Tag: Feri Amsari

  • Bandingkan dengan Gibran, Feri Amsari: Banyak Anak Muda Miskin tapi Tidak Punya Kesempatan Sama dari Pelaku Kecurangan Ini

    Bandingkan dengan Gibran, Feri Amsari: Banyak Anak Muda Miskin tapi Tidak Punya Kesempatan Sama dari Pelaku Kecurangan Ini

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari membandingkan Gibran Rakabuming Raka. Dengan anak muda lain di Indonesia.

    Itu diungkapkan Feri dalam sebuah program televisi swasta. Ia mulanya menjelaskan duduk perkaranya.

    “Perkara putusan MK yang mengabulkan bahwa Gibran memenuhi syarat tidak pernah disidangkan dalam perkara pembuktian di MK. Dari daftar langsung diputuskan,” kata Feri dikutip dari unggahannya di X, Kamis (12/6/2025).

    “Saya pertanggungjawabkan dunia akhirat,” tambahnya.

    Ia menjelaskan, dalam dunia politik terdiri dari tiga manusia saja. Satu pragmatis, satu suka menjilat, satu terus bertahan dalam idealisme kesepian. Perjuangkan apa yang ia yakini .

    “Saya melihat banyak sekali anak muda yang baru-baru menjilat sekaligus pragmatis untuk mendapatkan suatu keuntungan,” jelasnya.

    Tapi di sisi lain, ia mengatakan percaya bahwa banyak anak muda yang sadar betul banyak haknya terlanggar. Dari sekian banyak anak muda itu, ia melihat cuma Gibran yang mendapat kesempatan itu.

    “Berapa banyak anak muda yang pintar dengan segala prestasinya. Banyak anak muda miskin tapi tidak pernah punya kesempatan yang sama dari pelaku kecurangan ini,” terangnya.

    “Orkestra apa yang paling buruk menurut saya, adalah orkestrasi konstitusi dan undang-undang untuk keuntungan pribadi,” tambahnya.
    (Arya/Fajar)

  • Baintelkam: Kritik Aktivis Bagian dari Demokrasi, Polri Siap Kawal Stabilitas dan Reformasi Hukum – Halaman all

    Baintelkam: Kritik Aktivis Bagian dari Demokrasi, Polri Siap Kawal Stabilitas dan Reformasi Hukum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Ekonomi Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ratno Kuncoro, menegaskan bahwa kritik publik, termasuk dari kalangan aktivis dan mahasiswa, merupakan bagian sah dalam proses demokrasi.

    Pernyataan ini disampaikan menanggapi isu yang ramai di media sosial terkait tagar #IndonesiaGelap yang digaungkan oleh aktivis hukum, Feri Amsari.

    “Kami setuju dengan semangat Habis Gelap Terbitlah Terang. Namun, kondisi saat ini saya pandang sebagai bagian dari proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap pemimpin pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang terpenting adalah memastikan arah bangsa tetap pada jalur yang sesuai dengan harapan masyarakat,” ujar Ratno.

    Menurutnya, tantangan utama bangsa saat ini adalah menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan. Untuk itu, Polri terus menjalin kerja sama erat dengan TNI sebagai bagian dari pemerintahan.

    “Polri harus memastikan tidak ada dinamika sosial dan politik yang mengganggu ketertiban masyarakat. Isu-isu seperti obstruction of justice pun akan kami dalami secara serius sesuai sistem peradilan pidana yang berlaku,” tegasnya.

    Reformasi Hukum dan KUHAP Baru

    Ratno juga mengungkapkan keterlibatan dirinya dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. KUHAP 2023 direncanakan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, menggantikan KUHAP 1981 yang dinilai sudah tidak relevan.

    “Sudah saatnya KUHAP diperbarui. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat. DPR juga membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberi masukan,” jelasnya, mengutip pernyataan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrahman.

