Tag: Gidion Arif Setyawan

  • Kasus Guru Hukum Murid SD Duduk di Lantai Karena Tunggak SPP, Ibu Korban Minta Uang Damai Rp 15 Juta – Halaman all

    Kasus Guru Hukum Murid SD Duduk di Lantai Karena Tunggak SPP, Ibu Korban Minta Uang Damai Rp 15 Juta – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Polisi menggelar mediasi kasus murid SD berinisial MI (10) dihukum duduk di lantai karena menunggak membayar uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

    Mediasi ini berlangsung di Polrestabes Medan pada Selasa (11/2/2025), dengan melibatkan Kamelia (38), ibu korban, serta Hartati, guru yang dilaporkan dalam kasus ini.

    Mediasi tersebut buntu karena oknum guru tersebut menolak membayar biaya perdamaian sebesar Rp15 juta yang diajukan ibu korban.

    Sehingga kasus tersebut akan tetap berjalan di Polrestabes Medan. 

    Alasan ibu korban minta uang perdamaian

    Kamelia meminta uang sebesar itu bukan tanpa alasan.

    Menurutnya ada biaya yang ia keluarkan setelah kasus itu viral.

     “Kayak saya kan jujur, biaya membawa anak ke psikolog dan lainnya kan mengeluarkan biaya. Saya minta ganti rugi itu aja. Totalnya sekitar Rp15 juta. Tapi beliau keberatan,”  kata Kamelia saat diwawancarai di depan Polrestabes Medan.

    Kamelia menyatakan bahwa laporan yang dia ajukan akan tetap diproses di Polrestabes Medan.

    Dia ia berharap kasus ini dapat diselesaikan secara adil.

    Oleh karena itu, ke depan laporannya akan tetap diproses lanjut di Polrestabes Medan.

    Guru tidak sanggup

    Melalui kuasa hukumnya Israk Mitrawany, Hartati mengaku tidak sanggung membayar uang perdamaian tersebut.

    “Alasannya, kami tidak memenuhi permintaan mereka. Ada lah sejumlah, yang tak perlu disebutkan, jauh dari kemampuan klien kami,” ujar Israk.

    Israk menegaskan bahwa pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum sesuai dengan ketetapan aturan yang berlaku.

    Sebelumnya, Kamelia melaporkan Hartati ke Polrestabes Medan pada Selasa (14/1/2025), dengan laporan nomor: LP/B/132/I/2025/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut.

    “Laporannya terkait dugaan kekerasan terhadap anak. Terlapor guru yang menghukum korban duduk di lantai,” kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan

    Dalam laporannya, Kamelia menjelaskan bahwa ia mendapati anaknya, MI, merasa malu pergi ke sekolah pada Rabu (8/1/2025) pagi.

    MI dihukum Hartati duduk di lantai saat proses belajar karena belum mengambil rapor dan membayar SPP sejak Senin (6/1/2025).

    Sekitar pukul 10.00 WIB, Kamelia datang ke sekolah anaknya, yang merupakan sekolah milik Yayasan Abdi Sukma di Kota Medan, untuk memeriksa kebenaran cerita anaknya.

    Setibanya di lokasi, Kamelia melihat MA memang duduk di lantai ruang kelas 4 SD saat jam pelajaran.

    Ia mengaku sempat mempertanyakan hal tersebut kepada Hartati, yang menjelaskan bahwa siswa yang tidak membayar SPP dan belum menerima rapor tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran.

    Kronologis

    Diketahui MI dihukum duduk di lantai keramik di depan teman-temannya sejak tanggal 6 hingga 8 Januari, dari pagi hingga jam belajar selesai.

    Video kejadian tersebut pun menjadi viral di media sosial.

    Kamelia merasa bersalah dan kecewa, karena anaknya seharusnya tidak dihukum, melainkan dirinya sebagai orang tua yang tidak dapat membayar uang sekolah.

    “Kalau mau menghukum, jangan dia. Saya saja, dia kan cuma mau belajar. Anak saya jalan dari rumah ke sekolah Abdi Sukma,” tambah Kamelia, yang bekerja sebagai relawan di Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP).

    Masalah pembayaran SPP MI terjadi karena dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang belum cair.

    Kamelia mengatakan, selama ini, uang sekolah anak saya dibayar dengan dana BOS dan KIP.

    “Kalau dana KIP Rp 450 ribu cair, itu langsung saya pakai untuk biaya sekolah,” kata dia. 

    Sebelum insiden ini, Kamelia sempat meminta dispensasi kepada wali kelas agar MI dapat mengikuti ujian semester meskipun belum membayar SPP.

    Namun, saat pembagian rapor, anaknya tidak diperbolehkan mengambil rapor tersebut.

    Kamelia juga menerima pengumuman melalui grup WhatsApp sekolah yang mengingatkan orang tua untuk melunasi tunggakan sebelum anak-anak boleh kembali belajar.

