Tag: Gunawan

  • Pengamat Hukum: Kasus Hakim Terima Suap Harus Jadi Pintu Masuk Bersihkan Peradilan – Halaman all

    Pengamat Hukum: Kasus Hakim Terima Suap Harus Jadi Pintu Masuk Bersihkan Peradilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat hukum Masriadi Pasaribu menyampaikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) yang membongkar praktik suap yang dilakukan hakim di Pengadilan Tipikor.

    Masri mengatakan praktik rasuah oleh hakim yang disebut sebagai ‘wakil tuhan’ sangat berbahaya. 

    Apalagi mereka yang terlibat hakim terpilih khusus menangani perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).  

    “Miris jika hakim sudah korup, ini sangat berbahaya bagi sistem hukum dan keadilan. Sebab jelas hakim yang korup dapat mempengaruhi proses pengadilan dan menghasilkan keputusan yang tidak adil,” kata Masri dalam keterangan, Jumat (18/4/2025).

    “Ini sangat memprihatinkan. Hakim Tipikor seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam memberantas korupsi, namun jika mereka sendiri yang korup, maka itu dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum,” tambahnya.

    Masri menyebut sejumlah dampak akibat perilaku korup hakim. Pertama rusaknya kepercayaan masyarakat. 

    “Jika hakim Tipikor korup, maka masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan keadilan,” katanya.

    Akibatnya bisa memunculkan korupsi yang lebih parah, bahkan bisa disebut  
    bentuk kegagalan sistem hukum.

    “Hakim Tipikor korup, maka sistem hukum dapat gagal dalam menjalankan fungsinya untuk memberantas korupsi,” ucapnya.

    Lebih jauh Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) ini mengatakan bahwa kasus suap telah mencoreng nama baik lembaga peradilan di Indonesia. 

    Dirinya berharap tak ada lagi oknum hakim yang justru melaksanakan praktik haram dalam menjalankan tugas dan wewenang jabatannya.

    Dia menilai dengan penanganan kasus pembongkaran praktik korupsi dan suap hakim oleh Kejaksaan Agung bisa meningkatkan kepercayaan publik pada lembaga tersebut, bahkan lebih baik ketimbang Polri maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

    “Dengan dibongkarnya kasus-kasus yang melibatkan hakim sebagai pelaku yang nakal, maka akan membuat kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan meningkat. Hal ini menjadikan lembaga kejaksaan berada di depan KPK dan Polri dalam penanganan korupsi,” tuturnya.

    Diketahui Kejagung menetapkan tujuh tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan tiga hakim sebagai tersangka. 

    Mereka adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

    Ketujuh tersangka diduga terlibat suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

     

     

  • Pendaki Ilegal Kotori Gunung Gede, Sampah Berserakan di Jalur

    Pendaki Ilegal Kotori Gunung Gede, Sampah Berserakan di Jalur

    Cianjur, Beritasatu.com – Meskipun Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) saat ini tengah ditutup untuk aktivitas pendakian, kondisi lapangan justru menunjukkan situasi yang memprihatinkan. Sampah masih ditemukan berserakan di jalur pendakian hingga ke kawasan taman nasional, yang diduga kuat merupakan sisa aktivitas pendaki ilegal.

    Berdasarkan pantauan sejumlah relawan, mayoritas sampah yang ditemukan berupa plastik, terutama botol air mineral. Jenis sampah ini dikenal sulit terurai dan berisiko merusak ekosistem pegunungan dalam jangka panjang.

    Relawan lingkungan dari komunitas Volunteer Raindeward1819, Andri Gunawan mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya pendakian ilegal selama masa penutupan resmi. 

    Ia pun menyayangkan masih adanya oknum yang nekat masuk melalui jalur tidak resmi dan meninggalkan sampah di sepanjang jalur pendakian.

    “Ini sangat disayangkan. Jalur resmi sudah ditutup, tetapi masih ada yang nekat masuk lewat jalur ilegal. Akibatnya, sampah berserakan dari jalur pendakian hingga kawasan taman nasional,” ujarnya, Jumat (18/4/2025).

