Tag: Gus dur

  • Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

    Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

    Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menyatakan bahwa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah dibanding menyematkan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
    Misalnya, memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang merupakan dampak dari keputusan dan kebijakan Soeharto.
    “Saya rasa, lebih penting untuk mengedepankan keadilan bagi korban ketimbang memberikan secara simbolis gelar pahlawan untuk Soeharto,” ujar Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sekaligus anggota GEMAS, Andrie Yunus, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Andrie mengatakan, sejak awal,
    koalisi masyarakat sipil
    telah memberikan catatan dan menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
    “Sebelumnya, kami telah mengirimkan surat terbuka kepada Kementerian Kebudayaan dan kepada Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Termasuk juga, bahkan sejak namanya muncul di Kementerian Sosial, kami sudah tekankan bahwa Soeharto tidak layak diberikan gelar pahlawan,” tegas Andrie.
    Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat sembilan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori berat yang hingga kini tidak jelas kasusnya.
    Para korban dalam peristiwa tersebut belum mendapatkan keadilan.
    Selain itu, koalisi sipil juga menyoroti periode kepemimpinan Soeharto yang membuat militer masuk ke ranah-ranah di luar dinasnya, baik politik, bisnis, hingga jabatan-jabatan di sektor sipil.
    “Soeharto telah merusak profesionalisme tentara, dan hingga kini bahkan sempat terasa pasca undang-undang baru disahkan. Karena itu, kami menilai Soeharto telah merusak profesionalisme tentara dan tidak layak menjadi pahlawan,” kata Andrie lagi.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
    Dari 40 nama tersebut, terdapat tiga tokoh yang menarik perhatian publik, yakni Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Masuknya nama Soeharto dalam daftar usulan memunculkan perdebatan di masyarakat.
    Sejumlah pihak menilai bahwa pemerintah perlu berhati-hati menimbang usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan dari masa pemerintahannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jika Bukan Pengaruh Jokowi, Adhie Massardi Bilang Bobby Nasution yang Lebih Dulu di-OTT

    Jika Bukan Pengaruh Jokowi, Adhie Massardi Bilang Bobby Nasution yang Lebih Dulu di-OTT

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Juru Bicara Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M. Massardi, merespons Gubernur Riau, Abdul Wahid yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Ia menyebut, lembaga antirasuah itu seolah tebang pilih dalam penegakan hukum.

    Dikatakan Adhie, seharusnya KPK bertindak lebih tegas terhadap seluruh kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi, tanpa pandang bulu.

    Ia menyinggung bahwa sebelumnya, KPK seharusnya lebih dulu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.

    “Sebenarnya KPK RI lebih dulu meng-OTT Gubernur Sumut,” ujar Adhie di X @AdhieMassardi (4/11/2025).

    Namun, lanjutnya, KPK dinilai ragu mengambil langkah lebih keras terhadap pejabat lain yang memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan.

    Ia menuding adanya perasaan sungkan terhadap Presiden ke-7, Jokowi, yang pernah mengangkat para komisioner KPK.

    “Cuma gegara ewuh-pekewuh sama Joko Widodo yang ngangkat para Komisioner KPK, maka nangkap Sang Mantu Widodo cukup dijanjikan saja,” katanya.

    Adhie juga menyinggung langkah serupa dalam polemik proyek Kereta Cepat yang kini terus ramai diperbincangkan publik.

    “Sama dengan skandal Kereta Cepat Jakarta-Bandung, publik cukup di-bluffing saja!,” tegasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta agar persoalan pembayaran utang proyek Kereta Cepat tidak dibawa ke ranah politik.

    Hal itu ia sampaikan saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

  • Guntur Romli soal Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Itu Upaya Pemutihan Dosa Orde Baru

    Guntur Romli soal Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Itu Upaya Pemutihan Dosa Orde Baru

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aktivis dan pegiat Nahdlatul Ulama (NU), Mohamad Guntur Romli, berbicara mengenai wacana penetapan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.

    Dikatakan Guntur, langkah tersebut tidak pantas dan justru mengaburkan sejarah kelam Orde Baru terhadap kalangan kiai dan warga NU.

    Guntur secara khusus mengkritik Sekjen PBNU, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), yang disebutnya ngotot memperjuangkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    “Tak habis pikir dengan Sekjen PBNU, Gus Ipul, yang keukeuh mencalonkan Soeharto sebagai pahlawan nasional,” ujar Guntur di X @GunRomli (4/11/2025).

    “Apa dia tidak ingat sejarah bagaimana Soeharto dan Orde Baru merepresi NU dan kiai-kiai NU?,” tambahnya.

    Ia menekankan bahwa ini bukan soal memelihara dendam, tapi untuk terus jujur pada sejarah.

    Menurutnya, mengangkat Soeharto sebagai pahlawan sama saja dengan upaya pemutihan terhadap catatan kelam masa lalu.

    “Tak patut menjilat Soeharto dengan mengangkatnya sebagai pahlawan, juga tak perlu membencinya dengan penuh amarah dan dendam. Soeharto sebagai pahlawan sama saja dengan upaya pemutihan terhadap dosa-dosanya yang kelam pada NU,” tegasnya.

