Tag: Fiersa Besari

  • Tanpa Ariel, Peterpan Gelar Konser Comeback dengan Ello, Tiara Andini, Fiersa Besari, dan Alexandra Teh

    Tanpa Ariel, Peterpan Gelar Konser Comeback dengan Ello, Tiara Andini, Fiersa Besari, dan Alexandra Teh

    JAKARTA – Pertanyaan besar mengenai vokalis yang akan tampil dalam konser comeback Peterpan akhirnya terjawab. Aloka selaku promotor, melalui unggahan Instagram, memberikan informasi terbaru setelah Ariel dan Uki dipastikan tak ikut terlibat.

    “Dulu, lagu-lagu Peterpan lahir dari mereka yang pernah mengawali perjalanan — dan sudah jadi bagian dari hidup kita sampai hari ini,” tulis promotor, mengutip keterangan unggahan, Sabtu, 5 Juli.

    Dengan ketidakhadiran Ariel sebagai frontman, personel awal yang terdiri dari Lukman, Reza, Andika, dan Indra, memilih empat kolaborator untuk mengisi vokal, yaitu Marcello Tahitoe alias Ello, Tiara Andini, Fiersa Besari, dan Alexandra Teh.

    “Dengan suara generasi hari ini, yang juga tumbuh bersama lagu-lagu itu, membawa warna baru ke atas panggung,” tulis promotor.

    Ketidakpuasan penggemar pun bermunculan di kolom komentar. Banyak dari mereka yang merasa comeback Peterpan tanpa Ariel seperti sajian yang tidak lengkap.

    Terkait komentar penggemar, Aloka mencoba menjawab beberapa di antaranya.

    “Ariel selalu jadi bagian penting dari Peterpan. Tapi kali ini, kami mencoba menghadirkan kenangan itu dengan warna baru tanpa menghapus jejak yang lama.”

    Adapun, konser comeback dengan tajuk “The Journey Continues: Peterpan – Semua Tentang Kita”, akan digelar di Bandung pada 31 Agustus mendatang.

    Namun sampai artikel ini ditulis, pihak penyelenggara belum mengumumkan lokasi yang dipakai untuk konser tersebut.

    Sementata itu, informasi mengenai penjualan tiket akan diberitahukan dalam waktu dekat.

  • Fiersa Besari Sukses Melewati Puncak Carstensz, Minta Doa di Hari Ulang Tahunnya: Hari yang Istimewa

    Fiersa Besari Sukses Melewati Puncak Carstensz, Minta Doa di Hari Ulang Tahunnya: Hari yang Istimewa

    TRIBUNJATIM.COM – Fiersa Besari tampak tak kuasa menahan tangis ketika berada di pendakian puncak Carstensz.

    Sang penyanyi meminta doa di hari ulang tahunnya kemarin Senin (3/3/2025).

    Musisi Fiersa Besari baru-baru ini ramai jadi buah bibir usai dirinya disebut masuk dalam rombongan dua pendaki yang dinyatakan meninggal dunia.Yakni Lilie Wijayanti Poegiono (59) dan Elsa Laksono (59) dalam perjalanan turun dari Puncak Carstensz Pyramid karena mengalami hipotermia.

    Untungnya, Fiersa Besari dinyatakan selamat dalam pendakian tersebut. Hanya saja, Fiersa Besari harus melewati hari ulang tahunnya di puncak gunung Carstensz Pyramid di Kabupaten Mimika, Papua Tengah karena adanya insiden tersebut.

    Dilansir dari postingan akun gosip di Instagram, Selasa (4/3/2024), beredar video cuplikan ulang dari Fiersa Besari. Di mana di usianya yang kini menginjak 41 tahun, Fiersa Besari menahan tangis mengungkapkan isi hatinya.

    “Hai kawan-kawan hari ini tanggal 3 Maret 2025, adalah hari yang istimewa untuk saya sendiri karena saya bisa melewati ulang tahun yang lainnya,” ujar Fiersa Besari.

    “Saya bisa melewati di tempat yang saya tidak pernah percaya saya berada di sini, yaitu Carstensz Pyramid puncak tertinggi Indonesia,” imbuhnya.

    Kendati demikian, Fiersa Besari tetap meminta doa agar proses kepulangannya diberikan keselamatan dalam perjalanan.

    “Terima kasih atas doanya, doakan kami semua pulang dengan selamat,” ucap Fiersa Besari.

    “Kondisi Fiersa baik-baik saja, untuk pulang ke Bandung sesegera mungkin,” tambahnya.

    Sementara itu, dilansir dari Kompas.com, sebelumnya Fiersa menegaskan bahwa rombongannya tergabung dalam operator tur pendakian Puncak Carstensz yang berbeda dari Lilie Wijayanti.

    Fiersa juga mengatakan bahwa pendakian ke Carstensz Pyramid diikuti oleh beberapa rombongan yang berbeda. Termasuk dari tamu-tamu warga negara asing (WNA), serta tamu dari pihak Balai Taman Nasional, yang semuanya didampingi oleh pemandu atau guide.

    “Kami ditemani para ‘guide’. Selain kami dan tamu-tamu WNA, hari itu (28 Februari 2025) ada juga tamu dari pihak Balai Taman Nasional yang turut mendaki,” ujar Fiersa Besari.