    Andri menambahkan, berdasarkan penelitian, sampah plastik dapat bertahan di alam lebih dari 50 tahun, bahkan botol plastik bisa membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk terurai secara alami. 

    Fakta ini mendorong komunitasnya untuk melakukan operasi pembersihan sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian gunung.

    Menanggapi situasi tersebut, Kepala Balai Besar TNGGP, Adhi Nurul Hadi, menjelaskan bahwa pihaknya tengah melaksanakan operasi bersih-bersih di tiga jalur utama pendakian, yaitu Cibodas, Gunung Putri, dan Salabintana.

    “Kegiatan ini merupakan inisiatif bersama antara Balai Besar TNGGP dan mitra relawan seperti Volunteer Raindeward1819, Mountana, GPO, serta relawan lainnya yang peduli terhadap kelestarian Gunung Gede Pangrango,” kata Adhi.

    Ia menambahkan, kegiatan pembersihan ini didasari oleh temuan lapangan yang menunjukkan banyak titik di jalur pendakian dan area perkemahan yang dipenuhi sampah, terutama sampah plastik. 

  • Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, ikut buka suara soal maraknya kasus korupsi yang melibatkan beberapa hakim pengadilan. 

    Ia menegaskan bahwa praktik korupsi di lembaga peradilan saat ini telah bertransformasi menjadi jaringan berbahaya yang secara serius merusak integritas hukum di Indonesia.

    “Nah justru sekarang juga yang tumbuh adalah korupsi peradilan, itu jorok sekali,” katanya usai diskusi publik bertajuk “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly” di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Lebih lanjut, Mahfud menyinggung soal kasus vonis lepas (onslag) dalam skandal korupsi Crude Palm Oil (CPO) yang baru-baru ini mencuat.

    Modus operandi korupsi kasus ini, menurutnya, melibatkan penggunaan vonis onslag di mana terdakwa dibebaskan dengan alasan perkara perdata, atau dinyatakan tidak terbukti bersalah meskipun bukti tindak pidana korupsi sangat jelas.

    “Ini yang kasus sekarang ini, tiga korporasi, yang kemudian menangkap Hakim Jakarta Selatan, itu kan sudah jelas korupsi, tapi dibebaskan. Dengan apa? Kalau di dalam hukum pidana ada dua cara. Satu, namanya onslag. Jadi kasus ada korupsinya, tapi dibilang bukan korupsi, kasus perdata, jadi dibebaskan tiga korporasi yang ‘makan uang triliunan’ itu. Atau dikatakan tidak terbukti kasus pidananya. Ada dua cara membebaskan itu, onslag atau dikatakan tidak terbukti,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan bahwa jaringan kerja sama kasus korupsi ini melibatkan tiga pengadilan, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara.

    “Coba bayangkan bahayanya korupsi sekarang, jaringannya di pengadilan itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim yang terlibat dalam suap-menyuap itu bersama paniteranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara. Jadi ini sudah jaringan di korupsi. Gila ini sangat berbahaya, sangat jorok sekarang,” ujarnya.

    Mahfud menilai respons Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus-kasus korupsi selama ini cenderung normatif dan tidak efektif, sehingga menurutnya diperlukan intervensi langsung dari Presiden.

    “Iya sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat, sehingga perlu keputusan-keputusan darurat, kalau perlu Presiden turun tangan buat Perpu. Bongkar itu semua. Jangan takut-takut, rakyat mendukung.”

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini sudah karena kasus yang terakhir itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim dan Paniteranya berombongan di situ nerima suap dari tiga korporasi itu. Itu yang sekarang ditemukan oleh Kejaksaan Agung, dan ini darurat,” katanya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan adanya dugaan suap terhadap tiga orang majelis hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO atau korupsi minyak goreng.

    Kasus ini sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan berakhir dengan putusan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group pada 19 Maret 2024.

    Penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kemudian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. 

    Mereka adalah:

    Marcella Santoso (pengacara)
    Ariyanto (Pengacara)
    Muhammad Arif Nuryanta (Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat)
    Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata)
    Djuyamto (Ketua Majelis)
    Agam Syarif Baharuddin (Hakim Anggota)
    Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc)

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa dugaan suap ini bermula ketika Ariyanto menawarkan imbalan Rp 20 miliar kepada Panitera Muda Wahyu Gunawan untuk memengaruhi putusan majelis hakim agar membebaskan ketiga korporasi terdakwa dari jerat hukum.

