Tag: Gus dur

  • Momen Prabowo Naik Maung Bersama Kapolri Saat Cek Pasukan di HUT ke-79 Bhayangkara

    Momen Prabowo Naik Maung Bersama Kapolri Saat Cek Pasukan di HUT ke-79 Bhayangkara

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan pengecekan pasukan di HUT ke-79 Bhayangkara di Monas, Jakarta.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Prabowo hadir untuk menjadi inspektur upacara dalam peringatan ulang tahun Polri tersebut.

    Orang nomor satu di Indonesia itu tiba sekitar 07.58 WIB, nampak dia ditemani Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto saat menuju mimbar kehormatan.

    Sebelum memberikan amanatnya, Prabowo terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pasukan sekitar sekitar 20 menit. Dalam pemeriksaan itu, Prabowo ditemani Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan menggunakan maung berkelir hitam.

    “Lapor, pasukan siap diperiksa,” ujar Komandan Upacara, Irjen Pol Dadang Hartanto di Monas, Selasa (1/7/2025).

    Saat pemeriksaan, Prabowo serta Sigit terlihat memandangi pasukan yang tengah berbaris. Total ada 14 resimen yang berbaris dalam upacara kali ini. Misalnya, pasukan utama yang terdiri dari satuan utama Polri.

    Kemudian, resimen 2 dari STIK dan Lemdiklat, resimen 3 dari satuan Kabaharkam dan Samapta Polda Metro Jaya, resimen 4 terdiri dari pasukan gegana dan Brimob.

    Sisanya resimen 5-6 diisi olah Densis 88, Korpolairud, Korps Lalu Lintas (Korlantas), Propam hingga Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Di lain sisi, turut hadir juga sejumlah pejabat di lingkaran kabinet pemerintahan Prabowo. Mereka yakni
    Menteri Koperasi Budi Arie Wibowo, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Wakil Presiden ke-12, Ma’ruf Amin.

    Selanjutnya, anak Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid dna Yenny Wahid, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan hingga Mantan Wapres Try Sutrisno turut hadir dalam HUT ke-79 Bhayangkara ini.

  • Presiden Prabowo pimpin upacara HUT Ke-79 Bhayangkara di Monas

    Presiden Prabowo pimpin upacara HUT Ke-79 Bhayangkara di Monas

    Presiden Prabowo Subianto didampingi oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memeriksa pasukan saat upacara peringatan HUT Ke-79 Bhayangkara di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Selasa (1/7/2025). ANTARA/HO-BPMI Sekretariat Presiden.

    Presiden Prabowo pimpin upacara HUT Ke-79 Bhayangkara di Monas
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Selasa, 01 Juli 2025 – 08:21 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto selaku inspektur upacara memimpin upacara peringatan HUT Ke-79 Bhayangkara di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa. HUT Ke-79 Bhayangkara merupakan peringatan atas terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada 1 Juli 1946.

    Presiden Prabowo, sebagaimana disiarkan dalam siaran langsung Sekretariat Presiden dan Divisi Humas Mabes Polri, tiba di Lapangan Silang Monas pukul 07.56 WIB. Presiden mengenakan setelan jas lengkap dengan kopiah.

    Kedatangan Presiden Prabowo, yang didampingi oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, disambut oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto. Kemudian, Presiden Prabowo beserta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kemudian diantar oleh Kapolri dan Panglima TNI menuju tenda dan mimbar kehormatan yang bernuansa warna biru dan putih.

    Di mimbar kehormatan, Presiden kemudian menyalami sejumlah pejabat negara yang hadir, di antaranya Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR Puan Maharani, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Presiden Prabowo lanjut menyalami Sinta Nuriyah, Istri Presiden Ke-4 Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden Ke-6 Try Sutrisno, Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla, dan Wakil Presiden Ke-13 Ma’ruf Amin.

    Usai menyalami sejumlah tamu kehormatan dan pejabat negara, Presiden didampingi Wapres Gibran berdiri di mimbar kehormatan, dan Presiden pun lanjut memimpin upacara peringatan HUT Ke-79 Bhayangkara.

