Tag: Gidion Arif Setyawan

  • Hasil Autopsi Budianto Sitepu yang Tewas Dianiaya Polisi, Korban Alami Kekerasan Benda Tumpul – Halaman all

    Hasil Autopsi Budianto Sitepu yang Tewas Dianiaya Polisi, Korban Alami Kekerasan Benda Tumpul – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tujuh personel Satreskrim Polrestabes Medan diduga terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara (Sumut).

    Kasus penganiayaan ini terjadi di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, Selasa (24/12/2024).

    Setelah dianiaya, Budianto dan dua orang rekannya ditahan di Polrestabes Medan.

    Beberapa waktu kemudian, Budianto Sitepu yang mengalami muntah-muntah dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

    Namun, nyawa korban tak tertolong. Budianto dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (26/12/2024) lalu.

    Terkini, Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan penyebab kematian korban.

    Berdasarkan hasil autopsi, Budianto mengalami pendarahan pada batang otak dan mengalami sejumlah luka.

    “Hasil autopsinya ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala, lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata,” kata Gidion, dilansir Tribun Medan, Senin (30/12/2024).

    Gidion Arif Setyawan menyebut, hasil luka tersebut diakibatkan oleh benda tumpul.

    “Dalam visum tersebut terbukti (korban) mengalami kekerasan benda tumpul.” 

    “Kekerasan tumpul itu analoginya, kepala ini kan cukup keras, kalau dia mengalami pendarahan berarti ada benturan keras. Kalau tajam kan luka terbuka,” tuturnya.

    7 Personel Terancam Dipecat

    Terpisah, Polda Sumut mengatakan, jika terbukti bersalah, akan dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap ketujuh personel yang terlibat dalam kasus ini.

    “Komitmen Pimpinan Polri menindak tegas setiap anggota yang melanggar kode etik hingga sanksi PTDH jika terbukti bersalah,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, Senin.

    Adapun ketujuh anggota yang sebelumnya bertugas di Satreskrim Polrestabes Medan dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

    Saat ini, Ipda Imanuel Dachi dan enam anggota lainnya masuk penempatan khusus (patsus) Bid Propam lantaran kasus ini dalam proses penyelidikan.

    Kombes Hadi juga menyebut, kasus ini masih didalami Bid Propam dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut sehingga belum ada penetapan status tersangka.

    “Betul. Ke tujuh terduga pelanggar dilakukan Patsus (sel khusus) dalam rangka tindak lanjut pemeriksaan di Propam Polda dan Ditreskrimum,” terangnya.

    Kronologi Kasus

    Sebelumnya, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan kronologi kasus ini.

    Gidion menuturkan, kasus ini berawal dari anggotanya yang melakukan tangkap tangan terhadap Budianto Sitepu.

    Namun, dirinya tak menjelaskan secara detail kasus yang dilakukan korban sehingga anggota polisi melakukan penangkapan. 

    “Dalam proses penangkapan, kami menduga kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan.”

    “Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, mereka ada minum-minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda Imanuel Dachi),” sambungnya.

    Gidion menyatakan, saat itu Ipda Imanuel Dachi mendatangi korban yang sedang berada di warung tuak. Ia lantas menangkap Budianto Sitepu dan dua orang lainnya.

    “Minum-minum sampai dengan larut menjadi persoalan. Anggota saya Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam natal semua anggota di luar,” ucap Gidion.

    “Ada tim-tim yang memang menyebar, timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C, saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi Ipda ID.”

    “Sehingga peristiwa itu terjadi, saudara BS bersama rekannya, ini proses yang harus kita klarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara anggota saya dengan BS,” terangnya.

    Tak Kantongi Surat Perintah

    Kombes Pol Gidion Arif Setyawan juga mengatakan, Ipda Imanuel Dachi dan personelnya melakukan penangkapan terhadap Budianto Sitepu tanpa mengantongi surat apa pun dan tidak ada dasar laporan polisi.

    “Karena ini adalah dugaan awal proses tangkap tangan, memang waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya, pada saat melakukan upaya paksa karena dasarnya adalah tertangkap tangan,” kata Gidion, Jumat.

    Ia juga mengungkapkan hasil pemeriksaan medis terhadap jenazah korban yang sempat ditahan di Polrestabes Medan dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. 

    “Lalu hasil autopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala. Lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata, ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” bebernya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Dianiaya Polisi, Budianto Sitepu Alami Luka Bekas Benda Tumpul.

    (Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Alfiansyah/Fredy Santosa)

  • Imbas Tewasnya Budianto Sitepu, Ipda Imanuel Dachi dan 6 Anggota Lainnya Terancam Dipecat – Halaman all

    Imbas Tewasnya Budianto Sitepu, Ipda Imanuel Dachi dan 6 Anggota Lainnya Terancam Dipecat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tujuh personel Satreskrim Polrestabes Medan diduga terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), hingga tewas.

    Polda Sumut mengatakan, jika terbukti bersalah, akan dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap ketujuh personel tersebut.

    “Komitmen Pimpinan Polri menindak tegas setiap anggota yang melanggar kode etik hingga sanksi PTDH jika terbukti bersalah,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, dilansir Tribun Medan, Senin (30/12/2024).

    Ketujuh anggota yang sebelumnya bertugas di Satreskrim Polrestabes Medan dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

    Saat ini, Ipda Imanuel Dachi dan enam anggota lainnya masuk penempatan khusus (patsus) Bid Propam lantaran kasus ini dalam proses penyelidikan.

    Kombes Hadi juga menyebut, kasus ini masih didalami Bid Propam dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut sehingga belum ada penetapan status tersangka.

    “Betul. Ke tujuh terduga pelanggar dilakukan Patsus (sel khusus) dalam rangka tindak lanjut pemeriksaan di Propam Polda dan Ditreskrimum,” terangnya.