    Ia juga menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai elemen utama dalam demokrasi. Wartawan, menurutnya, tidak boleh ditekan atau diteror, dan semua sengketa pers semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan melalui kriminalisasi.
    Pendekatan Restoratif dan Pemberantasan Korupsi

    Ratno menekankan perlunya pendekatan Restorative Justice dalam penanganan perkara ringan, sebagai bagian dari reformasi hukum yang berpihak pada keadilan dan efisiensi.

    “Hukum adat dan kearifan lokal bisa menjadi dasar penyelesaian masalah secara berkeadilan. Ini bagian dari reformasi hukum,” ujarnya.

    Dalam hal pemberantasan korupsi, Ratno mengajak semua pihak untuk belajar dari negara-negara yang memiliki indeks persepsi korupsi rendah.

    “Kita harus komitmen menurunkan tingkat korupsi, sejalan dengan harapan masyarakat dan Presiden Prabowo,” katanya.

    Netralitas Polri dan Penanganan Aksi

    Di tengah dinamika politik, Ratno menegaskan bahwa Polri tetap netral dan bertindak sebagai pengawal demokrasi.

    “Kami tidak berpolitik. Silakan kritik, silakan demo. Polisi di lapangan tidak boleh menganggap massa aksi sebagai musuh,” tegasnya.

    Ia memastikan bahwa pengamanan aksi dilakukan secara humanis dan profesional, sesuai standar operasional prosedur.

    “Semua kritik yang konstruktif adalah booster bagi kami untuk mempercepat penyelesaian masalah bangsa dan menyukseskan program pemerintah,” pungkasnya.

    Respons terhadap Isu Global dan Kritik Feri Amsari

    Terkait kondisi global, Ratno menyebut bahwa Indonesia relatif lebih stabil dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara yang terdampak perang dagang dan tarif Amerika Serikat.

    “Thailand, Vietnam, dan Filipina mengalami koreksi pertumbuhan karena ketergantungan terhadap ekspor ke Amerika. Kita lebih kuat karena sumber daya yang luar biasa. Koreksi dari IMF untuk Indonesia hanya dari 5,1 persen ke 4,7%, masih relatif baik,” paparnya.

    Sementara itu, pengamat hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai tagar #IndonesiaGelap mencerminkan keresahan mendalam masyarakat terhadap arah kebijakan negara. Ia menyebut ada berbagai pelanggaran konstitusional dan kelemahan birokrasi di masa pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Pembentukan undang-undang yang tertutup, kembalinya peran TNI-Polri di luar konstitusi, dan program Makan Bergizi Gratis yang masih bermasalah adalah bagian dari kegelisahan publik,” ujar Feri, Rabu (7/5/2025).

    Ia juga menyoroti lemahnya sektor peradilan, dengan kasus suap yang melibatkan hakim hingga Rp60 miliar dan praktik obstruction of justice oleh aparat.

    Menurutnya, TNI dan Polri seharusnya diprofesionalkan sesuai amanat konstitusi, bukan justru menambah beban kerja baru.

    Feri juga menyoroti kekosongan posisi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat sejak 2023, yang menurutnya mengganggu komunikasi diplomatik.

    “Presiden Prabowo sebaiknya segera mengisi posisi Dubes RI di AS. Selain itu, diplomasi luar negeri dan ruang-ruang strategis pemerintahan perlu diperbaiki,” tegasnya.

    Feri mengingatkan pentingnya konsolidasi dalam sistem presidensial.

    “Dalam sistem presidensial, presiden sebelumnya harus memberi ruang kepada presiden baru untuk bekerja secara transparan, bukan menciptakan matahari kembar,” tutupnya.

  • Desak Pemakzulan Wapres Gibran, Purnawirawan TNI Ditantang Tempuh Jalur Konstitusi

    Desak Pemakzulan Wapres Gibran, Purnawirawan TNI Ditantang Tempuh Jalur Konstitusi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menilai tuntutan Forum Purnawirawan TNI untuk pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden (wapres) melalui presiden, salah alamat. Dia memastikan usulan impeachment atau pemakzulan Gibran melalui presiden tidak sesuai undang-undang.