    Fiersa juga menjelaskan rombongannya kemudian mendapat kabar bahwa Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono serta tiga pendaki lainnya terjebak di area tebing dalam perjalanan turun dari Puncak Carstensz Pyramid.

    “Kami tiba 28 Februari 2025 – pukul 22.48 WIT, dapat kabar 1 Maret 2025 – sekitar 04.00 WIT,” tandas Fiersa Besari.

    Berita Artis dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

  • Kisah Persahabatan Lilie dan Elsa, Punya Misi Khusus Mendaki Carstensz, Meninggal Akibat Hipotermia – Halaman all

    Kisah Persahabatan Lilie dan Elsa, Punya Misi Khusus Mendaki Carstensz, Meninggal Akibat Hipotermia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono punya misi khusus dalam pendakian ke Gunung Carstensz Pyramid, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.

    Keduanya ingin memasang plakat bertuliskan nama sahabat mereka, Hanafi Tanoto yang meninggal di Gunung Carstensz setahun lalu.

    Plakat tersebut bertuliskan ‘Perjumpaan tidak pernah berakhir, seperti awan menjadi hujan dan kembali. Persatuanmu kekal, dalam kami dan semesta. Sang Khalik telah menyambutmu. Kau wariskan semangat yang kami teruskan.’

    Misi tersebut berhasil dilakukan dan keduanya telah mencapai puncak Gunung Carstensz.

    Namun, Lilie dan Elsa mengalami hipotermia saat turun dari puncak.

    Keduanya dinyatakan meninggal pada Sabtu (1/3/2025) dan jenazah telah dievakuasi menggunakan helikopter.

    Lilie dan Elsa merupakan sahabat sejak sekolah di SMA Katolik Santo Albertus Malang (SMA Dempo) angkatan 1984.

    Dua wanita berusia 59 itu tergabung dalam komunitas pendaki lansia Kura-Kura Gunung (KKG).

    Meski tak lagi muda, mereka berulang kali melakukan pendakian bersama.

    Penasihat Ikatan Eks Alumni SMA Dempo, Muliawan Margadana, membenarkan Lilie dan Elsa ke Gunung Carstensz untuk mengenang sahabat semasa sekolah.

    Kepergian keduanya pun membawa duka mendalam bagi sahabat dan keluarga.

    ”Kami merasa kehilangan dengan kepergian dua sahabat kami itu. Harapannya, semangat persahabatan dan kebersamaan keduanya hingga ujung usia bisa kami teladani.”

    “Dan, semangat untuk terus berprestasi meski di usia tidak lagi muda selalu menginspirasi kami semua,” ujarnya, Minggu (2/3/2025).

    Pendakian Ditutup Sementara

    Kapolres Mimika, AKBP Billyandha Hildiario Budiman, mengatakan penghentian aktivitas pendakian dilakukan untuk mempermudah proses evakuasi.

    “Untuk pendakian sementara dihentikan guna proses evakuasi yang sebelumnya dilakukan oleh tim,” paparnya, Senin (3/3/2025), dikutip dari TribunPapua.com.

    Diharapkan pihak pengelola mengevaluasi prosedur keamanan pendakian agar kejadian serupa tak terulang.

    Tim Basarnas sempat mengevakuasi 13 pendaki dalam keadaan selamat.

    Seluruh pendaki yang selamat telah tiba di basecamp termasuk Fiersa Besari yang ikut dalam pendakian.

    Identitas 8 pendaki yang selamat yakni Indira Alaika, Furky Poegiono, Saroni, Ludy Hadiyanto, 2 warga negara asing (WNA) asal Turki, satu WNA asal Rusia serta Fiersa Besari.

    Sedangkan 5 pemandu yang selamat bernama Nurhuda, Alvin Perdana, Arlen Kolinug, Jeni Dainga dan Ruslan.

    Lilie Wijayanti merupakan warga Kelurahan Warung Muncang, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat.

    Ia aktif mendaki sejak sekolah di SMA Katolik Santo Albertus Malang, Jawa Timur.

    Setelah menikah dan memiliki anak, Lilie kembali melanjutkan hobinya mendaki sejumlah gunung.

    Wanita 59 tahun itu aktif di Instagram @mamakpendaki dengan 27 ribu pengikut.

    Suami Lilie, Frigard Harjono, mengatakan istrinya merupakan sosok yang memiliki tekad kuat.

    “Istilahnya kalau kata dia itu berapa pun nilainya begitu akan dia perjuangkan. Dan, saya pun belajar dari dia dalam hal seperti ini, karena saya bukan tipe yang begitu banget,” tuturnya.

    Lilie meninggalkan suami dan dua orang anak yang tinggal di luar negeri.

    “Saya hanya bisa mendoakan sekarang. Semoga selamat evakuasinya, karena kalau selamat dalam hal hidup sebagai manusia sudah enggak, walau tak menutup kemungkinan kuasa Tuhan,” imbuhnya.

    Sebelum mendaki, Lilie sempat melakukan latihan fisik di Citatah, Bandung Barat selama setahun.

    “Saya lihatnya latihannya oke dan peralatannya juga sudah oke hingga kemampuannya cukup. Akhirnya, ya saya katakan silakan,” ucapnya.

    Menurutnya, pendakian ke Gunung Cartenz salah satu impian terbesar Lilie sehingga Frigard memberikan izin.

