Tag: Grace Natalie

  • Keponakan Prabowo Mundur dari DPR di Tengah Kosongnya Kursi Menpora

    Keponakan Prabowo Mundur dari DPR di Tengah Kosongnya Kursi Menpora

    GELORA.CO – Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo resmi mengundurkan diri sebagai anggota DPR RI, Rabu (10/9/2025) melalui pernyataannya di akun media sosial Instagram pribadinya @rahayusaraswati.

    Dalam unggahan video tersebut, ia menyadari kata-katanya di sebuah podcast yang diunggah 6 bulan lalu, telah menyakiti banyak pihak terutama bagi orang yang berjuang untuk menghidupi keluarganya.

    “Kesalahan sepenuhnya ada di saya. Oleh sebab itu, melalui pesan ini, saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ucapan dan kesalahan saya. Dengan ini, saya menyatakan pengunduran diri saya sebagai anggota DPR RI kepada fraksi Partai Gerindra,” kata Sara, sapaan akrabnya.

    Ia menambahkan, meski mengundurkan diri, Rahayu berharap masih ada kesempatan untuk menyelesaikan satu tugas terakhirnya sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.

    “Yaitu pembahasan dan pengesahan RUU Kepariwisataan yang merupakan produk legislasi kami di Komisi VII,” sambungnya.

    Keponakan Presiden Prabowo Subianto itu juga menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua masyarakat di Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu yang telah memilih dan memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjadi wakil rakyat di periode ini.  “Saya mohon maaf jika saya telah mengecewakan Anda selama saya mengemban tugas ini,” tutunya.

    Ia memastikan, sisa dana yang masih ada di rekening khusus untuk Dapil, akan dialokasikan untuk memberikan bantuan alat kesehatan, pelatihan-pelatihan kewirausahaan, dan mendukung pemberdayaan anak-anak muda di dapilnya sampai dana tersebut habis.

    “Saya tetap berkomitmen untuk berjuang melawan perdagangan orang, pengelolaan sampah berkelanjutan dan isu krisis iklim termasuk energi terbarukan, pemberdayaan anak-anak muda Indonesia, dan keterwakilan perempuan melalui semua organisasi yang saya pimpin maupun rintis,” tegasnya.

    Rahayu kembali mengucapkan rasa terima kasih atas dukungan moral dan doa yang sangat luar biasa dari para pihak yang telah menaruh harapan kepadanya selama ini.

    “Ingat bro dan sis, berserah tidak sama dengan menyerah, dan perjuangan untuk Indonesia yang lebih baik tidak harus dari kursi di Dapil. Kita adalah pejuang politik. Selama ada ketidakadilan, selama ada rakyat yang belum bisa bersenyum, kita masih harus berjuang tiada akhir. Kepada para sindikat perdagangan orang, this is not the end,” pungkasnya.

    Sebelumnya dalam sebuah siniar keponakan dari Presiden Prabowo Subianto itu menyebut bahwa tuntutan masyarakat agar pemerintah menyediakan lapangan kerja adalah cerminan dari “mental kolonial”.

    Ia berpendapat bahwa di era modern ini, generasi muda seharusnya tidak lagi bergantung pada pemerintah untuk menciptakan pekerjaan, melainkan harus proaktif menjadi pengusaha. Sontak, pernyataan tersebut memicu amarah dan perdebatan sengit di kalangan warganet yang merasa disudutkan.

    Saraswati mendorong anak muda untuk memanfaatkan kreativitas mereka dan menjadi seorang wirausahawan yang justru bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain.

    “Menurut saya, anak-anak muda, ayo, kalian kalau punya kreativitas, jadilah pengusaha! Jadilah entrepreneur! Daripada ngomel nggak ada kerjaan, bikinlah kerjaan buat teman-teman lo!” ujar Saraswati dalam podcast tersebut.

    Namun, puncaknya adalah ketika politisi berusia 39 tahun itu mengaitkan harapan rakyat akan lapangan kerja dari pemerintah dengan mentalitas zaman penjajahan.

    “Kalau masih bersandar kepada sektor-sektor padat karya dan bersandar kepada pemerintah untuk provide the jobs, kita masih di zaman kolonial berarti. Yang di mana kita bersandar kepada si raja dan si ratu dan si priyayi untuk ngasih kita kerjaan. No, kita udah move on dari situ,” tegasnya.

    Dekat dengan Urusan Kepemudaan

    Entah kebetulan apa bukan, mundurnya Sara dari DPR berbarengan dengan kekosongan Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) usai terjadi perombakan kabinet. Setidaknya, Sara pernah disebut-sebut menjadi calon menteri saat Prabowo belum dilantik jadi presiden.

    Beredar bocoran kursi menteri di media sosial X, yang menyebut Sara akan menjadi Menteri Sosial, Kesejahteraan Perempuan dan Anak didampingi Grace Natalie sebagai Menteri Muda. Meski pun pada akhirnya bocoran ini tak terwujud.

    Indikasi lainnya, klarifikasi dan permintaan maaf Sara pada hari ini, menyinggung soal dirinya akan terus berjuang di bidang pemberdayaan anak-anak muda Indonesia, meski tak lagi menjadi legislator.

    Apalagi Sara, juga dekat dengan kalangan anak muda. Saat ini dia menjadi Ketua Umum PP Tunas Indonesia Raya (Tidar) organsasi sayap Partai Gerindra, yang mengakomodasi para pemuda. Sara juga pernah digadang-gadang untuk menjadi Ketum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Apa ini pertanda dia akan dilantik jadi Menpora menggantikan Dito Ariotedjo?