    “Semua orang punya hak bersuara. Tapi kalau pertanyaannya apakah pilihan pernawirawan TNI untuk mengusulkan impeachment Gibran kepada Presiden, sudah pasti tidak sesuai undang-undang dasar,” kata Feri Amsari, Senin (28/4/2025).

    Menurut Pakar Hukum Tata Negara Unversitas Andalas itu, jika purnawirawan TNI mendesak Gibran untuk dicopot dari jabatannya sebagai wapres, semestinya menempuh jalur konstitusional.

    Berdasarkan konstitusi, pemakzulan presiden dan wakil presiden dapat dilakukan setelah mendapatkan usul dari DPR.

    “Jadi kalau mau benar, purnawirawan TNI itu datang ke DPR mengusulkan pembahasan impeachment Wakil Presiden. Apakah boleh? Boleh, karena menurut Undang-Undang Dasar, boleh dua-duanya diberhentikan, boleh salah satu,” tuturnya.

    Feri menjelaskan, konstitusi mengatur usul pemakzulan dapat dijalankan setelah mengantongi dukungan dari 2/3 jumlah anggota DPR atau sekitar 387 orang.

    Dia merinci jumlah anggota DPR yang menjadi oposisi pemerintah saja saat ini ada 110 orang. “Itu pun setengah hati. Jadi agak berat, tetapi kalau memang mau serius, harusnya usul pemberhentian Wakil Presiden dengan catatan ilmiah awal untuk diusulkan pembahasan impeachment.” tuturnya.

    Namun, desakan untuk pencopotan wapres saat ini masih belum sesuai konstitusi. “Sampai hari ini kan baru omong-omongnya,” tambah Feri.

  • 54 Kasus Pelecehan Seksual Dilakukan Penyelenggara Pemilu pada 2023, KPU RI Jadi Contoh Buruk
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    54 Kasus Pelecehan Seksual Dilakukan Penyelenggara Pemilu pada 2023, KPU RI Jadi Contoh Buruk Nasional 28 April 2025

    54 Kasus Pelecehan Seksual Dilakukan Penyelenggara Pemilu pada 2023, KPU RI Jadi Contoh Buruk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Peneliti firma hukum Themis Indonesia,
    Feri Amsari
    , mengungkapkan, terjadi 54 kasus
    pelecehan seksual
    yang dilakukan oleh
    penyelenggara pemilu
    di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2023.
    “Sebagai sebuah gambaran, penyelenggara pemilu kita di tahun 2023 melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan di 54 kasus,” ujar Feri dalam acara diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
    Dia tidak menjabarkan secara perinci daerah mana saja yang terjadi kasus pelecehan seksual. Namun Feri mengatakan, angka ini menjadi bukti ketidaprofesionalan penyelenggara pemilu.
    Menurut Feri, kasus kekerasan seksual yang marak ini terjadi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat yang menjadi episentrum justru memberikan contoh tindakan pelecehan seksual.
    “Kalau kelakuan
    KPU RI
    -nya begitu, di bawahnya juga akan begitu,” ujarnya.
    Untuk diketahui, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dipecat karena skandal pelecehan seksual kepada anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
    Atas puluhan peristiwa pelecehan seksual ini, Feri menilai harus ada proses seleksi yang lebih ketat untuk menentukan penyelenggara pemilu yang lebih baik.
    Termasuk bentuk manipulasi para penyelenggara yang memiliki rekam jejak kasus kejahatan seksual, namun memanipulasi data pribadi agar bisa lolos seleksi.
    “Terutama misalnya istrinya dua, dibilang satu. Itu yang kemudian mempertegas bahwa orang-orang seperti ini disengaja juga untuk dipilih sebagai bagian untuk mengatur kepentingan-kepentingan politik,” ucapnya.
    “Jadi penyelenggaranya punya rekam jejak buruk bukan untuk tidak dipilih, tapi untuk dipilih sebagai bargaining politik kepentingan partai,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar Hukum Tata Negara Sebut Usulan Purnawirawan TNI Melengserkan Gibran Butuh Proses Berat di DPR – Halaman all

    Pakar Hukum Tata Negara Sebut Usulan Purnawirawan TNI Melengserkan Gibran Butuh Proses Berat di DPR – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah purnwiraan TNI mengusulkan kepada MPR supaya Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot dari jabatannnya. 

    Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari mengatakan langkah itu kurang tepat.

    Sebab mengacu Pasal 7A dan Pasal 24 C UUD 1945, usul pencopotan Wakil Preisden harus melalui DPR. 

    Sehingga, ia mengusulkan para purnawirawan TNI itu untuk menyambangi DPR jika benar hendak melengserkan putra sulung Presiden Indonesia ke-7 itu.

    “Semua orang berhak untuk bersuara. Tapi kalau pertanyaannya, apakah pilihan purnawirawan TNI untuk mengusulkan impeachment Gibran kepada presiden, sudah pasti tidak sesuai undang-undang dasar,” kata Feri di Rumah Belajar ICW, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).

    “Jadi kalau mau benar, purnawirawan TNI itu datang ke DPR, mengusulkan untuk pembahasan impeachment wakil presiden,” sambungnya. 

    Adapun mekanisme selanjutnya, DPR akan membahas hal tersebut dalam rapat paripurna yang harus dihadiri 2 per 3 anggota DPR. 

    Di satu sisi, Feri mengakui langkah itu tampak cukup berat mengingat oposisi di ‘Gedung Kura-kura’ itu berjumlah 110 orang dari total 387.

    “Jadi agak berat, tetapi kalau memang mau serius, itu benar, harusnya usul pemberhentian wakil presiden itu dengan catatan-catatan ilmiah awal untuk diusulkan pemberhentian itu,” pungkasnya. 

  • Sejumlah Kejanggalan tentang Narasi Matahari Kembar Makin Terungkap, Benarkah Prabowo Disandera Jokowi?

    Sejumlah Kejanggalan tentang Narasi Matahari Kembar Makin Terungkap, Benarkah Prabowo Disandera Jokowi?

    GELORA.CO –  Wacana tentang adanya dua pemimpin di pemerintahan atau narasi Matahari Kembar kembali mencuat pasca sejumlah menteri sowan usai Idul Fitri.

    Pernyataan sejumlah menteri era Kabinet Indonesia Bersatu yang kembali menjabat di Kabinet Merah Putih, ditengarai menjadi pemantik lahirnya narasi Matahari Kembar.

    Sempat diucap oleh SBY saat internal Partai Demokrat tengah menjadi sorotan, istilah Matahari Kembar kemudian dikutip ulang Politisi PKS Mardani Ali Sera.

    Selain Mardani Ali Sera, narasi Matahari Kembar yang merujuk pada Presiden Ketujuh dan Kedelapan Indonesia juga sempat ditanggapi oleh Try Sutrisno.

    Menurut purnawirawan Pangab periode 1988-1993 dan Wapres periode 1993-1998, Matahari Kembar merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan di pemerintahan.

    Terkait dengan semakin menebalkan diksi Matahari Kembar dalam ingatan publik, Feri Amsari yang juga merupakan Pakar Hukum Tata Negara memberi tanggapan.

    Feri menyebut istilah tersebut tidak jauh berbeda dengan Satu Kapal Dua Nahkoda yang pernah ditulisnya di Tempo.

    Berlatar tentang persaingan Presiden dengan Wakil Presiden yang saat itu masih menjabat, Matahari Kembar memiliki konstruksi nilai berbeda.

    Narasi Matahari Kembar yang sejak Idul Fitri lalu mulai banyak masuk dalam kesadaran publik, menurut Feri merupakan hal janggal serta bertolak belakang dengan konstitusi.

    Mengacu pada Undang-Undang Dasar Pasal 17, secara eksplisit disebutkan bahwa setiap menteri merupakan pembantu resmi presiden yang sedang menjabat.

