Tag: Gayus Tambunan

  • Kasus yang Pernah Ditangani Hotma Sitompul dari Masyarakat Kurang Mampu hingga Artis Ternama

    Kasus yang Pernah Ditangani Hotma Sitompul dari Masyarakat Kurang Mampu hingga Artis Ternama

    PIKIRAN RAKYAT – Pengacara Hotma Sitompul salah satu pengacara ternama di Indonesia baru saja tutup usia pada Rabu, 16 April 2025.

    Semasa hidupnya dan berkarir di dunia hukum, Hotma Sitompul telah meninggalkan jejak yang mendalam serta dikenal banyak menangani kasus besar yang menarik perhatian publik.

    Ia tidak hanya menangani kasus besar namun juga berbagai kasus artis ternama yang cukup menyita perhatian publik. Berikut beberapa kasus yang pernah ditangani oleh Hotma Sitompul semasa berkarir di dunia hukum, mulai dari kasus masyarakat kurang mampu kasus artis ternama tanah air.

    1. Kasus Pembunuhan gadis cilik di Bali

    Kasus pembunuhan gadis kecil bernama Angeline ini cukup viral dan menjadi salah satu kasus yang ditangani Hotma. Kasus pembunuhan gadis kecil yang dilakukan oleh ibu tirinya ini sangat menyita perhatian masyarakat.

    Pada saat itu kasus pembunuhan gadis kecil di Bali terjadi pada tahun 2015. Ia menjadi kuasa hukum dari Magriet yang melawan pengacara kondang Hotman Paris yang merupakan kuasa hukum dari asisten rumah tangga korban yang bernama Agus.

    2. Kasus Narkoba Raffi Ahmad

    Pada tahun 2013 Raffi Ahmad terjerat kasus penggunaan narkoba. Hotma Sitompul menjadi pengacara yang menangani kasus narkoba artis kondang tersebut.

    3. Kasus Perdata Baim Wong

    Pada tahun 2019, Hotma Sitompul menangani kasus perdata artis Baim Wong dengan QQ Production milik Astrid.

    4. Kasus KDRT Rizky Billar

    Kasus ini cukup menyita perhatian publik dan terjadi pada 2022, Hotma Sitompul menjadi pengacara Rizky Billar pada kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukannya terhadap Lesty Kejora.

    Di kasus tersebut, Hotma Sitompul menggantikan sepupunya, Adek Erfil Manurung. Namun pada saat itu ia menjadi sorotan publik dikarenakan kasus perceraiannya pada tahun 2021.

    Hotma dikabarkan mengusir istrinya Desiree sampai memperebutkan hak lahan tanah dan perabotan rumah. Kasus tersebut diakhiri dengan damai meski mereka tetap bercerai.

    5. Kasus Kematian Aktivis HAM Munir Said Thalib

    Pada tahun 2004, Hotma Sitompul terlibat dalam proses hukum terkait kematian aktivis HAM yang diduga diracun di dalam pesawat dan juga kasus ini menjadi simbol perjuangan HAM (Hak Asasi Manusia) di Indonesia.

    6. Kasus Gayus Tambunan

    Pada tahun 2010, marak kasus mafia pajak yang ditangani oleh Hotma Sitompul. Kasus tersebut berupa penggelapan dana pajak besar-besaran yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dan cukup menyita perhatian publik terkait tindak pidana korupsi pajak.

    Selain itu Hotma Sitompul juga mendirikan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Mawar Saron yang didedikasikan untuk membantu masyarakat kurang mampu.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina

    Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina

    Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina
    Tim Redaksi
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dugaan korupsi di PT
    Pertamina
    (Persero) dan anak perusahaannya mengguncang publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun tersebut.
    Isu yang mencuat terkait Pertamina tidak hanya soal korupsi, tetapi juga mengenai istilah “oplosan” bahan bakar yang memicu kebingungan masyarakat.
    Dalam
    talkshow
    “Industrial Summit 2025: Kasus Pertamina vs Kepercayaan Publik” yang disiarkan langsung oleh
    Kompas TV
    , Rabu (5/3/2025), lima narasumber memberikan pandangan mengenai kasus itu dari berbagai sudut.
    Mereka adalah Pakar Konversi Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Pendiri Lokataru Haris Azhar, Anggota Komisi XII DPR RI Eddy Soeparno, Chief Executive Officer (CEO) & Co-Founder Katadata Metta Dharmasaputra, dan Anggota Dewan
    Energi
    Nasional (DEN) Eri Purnomohadi.
    Di tengah berbagai spekulasi berkembang, Tri berupaya memberikan pemahaman lebih jernih mengenai proses
    blending
    dalam produksi
    bahan bakar minyak
    (
    BBM
    ).
    Menurutnya,
    blending
    adalah praktik umum dan sah di seluruh dunia. Tujuannya, mencapai spesifikasi tertentu pada BBM. Proses ini tidak sekadar mencampur BBM dengan Ron yang berbeda, tetapi juga mempertimbangkan berbagai parameter penting, seperti massa jenis, viskositas, dan kadar sulfur. 
    “Kalau misalnya RON 92 dicampur dengan RON 90, hasilnya adalah RON 91. Jika ini dijual sebagai Pertalite, konsumen diuntungkan karena kinerja kendaraannya membaik,” jelas Tri. 
    Tri menegaskan,
    blending
    tidak hanya dilakukan di kilang minyak, tetapi juga di terminal bahan bakar minyak (TBBM). Misalnya, dalam pembuatan solar B40. Pencampuran biodiesel dan solar dilakukan di TBBM, bukan di kilang. 
    Hal tersebut menunjukkan, pencampuran bahan bakar di luar kilang adalah hal lazim dan diatur dalam regulasi. 
    Lebih lanjut, Tri juga menyoroti peran aditif deterjen dalam Pertamax yang tidak ada pada Pertalite. Aditif ini berfungsi menjaga kebersihan katup mesin, mencegah pemborosan bahan bakar, dan mengurangi emisi gas buang. 
    Jika benar terjadi pengoplosan Pertalite dengan Pertamax, seharusnya ada perubahan kinerja mesin yang terasa oleh konsumen. Tri mencontohkan, tarikan kendaraan yang lebih berat dan konsumsi bahan bakar lebih boros. 
    Selain itu, pewarnaan bahan bakar juga memiliki fungsi penting sebagai penanda visual dan tidak memengaruhi kualitas BBM. Warna juga berfungsi sebagai kontrol di SPBU untuk memastikan konsumen mendapatkan produk sesuai dengan dispenser. Proses ini diawasi dengan ketat dan harus melalui tahapan sertifikasi sesuai dengan regulasi yang berlaku. 
    Pernyataan itu sekaligus meredakan kekhawatiran publik mengenai tuduhan “oplosan” yang berkembang di media sosial. Tri memastikan bahwa proses
    blending
    yang benar tidak akan merugikan konsumen, justru bisa meningkatkan performa kendaraan.
    “Jika benar terjadi pengoplosan dalam skala besar, publik pasti akan merasakan dampaknya dan hal ini sangat mungkin akan menjadi viral, seperti kejadian-kejadian sebelumnya yang cepat terungkap melalui laporan masyarakat,” tuturnya. 
    Keresahan juga disampaikan Metta. Ia menyoroti pentingnya penggunaan istilah tepat dalam pemberitaan kasus tersebut. 
    Menurutnya, penggunaan kata “oplosan” dalam konteks BBM sangat berpotensi memicu keresahan publik. Pasalnya, istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan tindakan ilegal atau curang. 