    Pada 6 Januari, saat hari pertama sekolah setelah libur, MI langsung didudukkan di lantai. Namun, Kamelia tidak mendapat informasi lengkap hingga keesokan harinya, ketika pengumuman serupa lagi disampaikan.

    Kamelia pun berencana untuk membayar tunggakan tersebut dengan menjual atau menggadaikan ponselnya.

    Namun, ketika MI mengadu bahwa ia dihukum duduk di lantai, Kamelia merasa tidak percaya hingga akhirnya melihat sendiri kondisi putranya di sekolah. (Tribun Medan/Kompas.com)

     

  • Dulu Viral Protes Anak Dihukum di Lantai, Kini Ibu Siswa SD Minta Rp 15 Juta ke Guru: Saya Jujur

    Dulu Viral Protes Anak Dihukum di Lantai, Kini Ibu Siswa SD Minta Rp 15 Juta ke Guru: Saya Jujur

    TRIBUNJATIM.COM – Dulunya viral protes anak dihukum duduk dan belajar di lantai, siswa SD yang dihukum oleh gurunya itu kasusnya belum mencapai akhir.

    Polisi menggelar mediasi terkait kasus siswa SD di Kota Medan, inisial MA, yang dihukum untuk belajar di lantai karena menunggak SPP.

    Mediasi berlangsung di Polrestabes Medan pada Selasa (11/2/2025) dan melibatkan Kamelia, ibu kandung MA, serta Hartati, guru yang dilaporkan.

    Proses mediasi antara kedua belah pihak tidak menemukan kesepakatan.

    “Ya (pertemuan hari ini) untuk berdamai, kan ada kesepakatan, tetapi mereka tidak menyetujuinya,” kata Kamelia saat diwawancarai di depan Polrestabes Medan, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Senin (11/2/2025).

    “Kayak saya kan jujur, biaya membawa anak ke psikolog dan lainnya kan mengeluarkan biaya. Saya minta ganti rugi itu aja. Totalnya sekitar Rp 15 juta. Tapi beliau keberatan,” tambahnya.

    Kamelia menyatakan bahwa laporan yang dia ajukan akan tetap diproses di Polrestabes Medan, dan ia berharap kasus ini dapat diselesaikan secara adil.

    Oleh karena itu, ke depan laporannya akan tetap diproses lanjut di Polrestabes Medan.

    Dia berharap, kasus ini dapat diselesaikan secara adil.

    Di sisi lain, Israk Mitrawany, kuasa hukum Hartati, mengungkapkan bahwa proses mediasi tersebut berakhir tanpa hasil.

    “Alasannya, kami tidak memenuhi permintaan mereka. Ada lah sejumlah, yang tak perlu disebutkan, jauh dari kemampuan klien kami,” ujarnya.

    Israk menegaskan bahwa pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum sesuai dengan ketetapan aturan yang berlaku.

    Sebelumnya, Kamelia melaporkan Hartati ke Polrestabes Medan pada Selasa (14/1/2025), dengan laporan nomor:

    LP/B/132/I/2025/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut.

    Kamelia saat diwawancarai di Polrestabes Medan pada Selasa (11/2/2025). Kamelia adalah ibu dari anak SD yang dihukum guru duduk di lantai, inisial MA. (KOMPAS.com/GOKLAS WISELY)

    “Laporannya terkait dugaan kekerasan terhadap anak. Terlapor guru yang menghukum korban duduk di lantai,” kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan kepada Kompas.com melalui saluran telepon pada Rabu (15/1/2025).

    Dalam laporannya, Kamelia menjelaskan bahwa ia mendapati anaknya, MA, merasa malu untuk pergi ke sekolah pada Rabu (8/1/2025) pagi.

    MA dihukum oleh Hartati untuk duduk di lantai saat proses belajar karena belum mengambil rapor dan membayar SPP sejak Senin (6/1/2025).

    Sekitar pukul 10.00 WIB, Kamelia datang ke sekolah anaknya, yang merupakan sekolah milik Yayasan Abdi Sukma di Kota Medan, untuk memeriksa kebenaran cerita anaknya.

    Setibanya di lokasi, Kamelia melihat MA memang duduk di lantai ruang kelas 4 SD saat jam pelajaran.

    Ia mengaku sempat mempertanyakan hal tersebut kepada Hartati, yang menjelaskan bahwa siswa yang tidak membayar SPP dan belum menerima rapor tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran.

    Kasus siswa SD dihukum belajar di lantai itu sebelumnya sangat viral.

    Adapun siswa SD tersebut diminta oleh bu guru untuk duduk di lantai dan belajar di lantai lantaran tak bisa membayar SPP.

    Sebelumnya, insiden hukuman duduk di lantai yang diterima oleh MI, siswa yang menjadi korban, mendapat perhatian besar dari berbagai pihak.

    Oknum guru yang memberikan hukuman tersebut, Haryati, dijatuhi sanksi skorsing, yang menandakan bahwa pihak sekolah serius menanggapi masalah tersebut.