    Selain ditetapkan atau diangkat secara langsung oleh Presiden, kewenangan Menteri sebagai Pembantu juga dapat diberhentikan oleh Presiden.

    Sehingga pernyataan sejumlah menteri era kabinet Presiden Jokowi yang kembali menjabat di era Prabowo terkait Bos, merupakan suatu kejanggalan konstitusi.

    Bukan sekadar melanggar perundang-undangan, pernyataan tersebut juga terbilang sebagai suatu hal yang kurang etis dan melanggar kesantunan dalam politik.

    “Masa ada menteri mengaku, bahwa orang yang sudah lengser ini adalah Bos, itu merusak Undang-Undang Kementerian Negara,” jelas Feri.

    Pernyataan terkait sosok Jokowi sebagai Bos, selain disampaikan oleh Budi Gunadi Sadikin selaku Menkes juga disampaikan oleh Menteri Kelautan Sakti Trenggono.

    Penggunaan diksi Bos sebagai analogi yang disampaikan oleh sejumlah Menteri, menurut Feri tidak mencerminkan sikap santun.

    Fakta adanya menteri era kabinet Jokowi dan kembali terlibat dalam pemerintahan Presiden Prabowo dengan komposisi lebih dari 50 persen, juga terbilang janggal.

    Tidak mengherankan jika kemudian banyak kalangan, dengan perspektif awam mempertanyakan soal kepemimpinan Presiden Prabowo.

    “Saya tidak ingin bilang ini benar, jangan-jangan Presiden saat ini sedang disandera?” pungkasnya.***

  • 54 Kasus Pelecehan Seksual Dilakukan Penyelenggara Pemilu pada 2023, KPU RI Jadi Contoh Buruk
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    Prabowo Ajak Dialog Tokoh Indonesia Gelap, Feri Amsari: Boleh kalau "Live" Tanpa Dipotong Nasional 8 April 2025

    Prabowo Ajak Dialog Tokoh Indonesia Gelap, Feri Amsari: Boleh kalau Live Tanpa Dipotong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas sekaligus salah satu sosok lantang menyuarakan ”
    Indonesia Gelap
    “,
    Feri Amsari
    , siap menerima ajakan Presiden
    Prabowo Subianto
    untuk berdialog.
    Asalkan, dialog itu ditampilkan secara terbuka, utuh tanpa dipotong.
    “Kalau dialognya di-(
    live

    streaming
    tanpa dipotong, boleh. Pak Prabowo harus siap dan menerima untuk didebat,” kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (8/4/2025).
    Feri lantas membeberkan apa saja yang akan disampaikan kepada Prabowo ketika bertemu.
    Pertama, ia mengaku akan menyampaikan bahwa Prabowo, menurutnya, tidak pernah melanjutkan setiap pernyataan dengan langkah konkret yang jelas.
    “Yang mau saya sampaikan, setiap omongan Anda (Prabowo) tidak pernah ada langkah konkret yang jelas. Coba jelaskan langkah-langkah kebijakan Anda dengan terstruktur,” pinta Feri.
    Kedua, Feri mengaku akan bertanya apa alasan Prabowo yang, menurutnya, justru kembali melanjutkan kebijakan menyusun Undang-Undang (UU) serampangan.
    Bahkan, kata Feri, Prabowo melanjutkan kebijakan membuat UU yang melanggar konstitusi.
    “Dan kapan Anda belajar mendengarkan publik lebih banyak?” sambung Feri.
    Ketiga, pakar hukum tata negara ini juga mengaku akan menantang Prabowo apakah bisa lebih tenang ketika berdiskusi, semisal tanpa harus memukul meja.
    “Keempat, beranikah Anda memecat Luhut dan Dasco, sekaligus memberhentikan Teddy dari Seskab sampai dia mundur jadi prajurit aktif,” ucap Feri.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo mengaku ingin bertemu dan berdialog dengan tokoh-tokoh yang menyuarakan “Indonesia Gelap”.
    Prabowo ingin membahas masalah bangsa dan negara bersama tokoh-tokoh itu.
    “Saya juga mau dialog, saya mau ketemulah, mari kita bahas, mungkin tidak usah di publik, ya tokoh-tokoh yang Indonesia Gelap,” kata Prabowo dikutip dari tayangan YouTube Harian Kompas, Selasa.
    Pada kesempatan tersebut, Prabowo ingin bertanya langsung kepada tokoh-tokoh itu apa maksud dari Indonesia Gelap.
    Jika memang ada kegelapan, ia bakal mengajak tokoh-tokoh itu agar menjadikan Indonesia tidak gelap lagi.