  • Kaesang umumkan Menhut Raja Juli kembali jadi Sekjen PSI 2025-2030

    Kaesang umumkan Menhut Raja Juli kembali jadi Sekjen PSI 2025-2030

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Kaesang umumkan Menhut Raja Juli kembali jadi Sekjen PSI 2025-2030
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 28 Juli 2025 – 22:34 WIB

    Elshinta.com – Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep mengumumkan posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PSI periode 2025-2030 kembali diisi oleh Raja Juli Antoni yang merupakan Menteri Kehutanan (Menhut) RI.

    Pada kesempatan tersebut, Kaesang juga mengumumkan posisi Bendahara Umum DPP PSI periode 2025-2030 kembali diisi oleh Fenty Noverita yang menjabat pada posisi yang sama dalam periode kepengurusan DPP PSI sebelumnya.

    “Untuk Sekretaris Jenderal, masih sama, Bapak Raja Juli Antoni yang akan menemani saya. Di posisi Bendahara Umum, orangnya masih berhalangan hadir hari ini, Ibu Fenty Noverita,” kata Kaesang yang juga Ketua Umum Tim Formatur Kepengurusan DPP PSI 2025-2030 di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Senin.

    Hal itu disampaikannya usai rapat perdana Tim Formatur Kepengurusan DPP PSI yang merupakan amanah dari Kongres PSI 2025 di Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu-Minggu (19-20 Juli 2025).

    “Kami sudah memutuskan beberapa posisi yang akan mengisi posisi di struktur DPP, tetapi untuk awal hari ini, kami hanya mengumumkan untuk posisi di Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum supaya surat-menyurat bisa berjalan dengan lancar,” ujarnya.

    Adapun, lanjut dia, posisi Wakil Ketua Umum DPP PSI periode 2025-2030 akan diumumkan pihaknya pada kesempatan selanjutnya dalam beberapa pekan ke depan.

    “Untuk posisi Wakil Ketua Umum, nanti dulu, mungkin kami butuh waktu sekitar dua minggu lagi setelah selesai segala urusan, beliau-beliau nanti akan datang untuk memperkenalkan dirinya masing-masing,” ucapnya.

    Kaesang bahkan menyinggung akan ada tokoh nasional dalam struktur kepengurusan DPP PSI periode 2025-2030 yang akan diumumkan pihaknya ke depan.

    “Seperti saya bilang, ada tokoh nasional yang akan bergabung untuk membesarkan Partai Solidaritas Indonesia,” katanya.

    Di awal, dia menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil bukan secara sepihak oleh dirinya sebagai formatur tunggal, melainkan dibantu oleh jajaran Tim Formatur Kepengurusan DPP PSI 2025-2030 yang mewakili berbagai daerah, baik hadir secara langsung maupun daring.

    Dia membeberkan yang hadir secara daring dalam rapat tersebut, yaitu Wakil Wali Kota Madiun Bagus Panuntun mewakili Jawa, Wali Kota Kupang Christian Widodo mewakili Bali-Nusa Tenggara Barat-Nusa Tenggara Timur.

    Kemudian yang hadir secara langsung, yakni Muhammad Surya mewakili Sulawesi-Maluku-Kalimantan, Raja Juli Antoni mewakili Sumatera, dan Wali Kota Sorong Septinus Lobat mewakili Papua.

    “Dan yang terakhir, Ibu Grace Natalie mewakili pendiri partai,” kata dia.

    Sebelumnya, Sabtu (19/7), Putra bungsu Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep, kembali terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) periode 2025-2030 lewat proses voting secara daring (e-vote) yang dilakukan para kader.

    Dalam Kongres PSI 2025 yang digelar di Graha Saba Buana, Solo, Jawa Tengah, Ketua Steering Committee Kongres PSI Andi Budiman mengumumkan bahwa Kaesang Pangarep sebagai petahana terpilih sebagai Ketua Umum dengan perolehan suara 65,28 persen, mengalahkan calon ketua umum lainnya, yakni Ronald A. Sinaga atau Bro Ron dan Agus Mulyono Herlambang.

    “Selamat kepada pemenang, Mas Kaesang Pangarep, yang memperoleh suara 65,28 persen, disusul dengan Bro Ron dengan perolehan suara 22,23 persen dan Bro Agus dengan perolehan suara 12,49 persen,” kata Andi saat mengumumkan perolehan suara di depan para kader PSI yang menyaksikan.

    Sumber : Antara

  • Grace Natalie Hampir Masuk Gerindra

    Grace Natalie Hampir Masuk Gerindra

    Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara penutupan Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah pada Minggu (20/7). Ia sempat menyapa sejumlah tokoh yang hadir salah satunya Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie.

    Prabowo mengungkap Grace hampir masuk ke partai Gerindra dulu. Ia juga mengaku pernah menelepon Grace Natalie secara langsung.

    Tonton video menarik lainnya di sini.

  • Edutorium UMS Bersolek, Kongres PSI Siap Sambut Presiden Prabowo

    Edutorium UMS Bersolek, Kongres PSI Siap Sambut Presiden Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, membeberkan persiapan hari kedua Kongres PSI yang rencananya dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa PSI siap menyambut kedatangan Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto, dalam acara penutupan Kongres PSI 2025 di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo, Jawa Tengah, Minggu (20/7/2025).

    Raja Juli menyatakan hal tersebut saat meninjau kondisi Edutorium UMS beberapa jam jelang Kongres PSI digelar.