    Guntur juga mengingatkan pesan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang pentingnya memaafkan tanpa melupakan sejarah.

    “Tidak ingatkah kata-kata Gus Dur, kita bisa saja memaafkan tapi tidak untuk melupakan. Sebagai orang NU, bisa saja memaafkan dosa-dosa Soeharto, tapi tidak untuk melupakan dosa-dosanya agar kita tetap waspada dan kejadian kelam itu tidak boleh terulang lagi,” ungkapnya.

  • Polemik Asal Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Polemik Asal Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Polemik usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden ke-2 RI, Soeharto terus bergulir.

    Usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto pertama kali digaungkan oleh Kementerian Sosial. Nama Soeharto masuk di antara beberapa nama yang diusulkan turut mendapatkan gelar tersebut.

    Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto kembali mencuat sekitar Maret tahun ini. Saat itu, rencana tersebut dikemukakan oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

    Dia mengemukakan bahwa pihaknya bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dilansir dari laman resmi Kementerian Sosial, Rabu (19/3/2025).

    Adapun usulan itu akan diseleksi dan digodok oleh anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional. Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. 

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Dalam perkembangan terbaru, Gus Ipul optimistis nama Pahlawan Nasional yang baru dapat diumumkan secara resmi sebelum memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November 2025. 

    Kementerian Sosial tahun ini memberikan berkas usulan sebanyak 40 nama untuk menjadi pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), dan sebagian besar nama tersebut merupakan hasil pembahasan dari tahun-tahun sebelumnya.  

    “Ya mudah-mudahan, insyaallah sih. Insyaallah sebelum 10 November dan nanti dari nama-nama itu akan dipilih beberapa nama,” kata dia dilansir dari Antara, Selasa (28/10/2025).

    Namun, dia memastikan bahwa proses penetapan calon pahlawan nasional dilakukan melalui mekanisme seleksi berlapis dan melibatkan berbagai unsur, mulai dari masyarakat hingga tim ahli tingkat pusat.

    “Ya nanti itu menyesuaikan Dewan Gelar ya untuk punya kesempatan lapor kepada Presiden. Seperti Presiden Soeharto dan Presiden Gus Dur misalnya, itu sudah diusulkan lima atau 10 tahun yang lalu. Tapi kemarin itu karena masih ada hambatan-hambatan tentang syarat-syarat formal, maka masih ditunda. Tetapi karena syarat-syarat formalnya sudah terpenuhi semua, maka untuk tahun ini kita usulkan ke Dewan Gelar,” kata dia.

    Golkar Usulkan Nama Soeharto ke Prabowo

    Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk mengajukan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    “Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai pahlawan nasional,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Bahlil menilai Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara, antara lain dalam membangun kedaulatan pangan dan energi, menekan inflasi tinggi, serta membawa Indonesia dikenal sebagai salah satu kekuatan ekonomi di Asia pada masanya.

    Sebagai tokoh pendiri dan pembina Partai Golkar yang memimpin Indonesia lebih dari tiga dekade, Bahlil mengatakan Soeharto telah memberikan kontribusi penting terhadap pembangunan nasional.

    “Saya pikir sudah sangat layak, pantas, dan sudah saatnya untuk kemudian pemerintah bisa memberikan sebagai gelar Pahlawan Nasional. Itu yang tadi keputusan daripada DPP Partai Golkar,” kata Bahlil dilansir dari Antara, Senin (3/11/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Bahlil mengatakan Presiden Prabowo menerima aspirasi Partai Golkar terkait usulan tersebut dan menyatakan akan mempertimbangkannya sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    “Bapak Presiden Prabowo mengatakan bahwa saya menerima dan akan mempertimbangkan. Sudah barang tentu itu lewat mekanisme internal, kan ada, ada mekanisme yang harus dilalui,” ucap Bahlil.

    Melanggar Hukum

    Direktur Eksekutif Lembaga Kajian demokrasi dan kebajikan publik Public Virtue Research Institute (PVRI), Muhammad Naziful Haq menolak rencana penetapan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto 

    Menurutnya, jika gelar tersebut tetap diberikan, maka sama saja mengkhianati cita-cita kemerdekaan Indonesia. Hal ini tidak lepas dari historis Soeharto yang lekat dengan pelanggaran HAM, penyelewengan kekuasaan, hingga militeristik. 

    “Soeharto bukan bukan nominasi yang tepat. Secara historis, dia adalah bagian dari otoritarianisme masa lalu yang mengkhianati cita-cita kemerdekaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Dia juga menyoroti usulan nama yang mendapatkan gelar pahlawan di mana dari 40 nama, 10 di antaranya berlatar belakang militer, 11 memiliki latar belakang elite agama, 19 lainnya dari berbagai latar. 

    Naziful menilai, hal ini berkaitan erat dengan kepentingan politik antara para elite untuk memberikan gelar pahlawan.