    Indonesia gelap
    , maksudnya, oke kalau memang Indonesia gelap, mari kita kerja supaya Indonesia tidak gelap. Ya kan. Kok Indonesia gelap. Kabur saja dulu deh. Ya kan,” urai Kepala Negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gelombang Penolakan Tak Kunjung Padam, Masih Bisakah UU TNI Dibatalkan?

    Gelombang Penolakan Tak Kunjung Padam, Masih Bisakah UU TNI Dibatalkan?

    Gelombang Penolakan Tak Kunjung Padam, Masih Bisakah UU TNI Dibatalkan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang telah direvisi masih terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
    Aksi demonstrasi pun dilakukan oleh mereka yang menolak UU TNI yang baru ini.
    Padahal, pengesahan terhadap Revisi UU TNI sudah diketok oleh DPR sejak pekan lalu.
    Misalnya, di Malang, demo UU TNI berakhir ricuh, dan bahkan beberapa orang dilaporkan hilang.
    Selain itu, demo di Surabaya juga mengalami kericuhan, di mana massa sampai melempar molotov ke polisi.
    Aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Kota Malang, Jawa Timur, berujung ricuh pada Minggu (23/3/2025) malam.
    Massa aksi yang berkumpul di depan Gedung DPRD Kota Malang terlibat bentrokan dengan aparat keamanan, hingga menyebabkan kebakaran akibat lemparan molotov.
    Menurut rilis dari Aliansi Suara Rakyat (ASURO), sejumlah korban berjatuhan dalam insiden tersebut.
    Hingga pukul 21.25 WIB, diperkirakan ada 6 hingga 7 orang peserta aksi yang dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
    Selain itu, sekitar 10 orang massa aksi dilaporkan hilang kontak, sementara 3 orang lainnya telah diamankan oleh pihak kepolisian.
    Kericuhan juga menyebabkan korban di pihak aparat keamanan.
    Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, mengonfirmasi bahwa tujuh aparat mengalami luka-luka akibat bentrokan tersebut.
    “Iya benar, ada 7 personel yang terluka. Terdiri dari 6 anggota polisi dan satu orang TNI,” ujar Yudi saat dikonfirmasi pada Minggu malam.
    Dengan demikian, total korban luka-luka dari kedua belah pihak mencapai sekitar 14 orang.
    Lalu, untuk di Surabaya, setidaknya 25 orang demonstran ditangkap oleh aparat kepolisian ketika menggelar aksi tolak UU TNI di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025).
    Demonstrasi tersebut mulai memanas sekitar pukul 17.00 WIB.
    Kemudian, sejumlah aparat kepolisian pun mulai mendatangi para pedemo.
    Tampak beberapa anggota polisi yang mengenakan seragam maupun pakaian sipil menangkap dan membawa sejumlah demonstran masuk ke dalam Gedung Grahadi.
    Aparat kepolisian terus melakukan penangkapan ketika massa aksi mulai mundur ke Jalan Pemuda.
    Selanjutnya, puluhan orang itu dikumpulkan di halaman sisi timur Gedung Grahadi.
    Mengenai hal itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan total ada sekitar 25 orang massa aksi Tolak RUU TNI yang ditangkap.
    “Sementara kami data yang di Mapolrestabes (Surabaya) ada 25 orang. Tapi identitasnya belum dapat detail semua, baru dua yang berhasil kami identifikasi,” kata Fatkhul saat dikonfirmasi, Senin.
    “Kami sempat koordinasi dengan pihak penyidik, cuma memang belum diberikan akses untuk masuk karena memang belum ada kuasa,” imbuh dia.
    Lantas, bagaimana seharusnya Pemerintah bersikap dalam menanggapi gelombang
    penolakan UU TNI
    ini?
    Pakar hukum tata negara Feri Amsari menegaskan, Presiden
    Prabowo Subianto
    sebenarnya dapat melakukan upaya khusus untuk menyikapi gelombang penolakan dari masyarakat terhadap UU TNI.
    Feri menyebut, Prabowo bisa mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU TNI.
    “Tentu saja Presiden dapat melakukan upaya khusus untuk membatalkan ketentuan undang-undang itu. Presiden bisa mengeluarkan Perppu pencabutan terhadap UU TNI,” ujar Feri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/3/2025).
    Menurut Feri, penting bagi Prabowo untuk memperlihatkan bahwa dirinya peduli kepada masyarakat.
    Dia meminta Prabowo mendengarkan kehendak publik yang masif ini.
    “Nah ini penting untuk memperlihatkan bahwa Presiden peduli, dan memang gagasan militeristik yang dipaksakan ini tidak terjadi karena mendengarkan kehendak publik,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI

    Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI

    Foto Istimewa

    Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Kamis, 20 Maret 2025 – 23:50 WIB

    Elshinta.com – Isu perampokan kekayaan negara mencuat dalam diskusi bertajuk “Merampok Indonesia, Merobek Merah Putih Kita”, yang digelar Barikade 98 di Hotel Acacia, Jakarta, Kamis (20/3). Acara ini menjadi ajang bagi para aktivis, pakar hukum, dan tokoh nasional, untuk membedah praktik mafia yang diduga menggerogoti sumber daya negara.

    Budayawan Erros Djarot menilai, hukum di Indonesia semakin kehilangan taring, saat berhadapan dengan mafia ekonomi. Sebab itu, kata dia, rakyat tak boleh tinggal diam dan harus bersatu melawan kejahatan sistematis ini.

     

    “Kalau hukum tidak bisa menyentuh mereka, kita yang harus bertindak! Jangan biarkan negara dikuasai oleh segelintir orang rakus. Ini bukan lagi sekadar persoalan korupsi, tapi sudah menjadi perampokan sistematis yang mengancam masa depan bangsa!” seru Erros dengan penuh semangat.

    Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengingatkan, praktik penguasaan sumber daya oleh segelintir elit bertentangan dengan konstitusi. Pasalnya, konstitusi mengamanatkan, kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

     

    “Tapi, apa yang terjadi sekarang? Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin terpinggirkan. Jika ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan identitas sebagai bangsa yang berdaulat,” tegasnya.

    Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tak kalah geram. Menurut dia, pemberantasan korupsi saat ini semakin dilemahkan, dan para mafia ekonomi semakin leluasa menguasai aset negara.

     

    “KPK harus kembali ke jalurnya! Mafia-mafia ini harus ditindak, bukan diberi perlindungan. Kita tidak bisa hanya berharap pada aparat hukum yang makin tumpul, rakyat harus bersuara dan ikut mengawal,” cetusnya.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Imanuel Ebenazer, mengapresiasi semangat para aktivis dalam menjaga demokrasi tetap hidup. Menurut dia, para aktivis harus tetap bersuara, karena negara ini dibangun dengan pajak rakyat.

     

    “Saya senang bisa hadir di sini. Suasana demokrasi kita masih sehat, karena kritik terus hidup. Jangan pernah takut untuk mengkritik, karena kritik adalah bagian dari demokrasi dan Brigade 98 adalah aset,” ujarnya.

     

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Barikade 98, Agus Salahudin mengapresiasi kehadiran para pendekar demokrasi dalam diskusi yang diinisiasi pihaknya. Dia juga menyoroti pengesahan Undang-Undang (UU) TNI yang dilakukan Pemetintah dan DPR.