    “Hari ini saya baru saja kembali mengecek tempat diselenggarakannya acara penutupan Kongres PSI 2025. Tadi sudah gladi resik juga sebenarnya. Insya Allah secara teknis acara yang akan diselenggarakan pukul 19.00 malam nanti sudah siap untuk diselenggarakan,” kata Raja Juli Antoni kepada wartawan.

    Dalam kesempatan itu Raja Juli didampingi 2 petinggi PSI yakni Grace Natalie dan Isyana Bagoes Oka.

    Menteri Kehutanan RI itu sudah berkoordinasi dengan pihak protokoler dari istana yang datang ke auditorium tempat penutupan Kongres PSI 2025.

    Meskipun demikian, lanjut Raja, Presiden Prabowo belum mengonfirmasi kedatangannya secara langsung.

    “Konfirmasi secara langsung belum, karena memang kami belum punya kesempatan untuk langsung berkomunikasi. Tetapi, tadi protokol istana sudah datang,” kata dia.

    Raja mengatakan bahwa Presiden Prabowo kemungkinan akan hadir jika tidak ada kesibukan atau tugas negara.

    “Insyaallah beliau (Prabowo) akan hadir membersamai, menutup secara resmi Kongres PSI 2025,” tutur dia.

    Selain Prabowo, ujar Raja, beberapa petinggi partai politik dan menteri-menteri Kabinet Merah Putih akan datang dalam acara yang bakal diselenggarakan malam ini.

    Beberapa di antaranya yakni Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, dan Ketum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan.

    “Sementara yang sudah konfirmasi Pak Bahlil, Ketua Umum Golkar dengan Pak Zul (Zulkifli Hasan), Ketua Umum PAN,” ucapnya.

    Sementara menteri-menteri yang disebut hadir adalah Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, dan Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid.

    Selain itu, Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, yang sekaligus menjadi pendiri salah satu relawan Pro Jokowi (Projo) juga disebut akan hadir.

    “Ada beberapa menteri yang datang. (Ada) Pak Wihaji, ada Bu Meutia Hafid. Ada Bapak Budi Arie juga sekaligus beliau memang Ketua Umum Relawan Projo,” ucapnya.

    Secara keseluruhan, Raja memaparkan ada 72 organ-organ partai politik (parpol) dan relawan yang akan hadir meramaikan acara Penutupan Kongres PSI 2025 malam ini.

  • Saat Jokowi Tak Mau Sebut Nama Kaesang di Kongres PSI…

    Saat Jokowi Tak Mau Sebut Nama Kaesang di Kongres PSI…

    Saat Jokowi Tak Mau Sebut Nama Kaesang di Kongres PSI…
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Canda Presiden ke-7 RI Joko Widodo (
    Jokowi
    ) yang tidak mau menyebut nama Ketua Umum (Ketum)
    PSI

    Kaesang Pangarep
    disambut tawa para kader PSI.
    Awalnya, Jokowi mengaku mendapat informasi bahwa PSI akan melakukan perombakan besar-besaran usai mengikuti dua kali pemilihan umum tahun 2014 dan 2019.
    Menurut Jokowi, kesulitan di masa lalu itu akan membuat PSI lebih baik, kuat, matang, dan tahan banting.
    “Mestinya seperti itu. Memperbaiki tata kelola partai, memperbaiki manajemen partai, baik manajemen mikro maupun manajemen makronya, strategi mikro maupun strategi makronya. Semuanya diperbaiki,” kata Jokowi, dalam pidatonya di
    Kongres PSI
    yang digelar di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (19/7/2025).
    Dia melanjutkan, hal ini didengarnya dari para petinggi di PSI.
    Namun, ia tidak menyebut nama anak bungsunya, Kaesang, yang sering ditemuinya.
    “Saya hanya mendengar, baik dari Pak Jeffrey Giovanni, baik dari Ibu Grace Natalie, baik yang sering bertemu dengan saya, Pak Raja Juli Antoni,” kata Jokowi.
    “Baik yang lebih sering ketemu dengan saya, enggak usah saya sebut,” sambung dia.
    Pernyataannya itu lantas disambut tawa para kader PSI di lokasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jeffrie Geovanni: Jokowi selamatkan PSI sebelum pemilu

    Jeffrie Geovanni: Jokowi selamatkan PSI sebelum pemilu

    Saya pernah sampaikan kepada teman-teman saat itu. Raja Juli Antoni, Grace Natalie, Andi Saiful Haq, Endang Tirtana, kalau kalian enggak dapat anaknya pak Jokowi atau menantunya, atau pak Jokowi sendiri, kita harus melakukan pemakaman terhadap PSI

    Jakarta (ANTARA) – Pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jeffrie Geovanni menceritakan Presiden RI ke-7 Joko Widodo merupakan tokoh yang telah menyelamatkan PSI sebelum Pemilu 2024.

    Dalam Kongres PSI di Solo yang disiarkan di akun Youtube PSI, Sabtu, dia menjelaskan kala itu hasil Survei PSI bahkan semakin menurun jelang Pemilihan Presiden Tahun 2024.

    Keterpurukan yang dimaksud yakni survei PSI yang kala itu tidak pernah lebih dari 0,5 persen yang menandakan minimnya kepercayaan masyarakat kepada partai.

    Karena hal tersebut, Jeffrie meminta seluruh jajaran petinggi PSI, termasuk Grace Natalie untuk meminta dukungan dari Jokowi ataupun salah satu anggota keluarganya.