    Meski mendapatkan kecaman publik dan pemberian skorsing, ia berpegang teguh bahwa apa yang dilakukan terhadap MI tidak salah.

    Bahkan, ia begitu yakin dengan tindakannya dan mengutarakannya saat bertemu dengan Komisi II DPRD Kota Medan. 

    “Tujuan saya, tidak ada niat menzalimi anak,” ujarnya seperti dikutip dari tayangan MetroTV yang tayang pada Senin (13/1/2025) .

    Guru bernama Haryati menghukum muridnya berinisial MI dengan duduk di lantai sekolah di Kota Medan. (Tribun Jakarta)

    Haryati sudah menimbang-nimbang hukuman yang diberikan kepada MI ketika tetap masuk kelas meski uang SPP menunggak tiga bulan. 

    Ia sempat berpikir bahwa tidak mungkin menghukum MI dengan menyuruhnya pulang lantaran dia masih kecil. 

    “Dia masih kecil, perjalanan ke rumahnya pun jauh. Saya berpikir nanti kecelakaan, saya yang disalahkan, sekolah juga yang disalahkan,” jelasnya. 

    Haryati juga tidak menghukum MI dengan berdiri di kelas karena khawatir dengan kondisi fisiknya. 

    “(Kalau) Kemudian saya berdirikan, nanti akhirnya anak itu pingsan jatuh, saya juga yang disalahkan,” katanya. 

    Haryati, guru SD di Medan yang menghukum siswanya belajar di lantai, kini dilaporkan wali murid ke polisi. (Istimewa)

    Ia akhirnya memilih menghukum MI dengan menyuruhnya belajar di lantai selama Haryati mengajar. 

    “Dia kan nyaman duduk di bawah sambil mendengarkan saya mengajar,” katanya. 

    Haryati mengaku selain MI, ada dua siswa lainnya yang dihukum karena belum membayar SPP. 

    Dua siswa akhirnya tidak masuk sekolah sementara MI tetap bersekolah tetapi dihukum belajar di lantai. 

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • 3 Anggota Polisi Dipecat Imbas Aniaya Budianto Sitepu hingga Tewas, 4 Lainnya Kena Demosi 6 Tahun – Halaman all

    3 Anggota Polisi Dipecat Imbas Aniaya Budianto Sitepu hingga Tewas, 4 Lainnya Kena Demosi 6 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak tujuh personel Satreskrim Polrestabes Medan terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), hingga tewas.

    Terkini, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut sudah melakukan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Ipda Imanuel Dachi dan enam personel Polrestabes Medan.

    Hasilnya, tiga anggota kepolisian mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

    Mereka adalah Ipda Imanuel Dachi, Brigpol FY, dan Briptu DA.

    Menurut Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Bambang Tertianto, sanksi pemecatan ini diambil berdasarkan fakta dan keterangan yang diperoleh pihaknya saat mengusut kasus ini.

    Dari tujuh anggota kepolisian, hanya tiga aparat yang menganiaya korban hingga mengakibatkan korban tewas.

    “Kita memberikan sanksi sesuai fakta dan keterangan masing-masing.”

    “Dari 7 personel Polisi itu tidak semua diputuskan dipecat, hanya 3 termasuk Ipda ID,” kata Bambang, Selasa (4/2/2025), dilansir Tribun Medan.

    Sementara itu, sambung Bambang, empat personel lain ikut diberikan sanksi, yakni demosi berupa penundaan kenaikan pangkat selama enam tahun.

    Keempatnya turut hadir, tetapi sebagian tidak ikut menganiaya korban dan ada yang memukul ringan.

    “4 personel lainnya demosi 6 tahun. Dua orang ada yang tidak memukul sama sekali.”

    Sebelumnya, Budianto Sitepu tewas setelah diduga dianiaya Panit Resmob Polrestabes Medan, Ipda Imanuel Dachi, bersama anggotanya.

    Peristiwa tersebut, terjadi di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deliserdang, Selasa (24/12/2024) malam.

    Setelah dianiaya, korban dan dua rekannya yang juga mengalami penganiayaan dibawa ke Polrestabes Medan dan dijebloskan ke penjara.

    Beberapa jam ditahan, korban yang ketika itu dalam keadaan babak belur sempat mengalami muntah-muntah dan dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

    Dua hari di rumah sakit, anggota Pemuda Pancasila itu meninggal dunia pada Kamis (26/12/2024).

    Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, sempat mengungkapkan penyebab kematian korban berdasarkan hasil pemeriksaan medis.

    “Hasil autopsinya ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala, lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata,” kata Gidion, Senin (30/12/2024).

    Ia menyebut, hasil luka yang didapatkan Budianto Sitepu karena mengalami kekerasan benda tumpul.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: Buntut Tewasnya Budianto Sitepu, 3 Personel Polisi Dipecat, 4 Lagi Demosi Selama 6 Tahun.

