Tag: Gatot Pujo Nugroho

  • Manuver Politik Rio Capella dan Partai NasDem

    Manuver Politik Rio Capella dan Partai NasDem

    JAKARTA- Patrice Rio Capella menyayangkan manuver politik yang dilakukan Partai NasDem. Menurutnya, langkah Partai NasDem yang bertemu dengan PKS (telah menyatakan diri sebagai oposisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin), adalah langkah yang melanggar etika. Apalagi, Partai NasDem merupakan bagian dari koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf dan manuver tersebut terjadi setelah Partai NasDem kehilangan kursi Jaksa Agung di kabinet Jokowi-Ma’ruf.

    “Manuver itu jelas melanggar norma dan etika berpolitik yang tidak mencerminkan adab ketimuran tentang sopan santun. Manuver itu sangat memalukan karena Partai NasDem seolah seperti perusahaan milik pribadi yang mengasong kepentingan politik,” kata Rio dalam pernyataannya yang diterima VOI, Sabtu 10 November.

    Rio merupakan pendiri dan ketua umum pertama partai tersebut. Kata dia, tindakan partai yang seperti ini sudah melenceng jauh dari semangat awal pendirian partai tersebut, pada 26 Juli 2011.

    Partai NasDem yang awalnya mengusung salam perubahan-restorasi Indonesia, katanya, sudah berubah menjadi restoran politik. Partai Nasdem kini menjadi restoran politik tempatnya masak-memasak dan goreng-menggoreng kepentingan politik yang bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk memperjuangkan kepentingan partai, tapi hanya demi keuntungan elite tertentu, kelompok tertentu di internal Partai NasDem.

    Selain itu, Rio merasa janggal dengan ketidakhadiran Presiden Jokowi saat pembukaan Kongres Partai NasDem pada 8 November. Malahan, Partai NasDem mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan diberikan tempat untuk berbicara di depan kader Partai NasDem. Padahal, Anies hanya terlibat dalam pendirian Ormas Nasdem, bukan Partai Nasdem.

    Dia juga terkejut saat mendengar Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan ada pihak yang tidak Pancasilais karena menilai sinis pelukannya dengan Presiden PKS Sohibul Iman. Padahal, yang mengomentari pelukan Bang Surya dan Pak Sohibul adalah Presiden Jokowi. 

    “Apakah Bang Surya menuduh Presiden Jokowi tidak Pancasilais?” kata dia.

    Ditambahkan Rio, atas langkah-langkah yang diambil Partai NasDem tersebut, jangan salahkan publik yang berspekulasi bahwa manuver NasDem berkaitan dengan kebijakan Presiden memilih Jaksa Agung menggunakan hak prerogatifnya. Dan, jika manuver Partai NasDem itu diambil berdasarkan kekecewaan soal kabinet, wajar kalau Presiden Joko Widodo ‘jengah’ dengan langkah Partai NasDem tersebut.

    Pernyataan Rio ini dipertanyakan oleh sejumlah kader Partai NasDem. Sebab, Rio sudah dipecat Partai NasDem setelah menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK. 

    “Saya hanya ingin tahu saja, maksudnya Rio ini apa? Kalau dia bilang Nasdem sudah tidak lagi sejalan dengan restorasi Indonesia, bukankah dia yang sudah tidak sejalan dengan restorasi karena dia tertangkap kasus suap 250 juta.”

    Rio diduga menerima sejumlah uang terkait penanganan perkara di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung. Selain itu, KPK menjerat Patrice terkait kasus dugaan gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatra Utara. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menimpa Gubernur Sumatra Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti. 

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ia menyatakan mundur dari posisi Sekretaris Jenderal Partai NasDem sekaligus anggota DPR RI.

  • Jejak Karier Effendi Simbolon, Politikus Senior PDI-P yang Dipecat Gegara Dukung Ridwan Kamil

    Jejak Karier Effendi Simbolon, Politikus Senior PDI-P yang Dipecat Gegara Dukung Ridwan Kamil

