Tag: Feri Amsari

  • Top 3 News: Drama Politik Tingkat Tinggi di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto – Page 3

    Top 3 News: Drama Politik Tingkat Tinggi di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pengamat hukum tata negara Feri Amsari menyoroti pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh Presiden Prabowo Subianto. Itulah top 3 news hari ini.

    Dalam pandangannya, keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik yang terjadi kasus tersebut bergulir. Dia kemudian menyinggung perkara yang menjerat Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto yang menurutnya sejak awal sarat nuansa politis.

    Feri menjelaskan meskipun abolisi dan amnesti merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945, pelaksanaannya seharusnya berlandaskan prinsip keadilan.

    Sementara itu, Pemerintah menetapkan tanggal 18 Agustus 2025 menjadi hari libur bagi masyarakat. Penetapan hari libur ini usai peringatan Hari Ulang Tahun atau HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025, disampaikan Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro dalam konferensi pers di Kantor Presiden Jakarta, Jumat 1 Agustus 2025.

    Menurut dia, pemerintah menetapkan 18 Agustus 2025 sebagai hari libur untuk memberikan keleluasaan dan kesempatan kepada masyarakat menggelar perlombaan dan kegiatan lain dalam menyemarakan peringatan HUT ke-80 RI.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Partai Gerindra resmi mengganti posisi Sekretaris Jenderal dari Ahmad Muzani menjadi Sugiono.

    Pergantian Sekjen Partai Gerindra dilaksanakan di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jumat 1 Agustus 2025.

    Muzani menyebut Prabowo Subianto telah menandatangani SK penunjukan Sekjen baru per tanggal 1 Agustus 2025, dikutip Liputan6.com dari akun Instagram resminya @ahmadmuzani2, Jumat 1 Agustus 2025.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Jumat 1 Agustus 2025:

    Presiden Prabowo memutuskan memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong. Usulan ini disetujui DPR.

  • Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik Nasional 1 Agustus 2025

    Tom Lembong dan Hasto Dimaafkan, Feri Amsari: Capek Drama Peradilan, Muncul Pahlawan Politik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut kasus Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    dan
    Hasto Kristiyanto
    dimanfaatkan oleh politisi. 
    Setelah publik lelah mengikuti proses hukum, muncul sosok pahlawan yang melepaskan Tom dan Hasto dari jerat hukum.
    “Ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar,” tutur Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/8/2025).
    Menurut dia, ujung
    kasus Tom Lembong
    dan Hasto merupakan konsekuensi dari peradilan politik (political trial).
    Kasus kedua tokoh itu dinilai politis dan menjadi bentuk penggunaan hukum oleh kekuasaan.
    “Konsekuensi dari peradilan politis ujungnya akan sangat politis,” kata Feri
    Menurut akademisi itu, pemberian amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom menggambarkan bagaimana hukum sedang dipermainkan.
    Feri mempertanyakan kenapa Tom dan Hasto harus melewati proses peradilan yang panjang dan dramatis.
    “Kenapa enggak sedari awal saja, bukankah Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK di bawah presiden?” ujar Feri.
    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, mengumumkan DPR telah menyetujui presiden yang memberikan amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong.
    Adapun Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Tom Lembong terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kebijakan importasi gula 2015-2016, sementara Hasto dinyatakan bersalah turut mendanai suap pergantian antar waktu (PAW) DPR RI, Harun Masiku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mirip Kasus Thomas More vs Raja Inggris

    Mirip Kasus Thomas More vs Raja Inggris

    GELORA.CO  – Pakar hukum tata negara Feri Amsari menuding ada sosok “raja Jawa” di balik vonis pidana 4,5 tahun yang didapatkan oleh mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

    Feri adalah staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas di Sumatra Barat. Dia meraih gelar sarjana dan magister hukum di kampus yang sama.

    Tom divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada hari Jumat, (18/7/2025), dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015—2016.

    Vonis itu menimbulkan reaksi beragam. Ada pihak yang sangat kontra lantaran tidak ditemukan mens rea atau niat jahat dari Tom. Di samping itu, Tom tidak terbukti mendapat keuntungan pribadi dalam kasus itu.

    Seperti banyak pakar hukum lainnya, Feri menganggap ada kejanggalan dalam kasus Tom.

    Menurut Feri, para hakim dan jaksa di Indonesia mengetahui kejanggalan yang terjadi. Mereka memberikan clue atau petunjuk kepada masyarakat Indonesia mengenai “kekonyolan hukum” dalam kasus Tom.

    “Jadi, ngasih tahu kami (hakim dan jaksa) sebenarnya kami diperintah orang, maka lahirlah kekonyolan itu, paham kapitalisme dijadikan argumentasi,” ujar Feri dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Forum Keadilan, Minggu, (27/7/2025).

    Feri menduga para hakim dan jaksa yang menangani kasus Tom sedang ditekan atau dipaksa oleh pihak tertentu.

    Kata dia, ada dugaan kuat bahwa peradilan terhadap Tom adalah political trial atau peradilan sesat. Dia menyebut peradilan sesat adalah peradilan yang menargetkan dan membungkam lawan politik.

    Feri berujar peradilan seharusnya bersih dari politik.

    “Peradilan harus bebas dari kepentingan politik, emosi, nuansa-nuansa yang mengganggu kemurnian,” kata Feri.