    “Dia memang sebelumnya sempat meminta izin ke saya. Izinnya sudah lama sebetulnya, karena memang naik ke Puncak Carstensz merupakan cita-citanya yang belum tercapai. Akhirnya, saya perbolehkan,” sambungnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jenazah Pendaki Bandung yang Tewas di Carstensz Diperkirakan Tiba Malam, Suami Jemput ke Jakarta

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunPapua.com/Marselinus Labu Lela) (Kompas.com/Robertus Yewen) (TribunJabar.id/Nazmi)

  • 2 Meninggal, Fiersa Besari Selamat

    2 Meninggal, Fiersa Besari Selamat

    PIKIRAN RAKYAT – Pendakian Gunung Cartenz, salah satu “Seven Summits” yang terkenal dengan tingkat kesulitannya, kembali memakan korban jiwa.

    Dua pendaki wanita, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, meninggal dunia akibat hipotermia setelah terjebak dalam cuaca ekstrem. Sementara itu, musisi Fiersa Besari dan rekan-rekannya berhasil selamat dari peristiwa tragis ini.

    Kronologi Kejadian

    28 Februari 2025

    Beberapa tim pendaki, termasuk tim Fiersa Besari dan tim Lilie dan Elsa, melakukan pendakian menuju puncak Cartenz Pyramid.

    Saat melakukan penyeberangan di jembatan tyrollean, beberapa pendaki mulai mengalami gejala Acute Mountain Sickness (AMS) di area bawah puncak.

    Setelah mencapai puncak, saat perjalanan turun, cuaca ekstrem berupa hujan salju dan suhu sangat dingin melanda kawasan tersebut. Lilie dan Elsa mengalami hipotermia, kondisi di mana suhu tubuh turun drastis.

    Informasi yang didapat dari pendaki Octries Ruslan dan Abdullah yang sudah berhasil turun menyampaikan bahwa, semua sudah di puncak, dan ada 2 orang yaitu Indira dan Saroni terkena gejala AMS di area bawah puncak (teras besar), sedangkan tim tamu dan guide berada sebelum tyrollean.

    Fiersa Besari seorang musisi yang tergabung dalam rombongan pendakian di Puncak Cartensz Pyramid. Istimewa

    1 Maret 2025

    Upaya penyelamatan dilakukan oleh pemandu dan rekan-rekan pendaki. Dawa Gyalje Sherpa, seorang pemandu asal Nepal, melakukan upaya penyelamatan dan menemukan Lilie dan Elsa di Teras Dua.

    Lilie dan Elsa dinyatakan meninggal dunia akibat hipotermia sekitar pukul 02.07 WIT setelah dievakuasi ke basecamp.

    Tim penyelamat melakukan pertolongan pertama kepada Indira, Alvin, dan Saroni, yang mengalami hipotermia kritis, dan berhasil menyelamatkan nyawa mereka.

    Tim 2 berhasil mengevakuasi jenazah korban atas nama Elsa pada pukul 16.41 WIT.

    2 Maret 2025

    Jenazah Lilie di evakuasi pada dini hari.

    3 Maret 2025

    Fiersa Besari dan rekannya, Furky Syahroni, berhasil tiba kembali di Timika, Papua Tengah, setelah sempat tertahan di basecamp Yellow Valley (YV) akibat cuaca buruk.

    Penyanyi ‘Celengan Rindu’ tersebut dikabarkan akan diterbangkan ke Jakarta hari ini bersama 13 pendaki lain yang selamat. Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Kapolres Mimika, AKBP Billyandha.

    Ia menyebut, kepulangan para pendaki ke Jakarta difasilitasi oleh Tropic Cartenz yang merupakan sponsor resmi ekspedisi tersebut.

    Sementara untuk dua jenazah pendaki, Elsa dan Lilie juga sudah diterbangkan ke Jakarta menggunakan maskapai Lion Air pukul 10.45 WIT.

    Faktor-Faktor Penyebab

    Perubahan cuaca yang tiba-tiba dan ekstrem, termasuk hujan salju dan suhu sangat dingin, menjadi faktor utama penyebab hipotermia.

    Gejala AMS yang dialami beberapa pendaki memperburuk kondisi mereka dan meningkatkan risiko hipotermia. Kondisi fisik yang tidak prima dan kurangnya persiapan juga dapat menjadi faktor risiko.

    Respon dan Tindakan

    Tim penyelamat dan pemandu melakukan upaya penyelamatan yang heroik dalam kondisi cuaca yang sulit.

    Pihak berwenang dan pengelola Taman Nasional Lorentz melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab pasti kejadian ini.

    Fiersa Besari melalui media sosialnya menjelaskan kronologi kejadian dan menyampaikan rasa dukacita yang mendalam.

    Disclaimer: Informasi ini dihimpun dari berbagai sumber dan dapat mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pihak berwenang masih melakukan investigasi lebih lanjut.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Fiersa Besari Kenang Tragedi Tewasnya Pendaki Saat Ultah di Puncak Carstensz Papua

    Fiersa Besari Kenang Tragedi Tewasnya Pendaki Saat Ultah di Puncak Carstensz Papua

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyanyi Fiersa Besari mengungkapkan rasa syukur atas ulang tahun ke-41 pada 3 Maret 2025. Ia merayakannya dari atas Puncak Carstensz, Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah.

