Tag: Ferry Salanto

  • Kawasan Industri dan Pergudangan RI Terdongkrak Tren Cek Ombak Investor China

    Kawasan Industri dan Pergudangan RI Terdongkrak Tren Cek Ombak Investor China

    Bisnis.com, JAKARTA – Pasar kawasan industri dan pergudangan modern di Tanah Air kembali semarak pada semester I/2025, utamanya terdongkrak agenda ‘cek ombak’ para industriawan mancanegara, terutama asal China.

    Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mencatat penjualan kawasan industri di kawasan Greater Jakarta telah menembus 125,94 hektare pada paruh awal 2025, dengan dominasi Artha Industrial Hill (AIH) dan Modern Cikande sebagai pemimpin transaksi.

    Secara terperinci, AIH mencatatkan transaksi hingga 41,1 hektare, sementara Modern Cikande dengan 40,26 hektare. Lantas, ada juga Greenland International Industrial Center (GIIC) mengantongi 17,7 hektare, disusul Jababeka dan Subang Smartpolitan yang sama-sama di sekitar 10 hektare.

    “Gelombang signifikan investasi dari China menjadi pendorong, terutama demi strategi diversifikasi akibat kebijakan tarif Trump. Ketertarikan investor pada kawasan seperti Subang juga menggambarkan ada tren investor mulai mencari peruntungan di luar traditional hubs yang ada di sekitar Jabodetabek,” ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, dikutip Sabtu (6/9/2025).

    Tren ‘cek ombak’ investor asing ini turut tercermin dari realisasi transaksi secara sektoral di kuartal II/2025 yang cenderung beragam. Salah satu contohnya AIH mendapat tenant manufaktur permesinan dan pemain ekosistem baterai, GIIC kedatangan perusahaan fast moving consumer goods (FMCG), sementara Subang Smartpolitan mengantongi transaksi signifikan dari sektor high-tech garmen.

    Modern Cikande pun mengantongi transaksi yang tak kalah beragam, sebab kedatangan dua investasi dari China, yakni satu di bidang produsen peralatan masak, serta satu manufaktur alat perkantoran. Ada juga investasi lokal dari sebuah operator pergudangan dan perusahaan ekosistem baja.

    Alhasil, secara total Colliers mencatat sektor-sektor yang paling ramai mengakuisisi lahan kawasan industri RI di tahun ini secara berturut-turut, yakni permesinan (22,79%), peralatan rumah tangga (11,96%), pusat data (12,78%), alat perkantoran (12,77%), tekstil (9,9%), garmen (6,67%), kimia (4,86%), FMCG (2,78%), dan pergudangan (2,51%).

    “Transaksi tahun ini memang jauh dari tren tahun lalu yang begitu masif karena kedatangan pabrik mobil listrik besar. Tapi apabila melihat tren 2020—2023, sebenarnya capaian tahun ini terbilang kembali menguat di tengah berbagai gejolak yang terjadi beberapa waktu belakangan,” tambahnya.

    Sementara untuk sektor pergudangan, Country Head sekaligus Kepala Bidang Logistik & Perindustrian Jones Lang Lasalle (JLL) Indonesia Farazia Basarah menjelaskan adanya tren serupa.

    Secara umum, bahkan permintaan pergudangan pada paruh awal 2025 telah mencapai 106.000 meter persegi alias telah melampaui capaian sepanjang 2024.

    Padahal, tercatat belum ada suplai baru yang terealisasi di sepanjang tahun ini. Praktis, tingkat okupansi per Juni 2025 tembus 94% dari total pangsa pasar pergudangan di beberapa kawasan utama Tanah Air seluas 2,9 juta meter persegi.

    Farazia mengungkap permintaan didorong aksi ekspansi industriawan asal China dan sekitarnya. Sektor paling mencolok, antara lain otomotif dan komponennya, elektronik, peralatan medis, tekstil dan turunannya, serta fast moving consumer goods (FMCG).

    “Mayoritas memilih sewa gudang hibrida yang bisa lite manufacturing, seperti perakitan komponen. Tujuannya buat cek ombak pasar Indonesia, sebelum akhirnya memutuskan untuk membangun pabrik sendiri di kawasan industri,” ujarnya ketika ditemui Bisnis selepas acara di kantor JLL, dikutip Sabtu (6/9/2025).

    Menurutnya, strategi cek ombak lewat sewa pergudangan menjadi pilihan investor karena biayanya lebih terjangkau, cepat terealisasi, dan fleksibel dari sisi waktu. Momentum ini setidaknya akan berlangsung sampai 3-4 tahun ke depan.

    Farazia mencontohkan ada fenomena salah satu kliennya yang memutuskan menyewa gudang hingga 70.000 meter persegi sekaligus. Sambil wait n see, mereka meneguhkan komitmen membangun pabrik dalam beberapa tahun ke depan.

    “Salah satu klien manufaktur China ini awalnya cari lahan, tapi karena makan waktu dan investasi cukup besar, akhirnya sewa gudang dulu. Ketika pasar Indonesia dianggap sustainable buat long-term, mereka akan cari lahan lagi. Tahun ini trennya sedang seperti ini,” ungkapnya.