    (Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Fredy Santoso)

  • 3 Anggota Polisi Dipecat Imbas Aniaya Budianto Sitepu hingga Tewas, 4 Lainnya Kena Demosi 6 Tahun – Halaman all

    Nasib 7 Anggota Polisi yang Aniaya Budianto Sitepu hingga Tewas, Jadi Tukang Sapu dan Jaga Pos – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak tujuh personel Satreskrim Polrestabes Medan terlibat kasus penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42), warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), hingga tewas.

    Kini ketujuh personel tersebut tak lagi dikurung atau penempatan khusus (patsus) Propam Polda Sumut.

    Ipda Imanuel Dachi dan enam anggota lainnya sudah menghirup udara segar dan berdinas di Pelayanan Markas (Yanma) Polda Sumut.

    Ketujuh personel itu diserahkan dari Propam Polda Sumut ke Yanma sejak Selasa (21/1/2025).

    Kayanma Polda Sumut, AKBP Reza Fahlevi berujar, enam dari tujuh personel diberikan tugas baru sebagai tukang bersih-bersih halaman Polda Sumut.

    Setiap hari mereka bangun pagi, membawa sapu, serta perkakas kebersihan lain dan mulai membersihkan halaman sekitar pukul 06.00 WIB.

    “Kalau pagi kegiatannya nyapu halaman Polda Sumut. Jadi jam 6 pagi bawa sapu, dan alat bersih-bersih,” ucap Reza Fahlevi, Rabu (22/1/2025), dilansir Tribun Medan.

    Sementara itu, sambung Reza, Ipda Imanuel Dachi diberikan tugas berbeda.

    Ia ditugaskan untuk menjaga pos di Polda Sumut, bukan bersih-bersih seperti enam mantan anggotanya.

    “Kalau itu (Ipda Imanuel Dachi) kita kenakan piket, jaga pos di Polda. Mereka ini ke Yanma, kalau nggak salah mulai kemarin diserahkan,” terangnya.

    Kematian Budianto Sitepu

    Sebelumnya, Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan kronologi kasus ini.

    Gidion menuturkan, kasus ini berawal dari anggotanya yang melakukan tangkap tangan terhadap Budianto Sitepu di Jalan Horas, Kecamatan Sunggal, Deliserdang, Selasa (24/12/2024) malam.

    Namun, ia tak menjelaskan secara detail kasus yang dilakukan korban sehingga anggota polisi melakukan penangkapan. 

    “Dalam proses penangkapan, kami menduga kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan.”

    “Awalnya sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, mereka ada minum-minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari anggota saya (Ipda Imanuel Dachi),” ujarnya, Jumat (27/12/2024).

    Gidion menyatakan, saat itu Ipda Imanuel Dachi mendatangi korban yang sedang berada di warung tuak. Ia lantas menangkap Budianto Sitepu dan dua orang lainnya.

    “Minum-minum sampai dengan larut menjadi persoalan. Anggota saya, Ipda ID melaporkan ke anggota lain tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam natal semua anggota di luar,” ucap Gidion.

    “Ada tim-tim yang memang menyebar, timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C, saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi Ipda ID.”

    “Sehingga peristiwa itu terjadi, saudara BS bersama rekannya, ini proses yang harus kita klarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara anggota saya dengan BS,” terangnya.

    Tak Kantongi Surat Perintah

    Kombes Pol Gidion Arif Setyawan juga mengatakan, Ipda Imanuel Dachi dan personelnya menangkap Budianto Sitepu tanpa mengantongi surat apa pun dan tidak ada dasar laporan polisi.

    “Karena ini adalah dugaan awal proses tangkap tangan, memang waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya, pada saat melakukan upaya paksa karena dasarnya adalah tertangkap tangan,” kata Gidion, Jumat.

    Ia juga mengungkapkan hasil pemeriksaan medis terhadap jenazah korban yang sempat ditahan di Polrestabes Medan dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. 

    Dua hari di rumah sakit, korban yang merupakan anggota Pemuda Pancasila itu meninggal dunia, Kamis (26/12/2024).

    “Lalu hasil autopsinya, ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala. Lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata, ini kemudian dalam visum tersebut terbukti mengalami kekerasan benda tumpul, ini kami dalami,” bebernya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul: 7 Polisi yang Aniaya Budianto Sitepu Hingga Tewas, Kini Jadi Tukang Sapu dan Jaga Pos di Polda Sumut.

