sampai matahari mulai meninggi yang menandakan mereka harus pulang ke rumah masing-masing.

    Menjelang magrib, aktivitas ngabuburit tak kalah seru. Dengan bersepeda motor mereka keliling kompleks perumahan, sekadar menghabiskan waktu sambil mencari takjil. Kemudian setelah tarawih, perang sarung telah menjadi tradisi. Tidak ada yang ‘baper’, semua bermain sesuai dengan porsinya, sehingga ‘perang’ yang dimaksud hanya sebatas keseruan saja, bukan untuk saling takluk dan melukai. Menjelang sahur, mengarak beduk keliling kampung membangunkan orang-orang menjadi aktivitas yang tidak boleh dilewatkan.

    Lambat laun, beragam aktivitas seru itu mulai jarang dilakukan bahkan mungkin beberapa di antaranya sekarang telah punah, karena sudah tidak ada lagi yang melakukannya. Atau bahkan sudah bertransformasi ke arah negatif, sehingga dikenakan sanksi jika masih ada yang melakukannya. Perang sarung misalnya, jika dahulu dilakukan hanya untuk keseruan, saat ini sudah menjelma menjadi tindakan kriminal yang bisa memicu perang antarkampung.

    Di antara begitu banyak nostalgia aktivitas seru selama Ramadan anak 90an, ada satu yang paling monumental dan sulit untuk dilupakan: buku agenda Ramadan. Buku berisi panduan aktivitas selama bulan puasa itu sudah menjadi momok bagi anak-anak 90an, menjadi ‘catatan dosa’ apakah selama bulan puasa kita sudah menjalankan ibadah dengan baik dan benar.

    “Yang paling PR tuh nyatet isi ceramah salat Tarawih, terus minta tanda tangan ustaznya kan, jadi kita nungguin tuh sampai salat bener-bener selesai sambil bawa-bawa buku itu (agenda Ramadan) sama pulpen. Kocak sih kalau diinget-inget lagi,” kata Ibrahim, anak milenial menceritakan pengalaman menjalankan Ramadan di tahun 90an.

    Di momen itulah, sang ustaz penceramah menjadi layaknya selebritas kenamaan karena dikerubungi banyak anak-anak membawa buku meminta tanda tangan. Pemandangan itu yang mungkin sudah tidak ditemukan lagi saat ini, kalaupun ada tidak sebanyak pada era 90an.

    Ibrahim juga blak-blakan, menurutnya, tidak semua siswa mengisi agenda Ramadan dengan jujur. Mengarang bebas kerap dilakukan untuk mengisi kolom isi ceramah, sampai memanipulasi isi laporan salat wajib dan memalsukan tanda tangan penceramah.

    “Bahkan ada juga lho yang baru isi agenda Ramadan habis lebaran, baru diisi-isi tuh pas mau masuk sekolah lagi,” katanya sambil tertawa.  

    Namun tidak semua anak berlaku manipulatif terhadap agenda Ramadan. Ada juga yang bersungguh-sungguh mengisi agenda Ramadan dengan penuh tanggung jawab. Mengingat agenda Ramadan diberikan kepada siswa sebagai bagian dari upaya meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan pengalaman spiritual siswa, serta memeriahkan bulan Ramadan dengan kegiatan positif dan bermanfaat. Namun yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana keberadaan agenda Ramadan di zaman digital seperti saat ini? Apakah ada sekolah yang masih menggunakannya?

    Dwi Nurcahyo, seorang guru SDIT di Jakarta kepada tim Regional Liputan6.com mengatakan, sekolah berlabel swasta sudah tidak ada lagi yang menggunakan buku agenda Ramadan. Namun sebagai gantinya diberikan buku Ramadan, yang diisi saat kegiatan pesantren kilat (sanlat) selama 2 hari 1 malam menginap di sekolah.

    “Sanlat nginep di sekolah. Nah selama itu buku kegiatan ramadannya dikasih dan diisi berdasarkan semua kegiatan yang dilakukan 2 hari 1 malam itu,” katanya.

    Dwi sendiri mengaku masih melihat pemandangan anak-anak membawa-bawa agenda Ramadan saat salat Tarawih dan meminta tanda tangan penceramahnya, meski tidak seramai anak-anak zaman 90an dulu. Memang, sekolah negeri masih ada yang menggunakan buku agenda Ramadan, namun ada juga sekolah yang mulai melakukan inovasi lain, misal dengan menggunakan eformulir maupun aplikasi digital.

    Bagi Dwi sekarang yang terpenting adalah bukan pilihan menggunakan agenda fisik atau digital, tapi lebih kepada melibatkan orangtua atau ‘’bounding’ dalam mengisi program-program Ramadan.