    Wahyu Gunawan kemudian melaporkan tawaran ini kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian justru menaikkan permintaan suap menjadi Rp 60 miliar.  

    Permintaan fantastis ini disetujui oleh pihak pengacara. 

    Dana suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat kemudian berpindah tangan ke Wahyu Gunawan untuk diteruskan kepada Arif Nuryanta. 

    Atas jasanya, Wahyu Gunawan juga disebut menerima “fee” sebesar 50.000 dolar AS.

    Setelah menerima dana, Arif Nuryanta diduga menunjuk tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, untuk mengadili kasus ini. 

    Ia juga disinyalir menyerahkan uang tunai sebesar Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto dan Agam Syarif.

    Penyerahan uang yang diduga berkedok biaya membaca berkas ini disertai permintaan Arif agar perkara tersebut ditangani secara khusus. 

    Beberapa waktu kemudian, Arif kembali menyerahkan sekitar Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang kemudian kembali membagikannya kepada kedua rekannya, dengan Agam menerima Rp 4,5 miliar dan Ali Muhtarom berkisar Rp 5 miliar.

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa seluruh anggota majelis hakim diduga kuat mengetahui tujuan pemberian uang tersebut, yaitu untuk memastikan putusan onslag bagi para terdakwa korporasi CPO. (Grace Sanny Vania)

     

  • Hakim Djuyamto, Tersangka Suap Vonis Perkara CPO Punya 2 Rumah di Karanganyar, Dikenal Peduli Budaya – Halaman all

    Hakim Djuyamto, Tersangka Suap Vonis Perkara CPO Punya 2 Rumah di Karanganyar, Dikenal Peduli Budaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Hakim Djuyamto, tersangka suap vonis lepas tiga korporasi dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO) diketahui memiliki dua rumah di wilayah Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Djuyamto memiliki rumah di perumahan Taman Tiara Asri Paulan.

    Perumahan tersebut berada di batas dua kabupaten, yaitu antara Desa Paulan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar dan Desa Singopuran, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

    Diketahui, perumahan tersebut dijaga sekuriti secara ketat dan dipasang kamera CCTV di setiap sudut.

    Saat TribunSolo.com mencoba menelusuri lokasi, seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa Djuyamto memiliki dua rumah di sana.

    Ia menjelaskan, dua rumah itu jarang dihuni Djuyamto.

    “Dia punya dua rumah, tapi jarang ditempati,” katanya saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (16/4/2025).

    Kabar Djuyamto ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung pun sudah diketahui warga sekitar rumahnya.

    Namun, banyak warga yang enggan bicara soal kasus yang menjerat Djuyamto, termasuk memberi tahu rumah hakim yang bertugas di Jakarta tersebut.

    Djuyamto di lingkungan tempat tinggalnya dikenal sebagai sosok dermawan.

    Camat Kartasura, Ikhwan Sapto Darmono mengatakan masyarakat setempat, terutama para tokoh budaya dan agama, mengenal Djuyamto sebagai pribadi yang rendah hati dan aktif menjaga nilai-nilai kebudayaan lokal.

    “Beliau orang baik. Peduli dengan masyarakat, peduli dengan budaya, terutama budaya yang menyangkut situs-situs Keraton di Kartasura,” Ikhwan saat ditemui TribunSolo.com, Rabu (16/4/2025).

    Menurut Ikhwan, Djuyamto kerap terlihat dalam berbagai kegiatan budaya, seperti Ambalwarsa Keraton Kartasura dan pagelaran wayang kulit. 

    Ia juga dikenal rajin memberikan dukungan terhadap kegiatan sosial di lingkungan masyarakat Kartasura.

    “Terakhir saya bertemu beliau sebelum Lebaran, di acara wayangan di Mangkunegaran Solo. Sangat aktif dan sangat peduli dengan budaya Kartasura,” ucapnya.