    (Tribunnews.com/Deni)(Tribun-Medan.com/Fredy Santoso)

  • 7 Mahasiswa Hukum Jadi Tersangka Usai Jarah dan Aniaya Penjaga Warung di Medan
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        20 Januari 2025

    7 Mahasiswa Hukum Jadi Tersangka Usai Jarah dan Aniaya Penjaga Warung di Medan Medan 20 Januari 2025

    7 Mahasiswa Hukum Jadi Tersangka Usai Jarah dan Aniaya Penjaga Warung di Medan
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Sebanyak sembilan pelaku penyerangan dan penjarahan warung di Kota
    Medan
    telah ditangkap polisi dan ditetapkan menjadi tersangka. Dari sembilan orang itu, sebanyak tujuh orang berstatus mahasiswa.
    Kepala Polrestabes Medan Kombes Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, para pelaku bukan geng motor melainkan sekelompok mahasiswa dari Fakultas Hukum di salah satu universitas swasta di Medan.
    “Total pelaku ada 31 orang namun yang kami amankan saat ini ada sembilan orang,” ujar Gidion saat menggelar konferensi pers di Polsek Medan Barat pada Senin (20/1/2025).
    Ia menjelaskan, semhilan orang itu di antaranya ada tujuh mahasiswa dan dua lagi adalah teman satu kosan dari para pelaku. Para pelaku berinisial, FN (25), OS (21), TS (21), SS (20), JS (20), RS (22), PIL (19), FS (18), dan RJT (18).

    Terkait kronologi, sebelum menyerang warung, kelompok mahasiswa Fakultas Hukum ini bertikai dengan mahasiswa Fakultas Teknik.
    Adapun, para pelaku mulanya menyasar orang yang sedang belanja di warung karena dikira dari kelompok musuh.
    Namun, ujungnya para pelaku salah target dan justru menganiaya dua penjaga warung.
    Kini, para pelaku telah ditahan di Polsek Medan Barat dan disangkakan Pasal 365 ayat 2 Sub Pasal 170 KUHPidana dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
    “Sementara pelaku lainnya masih diburu,” tutup Gidion.
    Perlu diketahui, aksi penyerangan terhadap penjaga warung di Jalan Karya, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan itu terjadi pada Kamis (16/1/2025) pada pukul 23.30 WIB.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rumah di Asrama TNI Medan Digerebek Terkait Narkoba, 11 Orang Ditangkap
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        18 Januari 2025

    Rumah di Asrama TNI Medan Digerebek Terkait Narkoba, 11 Orang Ditangkap Medan 18 Januari 2025

    Rumah di Asrama TNI Medan Digerebek Terkait Narkoba, 11 Orang Ditangkap
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com

    Pomdam I Bukit Barisan
    menggerebek rumah yang dijadikan tempat peredaran narkoba di kawasan Asrama TNI Glugur Hong di Jalan Pelita V, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan.
    Penggerebekan itu dilakukan pada Jumat (17/1/2025) sore.
    Hasilnya, ada 11 orang yang ditangkap dan diserahkan ke Satnarkoba Polrestabes Medan untuk diproses hukum lebih lanjut.
    Kepala Polrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, dari 11 orang itu, ada 9 orang direkomendasikan untuk rehabilitasi karena berperan sebagai pencandu narkoba jenis sabu.
     
    “Sedangkan 2 orang lagi, ML dan RS, sebagai pemilik dan penjual (sabu),” kata Gidion saat diwawancarai di Polrestabes Medan pada Sabtu (18/1/2025).
    “ML ini residivis kasus narkoba juga dan sudah pernah dipenjara tahun 2019 sampai 2023,” sambungnya.
    Gidion pun menerangkan, kedua pelaku ini menjual sabu di dalam satu rumah.
    Lalu, pemakai datang membeli dan memakai sabu di rumah tersebut.
    “Ya satu rumah itu tempat transaksi. Itu rumah dari saudara ML. Jadi ML ini cucu dari pemilik rumah,” sebut Gidion.
    Ia menyampaikan, barang bukti yang diamankan ada 18 klip plastik berbagai ukuran berisi sabu dengan berat bersih 20,28 gram.
    Selain itu, ada uang Rp 2 jutaan serta timbangan digital dua unit serta peralatan untuk nyabu. “Kami sudah melakukan penyelidikan, sehingga ML dan RS ditahan untuk didalami lebih lanjut jaringannya,” tutup Gidion.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nasib Guru Haryati Kini Dilaporkan ke Polisi, Orang Tua Siswa SD Tak Mau Damai, Pihak Yayasan Pasrah

    Nasib Guru Haryati Kini Dilaporkan ke Polisi, Orang Tua Siswa SD Tak Mau Damai, Pihak Yayasan Pasrah

    TRIBUNJATIM.COM – Wali murid kini tegas melaporkan guru Haryati ke polisi atas dugaan kekerasan terhadap anak.

    Guru SD Abdi Sukma Kota Medan tersebut kini harus menghadapi permasalahan hukum.

    Ia dilaporkan buntut menghuku siswanya duduk di lantai lantaran menunggak uang SPP.

     

    Pihak Yayasan SD Abdi Sukma sendiri hanya bisa pasrah dan tak bisa mencegah tindakan pelaporan tersebut.

    “Hak dia (orang tua siswa melaporkan) dan saya tidak akan menanggapinya,” kata Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, dilansir dari Tribunnews.com, Jumat (17/1/2025).

    “Biarlah waktu yang menjawab (kebenaran persoalan ini),” ujarnya.

    Diketahui, siswa berinisial MI (10) dihukum duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP selama tiga bulan.