    “Jadi ortu berperan untuk push dan jadi role model si anak. Misalnya bounding saat taraweh bareng sampe buka dan sahur bareng. Jadi ibadah Ramadan bukan cuma catatan-catatn kecil di buku itu, tapi pengalaman Ramadan secara kontekstual di lingkungan keluarga dan masjid,” katanya.

    Meski begitu, Dwi merekomendasikan anak-anak setingkat SD masih perlu menggunakan agenda Ramadan fisik, sementara untuk Tingkat SMP dan SMA sudah harusnya menggunakan gawai

    Ridwan, pekerja percetakan buku di bilangan Pramuka mengatakan, sekarang order cetak buku agenda Ramadan memang tidak seramai di era tahun 90an. Di penghujung 90an saat dirinya mulai bekerja di percetakan, order copy agenda Ramadan bisa mencapai ribuan per hari, dan itu sudah dikerjakan beberapa bulan sebelum Ramadan.

    “Sekarang gak seramai dulu, mungkin zaman sudah berubah, tapi ya ada, ada saja yang cetak, tapi gak sebanyak dulu,” katanya.

    Saat ditelusuri di e-commerse, penjual buku agenda Ramadan masih banyak ditemui, dengan beragam desain cover yang menarik dan harga yang terjangkau. Bahkan buku agenda Ramadan itu bisa dibeli satuan. Meski demikian, pamor buku agenda Ramadan sebagai benda yang paling identik dengan bulan puasa bisa dikatakan perlahan telah pudar. Perkembangan zaman yang serba digital menjadi salah satu faktor yang paling memengaruhinya.   

    Meski pamornya telah pudar, namun kenangan agenda Ramadan di hati anak-anak 90an masih selalu ada. Selalu ada ruang membicarakan nostalgia agenda Ramadan saat membahas bulan puasa. Suasana keribetan berburu tanda tangan penceramah, nenteng-nenteng buku dan pulpen saat Tarawih, dan mencatat kata demi kata yang keluar dari penceramah, menjadi momen yang tidak bisa dilupakan anak-anak generasi 90an saat bulan puasa.

     

  • Ingin Jadi Pemimpin yang Amanah, Bahlil Minta Nasihat Ulama Tebuireng

    Ingin Jadi Pemimpin yang Amanah, Bahlil Minta Nasihat Ulama Tebuireng

    Jombang: Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur, Jumat, 14 Maret 2025. Dalam kunjungannya, Bahlil menegaskan bahwa kedatangannya bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan meminta nasihat serta doa dari para ulama.

    Bahlil bersama rombongan disambut hangat oleh pengasuh pondok, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin. Dalam kunjungan tersebut, Bahlil turut berziarah ke makam pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari, serta makam Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

    “Ya, saya bersama-sama dengan rombongan dari pengurus DPP Golkar. Alhamdulillah bisa bersilaturahmi sama Kiai di sini. Yang pertama kita mau ziarah ke makam Pak Haji Asy’ari, sama Pak Gus Dur,” ujar Bahlil.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu menjelaskan bahwa kunjungannya merupakan bagian dari program safari Ramadan DPP Golkar yang bertujuan mempererat hubungan antara pemimpin (umara) dan ulama.

    “Yang kedua memang kita ada program dari DPP Golkar untuk bulan Ramadhan ini kita melakukan safari Ramadhan. Sekaligus ini silaturahmi antara umara dan ulama. Yang dalam pandangan kami, bangsa ini ke depan, kita harus saling mendoakan,” lanjutnya.

    Bahlil menegaskan bahwa tidak ada agenda politik dalam kunjungan tersebut. Menurutnya, silaturahmi dengan para ulama harus tetap dijaga sebagai tradisi bangsa, tanpa dikaitkan dengan kepentingan politik.

    “Oh, nggak ada (agenda politik). Ini bulan suci Ramadhan, jangan semua hal dipolitisasi. Kita ini harus kembalikan adat orang tua-tua kita dulu yang saling mengunjungi. Kami anak dari Golkar, pengurus, minta dinasihati dari Kiai. Jadi jangan kita merasa paling benar juga, karena itu kita harus membuka diri,” tegasnya.

    Ia juga menambahkan ingin mendapatkan bimbingan dari para ulama dan kiai agar dapat menjalankan tugasnya di pemerintahan dan partai dengan baik. Bahlil mengatakan ingin menjadi pejabat yang selalu dirahmati Allah SWT dan memperjuangkan kebutuhan rakyat.
     