    Diberitakan sebelumnya, Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan kronologi kasus ini.

    Adapun penganiayaan ini terjadi di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, Selasa (24/12/2024).

    Gidion menuturkan, kasus ini berawal dari anggotanya yang melakukan tangkap tangan terhadap Budianto Sitepu.

    Namun, dirinya tak menjelaskan secara detail kasus yang dilakukan korban sehingga anggota polisi melakukan penangkapan. 

    “Dalam proses penangkapan, kami menduga kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan.”

    “Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, mereka ada minum-minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda Imanuel Dachi),” sambungnya.

    Gidion menyatakan, saat itu Ipda Imanuel Dachi mendatangi korban yang sedang berada di warung tuak. Ia lantas menangkap Budianto Sitepu dan dua orang lainnya.

    “Minum-minum sampai dengan larut menjadi persoalan. Anggota saya Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam natal semua angggota di luar,” ucap Gidion.

    “Ada tim-tim yang memang menyebar, timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C, saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi Ipda ID.”

    “Sehingga peristiwa itu terjadi, saudara BS bersama rekannya, ini proses yang harus kita klarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara anggota saya dengan BS,” terangnya.

    Tak Kantongi Surat Perintah

    Kombes Pol Gidion Arif Setyawan juga mengatakan, Ipda Imanuel Dachi dan personelnya melakukan penangkapan terhadap Budianto Sitepu tanpa mengantongi surat apa pun dan tidak ada dasar laporan polisi.

    “Karena ini adalah dugaan awal proses tangkap tangan, memang waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya, pada saat melakukan upaya paksa karena dasarnya adalah tertangkap tangan,” kata Gidion, Jumat.

    Ia juga mengungkapkan hasil pemeriksaan medis terhadap jenazah korban yang sempat ditahan di Polrestabes Medan dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. 

    “Lalu hasil autopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala. Lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata, ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” bebernya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Polda Sumut Bakal Pecat Ipda Imanuel Dachi dan 6 Anggota Lainnya Terkait Tewasnya Budianto Sitepu.

    (Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Fredy Santoso/Alfiansyah)

  • Kaleidoskop 2024: Perundungan Pelajar Masih Terjadi, Makan Korban Jiwa dan Trauma yang Membekas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        30 Desember 2024

    Kaleidoskop 2024: Perundungan Pelajar Masih Terjadi, Makan Korban Jiwa dan Trauma yang Membekas Megapolitan 30 Desember 2024

    Kaleidoskop 2024: Perundungan Pelajar Masih Terjadi, Makan Korban Jiwa dan Trauma yang Membekas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Sepanjang 2024, kasus perundungan atau
    bullying
    masih sering terjadi di kalangan pelajar di Jabodetabek.
    Hampir di setiap jenjang sekolah, kasus perundungan antarpelajar pernah terjadi.
    Tak sedikit pula, kasus perundungan ini memakan korban jiwa, baik itu tewas, atau mengalami kerugian secara mental.
    Para pelajar yang melakukan perundungan juga kini banyak yang harus berhadapan dengan hukum atau dipenjara.
    Berikut berbagai kasus perundungan yang terjadi di Jabodetabek sepanjang 2024:
    Salah satu kasus perundungan yang banyak mengegerkan banyak orang di tahun 2024 terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilicing, Jakarta Utara, Jumat (3/5/2024).
    Pasalnya, kasus perundungan yang memakan korban jiwa bukan kali pertama terjadi di STIP.
    Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna STIP menjadi korban perundungan oleh seniornya sendiri hingga tewas.
    Dari kasus kematian Putu, polisi menetapkan empat tersangka di antaranya, TRS (21), A, W, dan K.
    Keempat tersangka itu, memiliki peran masing-masing dalam peristiwa perundangan Putu. TRS (21) sebagai pelaku utama lah yang memukul Putu sebanyak lima kali di bagian ulu hati hingga terkulai lemas dan tidak bisa bernapas.
    Saat Putu terkulai lemas, TRS panik dan berusaha menolongnya dengan cara menarik lidah korban.
     