    Adapun, beberapa indikator yang akan terus mereka perhatikan, misalnya terkait pertumbuhan ekonomi nasional, permintaan kendaraan elektrifikasi (EV), perkembangan bidang energi terbarukan seperti panel surya, juga pasar peralatan medis.

    Tak heran, momentum ini turut membawa sentimen positif buat para pengembang properti kawasan industri dan pergudangan swasta, hingga mendorong aksi akuisisi dari grup konglomerasi.

    Sebut saja aksi entitas Grup Astra melalui PT Saka Industrial Arjaya yang baru-baru ini mencaplok PT Mega Manunggal Property Tbk. (MMLP), pengelola 13 aset pergudangan dengan total area tersewa lebih dari 546.000 meter persegi di kawasan Jabodetabek dan Jawa Timur.

    Selain itu, Grup Djarum lewat Dwimuria Investama Andalan pada Mei lalu pun tercatat membeli 27,3% saham emiten kawasan industri PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), pengembang Subang Smartpolitan, alias kawasan yang sedang naik daun karena menjadi pusat produksi mobil listrik BYD.

    “Aksi Astra terhadap MMLP termasuk strategis, karena memang developer pergudangan modern, ya. Sementara pemain kawasan industri juga pasti ikut terkena sentimen positif, karena banyak pergudangan berada di dalamnya, atau terkait dengan jaringan ekosistem kawasan,” tutup Farazia.

  • Survei Colliers: Bisnis Hotel Lesu Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo

    Survei Colliers: Bisnis Hotel Lesu Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Konsultan properti Colliers Indonesia menyoroti adanya tren penurunan kinerja bisnis perhotelan usai Presiden Prabowo Subianto meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi.

    Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, menjelaskan bahwa tren penurunan bisnis perhotelan usai adanya kebijakan efisiensi pemerintahan Prabowo makin terasa di awal 2025.

    “Survei dilakukan dua kali pada 2024 saat Presiden Prabowo mengumumkan efisiensi, yang pertama itu hanya sekitar 44% responden yang melaporkan kondisinya lebih buruk dan jauh lebih buruk,” kata Ferry dalam Konferensi Pers, Senin (14/4/2025). 

    Akan tetapi, tambah Ferry, pengusaha yang melaporkan perburukan bisnis hotel itu bertambah menjadi 83% pada Januari 2025.

    Alhasil, 20% dari 717 responden mengatakan mengalami penurunan pendapatan hotel hingga 50% sejak diimplementasikannya kebijakan efisiensi oleh pemerintah.

    “Pada awal 2025 menjadi titik terendah [pasar hotel usai diteken kebijakan efisiensi]. Penyebabnya pasti karena aktivitas bisnis melambat, adanya ketergantungan hotel pada government market dan ada bulan puasa di Maret yang secara tradisional bisa menurunkan okupansi,” tegasnya.  

    Penurunan okupansi kamar hotel pada awal tahun ini juga sempat dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) pada Januari – Februari 2025 mengalami penurunan. 

    Salah satu faktornya disebabkan oleh kebijakan penghematan anggaran pemerintah. Dalam keterangannya, BPS menyatakan bahwa penurunan TPK pada Januari 2025 secara bulanan lantaran pada Desember 2024 merupakan peak season atau musim puncak lantaran ada libur sekolah serta Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

    ”Selain itu, penurunan di Januari juga disebabkan oleh efisiensi anggaran,” demikian pernyataan BPS dalam keterangannya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (12/4/2025). 

    Bahkan, dampak efisiensi anggaran pemerintah juga berlanjut pada Februari 2025, meski masih ada beberapa agenda nasional maupun internasional di beberapa provinsi. 

  • Prospek Sektor Rumah Tapak Tetap Cerah pada 2025

    Prospek Sektor Rumah Tapak Tetap Cerah pada 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Perusahaan konsultan properti Colliers Indonesia mengatakan, sektor rumah tapak diprediksi akan tetap menjadi pilihan utama pada 2025. Sektor ini terus berkembang karena merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat.

    “Rumah tapak atau landed houses masih menjadi prioritas utama karena kebutuhannya nyata. Pemerintah bahkan meluncurkan program 3 Juta Rumah sebagai upaya memenuhi kebutuhan dasar ini, yang terus meningkat dan berkelanjutan,” ujar Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto dikutip dari Antara, Rabu (8/1/2025).

    Namun, sektor ini menghadapi tantangan terkait daya beli masyarakat dan kemudahan akses agar rumah tapak dapat lebih terjangkau.

    “Dari sisi pasokan, selama permintaan ada, pengembang dan pemerintah dapat mengoptimalkan lahan-lahan yang belum produktif melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk investor lokal maupun asing,” tambah Ferry.

    Selain prospek rumah tapak pada 2025 yang masih baik, Ferry juga memaparkan bahwa sektor pergudangan logistik dan ritel masih memiliki prospek positif di tahun ini.

    Namun, sektor hotel menghadapi tantangan signifikan, terutama karena masih sangat bergantung pada kegiatan pemerintah.