     

    Ditemui di lokasi yang sama, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, menyambut baik kunjungan Bahlil dan rombongan DPP Golkar. Menurutnya, silaturahmi antara ulama dan umara merupakan tradisi yang harus terus dijaga.

    “Ini kunjungan yang bagus sekali, ini silaturahim itu emang tradisi ulama dulu emang begitu. Kemudian kita bersama-sama dengan umara, ini tradisi yang baik sekali. Dan di sini sudah pernah dilakukan oleh Gus Dur,” ujar KH Abdul Hakim Mahfudz.

    Menurutnya, pertemuan antara pemimpin dan ulama dapat menciptakan suasana yang lebih harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    “Gus Dur dulu itu keliling-keliling, ini silaturahim. Jadi adem, kalau udah ketemu itu kan semuanya masalah itu adem. Jadi gitu aja kok repot. Ya mudah-mudahan semua hal bisa kita atasi. Jadi negara ini, bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang maju nanti kemudian hari. Ini kalau umara, ulamanya semuanya akrab, insyaallah nggak ada masalah lagi,” tambahnya.

    Kiai Abdul Hakim juga memberikan pesan kepada anak-anak muda agar terus menuntut ilmu demi masa depan bangsa yang lebih baik.

    “Anak muda banyak belajar, ini banyak belajar, ilmu itu penting. Nah ini kebetulan Tebuireng ini lembaga pendidikan, jadi pesan saya ilmu itu penting. Jadi harus anak-anak muda ini serius belajar, supaya pinter nanti kalau udah pinter itu ya inilah kita sama-sama membangun bangsa ini,” ujarnya.

    Ia juga menegaskan pentingnya pemimpin yang memiliki wawasan luas dan mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin.

    “Betul, betul. Jadi semua masalah itu diselesaikan dengan pikiran yang tenang. Jadi jangan dengan emosi, jangan dengan apa segala macam. Nah itu kalau ilmunya cukup, insyaallah orang akan tenang,” pungkasnya.

    Jombang: Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur, Jumat, 14 Maret 2025. Dalam kunjungannya, Bahlil menegaskan bahwa kedatangannya bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan meminta nasihat serta doa dari para ulama.
     
    Bahlil bersama rombongan disambut hangat oleh pengasuh pondok, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin. Dalam kunjungan tersebut, Bahlil turut berziarah ke makam pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari, serta makam Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
     
    “Ya, saya bersama-sama dengan rombongan dari pengurus DPP Golkar. Alhamdulillah bisa bersilaturahmi sama Kiai di sini. Yang pertama kita mau ziarah ke makam Pak Haji Asy’ari, sama Pak Gus Dur,” ujar Bahlil.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu menjelaskan bahwa kunjungannya merupakan bagian dari program safari Ramadan DPP Golkar yang bertujuan mempererat hubungan antara pemimpin (umara) dan ulama.
     
    “Yang kedua memang kita ada program dari DPP Golkar untuk bulan Ramadhan ini kita melakukan safari Ramadhan. Sekaligus ini silaturahmi antara umara dan ulama. Yang dalam pandangan kami, bangsa ini ke depan, kita harus saling mendoakan,” lanjutnya.
     
    Bahlil menegaskan bahwa tidak ada agenda politik dalam kunjungan tersebut. Menurutnya, silaturahmi dengan para ulama harus tetap dijaga sebagai tradisi bangsa, tanpa dikaitkan dengan kepentingan politik.
     
    “Oh, nggak ada (agenda politik). Ini bulan suci Ramadhan, jangan semua hal dipolitisasi. Kita ini harus kembalikan adat orang tua-tua kita dulu yang saling mengunjungi. Kami anak dari Golkar, pengurus, minta dinasihati dari Kiai. Jadi jangan kita merasa paling benar juga, karena itu kita harus membuka diri,” tegasnya.
     
    Ia juga menambahkan ingin mendapatkan bimbingan dari para ulama dan kiai agar dapat menjalankan tugasnya di pemerintahan dan partai dengan baik. Bahlil mengatakan ingin menjadi pejabat yang selalu dirahmati Allah SWT dan memperjuangkan kebutuhan rakyat.
     
     

     
    Ditemui di lokasi yang sama, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, menyambut baik kunjungan Bahlil dan rombongan DPP Golkar. Menurutnya, silaturahmi antara ulama dan umara merupakan tradisi yang harus terus dijaga.
     
    “Ini kunjungan yang bagus sekali, ini silaturahim itu emang tradisi ulama dulu emang begitu. Kemudian kita bersama-sama dengan umara, ini tradisi yang baik sekali. Dan di sini sudah pernah dilakukan oleh Gus Dur,” ujar KH Abdul Hakim Mahfudz.
     