    “Nominasi nama-nama pahlawan di satu sisi tidak lepas dari politik pengkultusan individu, namun di sisi lain mencerminkan kompromi antara aktor penguasa dan kelompok agama yang sedang diakomodasi,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Peneliti PVRI, Alva Maldini usulan nama Soeharto seolah mencoba mengubur masalah-masalah yang terjadi masa itu. Terlebih, katanya, nama Marsinah dan Gus Dur masuk dalam usulan sebagai simbol kelompok buruh dan ikon demokrasi. 

    “Namun ketika dua nama ini bersanding dengan nama Suharto dalam situasi militerisme dan menyempitnya ruang sipil, ada risiko dua nama ini menjadi apologi untuk situasi saat ini atau bahkan tukar guling politik,” jelas Alva.

    Ketua Dewan Setara Institute Hendardi menilai rencana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto melanggar hukum. Menurutnya, Soeharto lekat dengan masalah pelanggaran HAM, korupsi, dan penyalahgunaan kewenangan.

    Hendardi mengatakan, upaya mengharumkan mertua Prabowo Subianto itu sudah berjalan sistematis. Sebab, katanya, tepat sebulan sebelum pelantikan Prabowo sebagai presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 

    Menurutnya, pencabutan TAP MPR itu mengabaikan fakta historis bahwa 32 tahun masa kepemimpinannya penuh dengan pelanggaran HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah dinilai seolah ingin melepaskan nama Soeharto dari masalah-masalah yang pernah dibuatnya.

    “Selain itu jika nantinya Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, hal itu merupakan tindakan melawan hukum, terutama UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

  • 2
                    
                        Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan
                        Nasional

    2 Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan Nasional

    Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan
    Tim Redaksi
    BLITAR, KOMPAS.com
    – Presiden Kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua PDI-P Megawati Soekarnoputri mengingatkan agar pemerintah tidak sembarangan memberikan gelar pahlawan nasional kepada tokoh.
    Dia menilai, penganugerahan gelar itu tidak bisa dilakukan secara mudah tanpa menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa.
    “Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati saat berpidato dalam seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
    Hal itu disampaikan Megawati saat menceritakan kondisi ayahnya, Presiden Pertama RI Soekarno, yang pernah diperlakukan tidak adil oleh bangsanya sendiri.
    Soekarno, lanjut Megawati, diberhentikan dan dicabut mandatnya sebagai presiden RI melalui TAP MPR tanpa proses pengadilan.
    “Bayangkan, seorang putra bangsa diperlakukan begitu hanya karena sebuah TAP. Kalau Bung Karno bersalah, seharusnya demi keadilan beliau boleh dong dimasukkan ke pengadilan,” kata Megawati.
    Dia mengatakan, meski Bung Karno dicabut mandatnya dan diisolasi, sang ayah tetap diam demi menghindari perang sesama bangsa Indonesia.
    “Kalau melawan, nanti yang terjadi perang saudara,” ujar Megawati menirukan pesan Bung Karno kepadanya.
    Menurut Megawati, sikap Bung Karno yang tetap diam meski diperlakukan tidak adil adalah wujud kebesaran jiwa dan tanggung jawab terhadap bangsa.
    “Hanya demi negara yang beliau bangun, hanya demi rakyatnya agar tidak perang satu sama lain, dia korbankan dirinya,” katanya.
    Pernyataan Megawati itu pun memicu spekulasi bahwa hal tersebut untuk menyinggung rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
    Namun, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa pesan Megawati hanyalah pengingat agar pemerintah berhati-hati dalam memberikan gelar pahlawan.
    “Yang dimaksud Ibu Megawati, pahlawan itu juga menjadi simbol yang ideal tentang bagaimana bangsa Indonesia ini dibangun. Sosok pahlawan harus memiliki terobosan dalam perjuangan bagi kemerdekaan dan nilai kemanusiaan, bukan mengkhianatinya,” ujar Hasto saat menjawab pertanyaan soal apakah pernyataan Megawati terkait rencana pemberian gelar pahlawan nasional ke Soeharto, seusai acara.
    Menurut Hasto, Megawati hanya menekankan bahwa gelar pahlawan seharusnya diberikan berdasarkan kepeloporan dan keteladanan yang menjadi inspirasi bagi seluruh anak bangsa.
    “Pesan Ibu Megawati jelas: gelar pahlawan harus diberikan secara hati-hati, dengan mendengarkan suara rakyat, dan memastikan sosok itu betul-betul menjadi contoh bagi perjuangan bangsa di masa kini dan mendatang,” kata Hasto.
    Saat ditanya mengenai sikap PDI-P soal rencana pemberian gelar kepada Soeharto, Hasto menyatakan bahwa pihaknya mendengarkan pandangan dari masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
    “Banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum dituntaskan. Itu sebabnya Ibu Megawati mengingatkan agar jangan mudah memberikan gelar pahlawan,” pungkasnya.
    Untuk diketahui, Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
    Di antara nama yang diajukan terdapat Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Masuknya nama Soeharto menimbulkan perdebatan publik.
    Sejumlah kalangan menilai, pemerintah perlu menimbang kembali usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran HAM yang belum selesai pada masa pemerintahannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Inayah Wahid Ungkap Kunci Menjaga Nilai-nilai Sumpah Pemuda di Era Digital, Apa Itu?