    Blending
    itu sah dan diatur dalam regulasi. Kita tidak pernah menyebut
    cappuccino
    sebagai ‘
    oplosan
    kopi’. Sama halnya dengan
    blending
    BBM. Sebaiknya, kita menggunakan istilah yang lebih tepat, seperti ‘pencampuran’ atau ‘
    blending
    ‘,” tekan Metta.
    Metta juga mengingatkan bahwa penggunaan istilah yang salah bisa memicu distorsi opini publik. Ia khawatir jika narasi negatif ini terus berkembang, masyarakat bisa terprovokasi dan melakukan tindakan di luar kendali, seperti yang pernah terjadi pada kasus pajak Gayus Tambunan di masa lalu. 
    Saat itu, seluruh pegawai pajak terkena stigma negatif. Padahal tidak semua terlibat dalam kasus tersebut. 
    Lebih lanjut, Metta menekankan peran penting media dalam menjaga narasi tetap seimbang dan berbasis data. Ia mendorong agar media tidak sekadar mengikuti arus opini di media sosial, tetapi memberikan edukasi kepada publik mengenai perbedaan
    blending
    dan oplosan sesuai konteks teknis dan regulasi yang ada. 
    Namun, tidak hanya sekadar narasi yang tepat, pengawasan dalam pengadaan dan distribusi BBM juga menjadi elemen penting untuk memastikan
    transparansi
    dan mencegah penyimpangan. 
    Selain masalah teknis mengenai
    blending
    , isu transparansi dalam pengadaan dan distribusi BBM juga menjadi perhatian utama para narasumber. Berbagai aspek pengawasan disoroti, mulai dari proses impor, mekanisme kompensasi, hingga keterbatasan kapasitas kilang dalam negeri. 
    Haris mengungkapkan adanya indikasi manipulasi dalam proses impor BBM oleh Pertamina. Ia menyebut data Kementerian ESDM yang menunjukkan impor RON 90 dari Singapura. Padahal, negara tersebut hanya memproduksi BBM dengan RON 92, 95, dan 97. 
    Hal itu memicu dugaan adanya manipulasi administrasi dan penggelembungan harga yang berpotensi memberikan keuntungan besar kepada pihak tertentu melalui selisih kompensasi yang dibayarkan pemerintah. 
    Lebih jauh, Haris juga mengusulkan agar para tersangka dalam kasus tersebut bisa menjadi
    whistleblower
    atau
    justice collaborator
    . Langkah ini penting untuk membantu membuka praktik-praktik mafia migas di Indonesia yang, menurutnya, bukan isu baru. 
    Dengan adanya
    whistleblower
    , proses hukum dapat lebih terarah dan berpotensi mengungkap aktor utama di balik kasus ini. 
    Isu transparansi juga mencuat dalam mekanisme kompensasi pengadaan BBM. Eddy menjelaskan, mekanisme kompensasi pengadaan BBM melibatkan Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses verifikasi sebelum kompensasi dibayarkan kepada Pertamina.
    Meski pengawasan cukup ketat, Eddy menyoroti masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu. Ia pun mendorong agar pengawasan internal di Pertamina diperkuat, khususnya melalui peran komisaris yang harus lebih proaktif dan tidak sekadar menjadi “penonton” dalam pengawasan operasional perusahaan. 
    Eddy juga menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap produksi dan kapasitas kilang Pertamina agar tidak ada celah dalam pengadaan BBM. 
    Sementara itu, Eri menyoroti keterbatasan kapasitas kilang dalam negeri sebagai alasan utama mengapa Indonesia masih mengimpor BBM. Kilang dalam negeri hanya mampu memproses sekitar 600.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan nasional mencapai hampir dua kali lipatnya.
    Eri menilai, selama kapasitas kilang belum memadai, impor BBM tak terhindarkan. Namun, yang menjadi perhatian utamanya adalah kurangnya transparansi dalam proses impornya. 
    “Impor BBM memang tidak bisa dihindari karena keterbatasan kilang dalam negeri. Tetapi, yang menjadi masalah adalah ketidaktransparanan dalam proses impornya,” tegasnya. 
    Sebagai solusi, Eri mengusulkan pembangunan kilang baru dengan kapasitas 500.000 barel per hari untuk meningkatkan kemandirian
    energi
    dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM. 
    Selain itu, pembentukan cadangan penyangga energi nasional juga diperlukan untuk menjaga stabilitas pasokan energi di masa depan.
    Kelima narasumber sepakat bahwa kasus itu perlu segera dibawa ke persidangan terbuka. Selain untuk memastikan transparansi, persidangan terbuka juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai tata kelola energi yang baik. 
    Dengan langkah konkret berupa sidang terbuka dan reformasi struktural, diharapkan pula kepercayaan publik terhadap Pertamina dan BUMN lainnya dapat kembali pulih. 
    “Jangan sampai kasus ini hanya ganti pemain, tetapi sistemnya tetap sama. Kita butuh reformasi struktural, baik di Pertamina maupun dalam regulasi pengawasan impor BBM,” ucap Haris. 
    Hal senada turut disampaikan Metta. Ia mendukung ide diadakannya sidang terbuka. Menurutnya, transparansi adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina dan BUMN pada umumnya. 
    Selain itu, ia berharap, proses hukum tidak dicampuradukkan dengan kepentingan politik agar hasilnya benar-benar obyektif dan dapat dipercaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiga Dekade Irjen Helmy Santika Ungkap Berbagai Kasus Besar di Indonesia