    Menurutnya, pertemuan antara pemimpin dan ulama dapat menciptakan suasana yang lebih harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
     
    “Gus Dur dulu itu keliling-keliling, ini silaturahim. Jadi adem, kalau udah ketemu itu kan semuanya masalah itu adem. Jadi gitu aja kok repot. Ya mudah-mudahan semua hal bisa kita atasi. Jadi negara ini, bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang maju nanti kemudian hari. Ini kalau umara, ulamanya semuanya akrab, insyaallah nggak ada masalah lagi,” tambahnya.
     
    Kiai Abdul Hakim juga memberikan pesan kepada anak-anak muda agar terus menuntut ilmu demi masa depan bangsa yang lebih baik.
     
    “Anak muda banyak belajar, ini banyak belajar, ilmu itu penting. Nah ini kebetulan Tebuireng ini lembaga pendidikan, jadi pesan saya ilmu itu penting. Jadi harus anak-anak muda ini serius belajar, supaya pinter nanti kalau udah pinter itu ya inilah kita sama-sama membangun bangsa ini,” ujarnya.
     
    Ia juga menegaskan pentingnya pemimpin yang memiliki wawasan luas dan mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin.
     
    “Betul, betul. Jadi semua masalah itu diselesaikan dengan pikiran yang tenang. Jadi jangan dengan emosi, jangan dengan apa segala macam. Nah itu kalau ilmunya cukup, insyaallah orang akan tenang,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Menteri ESDM Bahlil Kunjungi Ponpes Tebuireng Jombang: Silaturahmi Saja, Jangan Dipolitisasi

    Menteri ESDM Bahlil Kunjungi Ponpes Tebuireng Jombang: Silaturahmi Saja, Jangan Dipolitisasi

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

    TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Republik Indonesia (RI) Bahlil Lahadalia ziarah ke makam presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Singgung soal LPG sampai Bahan Bakar Minyak (BBM) aman. 

    Menteri ESDM bersama rombongan pengurus DPP Golkar menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang. 

    Kunjungan ini diawali dengan ziarah ke makam pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari, dan Presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada Jum’at (14/3/2025). 

    Usai ziarah, rombongan Bahlil melanjutkan agenda di Tebuireng, Jombang di ndalem kasepuhan pengasuh pondok. Bahlil juga diberikan kesempatan untuk menyapa ratusan para santri di Gedung KH. Yusuf Hasyim Tebuireng.

    Bahlil Lahadalia saat dikonfirmasi awak media mengatakan jika saat bulan Ramadan ini tidak semua hal harus dipolitisasi. Ia juga menegaskan bahwa kunjungan ini tidak terkait dengan politik tertentu.

    “Bulan suci Ramadan, jangan semua hal dipolitisasi. Tangan kita ini harus kita kembalikan adat orang tua-tua kita dulu yang saling mengunjungi. Kami anak dari Golkar, pengurus, minta dinasehati dari Kiai. Jadi janganlah kita merasa jadi yang paling benar, karena itu kita harus membuka diri,” ucapnya.

    Disinggung perihal kondisi ketersediaan BBM yang dalam beberapa pekan sedang ramai diperbincangkan karena kasus korupsi yang mencapai triliunan, Bahlil menegaskan bahwa BBM tetap aman. 

    “Ketersediaan BBM dengan stok yang cukup untuk 18 hingga 21 hari ke depan. Ketersediaan listrik dan LPG juga dilaporkan aman. Selain itu, pengisian daya untuk motor listrik ditingkatkan 7,5 kali lipat dari tahun sebelumnya,” ujarnya. 

    Menyambut kedatangan Bahlil, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin menyampaikan jika tali silaturrahmi harus terjalin dengan siapapun, seperti yang telah dicontohkan oleh Gus Dur.

    “Silaturahmi antara Umara dan ulama jangan terputus. Mudah-mudahan semua hal di negara ini bisa kita atasi. Dan semoga negara ini menjadi bangsa yang maju nantinya di kemudian hari. Kalau Umara dan ulamanya akrab, insyaallah bangsa ini sedang kita perbaiki bersama,” ungkap Gus Kikin. 

    Gus Kikin juga menyelipkan pesan kepada para generasi muda agar tidak berhenti belajar. Ia menekankan jika ilmu pengetahuan sangat penting untuk membangun bangsa. 
     
    “Terus belajar, nanti jika sudah pintar, kita sama-sama membangun bangsa dan semua untuk kepentingan bangsa ini,” pungkasnya.