    “Hai kawan-kawan, hari ini adalah hari istimewa bagi saya, karena bisa merayakan ulang tahun di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, yaitu di Puncak Carstensz Pyramid, puncak tertinggi di Indonesia,” kata Fiersa Besari dikutip dari Instagram miliknya, Senin (3/3/2025).

    Dalam momen istimewa ini, Fiersa Besari mengucapkan terima kasih atas doa-doa yang diberikan kepadanya. Meski, perayaan ulang tahun kali ini diliputi kedukaan, setelah tragedi yang menimpa dua pendaki wanita, Elsa Laksono dan Lilie Wijayanti Poegiono, yang meninggal dunia di Puncak Carstensz

    “Terima kasih atas doanya, doakan kami semua bisa kembali dengan selamat,” tegasnya.

    Fiersa sebelumnya juga sempat menyampaikan kronologi meninggalnya kedua pendaki tersebut. Ia mengaku sangat terkejut dan merasa kehilangan mendalam atas berpulangnya dua pendaki wanita tangguh asal Indonesia tersebut.

    “Turut berduka cita atas berpulangnya Bu Lilie Wijayanti Poegiono (Mamak Pendaki) dan Bu Elsa Laksono. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan. Semoga Bu Lilie dan Bu Elsa diberikan tempat terbaik di sisi-Nya,” ungkap Fiersa Besari saat ulang tahun di Puncak Carstensz.

    Perayaan ulang tahun Fiersa kali ini tak hanya menjadi momen kebahagiaan, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya keselamatan dalam mendaki dan rasa solidaritas antar sesama pendaki.

  • Tragedi Dua Pendaki Wanita Meninggal di Puncak Cartenz, Bisakah Acute Mountain Sickness Dicegah? – Halaman all

    Tragedi Dua Pendaki Wanita Meninggal di Puncak Cartenz, Bisakah Acute Mountain Sickness Dicegah? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua pendaki wanita, Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono, kehilangan nyawa mereka di Puncak Gunung Carstensz, Papua Tengah, akibat penyakit gunung akut atau Acute Mountain Sickness (AMS). 

    Kejadian ini mengingatkan kita akan bahaya yang mengintai para pendaki di ketinggian ekstrem. 

    Lilie dan Elsa meninggal saat perjalanan turun dari Puncak Cartenz di ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl), yang dikenal sebagai salah satu gunung tertinggi di Indonesia dan memiliki salju abadi.

    AMS: Penyakit Mematikan di Ketinggian

    Acute Mountain Sickness (AMS) adalah kondisi yang sering menyerang pendaki di ketinggian lebih dari 3.000 meter.

    Pada ketinggian ini, tekanan udara dan kadar oksigen berkurang secara signifikan, memaksa tubuh untuk beradaptasi dengan kondisi yang lebih ekstrem.

    Bagi tubuh yang tidak terbiasa, proses adaptasi ini membutuhkan waktu, dan inilah yang dapat memicu AMS.

    Gejalanya AMS berupa sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kelelahan, dan gangguan tidur.

    Gejala ini biasanya muncul pada hari pertama atau beberapa jam setelah mencapai ketinggian tertentu, dan dalam banyak kasus, bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu hingga tiga hari, setelah tubuh mulai beradaptasi.

    Namun, tanpa penanganan yang tepat, AMS bisa berkembang menjadi lebih serius, bahkan mematikan.

    Bagaimana Mengurangi Risiko AMS?

    Untuk mengurangi risiko AMS, penting bagi pendaki untuk memodifikasi laju pendakian mereka.

    Proses aklimatisasi yang baik adalah kunci utama.

    Berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghindari AMS:

    Laju Pendakian yang Tepat: Pendakian tidak boleh lebih dari 500 meter per hari pada ketinggian di atas 2.500 meter. Ini memberikan tubuh waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan kadar oksigen yang lebih rendah.’
    Aklimatisasi yang Cukup: Sebelum melanjutkan perjalanan ke ketinggian yang lebih tinggi, pastikan untuk beristirahat dan beraklimatisasi setidaknya satu hari pada ketinggian sekitar 2.500 meter.
    Hindari Aktivitas Berat: Selama 48 jam pertama di ketinggian, hindari olahraga atau konsumsi alkohol, yang dapat memperburuk gejala AMS.
    Berhenti Jika Gejala Muncul: Jika AMS mulai terasa, hentikan pendakian dan beri tubuh waktu untuk beristirahat dan beradaptasi sebelum melanjutkan perjalanan.

    Tragedi Puncak Gunung Cartenz

    EVAKUASI – Proses evakuasi pendaki dari Puncak Gunung Cartenz Pyramid Timika, Papua Tengah Minggu (2/3/2025). Dikabarkan dalam rombongan pendaki ada penyanyi Fiersa Besari. (Tribunpapua.com/ Istimewa)

    Perjalanan Lilie dan Elsa ke puncak Carstensz seharusnya menjadi petualangan yang tak terlupakan. Namun, di tengah perjalanan turun, kedua sahabat ini mengalami hipotermia saat menghadapi kondisi cuaca yang sangat buruk—hujan salju, hujan deras, dan angin kencang.

    Meskipun telah mendapatkan pertolongan, nyawa mereka tidak dapat diselamatkan.