    Inayah Wahid Ungkap Kunci Menjaga Nilai-nilai Sumpah Pemuda di Era Digital, Apa Itu?

    Jakarta: Sumpah Pemuda merupakan pengingat akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Di tengah tantangan global sekarang ini, penting bagi generasi pemuda untuk terus menjaga dan menghidupkan nilai-nilai Sumpah Pemuda.

    Aktivis dan seniman Inayah Wulandari Wahid mengukapkan kunci untuk menjaga nilai-nilai Sumpah Pemuda adalah kolaborasi. Sebab, menurutnya tantangan utama generasi muda saat ini bukan lagi perbedaan fisik atau wilayah. Melainkan, ancaman fragmentasi sosial yang muncul di era digital.

    “Sekarang batas identitas itu hampir tidak ada, tapi kita justru semakin tersegregasi. Kolaborasi adalah jalan paling masuk akal, dan itu dimulai dari saling menghargai,” ungkap Inayah dalam Jong Indonesia Festival Metro TV di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kamis 30 Oktober 2025.

    Lebih lanjut Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu menegaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda seperti menjadi semakin relevan di tengah kondisi dunia yang penuh ketidakpastian. Pemahaman kekuatan dari setiap identitas yang beragam menjadi penting guna terus memperkuat persatuan.

    “Urgensi Sumpah Pemuda itu jadi makin penting. Tiap identitas membawa kekuatannya masing-masing. Dari situlah kita bisa bikin gelombang Indonesia menjadi lebih besar,” jelasnya.

    Dalam sesi The Privilege di acara Jong Indonesia Festival 2025 Inayah juga mengingatkan para generasi muda untuk memahami bahwa sebelum berbicara tentang persatuan, bangsa ini harus memastikan keadilan hadir terlebih dahulu. Nilai itu, katanya, juga harus jadi bagian dari proses belajar di sekolah maupun kampus.
     
    “Gus Dur tuh selalu ngomong gini, enggak ada perdamaian tanpa keadilan. Jadi keadilan itu harus muncul sebelum perdamaian. Dan ini penting dalam konteks Indonesia hari ini,” tegasnya.

    Jakarta: Sumpah Pemuda merupakan pengingat akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Di tengah tantangan global sekarang ini, penting bagi generasi pemuda untuk terus menjaga dan menghidupkan nilai-nilai Sumpah Pemuda.
     
    Aktivis dan seniman Inayah Wulandari Wahid mengukapkan kunci untuk menjaga nilai-nilai Sumpah Pemuda adalah kolaborasi. Sebab, menurutnya tantangan utama generasi muda saat ini bukan lagi perbedaan fisik atau wilayah. Melainkan, ancaman fragmentasi sosial yang muncul di era digital.
     
    “Sekarang batas identitas itu hampir tidak ada, tapi kita justru semakin tersegregasi. Kolaborasi adalah jalan paling masuk akal, dan itu dimulai dari saling menghargai,” ungkap Inayah dalam Jong Indonesia Festival Metro TV di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kamis 30 Oktober 2025.

    Lebih lanjut Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu menegaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda seperti menjadi semakin relevan di tengah kondisi dunia yang penuh ketidakpastian. Pemahaman kekuatan dari setiap identitas yang beragam menjadi penting guna terus memperkuat persatuan.
     
    “Urgensi Sumpah Pemuda itu jadi makin penting. Tiap identitas membawa kekuatannya masing-masing. Dari situlah kita bisa bikin gelombang Indonesia menjadi lebih besar,” jelasnya.
     
    Dalam sesi The Privilege di acara Jong Indonesia Festival 2025 Inayah juga mengingatkan para generasi muda untuk memahami bahwa sebelum berbicara tentang persatuan, bangsa ini harus memastikan keadilan hadir terlebih dahulu. Nilai itu, katanya, juga harus jadi bagian dari proses belajar di sekolah maupun kampus.
     
    “Gus Dur tuh selalu ngomong gini, enggak ada perdamaian tanpa keadilan. Jadi keadilan itu harus muncul sebelum perdamaian. Dan ini penting dalam konteks Indonesia hari ini,” tegasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Gus Sahal Kritisi GP Ansor, Perusak Citra NU Itu Seperti Ketua Ansor DKI

    Gus Sahal Kritisi GP Ansor, Perusak Citra NU Itu Seperti Ketua Ansor DKI

    GELORA.CO – Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Ahmad Sahal atau yang akrab disapa Gus Sahal, menyoroti sikap sebagian kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang dinilainya kini kurang terbuka terhadap kritik.

    Melalui akun media sosial pribadinya, Gus Sahal menulis dirinya tidak merasa takut mengkritik, namun menyayangkan munculnya reaksi berlebihan terhadap kritik di lingkungan NU.

    Hal tersebut disampaikannya lewat status twitternya atau X pribadinya @sahal_AS pada Kamis (30/10/2025). 

    “Bukan takut, tapi eman-eman (sayang) kok NU sekarang ngamukan, alergi terhadap kritik,” tulis Gus Sahal dalam unggahannya, Rabu (30/10/2025).