    Namun, upaya TRS justru semakin memperparah kondisi Putu karena jalur pernapasannya menjadi tertutup sampai akhirnya tewas.
    Sedangkan A, W, dan K, memiliki peran untuk mendorong TRS memukul Putu sampai akhirnya tewas.
    “Tiga tersangka itu (A,W, dan K) memiliki peran turut serta, turut melakukan atau orang yang turut menyuruh perbuatan itu,” ujar Kapolres Jakarta Utara, Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan di kantornya, Kamis (8/4/2024).
    Sebagai pelaku utama, TRS dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, Juncto Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dengan 15 tahun penjara.
    Sementara A, W, dan K, terancam dijerat Pasal 55 Juncto KUHP karena keikutsertaannya melakukan tindak pidana dengan hukuman 15 tahun penjara.
    Kasus perundungan ini sudah sampai ke tahap pengadilan dan sudah pemeriksaan saksi-saksi. Namun, hakim belum menjatuhkan hukuman untuk para tersangka.
    Kasus perundungan yang terjadi di sekolah swasta di Serpong, Tangerang Selatan, juga ramai dibicarakan di sosial media di tahun 2024 ini.
    Tindakan perundungan ini mencuat setelah salah satu akun X, yakni @BosPurwa menuliskan dugaan kasus tersebut. Dalam tulisan itu disebutkan bahwa salah satu peristiwa perundungan terjadi 2 Februari 2024.
    Usai ramainya kasus perundangan tersebut di sosial media, keluarga korban pun langsung melaporkannya ke pihak kepolisian.
    Dari hasil penyelidikan polisi, perundungan ini dilakukan di salah satu warung depan sekolah.
    “TKP ini di salah satu warung yang berlokasi di depan sekolah menengah atas tersebut,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan AKP Alvino saat dihubungi, Senin (19/2/2024).
    Warung tersebut diberi nama ‘Warung Ibu Gaul’ yang menjadi tempat berkumpulnya para anggota kelompok ‘Geng Tai’.
    Berdasarkan hasil penyelidikan, korban perundungan ‘Geng Tai’ mengalami luka bakar.
    “Luka bakar akibat terkena suatu benda yang panas. Saat ini masih kami lakukan proses penyelidikan,” kata Galih.
    Galih juga memastikan bahwa pelaku perundungan tidak hanya satu orang.
    Bahkan, L (17) yang merupakan anak artis ternama berinisial VR juga diduga ikut terlibat kasus perundungan ini.
    Belum lama ini, kasus perundungan juga terjadi di SMAN 70, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
    Seorang siswa berinisial ABF diduga menjadi korban penganiayaan oleh kakak kelasnya F, dan beberapa rekannya pada November 2024.
    Peristiwa perundungan ini pun dibenarkan oleh Kepala SMAN 70 Jakarta, Sunaryo.
    “Benar adanya. Kami dari pihak sekolah sudah melakukan penanganan mulai dari konfirmasi memanggil korban, orang tua korban, para pelaku, orang tua pelaku,” kata Sunaryo saat dihubungi, Kamis (12/12/2024).
    Sunaryo juga sudah menindak tegas lima orang siswa yang diduga sebagai pelaku perundungan tersebut.
    “Apa pun yang terjadi, tata tertib sekolah tetap kita terapkan. Dan sudah kita arahkan untuk dipindahkan ke satuan pendidikan lain, yang lima orang,” kata Kepala SMAN 70 Jakarta, Sunaryo saat ditemui di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
    Ke depannya, Sunaryo akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jakarta Selatan dan Sudin Pendidikan Jakarta Selatan dalam menangani kasus ini.
    Pihak sekolah juga akan menggelar mediasi dengan orangtua pelaku dan orangtua korban untuk menemukan titik terang dari kasus ini.
    Di sisi lain, keluarga ABF sudah melaporkan perundungan tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 4 Desember 2024.
    Berdasarkan laporan yang diterima polisi, dugaan penganiayaan terjadi pada 28 November 2024.
    Perundungan itu terjadi saat ABF dipanggil oleh teman seangkatannya untuk datang ke toilet lantai dua sekolah. Setibanya di toilet, ABF langsung ditarik oleh F yang merupakan senior duduk di kelas tiga.
    Kemudian, keduanya terlibat cekcok di dalam toilet, hingga F tersulut emosi dan memukul tubuh ABF sampai tersungkur.
    Setelah tersungkur, ABF diminta berdiri kembali dan dipukuli lagi oleh rekan-rekan F. Akibat tindakan kekrasan tersebut, ABF mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya.
    Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, kasus perundungan ini terjadi di jam sekolah.
    Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan atas dugaan kasus perundungan ini.
    Remaja berinisial R (15), anak berkebutuhan khusus di salah satu SMPN di Depok, Jawa Barat, diduga jadi korban perundungan teman-teman seangkatannya.
    Perundungan itu terjadi setelah upacara Hari Kesaktian Pancasila, Selasa (1/10/2024).
    Korban mengalami kekerasan fisik seperti ditendang dan dilempari batu hingga mengenai mata serta wajahnya.
    Kesal karena dirundung, R melampiaskan emosinya dengan memukul kaca jendela kelas sampai tangannya terluka dan dioperasi untuk menyambungkan uratnya yang terputus.
    Keluarga R telah melaporkan peristiwa perundungan ini ke Polres Metro Depok, namun Kepala SMPN yang bersangkutan, Tatag Hadi Sunoto sempat membantah adanya kasus perundungan itu.
    Alhasil, akibat peristiwa perundungan itu, Tatag terkena demosi.
    “Iya, (kena pindah) sebagai guru SMP,” kata Sekertaris Dinas Pendidikan Kota Depok, Sutarno, saat dikonfirmasi, Kamis (31/10/2024).
    Bukan hanya Tatag, dua guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah tersebut juga dimutasi ke dua sekolah yang berbeda.
    Dinas Pendidikan menilai, kepala sekolah dan guru tersebut lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan melindungi muridnya.
    “Disdik Kota Depok menganggap mereka telah lalai memberikan perlindungan dan melanggar etika terhadap kasus perundungan yang dialami anak didiknya, R,” lanjut Sutarno.
    Seorang pelajar di salah satu SMP swasta yang ada di Kota Bogor diduga menjadi korban perundungan oleh teman-temannya sendiri.
    Kasus perundungan ini menyita perhatian banyak orang setelah akun Instagram @davidhlm_ mengunggah foto seorang remaja pria dengan wajah lebab dan bengkak di bagian kedua matanya.
    Dalam unggahan itu juga dituliskan korban diduga dirundung oleh tiga teman sekelasnya. Setiap hari, korban dipaksa memberikan uang sebesar Rp 10.000.
    Apabila korban menolak maka akan dipukul. Karena ancaman itu, korban takut melapor ke orangtua dan juga guru.
    “Telah terjadi
    bullying
    dan perundungan di salah satu SMP daerah Bogor Kota terhadap saudara saya, perundungan dilakukan oleh tiga orang, setiap hari saudara saya diminta uang Rp 10.000,” tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
    Namun, kasus perundungan ini berakhir damai. Kesepakatan tersebut tercapai setelah polisi melakukan mediasi dengan melibatkan pihak sekolah, orangtua terduga pelaku, orangtua korban, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia )KPAI Kita Bogor di gedung sekolah, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Senin (14/10/2024).
    Orangtua terduga pelaku B dan Z sudah meminta maaf kepada orangtua korban A. Pihak sekolah juga memberikan sanksi kepada B dan Z berupa skors selama tiga hari dan diwajibkan membuat surat pernyataan tidak mengulangi perbuatan tersebut.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Serka Holmes Terancam Hukuman Mati, Aniaya Mantan TNI hingga Tewas karena Bisnis Rental Mobil – Halaman all

    Serka Holmes Terancam Hukuman Mati, Aniaya Mantan TNI hingga Tewas karena Bisnis Rental Mobil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus pembunuhan sadis mengguncang Sumatera Utara.