    Ahmad Parlindungan mengaku tidak ingin mencampuri permasalahan hukum antara wali murid dengan guru meski mediasi sudah dilakukan.

    Pihaknya lebih fokus mengembalikan semangat para guru yang mendapat tekanan setelah video siswa dihukum viral.

    “Terkait dengan persoalan itu, biarlah waktu yang menjawabnya,” ungkapnya.

    “Saya hanya lebih fokus untuk mengembalikan semangat guru-guru. Sejak video itu viral, mereka mendapat teror bahasa di media sosial,” lanjutnya.

    Haryati guru SD Abdi Sukma Kota Medan kini dilaporkan wali murid imbas beri sanksi duduk di lantai gegara nunggak SPP (Tribun Medan)

    Ia menerangkan, sekolah yang berdiri sejak tahun 1963 ini sudah banyak membantu masyarakat kurang mampu.

    Para guru, termasuk Haryati yang kini dilaporkan, mendapat gaji rendah selama mengajar.

    Ahmad menyatakan, tindakan Haryati salah karena membuat hukuman yang tak sesuai dengan kebijakan sekolah.

    “Ini sekolah amal untuk kepentingan sosial. Uang sekolah saja enam bulan gratis, gaji guru hanya Rp380 ribu sampai Rp600 ribu.”

    “Tiba-tiba kondisi seperti ini terjadi, apa lagi mau saya bilang. Biarkan waktu yang menjawab,” katanya pasrah.

     

    Sebelumnya ia mengatakan, hukuman duduk di lantai merupakan inisiatif dari wali kelas bernama Haryati.

    Kini Haryati mendapat hukuman larangan mengajar untuk sementara waktu.

    “Kami yayasan akan memberikan pembebasan tidak mengajar atau skorsing sampai waktu yang ditentukan kemudian,” ungkap Ahmad.

    Menurutnya, pihak yayasan dan sekolah tak pernah membuat aturan tersebut.

    “Semua siswa yang ada, mau bayar atau tidak harus ikut belajar mengajar,” jelasnya.

    “Kami sangat kecewa dengan kondisi ini yang menjadi viral seluruh Indonesia karena tidak ada aturan tertulis,” imbuhnya.

    Ia menjelaskan, adik kandung korban yang duduk di bangku kelas 1 SD, juga belum membayar SPP selama tiga bulan.

    Namun wali kelasnya memperbolehkan mengikuti pelajaran seperti para siswa lain.

    Ahmad menambahkan, Haryati yang berstatus wali kelas tak memiliki masalah pribadi dengan orang tua korban.

    Pihak sekolah sudah meminta maaf ke keluarga korban atas kesalahan ini.

    “Mediasi sudah. Sudah meminta maaf. Anaknya ada dua di sini, yang kelas 4 dan kelas 1 SD.”

    “Nah, yang kelas 1 ini tidak ada masalah. Sama-sama tidak membayar uang sekolah,” jelasnya.

    Kamelia (38) ibu dari siswa SD kelas IV di Medan yang viral disuruh gurunya belajar di lantai, menangis saat diwawancarai di rumahnya, Jumat (10/1/2025). (Kompas.com/Rahmat Utomo)

    Sementara itu Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan menyatakan laporan dengan nomor LP/B/132/I/2025/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut, diterima petugas pada Selasa (14/1/2025).

    “Laporannya terkait dugaan kekerasan terhadap anak. Terlapor guru yang menghukum korban duduk di lantai,” ucapnya, Rabu (15/1/2025).

    Dalam laporan tersebut, Kamelia selaku wali murid MI menjelaskan, korban enggan berangkat sekolah pada Rabu (8/1/2025), karena dua hari sebelumnya dihukum duduk di lantai kelas.

    Kamelia meminta anaknya untuk tetap berangkat sekolah dan anak menghampiri guru yang memberi hukuman.

    Setiba di sekolah, Kamelia melihat langsung anaknya duduk di lantai saat pelajaran berlangsung.

    Kamelia juga menanyakan alasan Haryati menghukum anaknya.

    “Kami masih mendalami laporannya,” tandas Gidion.

     

    Wali Kota Medan, Bobby Nasution, turut memberikan tanggapan terkait viral siswa kelas 4 SD Dihukum duduk di lantai kelas lantaran nunggak bayar SPP.

    Adapun Gubernur Sumatera Utara terpilih ini meminta Dinas Pendidikan untuk ambil tindakan dengan menegur Kepala SD Abdi Sukma.

    “Ini kan masalah kemanusiaan, (jadi kami) memberikan teguran ke sekolahnya, walaupun administrasinya, karena ini sekolah swasta,” ucap Bobby Nasution, Selasa (14/1/2024).

    Bobby Nasution meminta orang tua siswa yang mengalami masalah pembiayaan sekolah untuk menghubungi Pemkot Medan.

    “Bukan kita lepas tangan, tapi memang dari awal (kita) telah mengimbau orang tua atau siswa siswi di SD maupun SMP.”