    Tiga Dekade Irjen Helmy Santika Ungkap Berbagai Kasus Besar di Indonesia

    Jakarta: Irjen Helmy Santika kerap terlibat sebagai penyidik di berbagai pengungkapan kasus kriminal besar di Indonesia. Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di kepolisian khususnya di bidang reserse, Pejabat Tinggi (Pati) Polri itu telah menangani berbagai kasus besar.

    Lahir di Jakarta pada 20 Desember 1971, Helmy Santika meniti karier kepolisian setelah lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada 1993. 
     

    Sejak awal, ia telah ditempatkan di berbagai posisi strategis mulai dari Wakapolsek Setiabudi, Kapolsek Kota Denpasar, hingga Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya dan Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya.

    Keahliannya dalam investigasi semakin teruji ketika ia menjabat sebagai Kapolresta Barelang, wilayah yang dikenal sebagai jalur penyelundupan antara Indonesia dan Singapura. Di sana ia mengungkap berbagai kasus perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba.

    Kinerjanya yang cemerlang membuatnya dipercaya sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Kepri, di mana ia membongkar jaringan narkotika internasional. 

    Kemudian pada 2019, Helmy diangkat sebagai Wadirtipideksus Bareskrim Polri, lalu setahun berikutnya menjadi Dirtipideksus Polri. 

    Dalam jabatan ini, ia menangani berbagai kejahatan ekonomi seperti investasi bodong dan pinjaman online ilegal yang merugikan masyarakat luas.

    Sebagai penyidik ulung, Helmy Santika memiliki rekam jejak dalam menangani berbagai kasus kriminal besar, termasuk kasus pembunuhan berantai Ryan Jombang pada 2008, kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada 2009, serta kasus penculikan WN Malaysia Ling Ling di Kepri. 

    Ia juga terlibat dalam penyelidikan mega-korupsi Gayus Tambunan, di mana ia mengungkap dugaan suap dengan bukti pesan singkat dari saksi Syahril Djohan. Namanya juga sempat menjadi sorotan dalam kasus penangkapan John Kei pada 2012. 

    Meskipun pihak keluarga mengkritik proses penangkapan, reputasi Helmy tetap kokoh sebagai penyidik yang profesional. 

    Pada 2013, ia kembali membuktikan kepiawaiannya dengan menangkap pelaku pembunuhan pengusaha komputer Imam Assyafei, yang ditemukan tewas dalam mobilnya di Bandara Soekarno-Hatta.

    Saat menjabat sebagai Kapolda Lampung, Helmy terus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam memberantas kejahatan. Salah satu pencapaiannya adalah pengungkapan jaringan narkoba Fredy Pratama, salah satu sindikat narkoba terbesar di Indonesia. 

    Selain itu, dalam pengelolaan arus mudik 2023, ia mendapat apresiasi dari berbagai pihak karena berhasil mengurangi kemacetan signifikan, menunjukkan kemampuannya dalam manajemen lalu lintas dan keamanan publik. Termasuk Kesuksesannya dalam Pelaksanaan Pemilu yang Aman serta Damai di Lampung. 

    Di luar tugasnya sebagai perwira tinggi Polri, Helmy Santika dikenal sebagai sosok yang dekat dengan keluarga. 

    Ia menikah dengan Lurie Helmy Santika dan dikaruniai tiga anak: Ahmad Naufal Fajrian Santika, Anindya Daffin Admirya Santika, dan Athafariz Atmananda Abiseva Santika. 

    Meski memiliki jadwal yang padat, ia tetap menyempatkan waktu bersama keluarganya, yang kerap ia bagikan melalui akun Instagram pribadinya, @helmysantika1993.