    Jejak Karier Effendi Simbolon, Politikus Senior PDI-P yang Dipecat Gegara Dukung Ridwan Kamil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    PDI-P
    resmi memecat kadernya,
    Effendi Simbolon
    dari keanggotaan partai. Pemberhentian ini buntut keputusan Effendi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono pada Pilkada Jakarta 2024.
    Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, tindakan Effendi melanggar kode etik dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
    “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari partai. Yang bersangkutan melanggar kode etik, disiplin dan AD/ART partai,”kata Djarot saat dihubungi, Sabtu (30/11/2024) kemarin.
    Kompas.com
    mencoba menghubungi Effendi Simbolon untuk meminta tanggapannya terkait dengan pemecatan dirinya dari DPR RI pada Sabtu kemarin.
    Namun, Effendi hanya mengirimkan gambar Paus Fransiskus bertuliskan “semoga tuhan berkati” melalui aplikasi pesan singkat.
    Kompas.com
    pun kembali meminta keterangan Effendi terkait tanggapannya atas pemecatan itu. Sayangnya hingga berita ini diterbitkan, Effendi tak juga memberikan tanggapannya.
    Effendi mengawali karier politiknya dengan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Ia pertama kali menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 2004 dan berhasil mempertahankan kursinya selama empat periode berturut-turut.
    Dalam kurun waktu itu, Effendi pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang menangani isu-isu energi, sumber daya mineral, riset, teknologi, dan lingkungan hidup sampai 2013.
    Sejak 2019, ia aktif sebagai anggota Komisi I yang berfokus pada pertahanan, luar negeri, komunikasi, dan informasi.
    Di internal PDI-P, Effendi pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Sumber Daya dan Dana, serta menjadi salah satu bakal calon Sekretaris Jenderal PDI-P untuk periode 2010–2015.
    Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013, Effendi mencalonkan diri bersama Jumiran Abdi.
    Pasangan ini memperoleh suara 24,34 persen, kalah dari pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi yang memperoleh 33,00 persen suara.
    Kini, Effendi harus meninggalkan semua atribut partai usai dipecah partai Banteng tersebut.
    Dalam surat pemberhentian Effendi yang diterima
    Kompas.com,
    PDI-P memberikan sanksi pemecatan karena kadernya itu melanggar instruksi DPP partai terkait Pilkada Jakarta 2024.
    Diketahui, PDI-P mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Pramono Anung-Rano Karno. Namun, Effendi justru mendukung kandidat dari partai lain yang menjadi lawan dari Pramono-Rano.
    “Bahwa sesungguhnya sikap, tindakan dan perbuatan Sdr. Effendi Muara Sakti Simbolon … adalah pembangkangan terhadap ketentuan keputusan dan garis kebijakan partai, yang merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat,” seperti dikutip
    Kompas.com
    dari surat tersebut, Minggu (1/12/2024).
    Atas dasar itu, PDI-P memutuskan untuk memecat Effendi terhitung sejak surat diterbitkan pada 28 November 2024. Surat pemecatan itu ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
    PDI-P juga secara tegas melarang Effendi untuk melakukan kegiatan ataupun menduduki jabatan yang mengatasnamakan partai.
    “DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada Kongres Partai. Surat Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya,” demikian bunyi surat tersebut.
    Untuk diketahui, Effendi hadir dalam pertemuan Ridwan Kamil-Suswono dengan Presiden Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (18/11/2024).
    Dalam pertemuan yang berlangsung pada masa kampanye itu, sejumlah kader partai dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus juga turut hadir.
    Ketua Tim Pemenangan Ridwan Kamil dan Suswono, Ahmad Riza Patria bahkan secara khusus menyapa Effendi saat memberikan sambutannya. Riza menyatakan, Effendi adalah salah satu kader PDI-P yang mendukung RK-Suswono.
    “Di sini ada spesial Pak Jokowi, dari PDI Perjuangan ada Effendi Simbolon. Ini kader PDI Perjuangan yang mendukung Ridwan Kamil,” ujar Riza di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin.
    Di penghujung acara, calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil mengatakan bahwa Pilkada Jakarta menjadi ajang rekonsiliasi bagi pihak yang terpecah pada Pilpres 2024, termasuk sosok Effendi.
    “Di belakang saya ada Pak Effendi Simbolon, (tadi) mendeklarasikan 7.000 (dukungan dari) orang-orang Batak, beliau dari partai mana kita semua tahu kan,” kata Ridwan usai acara.
    Adapun dalam acara tersebut Jokowi secara terbuka menyatakan mendukung RK-Suswono pada Pilkada Jakarta 2024. Dia bahkan menyinggung pengalaman RK yang pernah menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Tengah.
    “Artinya, secara rekam jejak punya, secara ilmu punya. Kurang apa lagi? Mau pilih yang mana lagi,” tegas Jokowi.
    Tindakan Effendi ini menuai kritik dari kalangan elite PDI-P karena dianggap tak tegak lurus dengan instruksi partai. Salah satunya Djarot yang dengan tegas menyatakan Effendi secara otomatis bukan lagi kader PDI-P.
    “Mas ES (Effendy Simbolon) telah melanggar AD/ART partai dan disiplin organisasi dengan mendukung Rido (Ridwan Kamil-Suswono), maka secara otomatis yang bersangkutan sudah bukan menjadi kader partai,” ujar Djarot kepada
    Kompas.com,
    Rabu (20/11/2024).
    Sementara Ketua DPP PDI-P Said Abdullah mengaku capek dengan tingkah laku Effendi yang mengampanyekan RK-Suswono di Pilkada Jakarta, alih-alih mendukung Pramono-Karno.
    “Capek,” kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
    Effendi buka kali pertama melakukan tindakan yang berseberangan dengan PDI-P. Sebelumnya, dia juga pernah menyebut Prabowo Subianto sebagai figur yang cocok menakhodai Republik Indonesia (RI).
    Pernyataan itu disampaikan Effendi dalam Rakernas Punguan Simbolon dohot Indonesia (PSBI) di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023). Effendi selaku Ketua Umum PSBI mengundang Prabowo untuk memberikan pidato.
    Ketika itu, Prabowo masih berstatus Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus juga bakal calon presiden yang telah ditetapkan oleh Gerinda.
    Di sisi lain, PDI-P yang merupakan partai Effendi telah menetapkan dan mendeklarasikan Eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden.
    Tindakan ini membuat Effendi dipanggil oleh jajaran DPP PDI-P Bidang Kehormatan, Senin (10/7/2023). Pemanggilan itu untuk meminta penjelasan Effendi soal pernyataannya yang seolah mendukung Prabowo.
    Hasto selaku Sekjen PDI-P menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan Effendi, Prabowo diundang dalam acara Rakernas PSBI sebagai Menteri Pertahanan.
    Dia pun menganggap wajar jika Prabowo mendapatkan pujian dari peserta rakernas, mengingat statusnya sebagai tamu undangan.
    “Nah, di situ sebagai tuan rumah kan memberikan puji-pujian kepada seluruh tamu yang datang. Kan tamu yang datang enggak mungkin dikritik di depan umum, kan enggak mungkin,” tutur Hasto dalam konferensi pers, Senin.
    Effendi pun lolos dari jeratan sanksi partai dan hanya mendapat teguran. Hasil klarifikasi yang dilakukan jajaran DPP juga telah dilaporkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
    Meski begitu, Ketua Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun secara khusus memberikan peringatan kepada Effendi agar mematuhi aturan partai.
    “Itu yang saya warning di dalam (saat klarifikasi). Ketika kau menjadi anggota partai, maka seluruh kebebasanmu diatur oleh partai. Tidak bisa lagi sebebas-bebasnya. Kalau mau bebas jangan di partai,” tegas Komarudin.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Karier Politik Effendi Simbolon yang Disebut Dipecat PDIP karena Merapat ke Ridwan Kamil