    “Bagi yang mengalami masalah pembiayaan, dari kami Pemkot Medan memberikan solusi untuk pindah ke sekolah negeri,” tukasnya.

    Menurutnya, pembiayaan siswa di sekolah negeri akan ditanggung Pemkot Medan sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

    “Kami langsung menerima di sekolah negeri, langsung kami terima di sekolah negeri, tanpa ada biaya apa pun,” tegasnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • 3 Begal yang Serang Warga Pulang Kerja di Medan Ditangkap 
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        10 Januari 2025

    3 Begal yang Serang Warga Pulang Kerja di Medan Ditangkap Medan 10 Januari 2025

    3 Begal yang Serang Warga Pulang Kerja di Medan Ditangkap
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Polisi menangkap tiga pria yang membegal warga bernama
    Ismail Pulungan
    di Jalan Brigjen Hamid, Kota Medan, pada Jumat (3/1/2025).
    Kepala Polrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, ketiga pelaku berinisial B (23), GR (18), dan R (18).
    B dan GR ditangkap di Jalan Besar Delitua pada Selasa (7/1/2025), sementara R ditangkap di kos-kosan di Jalan Sei Muara pada Kamis (9/1/2025).
    “Hasil interogasi pelaku, mereka beraksi enam orang. Jadi, ada tiga pelaku lainnya yang diburu,” kata Gidion saat menggelar konferensi pers di Jalan Brigjen Hamid pada Jumat (10/1/2025).
    “Sepeda motor korban berhasil diamankan dan nanti akan dikembalikan,” katanya.
    Dia menyampaikan hasil pemeriksaan menunjukkan komplotan
    begal
    ini sudah beraksi sebanyak lima kali sebelumnya.
    Modusnya adalah dengan menyerang korban menggunakan
    senjata tajam
    .
    Adapun pihaknya masih melakukan pengembangan terkait ke mana saja sepeda motor hasil curian itu dijual.
    Selain itu, mereka juga menyelidiki untuk apa uang hasil curian tersebut digunakan.
    “Jadi, mereka ini sudah sering beraksi. Tentunya kami akan dalami lagi jaringan ini,” tuturnya.
    Sebelumnya diberitakan, Kepala Unit Reskrim Polsek Delitua AKP Maruli Tua Siregar mengatakan, korban dibegal sekitar pukul 02.30 WIB.
    “Saat itu, korban baru pulang kerja dan hendak ke rumahnya. Setibanya di lokasi, dia diserang enam orang yang mengendarai tiga sepeda motor,” kata Maruli kepada Kompas.com melalui saluran telepon pada Selasa (7/1/2025).
    Korban mengaku diancam menggunakan senjata tajam sehingga korban ketakutan dan para pelaku berhasil merampas sepeda motornya.
    Setelah itu, para pelaku melarikan diri. Setelah kejadian itu, korban membuat laporan ke Polsek Delitua. Sampai saat ini, polisi masih menyelidiki kasus tersebut.
    Sejumlah saksi dan kamera CCTV sedang diperiksa untuk mengidentifikasi para pelaku.
    “Korban tak menderita luka apa pun, tetapi motornya dirampas,” ujar Maruli.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Serka Holmes Sempat Nyabu Sebelum Bunuh Mantan Anggota TNI di Medan, 7 Tersangka Masih Buron – Halaman all

    Serka Holmes Sempat Nyabu Sebelum Bunuh Mantan Anggota TNI di Medan, 7 Tersangka Masih Buron – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polrestabes Medan menangkap empat tersangka dalam kasus pembunuhan mantan anggota TNI, Andreas Rurystein Sianipar.

    Korban ditemukan tewas setelah dianiaya pada 8 Desember 2024, dan jasadnya baru ditemukan pada 21 Desember 2024.

    Keempat tersangka yang ditangkap adalah CJS (23), MFIH (21), FA (37), dan F (45).

    Sementara itu, tujuh tersangka lainnya masih buron, yakni F, R, RSH, E, NIJ, C, dan FS.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, mengungkapkan bahwa otak dari kasus ini adalah Serka Holmes Sitompul, seorang anggota TNI aktif.

    Menurutnya, Holmes memerintahkan orang untuk membunuh korban karena masalah sewa mobil.

    Kombes Gidion menjelaskan bahwa korban dibawa dari Desa Paya Geli, Deli Serdang, menuju rumah dinas Holmes di asrama TNI Abdul Hamid Sunggal.

    Penganiayaan dilakukan dengan tangan, kaki, dan senjata tajam.

    Jasad korban kemudian dibuang ke sumur tua di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

    Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Serka Holmes sempat mengonsumsi narkoba jenis sabu sebelum melakukan penganiayaan.

    Peran Tersangka

    – CJS berperan menjemput paksa korban.

    – MFIH melakukan pemukulan dan menebas kaki korban menggunakan parang.

    – FA memukul dada korban dan membantu mengikatnya.

    – F melakukan pemukulan menggunakan tangan dan selang.