    Ia menilai, sikap terbuka terhadap kritik justru menjadi ciri khas para tokoh besar NU terdahulu yang dikenal santun dan bijak.

    “Tokoh seperti Gus Dur, Gus Mus, dan Gus Baha membuat NU dihormati, Islam yang ramah, humoris, dan mengayomi,” lanjutnya.

    Dalam unggahan itu, Gus Sahal juga menyinggung adanya perilaku sebagian kader yang dinilai dapat merusak citra organisasi.

    Ia mencontohkan pernyataan keras yang pernah disampaikan Ketua GP Ansor DKI Jakarta, yang sempat mengancam akan melakukan kekerasan.

    “Yang merusak citra NU itu seperti Ketua Ansor DKI yang ancam gorok dan bakar gedung, tapi dibiarkan,” tulisnya.

    Gus Sahal kemudian mengajak warga NU untuk melakukan introspeksi diri agar organisasi tidak kehilangan nilai-nilai dasar yang diwariskan para pendiri dan kiai terdahulu.

    “Introspeksi saja, jangan denial,” pungkasnya.

    GP Ansor: Setakiut Itukah Sama NU?

    Pernyataannya tersebut merujuk postingan Gerakan Pemuda Ansor lewat twitter resminya @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).

    Dalam postingannya, organisasi kepemudaan NU itu menegaskan NU selama ini tetap konsisten menjaga keseimbangan kehidupan beragama dan berbangsa.

    “Setakut Itukah Sama NU?” tulis admin @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).

    “NU hanya berdiri di tempat yang sama sejak 1 abad silam, sejak 1926. Berdiri di tengah perbedaan dan keberagaman,” tambahnya.

    Dalam pernyataan tersebut, GP Ansor menegaskan NU tetap istikamah menjembatani agama dan kebangsaan sesuai prinsip hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman).

    NU juga disebut selalu berupaya membidani kemaslahatan umat dan merawat akal sehat di tengah hiruk pikuk tafsir iman dan kepentingan.

    “NU tidak sedang berebut pengaruh, kami sedang menjaga keseimbangan republik agar tetap waras,” tambahnya.

    GP Ansor juga menyinggung adanya pihak yang dianggap ‘NU-phobia’, yakni mereka yang merasa terganggu ketika NU mulai bersuara atau bergerak di ruang publik.

    “Anehnya, setiap NU mulai bergerak, selalu ada yang gemetar. Hingga muncul gelagat NU-phobia segala,” tulis akun tersebut.

    Dalam postingan tersebut, GP Ansor menegaskan kekuatan NU bukan pada kekuasaan atau pengaruh politik, tetapi pada jamaah, pesantren, dan komitmen menjaga kebangsaan dengan sikap moderat, i’tidal, tawassuth, tawazzun, dan amar ma’ruf nahi munkar.

    “Kalau itu menakutkan, mungkin yang menakutkan bukan NU, tapi bayangan tentang Indonesia tanpa NU yang merawat peradabannya,” tutupnya.

    Ketua GP Ansor Ancam Gorok Karyawan Trans 7

    Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta, Muhammad Ainul Yakin, menjadi sorotan publik setelah orasinya di depan kantor Trans7 viral di media sosial.

    Dalam orasi tersebut, Ainul mengecam isi siaran Trans7 yang dianggap menyinggung ulama Nahdlatul Ulama (NU).

    Ainul hadir bersama anggota GP Ansor dan Banser, sayap organisasi NU, dan menyampaikan ancaman kontroversial terhadap pegawai Trans7.

    Dalam pernyataannya, Ainul menyebut, “halal darah” bagi pihak yang menghina kyai, ulama, atau NU.

    Menurut Ainul, salah satu tugas GP Ansor dan Banser adalah menjaga kyai, ulama, dan pondok pesantren.

    Ia menilai tindakan Trans7 melalui beberapa siaran telah menghina tokoh-tokoh NU, sehingga menuntut peringatan keras terhadap pihak yang bersangkutan.

    “Trans7 telah menghina melalui siaran-siarannya terhadap kyai dan ulama Nahdlatul Ulama,” kata Ainul dalam orasinya.

    Dalam orasinya, Ainul juga menekankan sejarah panjang perjuangan Ansor dan Banser dalam menjaga republik.

    Ia mengingatkan pegawai Trans7 akan pengorbanan ribuan kadernya.

    “Saudara-saudara Trans7 yang masih muda, kalian ingat sejarah. Sudah ribuan anak Ansor dan Banser tewas memperjuangkan republik ini. Kalian ada karena adanya Nahdlatul Ulama,” ujarnya.

    Pernyataan Ainul kemudian memicu kontroversi karena ia membandingkan insiden yang sedang terjadi dengan pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966.

    Ia menegaskan ancaman yang dilontarkan dalam konteks menjaga martabat ulama NU.

    “Jangan sampai kader-kader Banser menggorok leher kalian, seperti kader Banser menggorok PKI. Halal darah kalian apabila mengolok-olok ulama Nahdlatul Ulama,” ucap Ainul.