    “Saya pernah sampaikan kepada teman-teman saat itu. Raja Juli Antoni, Grace Natalie, Andi Saiful Haq, Endang Tirtana, kalau kalian enggak dapat anaknya pak Jokowi atau menantunya, atau pak Jokowi sendiri, kita harus melakukan pemakaman terhadap PSI,” kata Jeffrie saat berpidato di kongres.

    Kalimat itu disampaikan Jeffrie kepada para petinggi PSI di tahun 2023. Menurut dia, saat itu hanya efek Jokowi-lah yang bisa menyelamatkan partai agar bisa ikut bertanding dalam Pemilu 2024.

    Akhirnya pendekatan pun dilakukan oleh Grace dan kawan-kawan untuk menggaet saru persatu keluarga Jokowi.

    Salah satunya yakni pendekatan Raja Juli Antoni kepada putra ke dua Jokowi, Kaesang Pangarep yang belakangan menjadi Ketua Umum PSI.

    Kala itu di tahun 2023, Kaesang kerap tidak membalas pesan singkat Raja Juli Antoni yang ingin mengajaknya masuk ke PSI.

    “Raja Juli Antoni saat itu kalau update ke saya hampir setengah menangis. ‘Enggak bisa dihubungi bang, sudah di WA sudah dibaca tapi enggak dibalas balas’ ya kira-kira itu yang terjadi,” kata Jeffrie menirukan ucapan Raja Juli Antoni.

    Namun kini misi PSI pun berhasil yakni mendapuk Kaesang sebagai ketua umum dan mampu menempatkan kadernya di jajaran kabinet presiden Prabowo Subianto

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kaesang kembali terpilih sebagai Ketua Umum PSI 2025-2030 lewat voting

    Kaesang kembali terpilih sebagai Ketua Umum PSI 2025-2030 lewat voting

    Solo (ANTARA) – Putra bungsu Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep, kembali terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) periode 2025-2030 lewat proses voting secara daring (e-vote) yang dilakukan para kader.

    Dalam Kongres PSI 2025 yang digelar di Graha Saba Buana, Solo, Jawa Tengah, Sabtu, Ketua Steering Committee Kongres PSI Andi Budiman mengumumkan bahwa Kaesang Pangarep sebagai petahana terpilih sebagai Ketua Umum dengan perolehan suara 65,28 persen, mengalahkan calon ketua umum lainnya, yakni Ronald A. Sinaga atau Bro Ron dan Agus Mulyono Herlambang.

    “Selamat kepada pemenang, Mas Kaesang Pangarep, yang memperoleh suara 65,28 persen, disusul dengan Bro Ron dengan perolehan suara 22,23 persen dan Bro Agus dengan perolehan suara 12,49 persen,” kata Andi saat mengumumkan perolehan suara di depan para kader PSI yang menyaksikan.

    Andi mengatakan bahwa PSI yang kini berganti logo menjadi gajah berwarna merah-putih tersebut telah melaksanakan proses politik yang penting.

    Proses pemilihan yang dilakukan secara virtual atau e-vote itu, kata dia, menjadi bagian dari transformasi politik PSI menjadi partai super terbuka.

    “Tidak ada partai di Indonesia yang melaksanakan proses pemilihan ketua umum secara langsung, satu anggota, satu suara,” kata Andi.

    Berdasarkan data yang ditampilkan, Kaesang memperoleh 65,28 persen suara dari daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 157.579.

    Pemilu Raya PSI sendiri menggunakan sistem e-vote, sehingga para kader yang sudah terdaftar sebagai DPT dapat memilih di mana saja.

    Proses e-vote telah berlangsung selama 12-18 Juli lalu melalui situs vote.psi.id.

    Kongres PSI 2025 dihadiri pimpinan dan kader PSI dari seluruh Indonesia, di antaranya Grace Natalie, Raja Juli Antoni, dan Isyana Bagoes Oka.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bursa Calon Ketum PSI dan Personalisasi Politik