    Prosesi upacara diawali dengan mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Selepas itu, Presiden didampingi oleh Kapolri lanjut naik mobil atap terbuka untuk memeriksa pasukan. Sepanjang pemeriksaan, lagu “Maju Tak Gentar” dinyanyikan oleh Korps Musik Polri.

    Selepas prosesi upacara, Presiden beserta tamu kehormatan lanjut menyaksikan parade (defile) dari satuan-satuan Polri,kelompok-kelompok masyarakat yang mengenakan pakaian tradisional sejumlah suku di Indonesia, dan perwakilan dari aparat lembaga lainnya yang bermitra dengan Polri.

    Kemudian, ada juga defile dari satuan pengamanan (satpam), perlindungan masyarakat (linmas), dan potensi masyarakat (potmas), hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), dan Persatuan Islam (Persis).

    Tidak hanya itu, parade juga dimeriahkan dengan penampilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, pemuda-pemudi Merah Putih, hingga kelompok tani, Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdar Kamtibmas), Aisyiyah, dan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU).

    Di hadapan Presiden Prabowo, Polri turut menampilkan sejumlah robot mirip manusia (humanoid) dan robot mirip anjing penjaga dalam parade. Setidaknya, ada 25 robot ikut defile, yang mencakup robot tank, robot ropi, drone agriculture, dan robot anjing penjaga. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho menjelaskan adanya robot-robot tersebut merupakan simbol modernisasi Polri.

    Dalam rangkaian peringatan HUT Ke-79 Bhayangkara hari ini, petinggi-petinggi TNI dan jajaran pimpinan lembaga negara turut hadir, di antaranya Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI M. Tonny Harjono, dan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Erwin S. Aldedharma, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Badan Intelijen Negara M. Herindra, kemudian jajaran menteri Kabinet Merah Putih, termasuk Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, yang mendampingi Presiden Prabowo.

    Sumber : Antara

  • 8
                    
                        Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno
                        Nasional

    8 Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno Nasional

    Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah
    mantan Presiden
    dan Wakil Presiden (Wapres) terpantau menghadiri
    HUT Bhayangkara
    ke-79 di Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) pagi.
    Pantauan Kompas.com, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir bersamaan dengan Wapres ke-13 Ma’ruf Amin.
    Selain itu, SBY dan Ma’ruf juga terlihat datang bersama istri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah, serta Ketua DPR Puan Maharani.
    Lalu, tampak pula Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) dan Wapres ke-6 Try Sutrisno menghadiri HUT Polri ini.
    Sementara itu, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, serta Wapres ke-11 Boediono tidak tampak menghadiri HUT Bhayangkara.
    Presiden RI Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka sendiri sudah hadir di lokasi HUT Bhayangkara.
    Hingga berita ini dimuat, Prabowo sedang berkeliling Monas mengecek pasukan bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
    Diketahui, Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara akan diperingati pada hari ini, Selasa (1/7/2025).
    Perayaan tahun ini akan dipusatkan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
    Momen ini menjadi bagian penting dari sejarah panjang institusi kepolisian di Indonesia.
    Dilansir Kompas.com (30/6/2025), meskipun sering dianggap sebagai hari lahir Polri, tanggal 1 Juli sesungguhnya merujuk pada turunnya Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 1946.
    Peraturan ini menyatukan kepolisian daerah yang sebelumnya berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SBY, JK, hingga Ma”ruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran

    SBY, JK, hingga Ma”ruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran

    SBY, JK, hingga Maruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI
    Prabowo Subianto
    menghadiri acara Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 Bhayangkara di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Pantauan dari lokasi sekitar pukul 08.00 WIB, Prabowo tiba bersama dengan Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka dan istrinya, Selvi Ananda.
    Dalam upacara ini, Prabowo akan menjadi Inspektur Upacara.
    Selain Prabowo dan Gibran, para pejabat tokoh nasional lain turut hadir di antaranya Presiden ke-6 RI
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (
    SBY
    ); Wapres ke-13 RI Ma’ruf Amin; Wapres ke-10 dan ke-12 RI
    Jusuf Kalla
    (JK), Wapres ke-6 Try Surtisno, hingga anak Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, yakni Alissa Wahid dan Yeny Wahid.
    Selain itu, hadir tuan rumah Kapolri Jenderal Lisyo Sigit Prabowo. Kemudian sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yaitu Panglima TNI Agus Subiyanto, Menteri Koperasi Budi Arie; Menteri ESDM Bahlil Lahadali; Ketua DPR RI Puan Maharani; Ketua MPR RI Ahmad Muzani; Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
    Adapun dalam acara
    HUT Bhayangkara
    ini turut dihadiri masyarakat umum yang sudah memenuhi Kawasan Monas sejak pagi hari.
    Sejak pagi hari, di lokasi terpajang sejumlah kendaraan taktis milik Polri serta penampilan pasukan terjun payung yang membawa bendera logo satuan Korps Bhayangkara dan bendera Merah Putih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fadli Zon Ungkap Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia Capai 80%

    Fadli Zon Ungkap Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia Capai 80%

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut proses penulisan ulang sejarah nasional Indonesia mencapai 80%.

    Dia menjelaskan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia telah melibatkan para sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia melalui pendekatan ilmiah dan faktual.

    “Itu kan para sejarawan yang nulis ya, jadi progresnya sekitar 80 persen. Penulisan sejarah itu yang menulis adalah para sejarawan yang memang profesional,” kata Fadli Zon di fasilitas penyimpanan koleksi ilmiah arkeologi milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Cibinong dikutip dari Antara, Selasa (1/7/2025).

    Fadli Zon menyampaikan bahwa Indonesia telah lebih dari dua dekade tidak melakukan penulisan sejarah secara menyeluruh. Dia menilai banyak peristiwa penting dalam lintasan kepemimpinan nasional, mulai dari era Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono yang belum tercatat secara utuh dalam narasi sejarah nasional.

    Fadli menegaskan bahwa revisi sejarah bukan bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan untuk memperbarui dan melengkapi narasi berdasarkan temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan.

    Dia mencontohkan temuan penting seperti situs Bongal yang mengindikasikan masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7, serta sejumlah prasasti dan artefak yang belum banyak diteliti secara serius.

    “Jadi tidak ada hal-hal yang aneh-aneh gitu. Jadi kita justru meng-update yang belum ada, tadi seperti temuan-temuan situs Bongal apalagi yang prasejarahnya. Ini bagian dari kerja peradaban. Kita ingin sejarah kita tidak stagnan, tapi terus berkembang seiring dengan penemuan baru dan kajian ilmiah,” ujarnya.

    Fadli juga menepis anggapan bahwa penulisan ulang ini bermuatan politik karena seluruh proses diserahkan sepenuhnya kepada para sejarawan profesional dan akademisi.

    Diharapkan, hasil penulisan ulang ini akan menjadi rujukan utama dalam pendidikan dan kebijakan kebudayaan nasional, sekaligus memperkuat identitas dan memori kolektif bangsa.

    “Kita hanya ingin menghadirkan sejarah yang adil, lengkap, dan relevan dengan perkembangan zaman,” katanya. 

  • Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?

    Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?

    Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Penulisan ulang sejarah
    Indonesia ditargetkan selesai pada 17 Agustus 2025 mendatang, bertepatan dengan 80 tahun negara Indonesia merdeka.
    Kini, progres
    penulisan ulang sejarah
    sudah hampir selesai.
    Menurut Menteri Kebudayaan (Menbud)
    Fadli Zon
    , progres proyek itu sudah mencapai 80 persen.
    “Itu kan para sejarawan yang nulis ya, jadi progresnya sekitar 80 persen. Penulisan sejarah itu yang menulis adalah para sejarawan yang memang profesional,” kata Fadli Zon di Cibinong, Kabupaten Bogor, dilansir ANTARA, Senin (30/6/2025).
    Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, penulisan sejarah melibatkan para sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia melalui pendekatan ilmiah dan faktual.
    Fadli Zon menyampaikan bahwa Indonesia telah lebih dari dua dekade tidak melakukan penulisan sejarah secara menyeluruh.
    Ia menyebut era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak yang belum tercatat secara utuh dalam narasi sejarah nasional.
    Oleh karenanya, Fadli menegaskan revisi sejarah bukan bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan untuk memperbarui dan melengkapinya.
    Selain itu, penulisan ulang ini juga akan memuat temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan.
    Ia mencontohkan temuan penting seperti situs Bongal yang mengindikasikan masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7, serta sejumlah prasasti dan artefak yang belum banyak diteliti secara serius.
    “Jadi enggak ada hal-hal yang aneh-aneh gitu. Jadi kita justru meng-
    update
    yang belum ada, tadi seperti temuan-temuan situs Bongal apalagi yang prasejarahnya,” ujarnya.
    “Ini bagian dari kerja peradaban. Kita ingin sejarah kita tidak stagnan, tapi terus berkembang seiring dengan penemuan baru dan kajian ilmiah,” ujarnya.
    Senada, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), Restu Gunawan, menjelaskan buku sejarah nasional Indonesia butuh pembaruan.
    Sebab, terakhir kali buku sejarah nasional Indonesia diperbaharui adalah 25 tahun lalu.
    Meski rencana penulisan ulang sejarah ini menimbulkan pro dan kontra, Restu menyebut bahwa penggarapan akan terus dilanjutkan hingga rampung pada Agustus 2025.
    Restu lantas mengatakan bahwa sebelum buku tersebut terbit, akan ada uji publik dan sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat.
    Namun, Restu belum merinci bagaimana mekanisme uji coba buku penulisan ulang sejarah nasional Indonesia ini.
    “Kalau itu sih secara teknis kayak gitu. Kalau uji publiknya gitu. Tunggu saja nanti kita lakukan. Pasti kita lakukan lah,” kata dia.
    Adapun program ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk soal tone positif dalam penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.
    Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam
    Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia
    (AKSI) juga menolak penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah.
    Alasannya, AKSI menilai proyek itu adalah sarana untuk merekayasa masa lalu dengan menggunakan tafsir tunggal dari pemerintah.
    Bagi AKSI, pengalaman pahit bangsa Indonesia merupakan pengalaman penting yang tak boleh diselewengkan.
    Bukan hanya itu, ada juga sejumlah kejanggalan yang disampaikan Arkeolog Profesor Harry Truman Simanjuntak.
    Beberapa di antaranya terkait target penyelesaian penulisan sejarah yang terlalu singkat hingga proses yang disusun tanpa melibatkan seminar atau diskusi mendalam dengan para sejarawan.
    Pihak Istana pun membela Fadli Zon atas munculnya kritikan yang ada soal penulisan ulang sejarah Indonesia.
    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya.
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Xinjiang-China dan Indonesia menurut kacamata seorang jurnalis

    Xinjiang-China dan Indonesia menurut kacamata seorang jurnalis

    Surabaya (ANTARA) – Melihat fakta secara langsung (faktual) adalah keunggulan media massa. Akurasi tetap menjadi keunggulan jurnalis yang terjun ke lapangan, termasuk keunggulan dalam etika dan rekam jejak yang tidak bisa sirna secara digital.

    Buku bertajuk “Di Balik Kontroversi Xinjiang (Catatan Perjalanan Wartawan Indonesia Mengungkap Fakta di Lorong Gelap Kamp Vokasi Uighur)” di antara sajian fakta yang ditulis dan dibukukan jurnalis M Irfan Ilmie (2025) yang pernah menjadi Kepala LKBN ANTARA Biro Beijing (2016-2023).

    M Irfan Ilmie yang berlatar belakang santri itu mendapatkan beberapa kali kesempatan untuk melihat secara langsung geliat pembangunan dan dinamika kehidupan sosial masyarakat etnis minoritas muslim Uighur yang membentuk populasi mayoritas di Wilayah Otonomi Xinjiang.

    Seiring menguatnya pengaruh China di berbagai belahan dunia, maka kamp-kamp vokasi di Xinjiang pun menyita perhatian masyarakat internasional yang mengaitkan dengan dugaan pelanggaran HAM, terutama oleh AS dan sekutunya. Apalagi Xinjiang memiliki nilai jual tinggi dalam pariwisata, industri, sumber daya alam dan sumber daya manusia (hal. ix).