  • Metro TV Lahir dan Mengubah Wajah Televisi Berita Indonesia

    Metro TV Lahir dan Mengubah Wajah Televisi Berita Indonesia

    Jakarta: Setiap era memiliki tonggak yang mengubah arah sejarah. Di dunia pertelevisian Indonesia, tonggak itu muncul saat Metro TV resmi mengudara pada 25 November 2000. Tak sekadar menyiarkan berita, kehadirannya menandai lahirnya televisi yang membawa semangat mencerdaskan bangsa.

    Izin siaran dari departemen penerangan
    Cikal bakal Metro TV dimulai pada 13 Oktober 1999, ketika Departemen Penerangan mengumumkan lima perusahaan televisi swasta baru yang lolos seleksi pendirian stasiun TV.
    Salah satunya adalah PT Media Televisi Indonesia, yang kelak dikenal dengan nama Metro TV.

    Hanya dua belas hari kemudian, tepatnya 25 Oktober 1999, izin siaran resmi diterbitkan. Ini menjadi langkah besar pertama menuju lahirnya sebuah televisi yang kelak berfokus penuh pada berita dan informasi.
    Nama “Metro TV” dan Filosofinya
    Pada 25 November 1999, izin penggunaan nama “Metro TV” diberikan. Nama ini diusulkan langsung oleh Surya Paloh, sang pendiri, karena stasiun tersebut lahir dan bersiaran dari kawasan metropolitan Jakarta.

    Nama ini sekaligus mencerminkan semangat modernitas dan keterbukaan informasi yang ingin dibawa Metro TV sejak awal berdirinya.
     

    Membangun identitas
    Identitas Metro TV mulai diperkenalkan ke publik pada 4 Mei 2000 lewat iklan satu halaman di Harian Media Indonesia. Logo khas burung dan tulisan Metro TV dirancang oleh Tatang Ramadhan Bouqie, seorang seniman dan perancang grafis.

    Hanya seminggu berselang, Metro TV membuka lowongan kerja besar-besaran untuk berbagai posisi. Ribuan pelamar mendaftar, dan proses seleksi ketat dimulai pada 7 Juli 2000.

    Tim liputan pertama kemudian tampil ke publik pada 7 Agustus 2000, melakukan simulasi peliputan yang membuat masyarakat penasaran, kapan Metro TV akan mulai siaran?
    Simulasi peliputan dan orientasi intensif
    Kru Metro TV pertama kali melakukan simulasi liputan pada Sidang Tahunan MPR 2000, tepat pada 8 Agustus 2000. Mereka juga melakukan liputan lapangan di berbagai acara resmi di Jakarta. Semua ini menjadi latihan nyata menjelang masa siaran perdana.

    Seluruh karyawan Metro TV kemudian menjalani orientasi dan pelatihan intensif selama tiga bulan, dimulai pada 14 Agustus 2000.

    Tak tanggung-tanggung, Peter Arnett, jurnalis legendaris CNN yang dikenal sebagai wartawan perang, turut memberikan pelatihan.
     

    Peter Arnett membakar semangat para kru Metro TV untuk menghadirkan liputan yang kredibel dan berani di lapangan.

    Pada 18 Agustus 2000 kru Metro TV kembali melakukan peliputan Penutupan Sidang Tahunan MPR. Pada hari itu kru yang ditejunkan mencapai puluhan orang.

    Tak hanya peliputan soal megapolitan dan politik, Metro TV pada 19 Agustus 2000 menandatangani kerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Penandatangan kerja sama ini dilakukan untuk menyiarkan secara langsung aktivitas perdagangan saham di lantai bursa. Metro TV akan siaran langsung dari bursa pada pagi, siang, dan sore selama hari kerja bursa.
    Menuju siaran perdana
    Menjelang akhir 2000, segala persiapan dilakukan dengan serius. Studio 1 Metro TV, yang dibangun dengan peralatan mutakhir dari Roscor Corporation (AS), rampung pada 5 Oktober 2000.

    Simulasi siaran terus dilakukan, termasuk uji coba siaran langsung menggunakan satelit Flyaway pada 1 Oktober 2000, teknologi yang kala itu masih jarang digunakan di Indonesia.

    Tepat setahun setelah izin siaran keluar, 25 Oktober 2000, Metro TV mulai uji coba tayangan luar negeri sebagai pemanasan sebelum benar-benar mengudara.

    Kemudian pada 14 dan 15 November penutupan masa orientasi dan pelatihan. Saat itu tim Metro TV juga sudah memperkenalkan seragam liputan. Ciri ini kemudian hari diikuti oleh media-media lain dengan membuat seragam liputan masing-masing.
    Metro TV Mengudara
    Setelah masa uji coba dan persiapan panjang, momen bersejarah itu akhirnya tiba. Pada 18 November 2025, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir langsung meresmikan stasiun televisi ini. Dalam sambutannya, Gus Dur menyampaikan pesan sederhana namun bermakna dalam Metro TV harus ikut membantu mencerdaskan masyarakat.