    Selain itu, ia mengatakan Djuyamto memiliki rumah di Kartasura. 

    Namun, ia mengaku kurang tahu terkait alamat Djuyamto di Kartasura tersebut. 

    “Rumahnya saya kurang tahu, karena kemarin waktu silaturahmi saat lebaran tidak jadi bertemu. Informasi dari kepala Desa Singopuran Kartasura, itu masuknya di Colomadu Karanganyar tetapi memang aktifnya di Kartasura,” terangnya.

    Keaktifan Djuyamto di Kartasura itu bukan tanpa alasan, karena Djuyamto lahir dan tumbuh di Kartasura.

    “Karena memang beliau lahir dan pendidikan SMP dan SMA di Kartasura teman dan sahabatnya banyak di Kartasura,” lanjutnya.

    Kini, dengan mencuatnya kasus dugaan suap ini, Warga Kartasura berharap proses hukum tetap berjalan dengan adil dan transparan.

    “Kami jujur saja merasa prihatin dan berdoa saja mudah-mudahan beliau orang baik dengan kebaikan beliau mampu memberikan kemudahan dan beliau diberikan kelancaran dalam ujian ini dan kami berharap beliau bebas sangkaan-sangkaan dan bertugas seperti biasanya,” ujarnya.

    Hakim Djuyamto Sempat Titip Tas ke Satpam

    Hakim Djuyamto sempat menitipkan tas kepada satpam Pengadilan Negeri jakarta Selatan sehari sebelum dirinya ditahan penyidik Jampidsus Kejagung.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan tas tersebut berisi uang dolar Singapura dan  dua handphone.

    Selain itu, kata Harli, di dalam tas tersebut juga ditemukan cincin yang mempunyai mata cincin berwarna hijau.

    “Ada uang dalam bentuk rupiah Rp 48 750 000 dan asing 39 000 SGD, cincin bermata hijau,” kata Harli kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Jika ditotal dan dihitung dalam kurs rupiah, uang tersebut berjumlah Rp 549.978.000.

    Belum diketahui alasan Djuyamto menitipkan tas tersebut kepada satpam.

    Peran Hakim Djuyamto

    Dalam vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Djuyamto berperan sebagai Ketua Majelis Hakim.

    Ia memutus perkara yang menjerat 3 korporasi sawit tersebut bersama Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin sebagai hakim anggota.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp 22,5 miliar.

    Untuk informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Berikut daftar lengkap 8 tersangka:

    Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan
    Agam Syarif Baharuddin, Hakim PN Jakarta Pusat
    Ali Muhtarom, Hakim PN Jakarta Pusat
    Djuyamto, Hakim PN Jakarta Selatan
    Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
    Marcella Santoso, Kuasa Hukum Korporasi CPO
    Ariyanto Bakri, Kuasa Hukum Korporasi CPO
    Muhammad Syafei, Head and Social Security Legal Wilmar Group

    (tribunnews.com/ tribunsolo.com/ anang aaruf bagus yuniar)

    Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Cerita Camat Kartasura Sukoharjo Tentang Hakim Djuyamto yang Ditangkap Kejagung, Sosok Murah Hati

  • Kejagung Sebut Djuyamto Titipkan Rp704 Juta ke Satpam PN Jaksel

    Kejagung Sebut Djuyamto Titipkan Rp704 Juta ke Satpam PN Jaksel

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan uang titipan tersangka sekaligus Hakim Djuyamto ke satpam PN Jakarta Selatan mencapai Rp704 juta.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang tersebut dibagi menjadi pecahan rupiah sebesar Rp48,7 juta dan SGD 39.000 atau setara Rp656 juta (kurs Rp16.825). 

    “Ada uang dalam bentuk rupiah Rp. 48.750.000.- dan asing 39.000 SGD, cincin bermata hijau,” ujar Harli kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Adapun, kata Harli, tas itu dititipkan kepada satpam PN Jaksel sebelum Djuyamto ditahan atau ditetapkan menjadi tersangka.

    Sementara, petugas keamanan PN Jaksel itu menyerahkan titipan Djuyamto ke penyidik pada Rabu (17/4/2025).