    Bursa Calon Ketum PSI dan Personalisasi Politik

    Bursa Calon Ketum PSI dan Personalisasi Politik
    Odri Prince Agustinus D. Sembiring adalah mahasiswa Magister Ilmu Politik di Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada. Minat risetnya berfokus pada representasi politik, ekologi politik, dan peran masyarakat sipil dalam mendorong transisi menuju keberlanjutan. Saat ini, ia tengah melakukan penelitian tentang paradoks kebijakan lingkungan di Norwegia dengan menggunakan pendekatan teori representasi deliberatif dan psikoanalisis politik. Untuk memperdalam pemahaman mengenai pembangunan global dan tata kelola sumber daya alam, Odri akan melanjutkan studi di Departemen Geografi, Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Norwegia. Di sana, ia akan mengikuti sejumlah mata kuliah seperti Diskursus Pembangunan dan Globalisasi, Jaringan Produksi Global, Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, serta Lanskap dan Perencanaan: Konsep, Teori, dan Praktik.
    MENYAMBUT
    pemilihan Ketua Umum
    PSI
    yang akan digelar pada Juli 2025 mendatang, dinamika internal partai anak muda ini kembali mencuri perhatian publik.
    Setahun lalu, siapa menyangka
    Kaesang Pangarep
    , putra bungsu Joko Widodo yang lebih dikenal sebagai pengusaha kuliner dan vlogger, akan menduduki kursi Ketua Umum
    Partai Solidaritas Indonesia
    (PSI)?
    Penunjukan Kaesang sebagai Ketum PSI pada 25 September 2023, mengejutkan banyak pihak. Hanya berselang dua hari setelah resmi bergabung, Kaesang langsung didapuk memimpin PSI periode 2023–2028, menggantikan Giring Ganesha (eks vokalis Nidji).
    Peristiwa bak karbitan politik ini memicu cibiran bahwa PSI kini menjelma “Partai Solidaritas Istana”, sindiran tajam bahwa partai anak muda tersebut tak ubahnya perpanjangan tangan lingkar keluarga presiden.
    Pergantian pucuk pimpinan PSI ini bukan sekadar gosip internal partai, melainkan gejala yang mencerminkan disfungsi lebih luas dalam sistem kepartaian Indonesia.
    PSI sejak awal menahbiskan diri sebagai partai antitesis korupsi dan intoleransi, digawangi anak-anak muda perkotaan.
    Namun, dalam perjalanannya, partai ini justru kian menampilkan watak politik Indonesia kontemporer: sarat personalisasi figur, intrik kolusi antarelite, dan rapuhnya pelembagaan partai.
    Relasi kekeluargaan antara Kaesang dan Jokowi kini menjadi pintu masuk yang menarik untuk menelaah tiga problema utama tersebut melalui lensa teoretis: personalisasi politik, kartelisasi partai, dan kerapuhan pelembagaan partai.
    Penunjukan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI menegaskan kecenderungan personalisasi politik di Indonesia.
    Alih-alih melalui proses kaderisasi bertahap dan panjang, sosok “instan” yang populer berkat nama besar keluarganya langsung didorong ke posisi puncak partai.
    PSI seolah bertaruh sepenuhnya pada daya tarik pribadi Kaesang, bukan pada rekam jejak politik atau platform ideologis yang jelas.
    Fenomena ini sejalan dengan kecenderungan global, di mana partai politik semakin berorientasi pada figur individu, bukan lagi perjuangan kolektif atau ideologi tertentu (Cross, Katz, & Pruysers, 2018).
    Di kasus PSI, sejak awal partai ini memang membangun citra yang bertumpu pada sosok muda dengan daya tarik tinggi di media.
    Mulai dari Grace Natalie (mantan jurnalis televisi yang menjadi pendiri partai), Tsamara Amany (aktivis muda), hingga Giring Ganesha (mantan vokalis band Nidji), PSI konsisten memanfaatkan popularitas pribadi para tokohnya untuk meningkatkan elektabilitas.
    Namun, strategi seperti ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, tokoh populer bisa memperbesar perhatian publik. Di sisi lain, ketergantungan yang berlebihan pada pesona pribadi figur-figur ini justru melemahkan pembangunan institusi partai yang kokoh.
    Identitas atau “brand” partai menjadi sangat bergantung pada persona ketua umumnya. Kita bisa lihat jelas bagaimana gaya PSI pada masa kepemimpinan Giring begitu lekat dengan pendekatan komunikasinya yang unik dan cenderung nyentrik, mulai dari janji besar hingga pernyataan ambisi politik yang kontroversial.
    Sebaliknya, ketika era Kaesang dimulai, partai ini dengan cepat berubah haluan, mengambil pendekatan mirip “politik keluarga” yang selama ini melekat pada citra Jokowi.
    Personalisasi politik seperti ini juga membawa risiko lain, yaitu menurunnya loyalitas pemilih dan kader terhadap partai.
    Banyak pendukung PSI yang memilih partai ini semata-mata karena terpikat oleh sosok tertentu, bukan karena meyakini visi dan program partai secara mendalam.
    Ketika figur tersebut meninggalkan partai atau citranya meredup, dukungan publik dengan mudah berpindah ke partai lain atau figur baru yang sedang populer.
    Para ahli seperti Gideon Rahat dan Tamir Sheafer (2007) menggambarkan fenomena personalisasi politik ini sebagai proses meningkatnya peran figur individu dalam politik, sementara peran partai sebagai organisasi justru melemah.
    Artinya, dalam konteks PSI, sosok ketua umum seperti Kaesang menjadi daya tarik utama partai, sedangkan institusi partai dan ideologi yang semestinya menjadi fondasi perjuangan politik justru menjadi sekunder.
    Kondisi ini tentu mengkhawatirkan untuk demokrasi yang sehat, karena idealnya partai politik bertumpu pada gagasan, ideologi, dan program yang konsisten, bukan hanya kharisma dan daya tarik sesaat seorang tokoh.
    Tak kalah menarik adalah indikasi kartelisasi partai dalam dinamika PSI. Kartelisasi partai merupakan kecenderungan di mana partai-partai politik lebih sibuk saling berkolusi untuk berbagi kekuasaan dan sumber daya negara, ketimbang serius memperjuangkan aspirasi masyarakat.
    Dalam kondisi ini, partai tak lagi menjalankan perannya sebagai perantara antara rakyat dan negara secara optimal.
    Sebaliknya, partai-partai tersebut berkolaborasi demi mempertahankan kepentingan elitnya sendiri, sehingga berubah menjadi semacam persekutuan elite penguasa yang cenderung tertutup dan menjauh dari rakyat.
    Kasus PSI adalah contoh nyata bagaimana fenomena ini terjadi dalam skala lebih kecil. Sepanjang eksistensinya, PSI sering kali lebih memilih mendekatkan diri ke lingkaran kekuasaan dibandingkan mengambil posisi sebagai oposisi yang kritis dan substansial.
    Sejak Pemilu 2019, misalnya, PSI secara konsisten mendukung penuh Presiden Jokowi, meskipun mereka gagal masuk ke parlemen.
    Karena sikap politik ini, publik menyindir PSI sebagai “Partai Solidaritas Istana”. Label ini melekat akibat kedekatan PSI dengan Jokowi yang terkesan terlalu erat, mulai dari mendukung hampir semua kebijakan pemerintah hingga menyediakan posisi strategis bagi anggota keluarga presiden sendiri, seperti penunjukan Kaesang sebagai ketua umum.
    Langkah PSI tentu bukan tanpa alasan. Dengan merapat ke pusat kekuasaan, PSI berharap mendapatkan berbagai keuntungan, seperti posisi publik, akses pendanaan, dan fasilitas politik lain yang membantu kelangsungan hidup partai.
    Strategi ini terbukti efektif bagi para elite partai, meski bertentangan dengan idealisme yang selama ini mereka gaungkan.