    Mantan anggota TNI, Andreas Rurystein Sianipar (42), ditemukan tewas di Labuhan Baru Utara, Sabtu (21/12/2024), setelah dilaporkan hilang selama 14 hari.

    Polisi mengungkap dalang utama pembunuhan adalah Serka Holmes Sitompul, seorang anggota TNI aktif, yang kini ditahan di Pomdam I Bukit Barisan.

    Panglima Kodam I Bukit Barisan, Mayjen Rio Firdianto, memastikan Serka Holmes menjadi tersangka utama.

    “Ancaman hukumannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup sesuai Pasal 340 KUHP,” tegas Rio, Jumat (27/12/2024).

    Perselisihan bisnis rental mobil menjadi motif utama pembunuhan. S

    Serka Holmes menuduh Andreas melakukan penggelapan mobil, lalu memerintahkan tiga warga sipil CJS, MFIH, dan FA untuk menculik dan menghabisi nyawa korban.

    Pada Minggu (8/12/2024), korban dijemput menggunakan mobil dan dibawa ke rumah dinas Serka Holmes di Asrama TNI Abdul Hamid Nasution, Deli Serdang.

    Di sana, korban dianiaya secara brutal hingga tewas sebelum jasadnya dibuang ke wilayah Labuhan Baru Utara.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan hasil autopsi menunjukkan korban tewas akibat jeratan di leher dan pembekapan di hidung.

    “Kepala korban dilakban hingga menutup mata dan hidung. Luka memar akibat benda tumpul ditemukan di tangan, punggung, dan mulut,” jelas Gidion.

    Adik korban, Anggito Sianipar, menyebut pembunuhan ini sebagai tindakan keji.

    “Ini pembunuhan bengis. Seorang aparat yang seharusnya melindungi malah menjadi pelaku utama,” ujarnya.

    Anggito menjelaskan bahwa konflik bermula ketika mobil sewaan Andreas diambil oleh orang tak dikenal yang mengaku anggota TNI. Tuduhan penggelapan mobil memicu ancaman hingga berujung pada pembunuhan.

    Serka Holmes kini ditahan di Pomdam I Bukit Barisan untuk proses hukum lebih lanjut. Tiga warga sipil yang menjadi kaki tangannya dijerat Pasal 338 juncto Pasal 170 Ayat 3 juncto Pasal 333 Ayat 3 KUHP.

    Polisi memastikan penanganan kasus ini dilakukan secara transparan.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunMedan.com dengan judul Dalangi Penculikan dan Pembunuhan Mantan TNI AD, Serka Holmes Sitompul Jadi Tersangka

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunMedan.com/Fredy Santoso/Alfiansyah) 

  • Kronologi Penangkapan Budianto Sitepu: Polisi Akui Ada Kekerasan, tanpa Surat Perintah – Halaman all

    Kronologi Penangkapan Budianto Sitepu: Polisi Akui Ada Kekerasan, tanpa Surat Perintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah personel Satreskrim Polrestabes Medan terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara, hingga tewas.

    Menurut Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan, ada tujuh anggotanya yang terlibat dalam kasus ini.

    Satu di antaranya adalah Panit Resmob Polrestabes Medan, Ipda Imanuel Dachi.

    Adapun penganiayaan ini terjadi di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, Selasa (24/12/2024)

    “Terhadap tujuh orang tersebut kita lakukan penempatan khusus atau patsus,” kata Gidion, dilansir Tribun Medan, Jumat (27/12/2024).

    Terkait penanganan pidana dan etik kasus ini, sambung Gidion, telah diserahkan kepada Polda Sumut.

    “Kami bisa menyimpulkan ada indikasi kuat memang terjadi kekerasan yang dilakukan personel Satreskrim Polrestabes Medan terhadap almarhum BS.”

    “Sehingga mengakibatkan meninggal dunianya di rumah sakit. Itu pun sejalan dengan laporan polisi yang diberikan atau yang dibuat oleh pengacara keluarga BS ke Polda Sumut,” lanjutnya.

    Kronologi Versi Polisi

    Gidion menuturkan kasus ini berawal dari anggotanya melakukan tangkap tangan terhadap korban.

    Namun, dirinya tak menjelaskan secara detail kasus yang dilakukan korban sehingga anggota polisi melakukan penangkapan. 

    “Dalam proses penangkapan, kami menduga kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan.”

    “Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, mereka ada minum-minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda Imanuel Dachi),” sambungnya.

    Gidion menyatakan saat itu Ipda Imanuel Dachi mendatangi korban yang sedang berada di warung tuak. Ia lantas menangkap Budianto Sitepu dan dua orang lainnya.

    “Minum-minum sampai dengan larut menjadi persoalan. Anggota saya Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam natal semua angggota di luar,” ucap Gidion.

    “Ada tim-tim yang memang menyebar, timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C, saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi Ipda ID.”

    “Sehingga peristiwa itu terjadi, saudara BS bersama rekannya, ini proses yang harus kita klarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara anggota saya dengan BS,” terangnya.

    Tak Kantongi Surat Perintah

    Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan mengatakan Ipda Imanuel Dachi dan personelnya melakukan penangkapan terhadap Budianto Sitepu tanpa mengantongi surat apa pun dan tidak ada dasar laporan polisi.

    “Karena ini adalah dugaan awal proses tangkap tangan, memang waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya, pada saat melakukan upaya paksa karena dasarnya adalah tertangkap tangan,” kata Gidion, Jumat.