    Jenazah Lilie dievakuasi terlebih dahulu pada Minggu (2/3/2025), disusul Elsa pada Senin (3/3/2025). Keduanya akhirnya dipulangkan ke Jakarta setelah proses evakuasi selesai.

    Kapolres Mimika, AKBP Billyandha Hildiario Budiman, mengonfirmasi bahwa pesawat yang membawa jenazah mereka lepas landas pada pukul 10.45 WIT.

    Keduanya adalah sahabat yang telah saling mengenal sejak SMA di Malang, Jawa Timur, dan bersama-sama berbagi kecintaan terhadap dunia pendakian.

    Dalam perjalanan ini, mereka ditemani oleh tiga pendaki lainnya—Indira Alaika, Alvin Reggy, dan Saroni—yang semuanya selamat meskipun turut mengalami hipotermia.

    Pentingnya Persiapan dan Pengetahuan

    Tragedi ini mengingatkan kita akan pentingnya persiapan yang matang dan pengetahuan yang cukup sebelum melakukan pendakian di gunung-gunung tinggi.

    AMS adalah ancaman nyata yang bisa mengintai siapa saja yang tidak mempersiapkan diri dengan baik.

    Kejadian ini juga menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesehatan tubuh, mematuhi aturan pendakian yang aman, dan memperhatikan setiap perubahan kondisi fisik yang mungkin terjadi selama pendakian.

    Diharapkan peristiwa tragis ini menjadi pelajaran berharga bagi para pendaki untuk lebih berhati-hati dan memprioritaskan keselamatan di atas segalanya.

  • Masih di Timika, Fiersa Besari Akan Pulang ke Bandung Selasa Besok

    Masih di Timika, Fiersa Besari Akan Pulang ke Bandung Selasa Besok

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyanyi Fiersa Besari saat ini telah berada di Timika Papua seusai dievakuasi dari basecamp Yellow Valley, Puncak Cartenz Papua pada Senin (3/3/2025) siang. Hal itu diungkapkan manajer Fiersa, Rizky Ubaidillah atau Ubay saat dihubungi sejumlah media melalui WhatsApp, Senin (3/3/2025). 

    “Saat ini Fiersa sudah berada di Timika dan kemungkinan besok (Selasa 4 April 2025) dia akan kembali ke Jakarta lalu akan langsung pulang ke Bandung,” ungkap Ubay.   

  • Pasta Gigi Penyelamat Nyawa Pendaki Tersesat 10 Hari di Gunung, 50 Orang Sudah Dilaporkan Hilang

    Pasta Gigi Penyelamat Nyawa Pendaki Tersesat 10 Hari di Gunung, 50 Orang Sudah Dilaporkan Hilang

    TRIBUNJATIM.COM – Sebuah pasta gigi menjadi alat penyelamat utama bagi seorang pendaki remaja yang hilang selama 10 hari di gunung.

    Pendaki remaja dilaporkan selamat setelah beberapa lama berada di pegunungan.

    Mengalami buta arah dan tersesat, pendaki remaja tersebut bisa bertahan tanpa makanan.

    Kondisi pendaki remaja tersebut saat ditemukan ternyata diselamatkan oleh pasta gigi.

    Bagaimana sebenarnya kinerja pasta gigi hingga bisa menyelamatkan pendaki tersebut?

    Seorang pendaki remaja, Sun Liang (18), berhasil diselamatkan setelah bertahan selama sepuluh hari di pegunungan bersalju di barat laut China tanpa makanan.

    Ia mengandalkan air sungai, salju yang mencair, dan bahkan memakan pasta gigi demi bertahan hidup.

    Seperti dikutip TribunJatim.com dari Independent via Kompas.com, Senin (3/3/2025), Sun memulai pendakiannya pada 8 Februari 2025 di jalur Ao-Tai, bagian dari Pegunungan Qinling di Provinsi Shaanxi, China barat laut.

    Dua hari kemudian, setelah mencapai ketinggian 2.500 meter, ia kehilangan kontak dengan keluarganya akibat kehabisan daya ponsel.

    Terjebak dalam cuaca ekstrem, Sun berusaha mencari jalan keluar dengan mengikuti aliran sungai.

    Namun, medan yang sulit membuatnya jatuh berkali-kali hingga menyebabkan lengan kanannya patah.

    Untuk bertahan dari suhu dingin yang menusuk, ia berlindung di balik batu besar dan menggunakan daun kering sebagai alas tidur.

    Setelah sepuluh hari terisolasi di gunung, harapan datang ketika ia mencium bau asap dari api tim penyelamat.

    Sun segera berteriak meminta pertolongan hingga akhirnya ditemukan dan dievakuasi.

    ILUSTRASI PEGUNUNGAN – Potret wilayah pegunungan di lereng Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang (tribunjatim.com/Erwin Wicaksono)

    Jalur Ao-Tai sepanjang 170 km yang membentang di Pegunungan Taibai dengan ketinggian rata-rata 3.000 meter dikenal sebagai salah satu jalur pendakian paling berbahaya di China.

    Dalam dua dekade terakhir, lebih dari 50 pendaki dilaporkan hilang atau tewas di jalur ini.

    Pemerintah China telah menutup Ao-Tai bagi wisatawan sejak 2018, tetapi sejumlah pendaki tetap nekat mencoba jalur tersebut.