    Selain dikenal sebagai perwira yang berdedikasi, Helmy juga memiliki rekam jejak yang bersih dalam hal transparansi kekayaan. 

    Berdasarkan laporan LHKPN KPK, ia tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp10,7 miliar pada 2023, yang mencerminkan integritasnya sebagai pejabat publik.

    Jakarta: Irjen Helmy Santika kerap terlibat sebagai penyidik di berbagai pengungkapan kasus kriminal besar di Indonesia. Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di kepolisian khususnya di bidang reserse, Pejabat Tinggi (Pati) Polri itu telah menangani berbagai kasus besar.
     
    Lahir di Jakarta pada 20 Desember 1971, Helmy Santika meniti karier kepolisian setelah lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada 1993. 
     

    Sejak awal, ia telah ditempatkan di berbagai posisi strategis mulai dari Wakapolsek Setiabudi, Kapolsek Kota Denpasar, hingga Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya dan Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya.
     
    Keahliannya dalam investigasi semakin teruji ketika ia menjabat sebagai Kapolresta Barelang, wilayah yang dikenal sebagai jalur penyelundupan antara Indonesia dan Singapura. Di sana ia mengungkap berbagai kasus perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba.

    Kinerjanya yang cemerlang membuatnya dipercaya sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Kepri, di mana ia membongkar jaringan narkotika internasional. 
     
    Kemudian pada 2019, Helmy diangkat sebagai Wadirtipideksus Bareskrim Polri, lalu setahun berikutnya menjadi Dirtipideksus Polri. 
     
    Dalam jabatan ini, ia menangani berbagai kejahatan ekonomi seperti investasi bodong dan pinjaman online ilegal yang merugikan masyarakat luas.
     
    Sebagai penyidik ulung, Helmy Santika memiliki rekam jejak dalam menangani berbagai kasus kriminal besar, termasuk kasus pembunuhan berantai Ryan Jombang pada 2008, kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada 2009, serta kasus penculikan WN Malaysia Ling Ling di Kepri. 
     
    Ia juga terlibat dalam penyelidikan mega-korupsi Gayus Tambunan, di mana ia mengungkap dugaan suap dengan bukti pesan singkat dari saksi Syahril Djohan. Namanya juga sempat menjadi sorotan dalam kasus penangkapan John Kei pada 2012. 
     
    Meskipun pihak keluarga mengkritik proses penangkapan, reputasi Helmy tetap kokoh sebagai penyidik yang profesional. 
     
    Pada 2013, ia kembali membuktikan kepiawaiannya dengan menangkap pelaku pembunuhan pengusaha komputer Imam Assyafei, yang ditemukan tewas dalam mobilnya di Bandara Soekarno-Hatta.
     
    Saat menjabat sebagai Kapolda Lampung, Helmy terus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam memberantas kejahatan. Salah satu pencapaiannya adalah pengungkapan jaringan narkoba Fredy Pratama, salah satu sindikat narkoba terbesar di Indonesia. 
     
    Selain itu, dalam pengelolaan arus mudik 2023, ia mendapat apresiasi dari berbagai pihak karena berhasil mengurangi kemacetan signifikan, menunjukkan kemampuannya dalam manajemen lalu lintas dan keamanan publik. Termasuk Kesuksesannya dalam Pelaksanaan Pemilu yang Aman serta Damai di Lampung. 
     
    Di luar tugasnya sebagai perwira tinggi Polri, Helmy Santika dikenal sebagai sosok yang dekat dengan keluarga. 
     
    Ia menikah dengan Lurie Helmy Santika dan dikaruniai tiga anak: Ahmad Naufal Fajrian Santika, Anindya Daffin Admirya Santika, dan Athafariz Atmananda Abiseva Santika. 
     
    Meski memiliki jadwal yang padat, ia tetap menyempatkan waktu bersama keluarganya, yang kerap ia bagikan melalui akun Instagram pribadinya, @helmysantika1993.
     
    Selain dikenal sebagai perwira yang berdedikasi, Helmy juga memiliki rekam jejak yang bersih dalam hal transparansi kekayaan. 
     
    Berdasarkan laporan LHKPN KPK, ia tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp10,7 miliar pada 2023, yang mencerminkan integritasnya sebagai pejabat publik.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DEN)