    Pada 25 November 2000 pukul 12.00 WIB, Metro TV resmi ON AIR untuk pertama kalinya. Di hari perdananya, Metro TV menyiarkan liputan langsung dari Aceh dan Timor Timur, sekaligus memperkenalkan diri sebagai televisi berita yang mengedepankan akurasi dan kedalaman informasi.

    Sejak saat itu, dunia penyiaran Indonesia memasuki babak baru yaitu era televisi berita.

    Jakarta: Setiap era memiliki tonggak yang mengubah arah sejarah. Di dunia pertelevisian Indonesia, tonggak itu muncul saat Metro TV resmi mengudara pada 25 November 2000. Tak sekadar menyiarkan berita, kehadirannya menandai lahirnya televisi yang membawa semangat mencerdaskan bangsa.

    Izin siaran dari departemen penerangan
    Cikal bakal Metro TV dimulai pada 13 Oktober 1999, ketika Departemen Penerangan mengumumkan lima perusahaan televisi swasta baru yang lolos seleksi pendirian stasiun TV.
    Salah satunya adalah PT Media Televisi Indonesia, yang kelak dikenal dengan nama Metro TV.
     
    Hanya dua belas hari kemudian, tepatnya 25 Oktober 1999, izin siaran resmi diterbitkan. Ini menjadi langkah besar pertama menuju lahirnya sebuah televisi yang kelak berfokus penuh pada berita dan informasi.
    Nama “Metro TV” dan Filosofinya
    Pada 25 November 1999, izin penggunaan nama “Metro TV” diberikan. Nama ini diusulkan langsung oleh Surya Paloh, sang pendiri, karena stasiun tersebut lahir dan bersiaran dari kawasan metropolitan Jakarta.
     
    Nama ini sekaligus mencerminkan semangat modernitas dan keterbukaan informasi yang ingin dibawa Metro TV sejak awal berdirinya.
     

    Membangun identitas
    Identitas Metro TV mulai diperkenalkan ke publik pada 4 Mei 2000 lewat iklan satu halaman di Harian Media Indonesia. Logo khas burung dan tulisan Metro TV dirancang oleh Tatang Ramadhan Bouqie, seorang seniman dan perancang grafis.

    Hanya seminggu berselang, Metro TV membuka lowongan kerja besar-besaran untuk berbagai posisi. Ribuan pelamar mendaftar, dan proses seleksi ketat dimulai pada 7 Juli 2000.
     
    Tim liputan pertama kemudian tampil ke publik pada 7 Agustus 2000, melakukan simulasi peliputan yang membuat masyarakat penasaran, kapan Metro TV akan mulai siaran?

    Simulasi peliputan dan orientasi intensif
    Kru Metro TV pertama kali melakukan simulasi liputan pada Sidang Tahunan MPR 2000, tepat pada 8 Agustus 2000. Mereka juga melakukan liputan lapangan di berbagai acara resmi di Jakarta. Semua ini menjadi latihan nyata menjelang masa siaran perdana.
     
    Seluruh karyawan Metro TV kemudian menjalani orientasi dan pelatihan intensif selama tiga bulan, dimulai pada 14 Agustus 2000.
     
    Tak tanggung-tanggung, Peter Arnett, jurnalis legendaris CNN yang dikenal sebagai wartawan perang, turut memberikan pelatihan.
     

    Peter Arnett membakar semangat para kru Metro TV untuk menghadirkan liputan yang kredibel dan berani di lapangan.
     
    Pada 18 Agustus 2000 kru Metro TV kembali melakukan peliputan Penutupan Sidang Tahunan MPR. Pada hari itu kru yang ditejunkan mencapai puluhan orang.
     
    Tak hanya peliputan soal megapolitan dan politik, Metro TV pada 19 Agustus 2000 menandatangani kerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
     
    Penandatangan kerja sama ini dilakukan untuk menyiarkan secara langsung aktivitas perdagangan saham di lantai bursa. Metro TV akan siaran langsung dari bursa pada pagi, siang, dan sore selama hari kerja bursa.
    Menuju siaran perdana
    Menjelang akhir 2000, segala persiapan dilakukan dengan serius. Studio 1 Metro TV, yang dibangun dengan peralatan mutakhir dari Roscor Corporation (AS), rampung pada 5 Oktober 2000.
     
    Simulasi siaran terus dilakukan, termasuk uji coba siaran langsung menggunakan satelit Flyaway pada 1 Oktober 2000, teknologi yang kala itu masih jarang digunakan di Indonesia.
     
    Tepat setahun setelah izin siaran keluar, 25 Oktober 2000, Metro TV mulai uji coba tayangan luar negeri sebagai pemanasan sebelum benar-benar mengudara.
     
    Kemudian pada 14 dan 15 November penutupan masa orientasi dan pelatihan. Saat itu tim Metro TV juga sudah memperkenalkan seragam liputan. Ciri ini kemudian hari diikuti oleh media-media lain dengan membuat seragam liputan masing-masing.
    Metro TV Mengudara
    Setelah masa uji coba dan persiapan panjang, momen bersejarah itu akhirnya tiba. Pada 18 November 2025, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hadir langsung meresmikan stasiun televisi ini. Dalam sambutannya, Gus Dur menyampaikan pesan sederhana namun bermakna dalam Metro TV harus ikut membantu mencerdaskan masyarakat.
     