    Ia juga mengungkapkan hasil pemeriksaan medis terhadap jenazah korban yang sempat ditahan di Polrestabes Medan dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. 

    “Lalu hasil autopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala. Lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata, ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” bebernya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Kapolrestabes Medan Beberkan Kronologi Penangkapan Budianto Sitepu oleh Ipda Imanuel Dachi.

    (Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Alfiansyah)

  • 10
                    
                        Duduk Perkara 7 Polisi di Medan Aniaya Warga hingga Tewas, Berawal dari Warung Tuak
                        Medan

    10 Duduk Perkara 7 Polisi di Medan Aniaya Warga hingga Tewas, Berawal dari Warung Tuak Medan

    Duduk Perkara 7 Polisi di Medan Aniaya Warga hingga Tewas, Berawal dari Warung Tuak
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes)
    Medan
    Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menyampaikan sejumlah fakta terkait kasus penganiayaan hingga tewas oleh tujuh anggotanya terhadap Budianto Sitepu, warga Kabupaten Deli Serdang pada Rabu (25/12/2024).
    Gidion menjelaskan, sebelum peristiwa penganiayaan terjadi, mulanya korban minum tuak bersama teman-temanya di warung tuak Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, pada Senin (23/12/2024) malam.
    Lokasi tersebut berdekatan dengan rumah mertua Ipda ID, polisi yang bekerja sebagai Panit Resmob Sat Reskrim Polrestabes Medan.
    Karena kegiatan minum tuak itu dinilai mengganggu, keluarga Ipda ID melempar batu ke seng warung tuak tersebut.
    “Yang jadi persoalan dilempar batu sengnya di kedai ini, pada Senin (23/12/2024),” kata Gideon di Mapolrestabes Medan, Jumat (27/12/2024).
    Kemudian, pada Selasa (24/12/2204), korban kembali minum tuak di tempat yang sama hingga larut malam. Keadaan ini diduga menimbulkan keresahan bagi keluarga Ipda ID dan masyarakat sekitar.
    Pada Rabu (25/12/2024) dini hari, Ipda ID kemudian memanggil enam anggota dari Unit Resmob dan Unit Pidum Polrestabes Medan untuk menangkap korban dan kedua temannya itu.
    “Anggota saya Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim Unit Reaksi Cepat (URC) yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam Natal semua anggota di luar. Ada tim yang memang menyebar, timsus,” kata Gidion.
    Saat proses penangkapan inilah, tujuh anggota Polrestabes Medan, termasuk Ipda ID, menganiaya korban hingga tewas.
    “Hasil otopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala, lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata. Ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” ujar Gidion.
    Menurutnya, kajian forensik masih terus dilakukan agar kasus ini terungkap dengan objektif.
    “Jadi kekerasan tumpul itu analoginya, kepala ini kan cukup keras. Kalau dia mengalami pendarahan berarti ada benturan keras, kalau tajam kan luka terbuka,” katanya.
    “Kekerasan tumpul ini persoalannya adalah apakah kepalanya ini menghampiri benda atau benda yang menghampiri kepalanya. Ini kan kajian dari dokter forensik,” tandasnya.
    Kata Gidion, sebelum tewas, korban sempat dibawa ke ruang tahanan, namun tidak berselang lama, korban muntah. Lalu saat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara meninggal dunia sekitar pukul 10.30 WIB.
    Merespons kasus ini, pihaknya langsung memeriksa CCTV di sekitar lokasi kejadian dan juga tujuh anggotanya. Kini, mereka ditahan di tempat khusus untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
    Lalu, kata dia, keluarga korban juga telah melaporkan peristiwa ini ke Polda Sumut. Selain sanksi etik, tujuh oknum polisi itu juga akan diberikan hukuman pidana.
    “Pengacara keluarga Budianto Sitepu ke Polda Sumut yaitu membuat laporan tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan menghilangkan nyawa orang. Keluarga juga membuat laporan tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota polisi di Polda Sumut,” ujarnya.
    “Karena itu proses selanjutnya dilakukan oleh Polda Sumut, khususnya adalah di Propam Polda Sumut,” tambahnya.
    Menurut istri korban, Dumaria Simangunsong, Budianto dan teman-temannya minum minuman keras sambil memutar musik keras pada Selasa (24/12/2024) pukul 23.00 WIB. Keributan dengan warga sekitar pun terjadi, hingga akhirnya polisi mengamankan mereka.
    “Jam 01.00 WIB saya dapat kabar suami saya ditangkap,” ujar Dumaria di RS Bhayangkara Medan, Kamis (26/12/2024).
    Rabu (25/12/2024), Dumaria mendatangi Polrestabes Medan untuk menjenguk suaminya. Namun, ia tidak diizinkan bertemu dan hanya diperbolehkan menitipkan makanan.
    Pada Kamis (26/12/2024), ia kembali ke Polrestabes Medan dan mendapat kabar suaminya sudah di RS Bhayangkara. Di rumah sakit, ia menemukan Budianto telah meninggal dengan tubuh penuh luka lebam.
    “Wajahnya lebam, badannya biru-biru, dadanya juga,” ungkap Dumaria.
    Ia meminta agar kasus ini diusut tuntas.
    “Harapan saya, seadil-adilnya. Suami saya pas dibawa baik-baik saja. Tapi kenapa pas meninggal kondisinya lebam-lebam, biru-biru,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5 Populer Regional: Viral Ibu Hamil Dikeroyok Pak Ogah di Puncak Bogor – Mahasiswi UPI Tewas  – Halaman all

    5 Populer Regional: Viral Ibu Hamil Dikeroyok Pak Ogah di Puncak Bogor – Mahasiswi UPI Tewas  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berita populer regional dimulai dari viralnya ibu hamil dikeroyok pak ogah di Puncak Bogor, Jawa Barat.