    Bagi Indonesia, isu Xinjiang sudah selesai di tataran diplomasi dan hubungan bilateral Indonesia-China. Namun, di tataran publik Indonesia masih menjadi batu sandungan karena mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam belum terinformasikan secara gamblang mengenai perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang.

    Dalam buku setebal 360 halaman dengan genre “Social Science” itu, diungkapkan bahwa isu Uighur di Xinjiang menjadi perbincangan hangat masyarakat internasional dalam satu dekade terakhir karena kerap kali diekspose dalam tinta dan lensa pemberitaan media secara spektakuler, menggemparkan, dan kontroversial.

    Di satu sisi, ekspose itu dinilai menyuguhkan narasi-narasi diskriminatif, eksploitatif, dan genosida yang digambarkan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia yang dilakukan otoritas China terhadap etnis minoritas muslim Uighur.

    Di sisi lain, wilayah Xinjiang justru dimodernisasi dan terus dibangun oleh otoritas China agar setara dengan provinsi-provinsi lainnya di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

    Di sinilah Xinjiang menjadi topik perdebatan antara fakta dan propaganda, khususnya dalam konteks rivalitas pengaruh geopolitik Amerika Serikat dan China.

    Oleh karena itu, informasi yang gamblang dan faktual mengenai perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang, menjadi “kata kunci” dalam literasi di era digital yang hanya “maju” secara teknologi digital, tapi “tidak maju” secara manusia.

    “Catatan perjalanan ke Xinjiang, saya tulis secara faktual dan informatif, sesuai kode etik jurnalistik, bukan provokatif,” kata Irfan tentang bukunya yang memiliki empat bagian yakni historis, isu kontroversial, tradisi/peradaban Islam, dan politisasi (hal. xv).

    Dalam bagian pertama (historis), Irfan mengulas tentang sensasi Gurun Gobi, jalur sutra nan rupawan, asal-usul Uighur, bukan Agama Leluhur, jejak Uighur di Bukit Yarghul, serupa tapi tak sama, dan gudang atlet dan artis.

    Secara historis, Xinjiang sejak dulu kala telah menjadi rumah bagi berbagai jenis kelompok etnis dengan budaya dan agama yang berbeda (hal.14). Di akhir abad ke-19 terdapat 13 kelompok etnis yakni Uighur, Han, Kazakh, Mongol, Hui, Kirgiz, Manchu, Xibe, Tajik, Daur, Uzbek, Tatar dan Rusia (hal.17).

    Buku Di Balik Kontroversi Xinjiang (HO-M Irfan Ilmie)

    Rivalitas dan masalah internal

    Terkait agama, pada zaman primitif hingga sebelum abad ke-4, warga Xinjiang menganut agama kuno dari ajaran Shamanisme. Mulai abad ke-4 hingga ke-10, Buddha mengalami masa puncak. Pada abad ke-5, Taoisme juga mulai diperkenalkan. Pada akhir abad ke-9 hingga awal abad ke-10, Islam pun mulai diperkenalkan hingga awal abad ke-16, Islam mulai dominan, namun hidup rukun dengan agama lain, meski sempat ada perang antara Kerajaan Karahan/Islam dengan Kerajaan Yutian/Hindu (hal.19).

    Dari beragam etnis dan agama itu, sumber daya manusia di Xinjiang sangat unggul. Jika tahun 1955, Xinjiang hanya memiliki 425 lapangan dan satu perpustakaan, maka pada 2017 sudah ada 112 perpustakaan, 173 museum/monumen, 57 galeri seni, 119 gedung pertunjukan seni, 12.158 sanggar seni, 302 stasiun radio/TV, 29.600 lapangan/gedung olahraga, 126 koran, dan 223 penerbitan.