    Contoh paling jelas adalah Giring Ganesha yang, setelah mundur dari posisi ketua umum PSI, mendapatkan jabatan strategis sebagai Wakil Menteri Kebudayaan dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto hasil Pemilu 2024.
    Yang menarik, Prabowo sebelumnya adalah rival utama Jokowi di dua pemilihan presiden. Namun, PSI dengan mudah menyeberang kubu begitu konstelasi politik berubah.
    Ini jelas menunjukkan logika kartel politik: selama bisa dekat dengan kekuasaan, partai tidak segan-segan berpindah koalisi tanpa peduli konsistensi politik.
    Dengan kondisi seperti ini, “solidaritas” yang menjadi jargon PSI seolah lebih tepat disebut solidaritas antar-elite ketimbang solidaritas untuk masyarakat luas.
    Ini merupakan gambaran lebih besar yang terjadi di politik Indonesia, di mana hampir semua partai lebih memilih bergabung dalam pemerintahan, meninggalkan peran sebagai oposisi yang kritis.
    Situasi seperti ini tentu membuat publik bingung karena sulit membedakan mana partai yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan mana yang sekadar mengejar keuntungan pribadi lewat kolusi pragmatis antar-elite.
    Akibatnya, akuntabilitas atau pertanggungjawaban para politisi kepada rakyat menjadi kabur, dan demokrasi menjadi semakin kehilangan arah.
    Gejala terakhir yang sangat terasa dalam kasus PSI adalah lemahnya pelembagaan partai. Pelembagaan partai berarti sejauh mana partai politik tertanam kuat di masyarakat, punya identitas yang stabil, dan mampu bertahan dalam jangka panjang.
    Menurut pakar politik Scott Mainwaring (1998), sistem partai yang lemah biasanya ditandai oleh akar sosial yang dangkal di masyarakat, identitas partai tidak jelas, dan lebih dominannya ketergantungan pada tokoh atau patron dibandingkan ideologi partai itu sendiri.
    Mainwaring bahkan menegaskan bahwa lemahnya pelembagaan partai menjadi salah satu hambatan utama bagi terwujudnya demokrasi yang stabil dan kuat.
    PSI adalah contoh nyata partai dengan pelembagaan yang masih rapuh. Sebagai partai yang baru berdiri pada 2014 dan gagal masuk parlemen pada Pemilu 2019, PSI belum sempat membangun basis pendukung yang kuat dan stabil.
    Dukungan yang mereka terima dari masyarakat sering kali bersifat sementara, mengikuti tren atau sosok populer tertentu. Tidak heran jika tingkat perolehan suara PSI mudah naik turun dari satu pemilu ke pemilu berikutnya.
    Pada Pemilu 2019 lalu, misalnya, PSI hanya meraih sekitar 2 persen suara dan kembali menghadapi tantangan besar pada Pemilu 2024 dengan perolehan 2,8 persen suara.
    Di internal partai pun, PSI menunjukkan instabilitas yang tinggi. Dalam waktu kurang dari lima tahun saja, PSI sudah berganti pimpinan sebanyak tiga kali: dari Grace Natalie, beralih ke Giring Ganesha, lalu kini dipegang oleh Kaesang Pangarep.
    Pergantian yang cepat ini menunjukkan lemahnya aturan organisasi dan ketergantungan partai pada tokoh tertentu.
    Aturan-aturan internal partai juga tampak berubah sesuai kehendak elite partai. Sebagai contoh, normalnya seorang ketua umum menjabat selama lima tahun, tetapi Kaesang yang baru saja menjabat pada 2023 akan diuji kembali dalam pemilihan ketua umum pada Juli 2025 mendatang.
    Meskipun mungkin bertujuan untuk membangun citra sebagai partai yang sangat terbuka, langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa aturan organisasi dalam PSI belum stabil dan masih mudah berubah.
    Lebih jauh lagi, PSI juga menghadapi persoalan lemahnya jaringan pendukung yang solid di akar rumput.
    Mereka memang kuat di media sosial, tetapi di luar perkotaan, terutama di pedesaan, basis massa mereka sangat tipis.
    Akibatnya, loyalitas pendukung PSI cenderung mudah tergerus begitu ada isu atau figur politik baru yang lebih menarik.
    Kondisi ini umum ditemukan dalam sistem demokrasi yang masih berkembang, di mana partai-partai yang belum punya akar ideologis yang kuat akan mudah tergantikan oleh partai baru yang lebih menarik perhatian publik.
    Dalam kondisi demikian, para politisi pun sering kali lebih memilih jalur pribadi atau berpindah partai yang menawarkan peluang lebih menjanjikan, ketimbang serius membangun institusi partai untuk jangka panjang.
    Di PSI sendiri, fenomena ini tampak jelas dengan sejumlah kader awal yang berpindah ke partai lain atau memilih berkarier secara independen begitu ada tawaran lebih baik.
    Semua ini menunjukkan bahwa PSI masih jauh dari menjadi organisasi politik yang stabil dan matang. Sebaliknya, partai ini tampak lebih mirip kendaraan politik sementara yang mudah ditinggalkan begitu dianggap tidak lagi menguntungkan.
    Drama internal PSI, mulai dari efek Kaesang hingga berbagai manuver politik Giring, sejatinya menjadi cermin buram bagi kondisi demokrasi kita saat ini.
    Personalisasi politik yang berlebihan menyebabkan partai kehilangan karakter dan tujuan utamanya, tenggelam dalam kultus individu tertentu.
    Kartelisasi partai, kecenderungan partai-partai untuk saling berkolusi dan berbagi kekuasaan, membuat demokrasi kita kekurangan oposisi yang benar-benar substantif.
    Alih-alih adu gagasan demi memperjuangkan kepentingan rakyat, partai-partai justru sibuk berbagi jabatan demi mempertahankan posisi dan kekuasaan.
    Sementara itu, lemahnya pelembagaan partai membuat sistem politik kita ibarat pasar bebas: partai politik datang dan pergi dengan mudah, semangat organisasi yang kuat jarang terbentuk, dan yang tersisa hanyalah ambisi sesaat para tokohnya.
    PSI mungkin merupakan contoh paling ekstrem, tetapi sesungguhnya kondisi yang sama juga terlihat di berbagai partai politik lain di Indonesia.
    Misalnya, politik dinasti keluarga yang makin lazim di partai-partai besar, kebiasaan bagi-bagi jabatan dalam koalisi pemerintahan yang terlalu besar, hingga kemunculan partai-partai baru yang sekadar menjadi kendaraan politik pragmatis menjelang pemilu, hanya untuk segera ditinggalkan sesudahnya.
    Jika dibiarkan terus-menerus, maka semua kecenderungan ini akan menggerus kualitas demokrasi kita secara perlahan.
    Idealnya, partai politik berfungsi sebagai pilar utama penyalur aspirasi rakyat. Namun, ketika partai hanya dijadikan mesin politik pribadi atau kelompok tertentu demi meraih kekuasaan, yang paling dirugikan adalah masyarakat luas.
    Suara rakyat menjadi samar, pertanggungjawaban politik hilang, dan demokrasi kita semakin tak tentu arah.
    Pada akhirnya, julukan “Partai Solidaritas Istana” mungkin terdengar seperti sindiran ringan, tetapi mengandung pesan serius tentang kondisi politik di Indonesia.
    Dinamika PSI saat ini adalah peringatan keras bahwa sistem kepartaian kita sedang dalam kondisi yang memprihatinkan.
    Solusinya mungkin tidak sederhana. Namun langkah awal yang harus dilakukan adalah mengembalikan fungsi partai sebagai institusi milik publik, bukan dikuasai secara pribadi atau keluarga tertentu.
    Tanpa langkah ini, partai politik akan terus menjadi kapal kosong yang mudah terombang-ambing, bukannya menjadi jangkar kuat bagi demokrasi yang matang dan stabil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Isu Pemakzulan Gibran, Rocky Gerung Singgung PSI, Sindir Sekjen Gibranku: Baca Pakai Kuping