    Sun menjadi orang pertama yang berhasil diselamatkan setelah tersesat di Ao-Tai.

    “Saya tidak tahu kalau Ao-Tai dilarang. Saya ke sini hanya untuk menantang diri sendiri,” ujarnya setelah diselamatkan.

    “Setelah kejadian ini, saya sangat ketakutan. Ao-Tai benar-benar tidak cocok untuk pendakian karena cuacanya sangat ekstrem dan tidak ada pemandangan indah.”

    “Saya ingin mengingatkan semua orang agar tidak mencoba jalur ini karena nyawa jauh lebih berharga,” tambahnya.

    Proses penyelamatan Sun melibatkan lebih dari 30 orang dan diperkirakan menghabiskan biaya sekitar 80.000 yuan (Rp 181 juta), yang sepenuhnya ditanggung oleh keluarganya. 

    Di Indonesia sendiri tengah viral kisah dua pendaki perempuan yang meninggal dunia karena mengalami hipotermia di pegunungan Carstenz.

    Kepastian tentang kabar duka ini diunggah oleh pihak PT Tropis Cartenz Jaya, selaku operator dalam akun Instagram mereka, Minggu (2/3/2025).

    Disebutkan, kedua wanita pendaki itu tewas dalam perjalanan turun dari Puncak Carstensz Pyramid menuju Base Camp Lembah Kuning.

    PT Tropis Cartenz Jaya mengenali mereka sebagai klien dari agen operator Indonesian Expeditions, yang telah berhasil mencapai puncak setinggi 4.884 mdpl pada Jumat (28/2/2025). 

    Hingga berita ini ditayangkan, Kompas.com masih berupaya mendapatkan keterangan resmi mengenai peristiwa ini, dari otoritas terkait.

    Informasi tak resmi yang diterima Kompas.com menyebutkan, Lilie dan Elsa pada saat perjalanan turun dari Puncak Cartenz mengalami hypotermia.

    Ada pula tiga pendaki lain yang selamat dan terjebak, lalu terpaksa bermalam di area dekat puncak hingga tim rescue datang.

    Lilie dan Elsa dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 1 Maret 2025 sekitar pukul 02.07 WIT setelah dievakuasi oleh guide dan rekan-rekannya di basecamp yang sempat naik membantu proses evakuasi.

    Lilie Wijayanti Poegiono adalah perempuan kelahiran Malang, 2 Oktober 1965, dan berdomisili di Desa Cigereleng, Kecamatan Regol, Bandung Jawa Barat.

    Sedangkan Elsa Laksono adalah perempuan, kelahiran Malang, 24 Juli 1965, yang beralamat di Tebet Timur, Jakarta Selatan.

    Selain itu, dalam informasi yang beredar juga disebutkan tiga nama pendaki yang selamat, yakni Indira Alaika, Alvin Reggy Perdana, dan Saroni. Ketiganya disebut mengalami hypotermia akibat cuaca buruk.

    Hingga akhirnya menurut informasi, cuaca buruk yang meliputi hujan salju, hujan deras, dan angin kencang menjadi penyebab utama insiden itu.

    PENDAKI MENINGGAL DUNIA – Dua orang pendaki puncak Carstensz, Papua, meninggal dunia. Salah satunya adalah Lilie Wijayati, seorang desainer asal Bandung, Jawa Barat. Kedu pendaki ini diketahui merupakan rombongan artis Fiersa Besari. (Dok Tribun Palu dan Tribun Papua)

    Sementara itu, tiga pendaki lainnya, yaitu Indira Alaika, Alvin Reggy Perdana, dan Saroni, berhasil selamat meskipun mengalami Hipotermia.

    Tiga pendaki yang selamat terjebak dan terpaksa bermalam di area dekat puncak hingga besoknya tim rescue datang.

    2 Pendaki meninggal dunia adalah Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono), kedua korban dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 1 Maret 2025 sekitar pukul 02.07 WIT setelah dievakuasi oleh guide dan rekan-rekan di Basecamp yang langsung kembali naik untuk membantu proses evakuasi.

    Proses evakuasi dilakukan oleh pemandu dan rekan-rekan di basecamp yang langsung naik ke lokasi untuk membantu.

    Kelimanya tergabung dalam rombongan pendaki berjumlah 20 orang.

    Rombongan itu terdiri dari lima pemandu, tujuh WNI dan enam WNA dan dua pendaki Taman Nasional Lorentz.

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Puncak Carstensz Sering Makan Korban, Ini Deretan Kasusnya

    Puncak Carstensz Sering Makan Korban, Ini Deretan Kasusnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Puncak Carstensz, yang juga dikenal sebagai Puncak Jaya, merupakan salah satu puncak tertinggi di Indonesia dan terletak di Provinsi Papua. Namun, di balik keindahannya, ternyata Puncak Carstenz sering memakan korban.

    Dengan ketinggian mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut, gunung ini menjadi tujuan utama bagi pendaki profesional. Meskipun menyajikan pemandangan alam yang luar biasa, Puncak Carstensz juga terkenal sebagai gunung yang sering memakan korban.

    Banyak pendaki yang kehilangan nyawa saat berusaha menaklukkan puncaknya. Beberapa insiden kecelakaan di Puncak Carstensz menjadi peringatan medan yang dihadapi sangat menantang dan berbahaya.