    “Hotel menghadapi tantangan karena permintaan dari pasar non-pemerintah masih terbatas. Sementara itu, hunian vertikal dan perkantoran komersial memerlukan waktu lebih untuk pulih,” katanya.

    Selain sektor rumah tapak, pergudangan logistik, dan ritel, bisnis mobil listrik diprediksi akan mendominasi penyerapan lahan industri, menggantikan sektor data center. Meskipun permintaan untuk data center sedikit menurun, sektor ini masih memiliki peluang.

    “Permintaan lahan untuk data center masih ada, meski trennya menurun. Di sisi lain, sektor mobil listrik mulai mengambil alih, karena membutuhkan lahan yang cukup luas. Lokasi pengembangan sektor mobil listrik akan terpusat di area yang memiliki ketersediaan lahan besar,” jelas Ferry.

    Lebih lanjut, senada dengan prospek rumah tapak yang masih berkilau pada 2025, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menekankan, pentingnya kolaborasi dalam mewujudkan program 3 juta rumah. Program ini bertujuan menyediakan hunian layak dan sehat demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

    AHY mengajak semua pihak untuk bekerja sama, baik dalam penyediaan lahan maupun pembiayaan perumahan yang terjangkau. “Pembangunan rumah bagi rakyat adalah perjuangan bersama yang harus dilakukan dengan semangat gotong royong,” pungkasnya.

    Secara umum, perusahaan konsultan itu menyebut, prospek bisnis rumah tapak masih akan baik pada 2025 didukung program pemerintah. Selain itu, sektor pergudangan logistik, ritel, dan industri mobil listrik juga masih akan cerah pada 2025.

  • Gedung pemerintah di Jakarta dinilai punya potensi pascapindah ke IKN

    Gedung pemerintah di Jakarta dinilai punya potensi pascapindah ke IKN

    Apabila gedung milik pemerintah yang kosong ini dianggap sebagai pasok baru, ini dapat memperburuk kondisi pasar yang sudah kelebihan pasok ruang kantor

    Jakarta (ANTARA) – Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menilai gedung kantor pemerintah di Jakarta memiliki potensi yang menarik untuk dimanfaatkan dan dikolaborasikan dengan pihak swasta pasca ibu kota pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti.

    Ia menyebut gedung-gedung kantor yang akan dikosongkan ini bisa dijadikan opsi bagi para penyewa karena lokasinya strategi di kawasan pusat bisnis.

    “Meskipun banyak bangunan milik pemerintah yang ada sudah tua, namun memiliki keunggulan strategis karena lokasinya yang kebanyakan berada di kawasan pusat bisnis,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Kendati demikian, Ferry mengatakan gedung-gedung milik pemerintah ini juga bisa memperburuk kondisi pasar properti yang sudah kelebihan pasok. Terlebih jika kondisinya kosong sehingga dianggap sebagai pasokan baru.

    “Apabila gedung milik pemerintah yang kosong ini dianggap sebagai pasok baru, ini dapat memperburuk kondisi pasar yang sudah kelebihan pasok ruang kantor,” katanya.

    Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, sebanyak 40 gedung pemerintah, termasuk kementerian dan lembaga negara (tidak termasuk aset BUMN), mencakup 1,34 juta meter persegi ruang kantor di Jakarta.

    Jumlah tersebut mencapai 55 persen dari total ruang kosong atau sekitar 2,43 juta meter persegi di sektor perkantoran komersial.

    Ferry menyoroti bahwa gedung kantor milik pemerintah masih menarik untuk dikolaborasikan dengan entitas swasta. Namun, mengubahnya menjadi ruang kantor komersial yang dapat disewakan akan jadi pekerjaan yang menantang karena masih berlimpahnya pasok ruang kantor saat ini.

    “Dari perspektif investasi, bermitra dengan sektor swasta untuk aset milik pemerintah menghadirkan tantangan karena nilai buku aset yang tinggi. Hal ini sulit untuk mencapai hasil yang ideal mengingat pendapatan sewa yang relatif rendah,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, banyak perusahaan multinasional yang sangat memperhatikan standar Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (HSE) serta sertifikasi bangunan hijau.

    “Sehingga memungkinkan dibutuhkan pekerjaan tambahan yang signifikan untuk membuat bangunan-bangunan tersebut agar sesuai dengan standar modern,” katanya.

    Ferry mengatakan kolaborasi dengan sektor swasta akan lebih menarik jika ada opsi penawaran penjualan aset. Meski diizinkan secara aturan, namun proses ini melibatkan prosedur ketat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, sehingga penjualan aset negara jarang terjadi.

    Di masa lalu, model BOT (Build-Operate-Transfer) cukup menarik karena aset properti tidak terlalu bernilai tinggi sehingga menghasilkan pengembalian yang menarik.

    “Namun untuk saat ini, dengan nilai aset yang relatif tinggi dan pendapatan sewa yang masih tertekan, memperpanjang periode konsesi yang akan membuat skema BOT menjadi layak,” katanya.

    Pewarta: Ade irma Junida
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025