    Tahun 2016-2017, klub bola basket Xinjiang berlabel Xinjiang Flying Tigers menjadi juara musim kompetisi Asosiasi Bola Basket China (CBA) dan menjuarai FIBA Asia Champions Cup Tahun 2016, lalu menduduki peringkat kedua CBA pada musim kompetisi saat COVID-19 pada tahun 2019-2020. Di dunia hiburan, Xinjiang juga punya artis papan atas, seperti Gulnezer Bextiyar, Madina Memet, dan Dilraba Dilmurat.

    Dalam bagian kedua (isu kontroversial), diuraikan secara tuntas tentang benih separatisme, perangi terorisme, antara kamp dan BLK, mengeja Hanzi, menyusuri Lorong Gelap, anak yang terpisah, peristiwa horor, tak butuh jawaban, mencurigakan, kerja paksa dan genosida, boikot, saya tidak idiot, dan sang nenek 40 cucu.

    Terkait benih separatisme dan terorisme, sudah bersemi di Xinjiang sejak awal abad ke-20 hingga akhir tahun 1940-an. Mereka hendak mendirikan Republik Islam Turkistan Timur pada 12 November 1933. Tapi hanya bertahan 3 bulan, karena ditolak mayoritas etnik di Xinjiang. Lalu muncul lagi pada 1944, tapi hanya bertahan 1 tahun.

    Gerakan Turkistan Timur ini tumbuh lagi pada 2001 seiring 11 September 2001 di AS, lalu ada pengeboman di bus pada 1992 yang menewaskan tiga penumpang bus dan melukai 23 orang penumpang bus di Kota Urumqi. Tahun 1997 juga muncul pengeboman di bus yang menewaskan sembilan orang dan melukai 68 orang di Kota Urumqi. Terulang lagi di Kota Kashgar (2011 dan 2012), Kota Urumqi (2014), dan Aksu (2015). (Hal.50-530

    Menyikapi separatisme dan terorisme itu, Pemerintah Daerah Otonom Xinjiang sejak 2014 telah menumpas 1.588 geng teroris, menangkap 12.995 pelaku teroris, menyita 2.052 jenis bahan peledak, namun perlakuan tegas terhadap bukan berarti Islam menjadi sumber teroris, meski kebijakan kontraterorisme berupa kamp vokasi dan pusat pelatihan itu dinilai berpotensi melanggar HAM, karena peserta hanya dari satu etnis (Uighur). (hal.57)

    Untuk menjawab tuduhan itu, Pemerintah Daerah Otonom Xinjiang membangun gedung pameran Urumqi pada 2014 yang menampilkan foto korban kekerasan selama 1992-2015, rekaman CCTV, senjata api, senjata tajam, senjata rakitan, serta bom rakitan. (hal.93). Foto dan video kekerasan itu bukan hanya radikalisme/terorisme yang terjadi di Xinjiang saja, namun juga di Kunning-Yunan dan Kota Terlarang Beijing. (hal.95).

    “Anda lihat sendiri ada imam masjid beserta keluarganya dan juga beberapa petugas kepolisian yang menjadi korban serangkaian serangan terorisme di Xinjiang. Semua bentuk terorisme adalah kejahatan yang tidak memilih sasaran dari etnis dan agama tertentu,” kata Deputi Dirjen Publikasi Partai Komunis China, Komite Regional Xinjiang, Shi Lei (hal.95).

    Dalam bagian ketiga (tradisi/peradaban Islam), buku itu mengupas tentang iktikaf, kamera dimana-mana, masjid dibongkar, pengaruh Timur Tengah, sapaan Hubbul Wathan, Al-Qur’an dan Hadits, geliat Islami, tak lagi tabu, carter pesawat ke Mekkah, puasa di tengah pandemi, Maghrib masih lama, bebas makan dan minum, larangan atau pilihan?, mendadak fitri, dan kafilah para imam.

    Artikel pada bagian ini merupakan klarifikasi atas berbagai isu, seperti Direktur Komisi Urusan Etnis Daerah Otonomi Xinjiang, Mehmut Usman, yang membantah rumor pembongkaran masjid (hal 154-155), karena hanya bersifat renovasi dan CCTV juga ada dimana-mana, termasuk di masjid, yang bisa mengklarifikasi rumor yang tidak benar. Apalagi, geliat Islam dan tradisi keagamaan juga marak. (hal 178).