    “Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam yg ditutupi 2 hp dan uang dolar Singapura,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Djuyamto merupakan salah satu hakim yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei mulanya menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rumah mewah bergaya istana milik Ary Bakri, pengacara yang terseret dalam kasus suap vonis korporasi CPO, kini bukan simbol kemewahan, tapi menjadi lokasi penyitaan barang bukti oleh Kejaksaan Agung. 

    Penggeledahan yang dilakukan di kediaman Ary Bakri  di kawasan elite Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur mengundang perhatian warga sekitar.

    Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Hasan menceritakan awalnya rumah tersebut disegel pada malam hari.

    Lalu digeledah esok siangnya selama hampir 10 jam. 

    “Mulai jam 12 siang sampai jam 10 malam. Saya ikut masuk juga, ada RW, koordinator keamanan, polisi, sampai staf-staf rumahnya,” ujar Hasan.

    Penggeledahan ini membongkar sebagian wajah glamor Ary Bakri yang kerap memamerkan kendaraan mewah di media sosial.

    Tidak tanggung-tanggung, Kejagung menyita satu Toyota Land Cruiser, dua unit Land Rover, 21 sepeda motor termasuk motor gede, tujuh sepeda eksklusif, dan uang tunai dalam bentuk Dolar Singapura.

    “Beberapa mobil itu memang sering terlihat di sini, keluar satu-satu. Parkirnya di rumah terus,” kata Hasan.

    Warga sekitar mengaku tak menyangka bahwa rumah yang tampak tenang dan elit itu ternyata menyimpan jejak kasus dugaan suap Rp 60 miliar yang mengguncang institusi peradilan.

    Ary Bakri diduga menjadi perantara suap agar tiga korporasi besar CPO—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dijatuhi vonis lepas.

    Kini, rumah mewah yang dulunya hanya bisa dilihat dari luar pagar tinggi, telah terbuka lebar bagi penyidik, dan menjadi bukti bahwa hukum bisa menembus tembok glamor mana pun.

    Kronologi Kasus Ary Bakri

    Awalnya Ary Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

    Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

    Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar.

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

    Ary Bakri kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu.

    Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

    Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar.

    Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

    Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun. (Tribun Jakarta/Elga Hikari Putra)

     

     

  • Terungkap Hakim Tersangka Suap Titip Tas Isi Duit ke Satpam

    Terungkap Hakim Tersangka Suap Titip Tas Isi Duit ke Satpam

    Jakarta

    Satu per satu fakta suap Rp 60 miliar di balik vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng mulai terungkap. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap ketiga hakim pemberi vonis lepas itu telah mengakui menerima suap.

    Ketua majelis hakim perkara tersebut, Djuyamto sempat menitipkan tas berisi uang kepada satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kabar ini baru diketahui setelah Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    “Benar (ada penyerahan tas milik Tersangka Djuyamto),” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis (17/4/2025).

    Tas milik Djuyamto itu baru diterima penyidik pada Rabu (16/4). Adapun isinya adalah sejumlah uang yang ditutupi dengan dua ponsel serta uang dalam mata uang dolar Singapura.

    “Tapi baru kemarin siang diserahkan oleh satpam yang ditutupi dua handphone dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” ungkap Harli.

    Harli belum menjelaskan lebih rinci mengenai kapan dan dalam rangka apa tas itu dititipkan Djuyamto kepada satpam. Begitu pula mengenai asal-usul uang yang ada dalam tas tersebut. Dia hanya menyebut tas serta isinya kini telah disita penyidik.

    “Berita acara penyitaannya sudah ada,” tutur Harli.

    Tiga Hakim Pemberi Vonis Lepas Akui Terima Suap

    Foto: Hakim pemberi vonis lepas korupsi migor (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

    Kejagung juga telah memeriksa tiga hakim pengadil terdakwa korporasi migor. Ketiga hakim pemberi vonis lepas itu telah mengakui menerima suap.

    “Ya memang dari mereka lah keterangan itu. ‘Saya menerima sekian’, nah tanggal sekarang sedang dicocokkan,” kata Harli.