    Kasus ini berbuntut panjang setelah korban berinisial V enggan berdamai.

    Satu dari sejumlah alasan yang membuatnya enggan berdamai lantaran uang ganti rugi yang ia minta hanya dibayar Rp 53 ribu. 

    Kini sudah ada dua orang ditetapkan sebagai tersangka.

    Kemudian ada kasus tewasnya mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung berinisial AM (21).

    Jasad AM ditemukan pertama kali oleh mahasiswa lainnya pada pukul 15.00 WIB.

    Tak ada luka di kepala korban, tetapi hidung banyak mengeluarkan darah dan patah kaki sebelah kanan.

    Kasus tewasnya mahasiswi UPI hingga kini masih misteri.

    Berikut rangkuman berita populer regional selengkapnya selama 24 jam di Tribunnews.com:

    Sejumlah alasan membuat V, ibu hamil yang dikeroyok tukang parkir alias Pak Ogah di jalur alternatif Puncak Bogor enggan berdamai. 

    V menolak berdamai dengan dua pelaku yang kini sudah menjadi tersangka. 

    Satu dari sejumlah alasan yang membuatnya enggan berdamai lantaran uang ganti rugi yang ia minta hanya dibayar Rp 53 ribu. 

    Padahal ia meminta uang ganti rugi untuk biaya cek kandungan dan pengobatan luka memar di muka yang dialami sang suami. 

    V dan sang suami, IH, mengaku disepelekan.

    “Kalau kalian enggak ada itikad baik, enggak ada kekeluargaan. Kalian bukan keluarga saya. Pikirin aja gimana. Saya enggak mau duit receh ini,” kata V, Kamis (27/12/2024) dikutip dari TribunnewsBogor.com. 

    V mengatakan, dirinya sempat memberi kelonggaran untuk membayar ganti rugi dalam jangka satu bulan. 

    Tapi, kata V, mereka tetap enggan membayar uang yang diminta. 

    Alasan lain, V tak mau berdamai dengan Pak Ogah adalah karena pelaku tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan perkara.

    Terlebih saat dimintai identitasnya, para pelaku mengelak dan mengaku tidak punya KTP.

    “Kami sempat menawarkan kesempatan satu bulan buat pikirin biaya ganti rugi ke kami. Tapi tetap mereka tidak ada dana, dan untuk jaminan ke kami seperti KTP pun dari ketiga pelaku tidak ada yang mempunyai identitas,” kata V.

    Baca selengkapnya.

    Dokter koas bernama Fladiniyah Puluhulawa kembali viral. Setelah pada tahun lalu, dia viral karena cekcok soal lahan parkir, kini dia kembali menjadi sorotan setelah melakukan penganiayaan terhadap penjual makanan. (Tribun Medan)

    Kasus penganiayaan yang dilakukan seorang dokter perempuan kepada penjual roti bakar di Medan, Sumatra Utara, masih diselidiki.

    Aksi penganiayaan yang terjadi pada Kamis (19/12/2024) lalu terekam kamera CCTV dan viral di media sosial.

    Setelah ditelusuri, pelaku penganiayaan bernama Fladiniyah Puluhulawa yang berstatus dokter koas.

    Fladiniyah Puluhulawa sempat menjadi dokter koas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pirngadi, Medan.

    Kepala Humas RS Pirngadi Medan, Gibson Girsan, menyatakan pihaknya sudah mengembalikan Fladiniyah Puluhulawa ke kampusnya sejak Juli 2024.

    Selama menjadi dokter koas, Fladiniyah Puluhulawa sering tak akur dengan rekan-rekannya saat bekerja.

    “Sejak bulan Juli kemarin sudah dikembalikan ke kampusnya untuk pembinaan kembali,” bebernya, Kamis (26/12/2024).

    Gibson Girsan tak menjelaskan secara rinci masalah yang dibuat Fladiniyah Puluhulawa selama bekerja di sana.

    “Karena kemarin kurang harmonis dengan teman-teman lainnya,” tukasnya.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, menyatakan pelapor bernama Fitra Samosir (26) telah dimintai keterangan terkait kasus penganiayaan yang dialaminya.

    Baca selengkapnya.

    Ilustrasi PSK. (Tribun Bali)

    Seorang pria berinisial DS diringkus jajaran Satreskrim Polres Cianjur, Jawa Barat atas kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    Kasus TPPO ini terbongkar setelah korban berinsial DR meninggal dunia diduga overdosis setelah dijual ke warga negara asing (WNA) asal Arab Saudi.

    AKP Tono Listianto, Kasat Reskrim Polres Cianjur menuturkan bahwa mulanya pihak kepolisian mendapatkan laporan dari orang tua korban.

    Orang tua korban tersebut melapor bahwa anaknya telah menjadi korban TPPO.

    “Berdasarkan laporan orang tua korban, anaknya menjadi korban perdagangan orang,”

    “Korban diduga dijajakan oleh pelaku berinisial DS kepada warga negara asing dengan modus menawarkan jasa pekerja seks komersial,” ucapnya pada wartawan, Kamis (26/12/2024).

    Kasus TPPO ini bermula pada Jumat (13/12/2024) lalu saat pelaku DS menjemput gadis berinisial DR menggunakan mobil.

    DR lalu dibawa ke sebuah villa di kawasan Bogor, Jawa Barat untuk dijajakan sebagai PSK.

    “Ketika di Villa, korban kemudian dijajakan kepada WNA Timur Tengah sebagai PSK, dengan tarif sebesar Rp700 ribu hingga Rp1 juta per satu kali kencan,”

    “Akhirnya korban harus melayani WNA asal Arab Saudi selama dua hari,” kata AKP Tono, dikutip dari TribunJabar.id.

    Baca selengkapnya.