    Isu Pemakzulan Gibran, Rocky Gerung Singgung PSI, Sindir Sekjen Gibranku: Baca Pakai Kuping

    GELORA.CO  – Pengamat politik Rocky Gerung menyentil Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gibranku, Pangeran Mangkubumi, di tengah desakan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.

    Mantan dosen filsafat Universitas Indonesia (UI) ini menyindir PSI yang image-nya partai anak muda, tetapi calon ketua umumnya orang tua.

    Sebagai informasi, ayah Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), digadang-gadang akan ikut maju ke bursa pemilihan calon ketua umum PSI yang baru.

    Bahkan, PSI sudah mengaku akan menyambut terbuka jika Jokowi ikut kontestasi tersebut.

    Sindiran Rocky menanggapi pernyataan Pangeran Mangkubumi yang menyebut usulan Forum Purnawirawan TNI untuk memakzulkan Gibran sebagai sesuatu yang kosong dan tidak ada substansinya.

    Hal ini disampaikan Rocky Gerung saat menjadi tamu di tayangan Rakyat Bersuara yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Rabu (11/6/2025).

    “Kan di kepalamu tadi, begitu banyak hal yang Anda [Pangeran Mangkubumi] anggap enggak penting itu. Karena yang paling penting adalah titipkan bangsa ini pada anak muda tuh. Anak muda itu berkumpul di PSI, tempatnya Ade [Armando]. Isinya orang tua dan yang akan jadi ketua orang tua,” ucap Rocky dengan senyum sinis.

    “Coba bersihkan tuh cara berpikirnya,” jelasnya.

    Sindir Sekjen Gibranku: Ada yang Baca Pakai Kuping

    Kemudian, Rocky Gerung menyebut dirinya-lah yang mendorong dibentuknya PSI dan dirinya pula-lah yang menulis jurnal pertama partai tersebut dengan judul Arah Generasi.

    Ia pun menyindir Pangeran Mangkubumi yang ternyata hanya mendengar, tetapi tidak membaca jurnal tersebut.

    “Saya yang pertama kali justru mendorong si Raja Juli, mendorong Grace Natalie untuk memastikan bahwa partai ini akan jadi partai ideologis in optima forma. Sebelum dia jadi PSI, saya ngajar di situ,” papar Rocky.