    Pada 25 November 2000 pukul 12.00 WIB, Metro TV resmi ON AIR untuk pertama kalinya. Di hari perdananya, Metro TV menyiarkan liputan langsung dari Aceh dan Timor Timur, sekaligus memperkenalkan diri sebagai televisi berita yang mengedepankan akurasi dan kedalaman informasi.
     
    Sejak saat itu, dunia penyiaran Indonesia memasuki babak baru yaitu era televisi berita.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (ANN)

  • Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Berasal dari Kabupaten-Provinsi

    Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Berasal dari Kabupaten-Provinsi

    SEMARANG – Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan usulan gelar Pahlawan Nasional untuk mantan Presiden Soeharto berasal dari bawah dan sudah memenuhi syarat untuk diteruskan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

    “Usulan gelar pahlawan disampaikan dari kabupaten/ kota, naik ke provinsi, sampai ke Kementerian Sosial,” kata Mensos di Semarang, Rabu, 29 Oktober.

    Menurut dia, mantan Presiden Soeharto pernah diusulkan oleh Kabupaten Sragen pada 2010 namun saat itu belum memenuhi syarat.

    Pada tahun ini, lanjut dia, usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto sudah memenuhi syarat.

    Ia menuturkan Presiden Ke-2 RI tersebut merupakan satu dari 40 nama yang diusulkan untuk meraih gelar Pahlawan Nasional.

    40 nama calon pahlawan nasional yang telah memenuhi syarat, kata dia, telah disampaikan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diketuai oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

    Ia menilai adanya perbedaan pendapat tentang usulan pahlawan nasional dapat dimaklumi, dipahami, dan didengarkan sebagai pertimbangan.

    Mensos mengatakan para calon Pahlawan Nasional yang memiliki kelebihan maupun kekurangan sebagai sesuatu yang wajar.

    Sebelumnya, terdapat 40 nama yang diusulkan oleh Kementerian Sosial untuk memperoleh gelar pahlawan nasional, yakni aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah, Presiden RI ke-2 Soeharto (Jawa Tengah), Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Syaikhona Muhammad Kholil; Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri; KH Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang; Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf (Sulawesi Selatan), dan Jenderal TNI Purn. Ali Sadikin (Jakarta).

    Selanjutnya ada Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur), H.M. Sanusi (Jawa Timur), K.H Bisri Syansuri (Jawa Timur), H.B Jassin (Gorontalo), Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat), H. Ali Sastroamidjojo (Jawa Timur), dr. Kariadi (Jawa Tengah), dan R.M. Bambang Soeprapto Dipokoesomo (Jawa Tengah).

    Kemudian, Basoeki Probowinoto (Jawa Tengah), Raden Soeprapto (Jawa Tengah), Mochamad Moeffreni Moe’min (Jakarta), KH Sholeh Iskandar (Jawa Barat), Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Sumatera Barat), Zainal Abidin Syah (Maluku Utara), Gerrit Agustinus Siwabessy (Maluku), Chatib Sulaiman (Sumatera Barat), dan Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah).

  • Truk Hantam Motor di Simpang Empat Ketapang Probolinggo, Satu Tewas di Tempat

    Truk Hantam Motor di Simpang Empat Ketapang Probolinggo, Satu Tewas di Tempat

    Probolinggo (beritajatim.com) – Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi di Simpang Empat Jalan Raya Bromo – Jalan KH. Abdurrahman Wahid, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Selasa (28/10/2025) malam sekitar pukul 20.45 WIB.

    Peristiwa maut ini melibatkan truk bernomor polisi DK-8360-EX yang dikemudikan Wiyono, dengan sepeda motor Honda N-6738-PR dikendarai Muhamad Novi dan penumpangnya Tafrin.

    Menurut keterangan Kanit Gakkum Satlantas Polres Probolinggo Kota, Ipda Muhammad Taufik Rahardian, kecelakaan berawal saat truk melaju dari arah selatan menuju utara. Diduga sopir truk kurang konsentrasi dan tidak memperhatikan situasi lalu lintas di depannya.

    “Sepeda motor saat itu sedang berhenti di lampu merah, menunggu giliran untuk berbelok ke arah timur. Truk yang melaju dari belakang langsung menabrak motor hingga keduanya terjatuh,” jelas Ipda Taufik.

    Benturan keras tersebut menewaskan Tafrin, penumpang sepeda motor, di lokasi kejadian. Sementara pengendara, Muhamad Novi, mengalami luka-luka dan dilarikan ke RSUD dr. Moch. Saleh Kota Probolinggo untuk mendapatkan perawatan medis.

    Polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengamankan barang bukti guna menyelidiki penyebab pasti kecelakaan.

    “Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan dan disiplin dalam berkendara, terutama di area persimpangan padat lalu lintas. Kami mengimbau masyarakat untuk selalu mematuhi rambu dan menghindari penggunaan ponsel saat mengemudi,” tegas Taufik. (ada/ian)