    (Kiri) dokter Aulia Risma Lestari dan (Kanan) Kaprodi Anestesi FK Undip Taufik Eko Nugroho yang menjadi tersangka kasus pemerasan. (Kolase Tribunnews.com)

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio mengungkap ada perputaran uang sebesar Rp 2 miliar per semester dalam pusaran kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Semarang.

    Diketahui, kasus pemerasan di lingkungan PPDS Undip tersebut terungkap setelah meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip.

    “Iya, ada perputaran uang per semester sekitar Rp2 miliar,” kata Kombes Dwi Subagio di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

    Besaran uang tersebut berdasarkan data yang tertulis yang menjadi barang bukti dalam kasus tersebut.

    Adapun barang bukti yang berhasil disita sebesar Rp 97 juta.

    “Uang itu sebagai dana operasional yang dipungut di luar ketentuan,” katanya.

    Selain mengungkap fakta baru tersebut, Polda Jateng telah mencegah tiga tersangka bepergian ke luar negeri untuk memudahkan proses penyidikan yang dilakukan polisi.

    “Kami sudah melakukan pencekalan, dilarang ke luar negeri. Permohonan pencekalan sudah kami kirimkan (ke Imigrasi),” kata Kombes Dwi Subagio.

    Polda Jawa Tengah mencegah tiga tersangka kasus pemerasan dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tiga tersangka dicegah bepergian ke luar negeri untuk memudahkan proses penyidikan yang dilakukan polisi.

    Baca selengkapnya.

    Ilustrasi tewas. (ThinkStock via Kompas)

    Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung berinisial AM (21) ditemukan tewas dengan kondisi telungkup di Gedung Gymnasium, Kamis (26/12/2024).

    Jasad AM ditemukan pertama kali oleh mahasiswa lainnya pada pukul 15.00 WIB.

    Kasat Reskrim Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rachman, sedang mendalami peristiwa mahasiswi tewas di UPI.

    “Itu betul ditemukan adanya mahasiswi UPI ditemukan meninggal.” 

    “Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang dilakukan Unit Inafis Polrestabes Bandung, ada beberapa luka yang ditemukan pada mahasiswi tersebut,” tuturnya, dilansir Tribun Jabar, Kamis.

    Abdul Rachman mengatakan, tak ada luka di kepala korban, tetapi hidung banyak mengeluarkan darah dan patah kaki sebelah kanan.

    Namun, untuk pastinya masih menunggu hasil pemeriksaan tim kedokteran dari rumah sakit.

    “Sudah ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan, salah satu yang dimintai keterangan merupakan orang yang pertama kali melihat mahasiswi tersebut,” terangnya.

    Baca selengkapnya.

    (Tribunnews.com)

  • 7 Polisi Diduga Aniaya Warga Deli Serdang hingga Tewas, Kini Ditahan di Patsus
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        27 Desember 2024

    7 Polisi Diduga Aniaya Warga Deli Serdang hingga Tewas, Kini Ditahan di Patsus Medan 27 Desember 2024

    7 Polisi Diduga Aniaya Warga Deli Serdang hingga Tewas, Kini Ditahan di Patsus
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com –
    Kapolrestabes
    Medan
    , Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan tujuh anggotanya diduga menganiaya Budianto Sitepu (42), warga Kabupaten Deli Serdang, hingga tewas pada Rabu (25/12/2024).
    Mereka kini ditahan di tempat khusus (patsus) untuk proses pemeriksaan.
    “Terhadap tujuh personel tersebut kita lakukan penempatan khusus atau patsus. Patsus merupakan proses luar biasa dalam tahap penyidikan atau pemeriksaan internal terhadap kasus kode etik,” ujar Gidion di Mapolrestabes Medan, Jumat (27/12/2024).
    Salah satu oknum polisi yang diperiksa berinisial Ipda ID, Panit Resmob Satreskrim Polrestabes Medan.
    Enam lainnya berasal dari Unit Resmob dan Unit Pidum Polrestabes Medan. Identitas mereka belum dirinci lebih lanjut.
    Menurut Gidion, penyelidikan menunjukkan korban sempat mengalami penganiayaan sebelum tewas.
    Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Polda Sumut. Selain sidang etik, ketujuh polisi tersebut juga akan menghadapi proses pidana.
    “Pengacara keluarga Budianto Sitepu melapor ke Polda Sumut tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian. Keluarga juga melaporkan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota polisi,” ujarnya.
    “Proses selanjutnya dilakukan oleh Polda Sumut, khususnya Propam Polda Sumut,” tambah Gidion.
    Sebelumnya, Budianto ditemukan tewas dengan tubuh penuh luka lebam setelah ditangkap di Gang Horas, Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.
    Istri korban, Dumaria Simangunsong, menceritakan suaminya dan teman-temannya minum minuman keras sambil memutar musik keras pada Selasa (24/12/2024) pukul 23.00 WIB. Keributan dengan warga sekitar terjadi, hingga polisi mengamankan mereka.
    “Jam 01.00 WIB saya dapat kabar suami saya ditangkap,” ujar Dumaria di RS Bhayangkara Medan, Kamis (26/12/2024).
    Rabu (25/12/2024), Dumaria datang ke Polrestabes Medan untuk menjenguk suaminya. Ia tidak diizinkan bertemu dan hanya diperbolehkan menitipkan makanan.
    Keesokan harinya, ia mendapat kabar suaminya sudah berada di RS Bhayangkara. Di rumah sakit, ia mendapati suaminya telah meninggal dengan tubuh penuh luka lebam.
    “Wajahnya lebam, badannya biru-biru, dadanya juga,” ungkap Dumaria. Ia meminta agar kasus ini diusut tuntas.
    “Harapan saya, seadil-adilnya. Suami saya pas dibawa baik-baik saja. Tapi kenapa pas meninggal kondisinya lebam-lebam, biru-biru,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7 Oknum Polisi di Medan Diduga Aniaya Tahanan hingga Tewas, Korban Ditangkap saat Mabuk – Halaman all

    7 Oknum Polisi di Medan Diduga Aniaya Tahanan hingga Tewas, Korban Ditangkap saat Mabuk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Budianto Sitepu (42), warga Deliserdang, Sumatra Utara, tewas diduga dianiaya oknum polisi.