    Puncak Carstensz memiliki medan yang sangat ekstrem, dengan jalur pendakian yang terjal, cuaca yang sering berubah-ubah, serta potensi longsoran es yang berisiko. Ditambah lagi, akses menuju lokasi pendakian yang sulit dan kadang memerlukan keterampilan khusus membuat pendakian ke gunung ini penuh dengan bahaya. Tidak jarang, beberapa pendaki kehilangan nyawa dalam perjalanan mereka menuju puncak.

    Berikut ini beberapa kejadian tragis yang pernah terjadi di Puncak Carstensz, yang menunjukkan betapa berbahayanya pendakian ke puncak tertinggi di Indonesia ini.  

    Kasus Puncak Carstensz

    1. Dua pendaki wanita meninggal (2025)

    Tragedi terbaru terjadi di Puncak Carstensz, Papua, ketika dua pendaki wanita asal Indonesia kehilangan nyawa. Pada Sabtu (1/2/2025), Lilie Wijayanti Poegiono (59) dan Elsa Laksono (60) meninggal dunia akibat hipotermia saat menuruni gunung tersebut. Mereka merupakan bagian dari tim pendakian yang terdiri dari 10 orang, termasuk musisi Fiersa Besari serta pendaki dari Rusia dan Turki.  

    Rombongan pendaki memulai perjalanan mereka dengan menaiki helikopter hingga mencapai Lembah Kuning. Dari titik tersebut, mereka melanjutkan perjalanan menuju Puncak Carstensz. Setelah berhasil mencapai puncak pada Jumat (28/2/2025), mereka dihadapkan pada kondisi cuaca ekstrem saat turun.

    Lilie dan Elsa mengalami gejala hipotermia dan ditemukan dalam kondisi kritis di area Teras 2. Meskipun tim penyelamat telah berupaya memberikan pertolongan, nyawa keduanya tidak dapat diselamatkan dan mereka dinyatakan meninggal pada Sabtu (1/2/2025).

    2. Dua pendaki tewas dalam insiden terpisah (2024)

    Pada 2024, dua pendaki dilaporkan kehilangan nyawa dalam dua kejadian yang berbeda di kawasan Puncak Carstensz. Insiden pertama terjadi pada 29 September 2024, yang mana seorang pendaki mengalami serangan jantung saat dalam perjalanan menuju puncak.

    Kondisi ini sangat berbahaya, terutama di ketinggian ekstrem, karena tubuh harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan oksigen. Kurangnya persiapan fisik dan faktor kesehatan menjadi pemicu utama risiko ini.

    Kejadian tragis lainnya menimpa seorang pendaki asal Tiongkok bernama Dong Fei. Setelah berhasil mencapai puncak, dia mengalami kecelakaan fatal saat dalam perjalanan turun. Diduga, dia terjatuh dari ketinggian dan mengalami luka serius yang akhirnya merenggut nyawanya.

    3. Pemandu Andika Pratama meninggal tertimpa longsoran batu (2018)

    Pada November 2018, seorang pemandu pendakian bernama Andika Pratama mengalami kecelakaan tragis saat mendampingi rombongan pendaki menuju Puncak Carstensz. Kejadian ini berlangsung ketika dia sedang melakukan aklimatisasi, yaitu proses penting untuk membantu tubuh menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang lebih rendah di ketinggian.

    Nahasnya, ketika berada di titik pertama pemasangan tali, terjadi longsoran batu yang langsung mengenainya. Wilayah tersebut memang dikenal memiliki risiko tinggi terhadap longsoran, terutama saat cuaca tidak bersahabat. Cedera yang dialami Andika begitu parah sehingga nyawanya tidak dapat diselamatkan, dan dia meninggal dunia di lokasi kejadian.

    4. Ahmad Hadi meninggal dunia akibat hipoksia (2017)

    Pada Oktober 2017, seorang pendaki asal Jakarta bernama Ahmad Hadi kehilangan nyawa akibat hipoksia, kondisi tubuh kekurangan oksigen saat berada di ketinggian. Insiden ini terjadi ketika Ahmad sedang dalam perjalanan menuruni Puncak Carstensz.

    Saat menuruni jalur pendakian, Ahmad Hadi mulai merasakan nyeri di bagian dada. Tidak lama setelah itu, kondisinya memburuk hingga mengalami kejang-kejang. Sayangnya, nyawanya tidak dapat diselamatkan, dan dia meninggal dunia akibat efek dari kekurangan oksigen di ketinggian ekstrem.

    5. Pendaki Erik Erlangga meninggal saat mencapai puncak

    Seorang pendaki asal Indonesia bernama Erik Airlangga mengalami nasib nahas saat mencoba mencapai puncak Carstensz. Ia terjebak dalam kondisi cuaca ekstrem yang menyebabkan suhu tubuhnya turun drastis hingga mengalami hipotermia. Sayangnya, kondisi tersebut tidak dapat diatasi, sehingga nyawanya tidak terselamatkan.  

    Serangkaian kejadian ini menjadi pengingat mendaki Puncak Carstensz bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan persiapan yang matang. Medan yang sulit, cuaca yang ekstrem, serta kondisi alam yang tidak terduga membuat pendakian ke gunung ini memiliki risiko yang tinggi.