    Dalam bagian keempat (politisasi), tulisan dalam buku ini menyoroti tentang merembet hingga gelanggang olimpiade, rivalitas semu, sinifikasi, islamofobia, lembaran baru Beijing-Taliban, janji yang terserak, ganti Gubernur, Ozil mencuit-Dilraba ngambek, dan batu sandungan.

    Pada bagian terakhir buku ini, sampai pada klarifikasi bahwa isu minoritas muslim Uighur akan terus ada selama ada rivalitas China dengan negara-negara sekutu AS (hal.248).

    Di mata Indonesia, isu Xinjiang sudah selesai di tataran diplomasi dan hubungan bilateral Indonesia-China bahwa Xinjiang adalah urusan dalam negeri China, sehingga pihak eksternal tidak boleh mencampuri, seperti halnya masalah Papua bagi Indonesia (hal.316).

    Namun, di tataran publik Indonesia masih menjadi batu sandungan karena muslim Indonesia itu belum semuanya menerima literasi tentang perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas Muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang. Literasi yang beredar justru framing digital. “Ya, isu Xinjiang itu mirip isu komunisme bagi Indonesia,” kata putri mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sentil Jokowi, Mantan Jubir Gus Dur: Negara Porak-poranda karena Ijazah dan Janji Palsu

    Sentil Jokowi, Mantan Jubir Gus Dur: Negara Porak-poranda karena Ijazah dan Janji Palsu

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi menyoroti derasnya isu kepalsuan yang kini menerpa sejumlah perguruan tinggi ternama di Indonesia.

    Hal itu ia sampaikan lewat akun media sosialnya, menanggapi pernyataan Muhammad Said Didu yang menyinggung tentang UGM, UI, dan ITB.

    Dalam cuitannya, Said Didu menyebut bahwa Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah babak belur akibat isu ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Jokowi.

    Universitas Indonesia (UI) juga disebut terkena sorotan karena dugaan disertasi palsu Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

    Kini, giliran Institut Teknologi Bandung (ITB) disorot karena kesepakatan pembangunan kampus baru di kawasan PIK 2, yang disebut-sebut sebagai sumbangan palsu.

    Menanggapi itu, Adhie Massardi memberikan komentar menohok, “Kerusakannya nyata,” kata Adhie di X @AdhieMassardi (29/6/2025).

    Dikatakan Adhie, isu ijazah palsu dan janji palsu tersebut betul-betul menggentayangi Indonesia.

    “Benar-benar nyata bikin NKRI porak-poranda. Dua periode setara dua bom atom yang dijatuhkan USA di Jepang,” tandasnya.

    Adhie bilang, dampak dari kebohongan dan manipulasi tak hanya merusak pemerintahan, tetapi juga ikut mengguncang institusi pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi benteng moral dan intelektual bangsa.

    “Kini giliran perguruan tinggi dibom kepalsuan. Tapi ITB bisa didakwa lakukan tindak pidana pencucian tanah,” tandasnya.

    Isu ini menyeruak setelah beredar kabar bahwa ITB telah menyepakati pembangunan kampus baru di PIK 2 dengan rencana membuka fakultas kecerdasan buatan (AI).

  • Khofifah: Teladani nasionalisme dan persatuan Bung Karno

    Khofifah: Teladani nasionalisme dan persatuan Bung Karno

    pepatah orang tua yang sering disampaikan Bung Karno, yakni ‘Rukun agawe santosa’. Artinya adalah jika kita bersatu dan rukun, maka kita akan menjadi kuat

    Surabaya (ANTARA) – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak masyarakat meneladani dan mengamalkan ajaran Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno (Bung Karno), khususnya terkait pentingnya nasionalisme dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    “Pemikiran Bung Karno tentang nasionalisme menjadi landasan penting dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Nasionalisme yang kuat, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama merupakan hal yang sangat penting,” ujar Khofifah dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Kamis.