    Majelis hakim pemberi vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi migor itu terdiri dari Djuyamto selaku hakim ketua dan Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom selaku hakim anggota. Harli mengatakan ketiga hakim itu mengaku mendapatkan bagian suap senilai Rp 4 sampai 6 miliar di awal untuk membaca berkas perkara kasus tersebut.

    “Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 (miliar) di awal untuk membaca berkas. Ada menerima Rp 4,5 (miliar) juga, ada menerima Rp 5 (miliar), ada menerima Rp 6 (miliar),” beber Harli.

    Ketiga hakim tersebut diketahui mendapatkan duit suap dari Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Dia memiliki wewenang dalam menunjuk hakim yang mengadili perkara.

    Kejagung menjelaskan Arif memberikan uang suap kepada hakim pengadil terdakwa korporasi migor dalam dua kesempatan. Dia awalnya memberikan ketiga hakim uang sebesar Rp 4,5 miliar. Di pemberian kedua, Arif menyerahkan lagi uang dalam bentuk dolar Amerika yang jika dirupiahkan berjumlah Rp 18 miliar. Itu artinya ketiga hakim pengadil perkara korporasi migor menerima bagian suap Rp 22,5 miliar.

    Harli mengatakan keterangan ketiga hakim tersebut akan didalami. Saat ini penyidik Kejagung juga akan menjadwalkan pemeriksaan untuk Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang diketahui menjadi sosok yang meminta suap Rp 60 miliar untuk mengatur vonis ontslag kepada terdakwa korporasi kasus migor.

    “Nah ini sekarang yang sedang terus digali oleh penyelidik dari berbagai keterangan-keterangan,” jelas Harli.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini menetapkan delapan tersangka kasus suap di balik vonis lepas terdakwa korporasi perkara korupsi migor. Kejagung mengungkap adanya suap senilai Rp 60 miliar yang diterima hakim untuk memuluskan vonis lepas tersebut. Para tersangka dalam kasus ini terdiri dari hakim, pengacara, hingga pihak korporasi.

    Berikut daftar tersangka kasus suap vonis lepas terdakwa korporasi migor:
    1.⁠ ⁠Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2.⁠ ⁠Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3.⁠ ⁠Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4.⁠ ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5.⁠ ⁠Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6.⁠ ⁠Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7.⁠ ⁠Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
    8. Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License Wilmar Group

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Digeledah dan Puluhan Kendaraan Disita, Ketua RT Ikut ‘House Tour’

    Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Digeledah dan Puluhan Kendaraan Disita, Ketua RT Ikut ‘House Tour’

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG – Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Hasan turut menyaksikan jalannya penggeledahan yang dilakukan di kediaman tersangka pengacara Ary Bakri beberapa hari lalu.

    Ary Bakri kini berstatus tersangka Kejaksaan Agung dalam kasus suap ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Hasan mengatakan, sehari sebelum digeledah oleh Kejaksaan, rumah mewah Ary Bakri yang ada di Jalan Kikir lebih dulu disegel pada Sabtu (12/4/2025) malam.

    “Malam mereka datang lakukan penyegelan. Besok siangnya itu dia geledah dari jam 12 siang sampai jam 10 malam,” kata Hasan saat ditemui TribunJakarta.com, Kamis (17/4/2025).

    Hasan mengatakan, dirinya tak sendiri saat menemani aparat Kejaksaan melakukan ‘house tour’ di rumah mewah milik Ary Bakri.

    “Selain saya ada juga Ketua RW dan koordinator keamanan. Kemudian dari pihak beliau juga ada karyawannya. Polisi juga ikut jaga di luar,” kata Hasan.

    Dalam penggeledahan yang digelat di rumah Ary Bakri beberapa hari lalu, Kejaksaan menyita sejumlah kendaraan milik sang advokat.

    Kendaraan yang disita yakni 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor termasuk motor gede dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura.

    Sejumlah kendaraan yang disita Kejaksaan adalah yang kerap dipamerkan Ary Bakri dalam konten di media sosialnya.

    “Kendaraan yang disita selama ini memang diparkir di rumah itu.Beberapa kali si keluar satu-satu ya,” kata Hasan.

    Kasus Ary Bakri

    Dalam kasus ini, awalnya Ary Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

    Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

    Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar.

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

    Ary Bakri kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu.

    Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

    Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar.

    Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

    Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Skandal Hakim Terima Suap, Mahfud MD Sarankan Prabowo Terbitkan Perppu Bongkar Carut Marut Peradilan – Halaman all

    Skandal Hakim Terima Suap, Mahfud MD Sarankan Prabowo Terbitkan Perppu Bongkar Carut Marut Peradilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan perlunya langkah darurat dalam memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. 

    Sebab, saat ini kondisi peradilan sudah lama fase darurat.

    Hal itu disampaikan Mahfud MD ketika dimintai tanggapan perihal kasus suap yang menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan para hakim lainnya dalam perkara CPO yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat,” kata Mahfud MD usai diskusi publik di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    “Saya ingin mengutip saja. Hinca Panjaitan (Anggota Komisi III DPR), itu kemarin bicara bagus. Ini masalah peradilan ini masalahnya sudah darurat,” sambung dia.

    Mahfud pun memberikan salah satu saran dalam menghadapi situasi darurat dalam sistem peradilan saat ini. 

    Dimana, menurut dia, Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan dalam pembenahan ini. Salah satunya, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.

    Dia meyakini, sikap tegas dari Presiden Prabowo dalam membongkar sistem peradilan yang sudah dalam kondisi darurat.

    “Sehingga perlu keputusan-keputusan darurat. Bentuknya apa? Kalau perlu Presiden turun tangan buat Perppu. Bongkar itu semua,” ujar Mahfud.

    “Dan jangan takut-takut rakyat mendukung,” lanjutnya.

    Dia pun menyebut, jika permasalahan kasus seperti yang melibatkan para hakim terus diserahkan ke Mahkamah Agung (MA), maka tidak akan terjadi pembenahan secara menyeluruh.

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini kami ada pengawas,” jelasnya.

    Alur Uang Suap Vonis Lepas

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Mereka di antaranta MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

    Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

    Terakhir, satu orang tersangkan benama Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan Head and Social Security Legal PT Wilmar Group. PT Wilmar sendiri merupakan salah satu koorporasi yang diberikan vonis lepas dalam perkara tersebut.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

    Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

    “Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    “Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya,” sambungnya.

    Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

    Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu – Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

    “Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi,” tuturnya.

    Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

    Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

    “Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya,” tuturnya.

    “Tetapi bisa diputus onslagh dan ybs dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar,” imbuhnya.

    Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Ariyanto di sebuah parkiran kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

    Setelahnya, Ariyanto pun mendatangi rumah Wahyu di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan menyerahkan uang tersebut.

    Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.

  • Soal Djuyamto Cs jadi Tersangka, Hasto: Kebenaran Terungkap Sendirinya

    Soal Djuyamto Cs jadi Tersangka, Hasto: Kebenaran Terungkap Sendirinya

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto angkat bicara terkait dengan penetapan tersangka Hakim Djuyamto dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta dalam kasus suap ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang menyeret beberapa korporasi.

    Respons Hasto itu tertuang dalam tulisan pada selembar kertas yang kemudian dibacakan oleh Juru Bicara PDIP Guntur Romli.

    Dia menyampaikan Hasto telah mengingatkan bahwa kebenaran akan terungkap dengan sendirinya. Ungkapan itu sebagai respons atas penetapan tersangka terhadap Djuyamto.

    “Sekjen DPP PDIP mengingatkan kebenaran akan mencari jalannya sendiri sebagaimana yang terjadi dengan Ketua PN Jakarta Selatan dan Hakim Djuyamto,” ujarnya di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2025).

    Adapun, Djuyamto merupakan hakim tunggal pada PN Jaksel yang telah menolak gugatan praperadilan yang dilayangkan Hasto atas penetapan tersangka di KPK.

    “[Djuyamto] bertindak tidak adil pada praperadilan Hasto Kristiyanto kini ditangkap oleh kejaksaan atas kasus suap ya dan ini menunjukkan kebenaran akan mencari jalannya sendiri. Setyameva Jayanti bahwa kebenaran itu akan menang,” pungkasnya 

    Djuyamto merupakan salah satu hakim yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor CPO atau minyak goreng korporasi.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei mulanya menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.