    Karier Politik Effendi Simbolon yang Disebut Dipecat PDIP karena Merapat ke Ridwan Kamil

    Bisnis.com, JAKARTA – Effendi Simbolon dikabarkan dipecat oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

    Pemecatan tersebut dilakukan sebagai sanksi organisasi bahwa ia sebelumnya mengikuti kampanye pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono.

    Effendi saat itu menghadiri acara pertemuan antara Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dengan Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil, di Kawasan Cempaka Putih, Jakarta, pada Senin (18/11/2024).

    Ternyata dukungan Effendi Simbolon ini sempat dikonfirmasi oleh RK. Ia mengatakan manuver politik adalah hal yang lumrah.

    “Bonus dukungan dari tokoh-tokoh kan. Yang paling utama kemarin Pak Jokowi. Pak Prabowo sudah, bahkan ada pak Effendi Simbolon kan sempat rame kan, yang namanya pergeseran dukungan itu adalah hal yang lumrah di dalam demokrasi. Dulu terpisah oleh Pilpres, bersatu dalam pilkada,” kata RK di DPP Gibran Center, Jakarta Selatan, Selasa (19/11).

    Perjalanan Politik Effendi Simbolon

    Effendi diketahui merupakan kader PDIP yang dikenal sebagai anggota DPR RI.

    Perjalanan karier politik beliau dimulai saat menjabat sebagai anggota DPR RI pada 2004. Sejak itu ia telah menjadi anggota DPR selama empat periode.

    Di internal partai PDIP, Effendi pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Sumber Daya dan Dana PDIP, bahkan dia juga sempat diusung sebagai bakal calon sekretaris jenderal PDIP untuk periode tahun 2010 hingga 2015.

    Menilik ke belakang, pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini merupakan putra bungsu dari St. MM Simbolon dan Martha br. Tobing. Dia mengenyam pendidikan di SD Negeri Cendrawasih Banjarbaru (1969–1975), kemudian berpindah ke Jakarta.

    Di Jakarta, dirinya bersekolah di SMP Negeri 41 Jakarta (1975–1979) dan SMA Negeri 3 Jakarta (1979–1982). Dalam bangku pendidikannya, Effendi pernah ditunjuk menjadi Ketua Alumni SMA Negeri 3 Jakarta dengan anggota sekitar 600 orang yang terdiri dari berbagai kalangan.