     

    Menurut Agus, pengesahan UU tersebut langkah mundur dalam demokrasi Indonesia. Terlebih, langkah itu dilakukan di tengah situasi global dan kawasan, yang berada dalam ancaman perang.

     

    “TNI dan Komisi 1 DPR gagal membaca perubahan Geostrategi dan Geopolitik, khususnya ancawan perang antar kawasan. Dalam situasi saat ini, harusnya TNI fokus pada tugas pertahanan negara,” tegasnya. (LUT)

    Sumber : Radio Elshinta

  • Pemerintah Gelar Retret Kepala Daerah Jilid II Meski Penuh Polemik

    Pemerintah Gelar Retret Kepala Daerah Jilid II Meski Penuh Polemik

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memastikan bahwa kegiatan pembekalan atau retret kepala daerah gelombang kedua akan berlangsung usai lebaran 2025.

    Retret kepala daerah ini akan diikuti oleh para kepala daerah terpilih yang lolos gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) di Mahakamah Konstitusi (MK), meskipun mereka belum dilantik.

    “Iya, nanti gelombang berikutnya kita akan lakukan setelah lebaran. Lokasinya nanti masih kita pertimbangkan, bisa di Magelang, bisa di IPDN misalnya, tapi dalam skala yang tentunya lebih kecil. Tapi sudah dipastikan akan ada gelombang retret berikutnya,” katanya dikutip Selasa (11/3/2025).

    Bima juga merespons polemik biaya retret yang disebut belum lunas karena baru bayar sebesar Rp2 Miliar. Dia menekankan bahwa memastikan bahwa anggaran retret sudah ada. Hanya saja, pihaknya ingin tahapannya sesuai dengan aturan.

    “Uangnya tentu saja ada, anggarannya ada, dan kami susun dulu secara lengkap dulu. Jadi tidak ada persoalan terkait dengan ketersediaan anggaran, tapi tahapan-tahapannya kami harus sesuaikan dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.

    Eks Wali Kota Bogor ini menuturkan pihaknya akan melunasi biaya retreat kepala daerah dalam waktu dekat, karena inipun hanya masalah tahapan-tahapan yang harus sesuai dengan regulasi.

    Dilaporkan ke KPK 

    Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi terkait dengan penyelenggaraan retret kepala daerah yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Laporan secara resmi diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/2/2025). 

    Laporan yang disampaikan ke KPK itu berkaitan dengan sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan retret yang digelar di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah selama sepekan terakhir. 

    Salah satu anggota koalisi, akademisi Feri Amsari menyebut, kecurigaan awal adanya dugaan rasuah pada kegiatan tersebut berangkat dari ketidaksesuaian dengan Undang-Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah. Khususnya, terkait dengan nuansa semi militer yang diterapkan. 

    Di sisi lain, Feri menyoroti bahwa penyelenggaraan retret itu diduga tidak mengikuti standar tertentu pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dia menyebut adanya ketidakterbukaan pemerintah dalam penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai perusahaan yang menyediakan fasilitas retret itu. 

    “Kan biasanya pengadaan barang dan jasa itu ada standar keterbukanya, ada website-nya. Nah kita merasa janggal misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru. Dan dia mengorganisir program yang sangat besar. Se-Indonesia,” ujar Feri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2025). 

    Sementara itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia atau PBHI menduga bahwa penyelenggaran retret itu tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Dia mengeklaim ada sebagian biaya retret yang turut dibebankan kepada APBD yakni senilai Rp6 miliar. 

    Staf PBHI Annisa Azzahra menyebut, adanya ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dan pelaksanaan di lapangan menyebabkan celah sebesar Rp6 miliar itu. 

    “Sehingga celah besar sekitar 6 miliar itu ternyata di cover oleh APBD. Di mana itu tidak diperbolehkan, karena itu akhirnya adalah pengalihan dana secara tidak sah. Nah, kemudian harusnya kegiatan orientasi reatret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Yang ternyata ternyata tidak terjadi,” ujarnya.