    “Tanya Ade, Anda lihat jurnal PSI pertama, yang nulis saya, judulnya Arah Generasi. Baca enggak? Baca enggak? Anda baca, Anda baca tulisan saya di situ,” tanya Rocky pada Pangeran.

    “Saya mendengar ya. Saya mendengar, tapi saya tidak [membaca],” jawab Pangeran.

    “Oke. Ada yang membaca dengan kuping rupanya,” sahut Rocky.

    Rocky menjelaskan alasan di balik jurnal tersebut, bahwa dirinya ingin PSI sebagai wadah kaum muda untuk berpolitik agar memiliki arah dan jalan pikiran, bukan diarahkan oleh pihak tertentu, terutama orang tua yang akan memimpin partai tersebut.

    “Itu baca tuh. Saya tuliskan di situ argumen mengapa PSI harus jadi Arah Generasi, bukan diarah-arahkan. oleh pemodal, oleh bapaknya tuh,” papar Rocky.

    “Itu maksudnya memihak pada sesuatu, berpihak pada jalan pikirannya. Saya enggak pernah berpihak pada siapa-siapa. Saya berpihak pada jalan pikiran di dalam urusan publik,” tandasnya

  • Jokowi Kirim Sinyal akan Gabung PSI, Rocky Gerung Sebut Partai Oligarki dan Eksklusif

    Jokowi Kirim Sinyal akan Gabung PSI, Rocky Gerung Sebut Partai Oligarki dan Eksklusif

    GELORA.CO  – Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan sinyal akan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). 

    Langkah tersebut juga secara tidak langsung mengubah partai berlambang mawar merah itu sebagai partai oligarki. 

    Hal itu dikatakan pengamat politik Rocky Gerung yang menyebut PSI sudah berganti haluan dari idealisme yang ada ketika pertama kali dibentuk. 

    Hal ini dia sampaikan dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin (9/6/2025).

    Awalnya Rocky Gerung menceritakan PSI pada awalnya menjadikan anak mudamembawa ide sosialisme, keadilan, maupun kebebasan manusia. 

    “Tentu saya kenal PSI dari awal, karena di awal-awal pembentukan partai itu, saya termasuk yang jadi semacam narasumber untuk memberi ceramah pada teman-teman muda pada waktu itu ya,” kata Rocky.

    “Pada waktu itu saya menganggap bahwa PSI sebuah partai yang diajukan untuk menjadikan sebut saja ide sosialisme, ide kebebasan manusia, ide keadilan dilaksanakan melalui anak-anak muda ini kan. Itu idealnya begitu,” jelasnya.

    Ketika itu Rocky Gerung tahu betul gagasan PSI saat awal dibentuk dengan menuliskan jurnal perihal apa saja yang menjadi makna dan fondasi utama PSI.

    “Waktu itu, saya ikut menulis, bahkan mungkin saya pertama kali menulis atau diminta menulis di jurnal mereka. Saya juga ikut atau mungkin juga yang pertama menjelaskan, apa artinya solidaritas, apa artinya bunga mawar merah, apa artinya sistem partai,” papar Rocky Gerung.

    Namun itu semua sekarang ini telah berubah di mana idealisme yang dibentuk, kini berubah menjadi oligarki.  

    “Jadi pada waktu partai itu dibentuk, Raja Juli dan Grace Natalie hubungi saya untuk memberi ceramah pertama tuh. Jadi sekali lagi, saya kenal asal-usul atau intensi dari partai itu, tapi kemudian partai itu berubah menjadi partai oligarki,” tegasnya.

    Dirancang untuk Jokowi

    Selanjutnya, Rocky Gerung mengaku sudah menduga bahwa PSI memang disiapkan oleh kalangan pendukung Jokowi.

    Sehingga, ia menilai memang masuk akal jika sekarang Jokowi melempar sinyal untuk merapat ke partai yang diketuai oleh Kaesang Pangarep tersebut.

    “Itu yang bukan kita sesalkan ya, memang begitu nasibnya sebetulnya. Karena dari awal saya juga menduga bahwa itu partai yang disiapkan untuk kalangan pendukung Jokowi,” kata Rocky.

    Jadi kalau partai itu kemudian jadi tunggangan Jokowi hari ini ya makin masuk akal,” lanjutnya.

    “Mungkin Pak Jokowi jadi semacam ketua dewan pembina. Saudara Kaesang tetap sebagai ketuanya. Pak Gibran akan ada di situ untuk melengkapi sejarah kedinastian,” jelasnya.

    Menurut Rocky Gerung, PSI memang didesain eksklusif, untuk kalangan orang dekat Jokowi.

    “Kita boleh sebutkan itu, karena dari awal memang sifat partai itu adalah eksklusif. Sebetulnya dia mau inklusif memasukkan semua, tetapi arah kepemimpinan selalu eksklusif dan basis finansialnya tentu dari oligarki itu,” papar Rocky.

    Kata Rocky, Jokowi melakukan manuver untuk menstarter kembali kiprah politiknya dengan bergabung PSI, partai yang dari awal memang disediakan untuk Mantan Wali Kota Solo tersebut.

    “Jadi sekali lagi kemampuan Jokowi untuk manuvering memang walaupun makin terbatas tetapi dia harus keluar dengan semacam percikan politik baru. Jadi masuk PSI itu artinya membuat percikan, menstarter kembali politiknya,” jelasnya.

    “Dengan harapan bahwa partai itu bisa ikut Pemilu 2029. Jadi dari awal kita dukung aja Pak Jokowi ikut di dalam partai yang memang disediakan oleh dari dan untuk dia itu dengan alasan apa pun,” tandasnya