    Oleh karena itu, para pendaki yang berencana menaklukkan Puncak Carstensz harus memiliki kesiapan fisik, perlengkapan yang memadai, serta kewaspadaan tinggi agar dapat meminimalkan risiko kecelakaan.

  • Syok Lilie dan Elsa Tewas di Puncak Carstenz, Ini Cerita Fiersa Besari

    Syok Lilie dan Elsa Tewas di Puncak Carstenz, Ini Cerita Fiersa Besari

    Jakarta, Beritasatu.com – Musisi sekaligus pendaki Fiersa Besari akhirnya buka suara terkait tewasnya dua pendaki wanita, Lilie Wijayanti Poegiono (60) dan Elsa Laksono (60) dalam misi pendakian Puncak Jaya atau Piramida Carstensz, Papua Tengah pada Sabtu (1/3/2025).

    Melalui akun media sosialnya, Fiersa mengucapkan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga kedua pendaki itu. Ia berharap, korban diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan.

    “Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan ucapan belasungkawa yang terdalam. Turut berduka cita atas berpulangnya Bu Lilie Wijayanti Poegiono (Mamak Pendaki) dan Bu Elsa Laksono. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan. Semoga Bu Lilie dan Bu Elsa diberikan tempat terbaik di sisi-Nya,” tulisnya pada Senin (3/3/2025).

    Kronologi

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan kronologi terkait peristiwa nahas tersebut. Ia dan para pendaki lainnya mengaku sangat terkejut dan berduka atas meninggalnya kedua korban.

    “Saya juga ingin meminta maaf karena baru mengabari perihal situasi Carstensz Pyramid (puncak tertinggi Indonesia dengan nama lain Puncak Jaya), karena kami yang berada di basecamp Yellow Valley (YV) pun merasa sangat syok dan berduka atas tragedi yang telah terjadi,” ujarnya.

    Fiersa Besari menuturkan, saat ini ia dan Furky Syahroni telah dievakuasi ke Timika, Papua Tengah dalam kondisi sehat meski sebelumnya sempat tertahan akibat cuaca buruk.

    “Saat ini, saya dan Furky Syahrono baru tiba kembali ke Timika, Papua Tengah (3 Maret 2025) setelah tertahan di YV terkait cuaca buruk yang berdampak pada lalu lintas helikopter (satu-satunya akses resmi ke YV untuk saat ini adalah helikopter). Kondisi kami Alhamdulillah stabil,” tuturnya.

    Ia mengatakan, sebelumnya ia bersama kedua pendaki lainnya tergabung ke dalam satu tim. Sementara itu, kedua korban tergabung ke dalam tim lainnya yang terdiri dari empat orang. Keenam pendaki tersebut memiliki tour operator yang berbeda. Selain para pendaki lokal, ada pula pendaki warga negara asing (WNA) dan tamu dari pihak Balai Taman Nasional yang ikut mendaki pada Jumat (28/2/2025).

    Penulis kelahiran Bandung, Jawa Barat itu membeberkan, Carstensz Pyramid berbeda dengan gunung-gunung di Indonesia pada umumnya. Menurutnya, medan tebing di lokasi tersebut curam dan memiliki ketinggian sekitar 600 meter. Karena kondisi itu, para pendaki diwajibkan ahli dalam menggunakan alat-alat tali untuk naik dan turun sebagai prosedur keamanan.

    “Mungkin, yang tidak diketahui kawan-kawan yang kurang familier dengan dunia pendakian, Carstenz Pyramid berbeda dengan gunung di Indonesia pada umumnya. Medan tebing curam dengan ketinggian 600-an meter (basecamp YV 2400-an MDPL – Puncak Jaya 4884 MDPL), mewajibkan kita untuk lancar menggunakan alat-alat tali untuk naik dan turun (ascending dan rappelling) sebagai safety procedure. Sebagai catatan, di ketinggian di atas 4000-an MDPL, apalagi dalam cuaca buruk, kita memang tidak boleh diam terlalu lama, sebab rentan terkena hipotermia,” jelasnya.

    Fiersa mengaku baru mengetahui tragedi yang menewaskan Lilie dan Elsa itu setelah dirinya tiba di basecamp YV pada Sabtu (1/3/2025), sekitar pukul 04.00 WIT. Setelah mendengar kabar tersebut, ia dan para pendaki lainnya terus-menerus mengontak para korban yang terjebak dengan menggunakan HT, hingga akhirnya korban dijemput oleh para relawan lokal maupun internasional. Ketiga korban dinyatakan selamat, meski sempat kritis.

    Penulis berusia 41 tahun itu mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tergabung ke dalam proses evakuasi, terutama seluruh kru dan pendaki di YV. Ia juga meminta agar publik berempati atas kejadian ini, serta memberikan ruang untuk keluarga dan kerabat yang berduka.

    “Saya juga ingin berterima kasih kepada semua pihak yang sangat suportif dalam proses evakuasi, terutama seluruh kru dan pendaki di YV. Akhir kata, saya berharap kawan-kawan dapat menahan jempolnya untuk mengeluarkan asumsi, teori, apalagi komentar nirempati. Pakai energi untuk berdoa. Beri ruang untuk keluarga dan kerabat yang berpulang untuk berduka. Terima kasih banyak atas perhatiannya. Salam lestari, Fiersa Besari,” tutupnya.