    Selepas lulus SMA, Effendi mengemban studi S-1 Manajemen Perusahaan di Universitas Jayabaya dan meraih gelar Doktorandus pada 1988.

    Sambil berkursi di DPR, pada 2011 dia masih haus mengejar ilmu dengan menempuh studi S-2 Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Magister Ilmu Politik pada 2013. Bahkan, dia langsung melanjutkan studi S-3 Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Doktor pada 2015.

    Tak hanya mengenyam pendidikan, ternyata dia juga dipercaya dalam sejumlah bidang organisasi, salah satunya untuk menjabat sebagai Ketua Umum PB Lembaga Karate-Do Indonesia (PB Lemkari) hingga tahun 2012 menggantikan ketua lama periode 2004-2008, Doddy Susanto.

    Effendi juga merupakan salah satu penggagas terbentuknya Pusat Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (PSBI), sebuah perkumpulan bagi marga Simbolon.

    Dirinya juga sempat ikut berpartisipasi sebagai calon gubernur pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 dan berpasangan dengan Jumiran Abdi.

    Dalam pemilihan ini, pasangan Effendi-Jumiran meraih posisi ke-2 dengan 24,34 persen suara, sementara posisi pertama diraih pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan 33,00 persen suara.

  • Profil Effendi Simbolon, Kader PDIP yang Membelot Dukung RK di Pilkada Jakarta 2024

    Profil Effendi Simbolon, Kader PDIP yang Membelot Dukung RK di Pilkada Jakarta 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Nama Effendi Simbolon kembali mencuat ke publik lantaran dirinya menghadiri acara pertemuan antara Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dengan Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil atau RK, di Kawasan Cempaka Putih, Jakarta, pada Senin (18/11/2024) malam.

    Dalam pertemuan tersebut, Effendi mengenakan kemeja hitam dan duduk berhadap-hadapan dengan RK. Kemudian, dia juga berjabat tangan dengan RK saat namanya disebut oleh Ketua Timses RIDO Ahmad Riza Patria, bahwa Effendi Simbolon adalah kader PDIP yang mendukung Ridwan Kamil.

    Lantas siapa sebenarnay sosok Effendi Simbolon?

    Profil Effendi Simbolon

    Dr. Effendi Muara Sakti Simbolon, M.I.Pol lahir pada 1 Desember 1964 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia merupakan sosok yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI selama emoat periode sejak 2004.

    Saat itu, Politikus PDIP ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang berfokus pada bidang permasalahan Energi Sumber Daya Mineral, Riset, Teknologi dan Lingkungan Hidup hingga 2013. Adapun, sejak 2019, dia merupakan anggota Komisi I DPR RI. 

    Di internal partai PDIP, Effendi pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Sumber Daya dan Dana PDIP, bahkan dia juga sempat diusung sebagai bakal calon sekretaris jenderal PDIP untuk periode tahun 2010 hingga 2015.

    Menilik ke belakang, pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini merupakan putra bungsu dari St. MM Simbolon dan Martha br. Tobing. Dia mengenyam pendidikan di SD Negeri Cendrawasih Banjarbaru (1969–1975), kemudian berpindah ke Jakarta. 

    Di Jakarta, dirinya bersekolah di SMP Negeri 41 Jakarta (1975–1979) dan SMA Negeri 3 Jakarta (1979–1982). Dalam bangku pendidikannya, Effendi pernah ditunjuk menjadi Ketua Alumni SMA Negeri 3 Jakarta dengan anggota sekitar 600 orang yang terdiri dari berbagai kalangan.

    Selepas lulus SMA, Effendi mengemban studi S-1 Manajemen Perusahaan di Universitas Jayabaya dan meraih gelar Doktorandus pada 1988. Sambil berkursi di DPR, pada 2011 dia masih haus mengejar ilmu dengan menempuh studi S-2 Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Magister Ilmu Politik pada 2013. Bahkan, dia langsung melanjutkan studi S-3 Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Doktor pada 2015.

    Tak hanya mengenyam pendidikan, ternyata dia juga dipercaya dalam sejumlah bidang organisasi, salah satunya untuk menjabat sebagai Ketua Umum PB Lembaga Karate-Do Indonesia (PB Lemkari) hingga tahun 2012 menggantikan ketua lama periode 2004-2008, Doddy Susanto. Tak hanya itu, Effendi juga merupakan salah satu penggagas terbentuknya Pusat Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (PSBI), sebuah perkumpulan bagi marga Simbolon.

    Kemudian, Effendi juga sempat ikut berpartisipasi sebagai calon gubernur pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 dan berpasangan dengan Jumiran Abdi. Dalam pemilihan ini, pasangan Effendi-Jumiran meraih posisi ke-2 dengan 24,34 persen suara, sementara posisi pertama diraih pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan 33,00 persen suara.