    Keempat tersangka kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 170 Ayat 3 dan Subs Pasal 333 Ayat 3 KUHP, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

    Panglima Kodam I Bukit Barisan, Mayjend Rio Firdianto, mengonfirmasi bahwa Serka Holmes adalah tersangka utama dalam kasus ini.

    Holmes dapat dijerat dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengancam hukuman mati atau seumur hidup.

    “Statusnya tersangka sudah dua minggu lalu. Dia ditahan di Pomdam untuk mencegah penghilangan barang bukti,” jelas Mayjend Rio.

    Motif dari pembunuhan ini berkaitan dengan masalah bisnis rental mobil antara Holmes dan korban, yang dimulai dari kesalahpahaman mengenai kendaraan yang diambil oleh orang lain.

    Kasus ini terus berkembang, dan pihak kepolisian berkomitmen untuk menyelesaikannya secara tuntas.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunMedan.com dengan judul 4 Rekan Serka Holmes Sitompul yang Bunuh Eks Anggota TNI Ditangkap, Berikut Tampangnya

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunMedan.com/Fredy Santoso/Alfiansyah) 

  • Update Pembunuhan Mantan Anggota TNI di Medan: Serka Holmes Sempat Nyabu, 7 Tersangka Buron – Halaman all

    Update Pembunuhan Mantan Anggota TNI di Medan: Serka Holmes Sempat Nyabu, 7 Tersangka Buron – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polrestabes Medan menangkap empat tersangka pembunuhan mantan anggota TNI bernama Andreas Rurystein Sianipar.

    Korban dianiaya hingga tewas pada Minggu (8/12/2024) dan jasadnya ditemukan pada Sabtu (21/12/2024).

    Identitas keempat tersangka yakni CJS (23), MFIH (21), FA (37) dan F (45).

    Selain itu, masih ada tujuh tersangka yang masih buron berinisial 

    Sebanyak tujuh tersangka masih buron F, R, RSH, E, NIJ, C, dan FS.

    Otak kasus penculikan dan pembunuhan merupakan anggota TNI aktif bernama Serka Holmes Sitompul.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, mengatakan Serka Holmes mencari orang untuk membunuh korban karena permasalahan rental mobil.

    Total ada 11 warga Deli Serdang yang diajak Serka Holmes menganiaya korban hingga tewas.

    “Korban dibawa dari Desa Paya Geli, Deli Serdang, menuju rumah dinas Holmes di asrama TNI Abdul Hamid, Sunggal,” tuturnya.

    Penganiayaan dilakukan menggunakan tangan, kaki hingga senjata tajam.

    Para tersangka membuang jasad korban ke sumur tua di Labuhanbatu Utara, Sumatra Utara.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Serka Holmes sempat mengkonsumsi narkoba jenis sabu sebelum menganiaya korban.

    Kombes Gidion Arif Setyawan, menyatakan keempat tersangka yang ditangkap memiliki peran yang berbeda-beda.

    “CJS berperan menjemput paksa korban dan membawanya ke rumah Holmes. MFIH memukul, menendang, hingga menebas kaki korban menggunakan parang panjang,” terangnya, Jumat (3/1/2025).

    Tersangka FA memukul dada korban serta membantu mengikat kaki dan tangan korban.

    “Kemudian F yang kemarin subuh kita tangkap, perannya melakukan pemukulan menggunakan tangan dan selang,” jelasnya.

    Kini, para tersangka telah ditahan dan dapat dijerat Pasal 170 Ayat 3 dan Subs Pasal 333 Ayat 3 KUHPidana, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

    “Kasus pembunuhan dasarnya adalah LP 3517/XII/2024 atas nama pelapor Nicolas Sianipar (kakak korban)” tuturnya.

    Serka Holmes Terancam Hukuman Mati

    Panglima Kodam I Bukit Barisan, Mayjend Rio Firdianto, membenarkan Serka Holmes jadi tersangka utama dan dapat dijerat Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    “Statusnya tersangka sudah dua minggu lalu. Ditahan di Pomdam dan sampai hari ini di Pomdam.” 

    “Kalau nggak hukuman mati ya seumur hidup, ancaman hukumannya seperti itu,” tandasnya, Jumat (27/12/2024).

    Saat ini, Serka Holmes telah menjalani proses hukum di Pomdam I Bukit Barisan.

    “Kita sudah lakukan, yang pertama sebelum terbukti dia melakukan penganiayaan kita sudah lakukan penahanan, karena kita tidak mau yang bersangkutan menghilangkan barang bukti dan lain-lain,” ucapnya.

    Motif pembunuhan ini karena permasalahan bisnis rental mobil antara Serka Holmes dan korban.

    “Ada awalnya kesalahpahaman lah, masalah kendaraan pelaku diambil sama orang, kemudian gara-gara itu, nanti didetailkan,” tukasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunMedan.com dengan judul 4 Rekan Serka Holmes Sitompul yang Bunuh Eks Anggota TNI Ditangkap, Berikut Tampangnya

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunMedan.com/Fredy Santoso/Alfiansyah)