    Saat mendampingi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo berziarah ke Makam Bung Karno di Kota Blitar (25/6), yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menyambut Hari Bhayangkara ke-79 yang diperingati pada 1 Juli 2025, Khofifah juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat semangat nasionalisme dan menjaga persatuan serta kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Selain semangat nasionalisme, kata Khofifah, Bung Karno juga menekankan pentingnya menjaga persatuan demi keutuhan bangsa. “Bung Karno meyakini bahwa persatuan adalah kunci untuk meraih kemerdekaan dan membangun bangsa yang kuat, terutama dalam menjaga kerukunan di tengah perbedaan ideologi, suku, dan agama,” katanya.

    Khofifah mengingatkan sebuah pepatah orang tua yang sering disampaikan Bung Karno, yakni ‘Rukun agawe santosa’. “Artinya adalah jika kita bersatu dan rukun, maka kita akan menjadi kuat,” ucapnya.

    Menurut Khofifah, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan mengenang jasa para pahlawan, termasuk Bung Karno.

    Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa ziarah tersebut bertujuan untuk menggali, menyerap, sekaligus mengamalkan nilai-nilai sejarah perjuangan Bung Karno.

    “Banyak hal yang menjadi pelajaran bagi generasi penerus untuk menjalankan dan mengamalkan cita-cita beliau, dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

    Sebelumnya, dalam rangkaian yang sama, Kapolri juga telah berziarah ke makam Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, dan Presiden KH Abdurrahman Wahid.

    Pewarta: Willi Irawan
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubernur Jatim dampingi Kapolri ziarah ke makam Gus Dur

    Gubernur Jatim dampingi Kapolri ziarah ke makam Gus Dur

    Surabaya (ANTARA) – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendampingi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melakukan ziarah ke makam Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Rabu.

    Ziarah tersebut merupakan rangkaian kegiatan menjelang peringatan Hari Bhayangkara ke-79 yang jatuh pada 1 Juli 2025, setelah sebelumnya Kapolri berziarah ke makam Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.

    Setibanya di kompleks pemakaman, Khofifah dan Kapolri bersama jajaran Pejabat Utama Mabes Polri serta Kapolda Jawa Timur melakukan tabur bunga dan doa bersama yang dipimpin oleh Pengasuh Ponpes Tebuireng, KH Abdul Hakim Machfudz (Gus Kikin).

    Dalam kesempatan itu, Gubernur Khofifah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menyemai dan melestarikan nilai-nilai toleransi dan pluralisme yang telah diajarkan Gus Dur semasa hidupnya.

    “Semasa hidupnya, Gus Dur selalu menanamkan pentingnya toleransi dan pluralisme. Maka dari itu, melalui ziarah ini kita diingatkan kembali untuk memperkuat persatuan dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa,” ujar Khofifah.

    Khofifah menambahkan meski dikenal sebagai tokoh pluralisme, Gus Dur lebih senang disebut sebagai tokoh kemanusiaan. Hal ini, menurutnya, tergambar dari tulisan pada batu nisan Gus Dur yang berbunyi “Here rests a Humanist.”

    “Pesan ini menunjukkan bahwa bagi Gus Dur, nilai kemanusiaan adalah dasar utama dari pluralisme itu sendiri,” ujarnya.

    Selain sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh bangsa, ziarah ini juga menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Hari Bhayangkara tahun ini yang mengusung tema “Polri Presisi: Mendekatkan Diri, Melindungi, dan Mengayomi Masyarakat dengan Hati Nurani.”

    Khofifah menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja Polri, khususnya dalam memberikan pelayanan yang humanis kepada masyarakat, termasuk saat pengamanan arus mudik Lebaran 2025.

    “Kita bersyukur arus mudik tahun ini berjalan lancar. Tidak ada kemacetan panjang, terutama di jalur tol. Ini merupakan salah satu wujud keberhasilan pendekatan Polri yang Presisi dan humanis,” katanya.

    Ia berharap seluruh rangkaian peringatan Hari Bhayangkara dapat berjalan lancar dan Polri terus menjadi institusi yang dekat dengan masyarakat serta mampu melindungi dan mengayomi dengan hati nurani.

    Pewarta: Willi Irawan
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.