    Kasus penganiayaan terjadi saat korban mabuk di depan warung tuak pada Selasa (24/12/2024) malam.

    Korban dan dua temannya, D dan G, diamankan di tahanan Polrestabes Medan.

    Diduga korban kembali mendapat penganiayaan di dalam tahanan sehingga dinyatakan tewas di Rumah Sakit Bhayangkara, Medan, Kamis (26/12/2024). 

    Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arief Setyawan, mengatakan keluarga korban telah membuat laporan atas kematian Budianto Sitepu.

    Dugaan penganiayaan dilakukan Kanit Resmob Satreskrim Polrestabes Medan, Ipda Imanuel Dachi, dan enam anggotanya.

    Kini, tujuh oknum polisi tersebut telah dipatsus dan akan menjalani pemeriksaan pidana serta kode etik.

    “Kami sudah melakukan pemeriksaan anggota secara internal, personel yang melakukan penangkapan pada saat itu, untuk melakukan upaya paksa pada saat itu,”

    “Yaitu enam orang personel yang kita sampaikan di awal. Ini tujuh personel yang kami lakukan pendalaman pemeriksaan secara internal,” paparnya, Jumat (27/12/2024), dikutip dari TribunMedan.com.

    Proses pidana dan kode etik kasus ini telah diserahkan ke Polda Sumut.

    “Keluarga juga sudah membuat LP tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota di Polda Sumut, karena itu proses selanjutnya dilakukan oleh Polda Sumut,” sambungnya.

    Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menjelaskan korban dibawa ke rumah sakit pada Rabu (25/12/2024) sekitar pukul 15.05 WIB. 

    “Setelah sebelumnya mendapatkan perawatan, dibawa di rumah sakit itu pada hari Rabu pukul 15.05 WIB dan saya sudah lihat CCTV nya yang bersangkutan mengalami luka-luka di dalam ruang penitipan sementara,” tuturnya.

    Sementara itu, teman korban berinisial D yang sempat ditahan menceritakan awal mula cekcok antara korban dengan oknum polisi.

    D menerangkan Ipda Imanuel Dachi bersama dengan sejumlah personelnya mendatangi korban yang sedang mabuk.

    Sempat terjadi adu mulut yang berujung penganiayaan.

    “Lalu saya dimasukkan ke dalam mobil, dan juga dipukuli. Di TKP sudah dipukuli,” bebernya.

    Setiba di Polrestabes Medan, kondisi korban sudah babak belur dianiaya petugas kepolisian.

    Dua hari kemudian, korban dilarikan ke RS Bhayangkara Medan karena pingsan.

    D kaget mendapat kabar Budianto tewas saat menjalani perawatan.

    Petugas kepolisian membebaskan D dan G meski penahanan dilakukan tanpa barang bukti.

    “Ada kami tanda tangan (surat) cuma nggak dikasih baca isinya, katanya perintah Kanit. Cuma ada mewakili keluarga, Kadus ini juga nggak dibacanya isi suratnya,” jelasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunMedan.com dengan judul Korban Penganiayaan Personel Polrestabes Medan Sebut Dipaksa Tandatangan Surat yang Tak Tahu Isinya

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunMedan.com/Alfiansyah)

  • 7 Oknum Polisi di Medan Diduga Aniaya Tahanan hingga Tewas, Korban Ditangkap saat Mabuk – Halaman all

    Penyebab Budianto Tahanan yang Tewas di Medan Ditangkap, 6 Polisi Diperiksa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Budianto Sitepu, tahanan Polrestabes Medan, Sumatra Utara meninggal dunia setelah ditangkap karena melakukan pengancaman dan kekerasan terhadap anggota kepolisian.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengonfirmasi Budianto meninggal di rumah sakit, bukan di dalam sel tahanan.

    Gidion menjelaskan Budianto ditangkap pada Rabu (25/12/2024) bersama dua rekannya, D dan G, saat mereka berada dalam keadaan mabuk di sebuah warung tuak di Desa Semayang, Kabupaten Deli Serdang.

    Penangkapan ini berawal ketika seorang personel Polrestabes berinisial ID mendatangi lokasi karena suara musik yang mengganggu.

    “Pengancaman kemudian dengan kekerasan. Yang bersangkutan mabuk dan kita pada waktu itu anggota saya ini ada di depan rumah mertuanya.”

    “Kebetulan di depan ada kedai tuak. Ya memang dalam kondisi mabuk dan musiknya kencang mengganggu tetangganya.”

    “Kebetulan tetangganya sepuh, dan pada saat itu momen malam natal, maka situasi dan dinamika pada malam itu mungkin kita gak merasakan,” kata Gideon.

    Budianto dan rekannya tidak senang ditegur, yang kemudian berujung pada cekcok dan pengancaman terhadap anggota polisi.

    “Karena tadi ditegur dan kemudian dia tidak senang, kemudian anggota menyampaikan tegurannya. Pak BS ini mengancam memanggil teman-temannya,” ujar Gidion.

    Budianto dibawa ke rumah sakit pada Rabu sekitar pukul 15.05 WIB setelah mengalami luka-luka.

    Saat ini, Polrestabes Medan sedang memeriksa enam personel kepolisian yang terlibat dalam penangkapan Budianto.

    Gidion menyatakan penyelidikan terkait dugaan kekerasan di dalam sel tahanan masih berlangsung.

    “Enam orang sudah diperiksa, dan masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut atas kasus ini,” tutup Gidion.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).