    Akademisi itu lalu menyinggung banyaknya rakyat kecil yang diadili pada masa Orde Baru karena kepentingan politik kekuasaan.

    Adapun saat ini pihak Tom sudah memutuskan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Feri berharap pihak Tom dalam memori bandingnya bisa membuktikan bahwa putusan terhadap Tom adalah putusan peradilan sesat.

    Feri menyebut kasus Tom mirip dengan kasus yang menimpa Sir Thomas More, seorang penasihat Raja Inggris Henry VIII yang bertakhta dari tahun 1491 hingga 1547.

    Awalnya More bersahabat baik dengan Henry. Namun, More dihukum oleh Henry setelah keduanya memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan Henry. More didakwa melakukan pengkhianatan dan berujung dieksekusi.

    “Ceritanya agak mirip-mirip Tom Lembong. Orang dekat raja yang berkuasa, lalu berbeda pandangan, dan dihukum,” kata Feri.

    Feri lalu mengatakan yang menghukum Tom adalah raja Jawa. Namun, dia tidak menjelaskan identitas raja Jawa yang disebutnya.

    Istilah raja Jawa pernah pula disebut oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia saat menyampaikan pidato perdananya sebagai ketua umum di JCC, Jakarta, (21/8/2024).

    Saat itu di depan kader Golkar, Bahlil meminta agar kader tidak bermain-main dengan raja Jawa karena bisa memunculkan celaka.

    Adapun mengenai peradilan politik, Feri mengatakan peradilan seperti itu lumrah dalam peradaban politik ketatanegaraan.

    “Selalu dianggap perbuatan yang zalim karena raja atau penguasa tidak nyaman dengan perbedaan cara pandang dan melakukan berbagai cara untuk menghentikan lawan politik,” kata Feri menjelaskan.

    Vonis Tom

    Majelis hakim telah memvonis Tom dengan hukuman 4,5 tahun.

    “Mengadili terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata hakim ketua.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan.”

    Selain dijatuhi pidana kurungan, Tom juga dijatuhi pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara. 

    Adapun vonis Tom Lembong yang diputus oleh majelis hakim lebih rendah daripada tuntutan jaksa.

    Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Jumat, (4/7/2025), jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar Tom dihukum dengan 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam amar tuntutannya Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Tom terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula  tersebut.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda kepada Tom Lembong sebesar Rp750 juta. Apabila denda tersebut tak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Tom dinilai jaksa telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Kasus korupsi impor gula ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

    Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian

  • 9
                    
                        MK Pertegas Larangan Rangkap Jabatan, Feri Amsari: Pengangkatan 30 Wamen Jadi Komisaris BUMN Bisa Digugat
                        Nasional

    9 MK Pertegas Larangan Rangkap Jabatan, Feri Amsari: Pengangkatan 30 Wamen Jadi Komisaris BUMN Bisa Digugat Nasional

    MK Pertegas Larangan Rangkap Jabatan, Feri Amsari: Pengangkatan 30 Wamen Jadi Komisaris BUMN Bisa Digugat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, rangkap jabatan 30 wakil menteri bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
    Sebab, rangkap jabatan para wakil menteri menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019.
    “Artinya rangkap jabatan inkonstitusional, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, apa langkah selanjutnya ya (bisa) diajukan gugatan ke PTUN untuk kebijakan (rangkap jabatan) dibatalkan,” ucap Feri kepada Kompas.com, Kamis (17/7/2025).
    Feri menjelaskan, pada dasarnya putusan MK sudah tegas bahwa sebagaimana menteri, wakil menteri juga tidak boleh rangkap jabatan.
    “Jadi tidak boleh ada perdebatan (wamen boleh atau tidak rangkap jabatan),” tutur Feri.
    Feri mengatakan, yang dikilahkan oleh pemerintah adalah beleid yang diatur MK tidak didasarkan pada amar putusan, melainkan pertimbangan hukum.
    Padahal menurut Feri, putusan MK tidak bisa hanya dilihat pada bagian amar saja, tetapi secara keseluruhan, termasuk pertimbangan hukumnya.
    “Putusan peradilan itu satu kesatuan utuh baik amar, pertimbangan dan lain-lain, tidak bisa dipisah-pisahkan. Di dalam pertimbangan Mahkamah terang benderang wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagaimana menteri,” tuturnya.
    Penelusuran Kompas.com, Putusan MK 80/PUU-XVII/2019 yang dimaksud berkaitan dengan pertimbangan MK yang menegaskan larangan rangkap jabatan untuk wakil menteri.
    Putusan ini mengatakan, jabatan menteri dan wakil menteri sama-sama ditunjuk oleh presiden sehingga memiliki status yang sama.
    “Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri,” tulis putusan 80/2019 itu.
    Alasan pertimbangan itu dibuat MK agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.
    Sebanyak 30 wakil menteri (wamen) aktif ditunjuk sebagai komisaris BUMN.
    Keputusan ini pun menuai sorotan publik terkait efektivitas kinerja dan potensi konflik kepentingan dari rangkap jabatan.
    Terlebih, wakil menteri merupakan jabatan struktural di pemerintahan yang menuntut fokus penuh dalam pelaksanaan kebijakan publik.
    Walaupun begitu, anggota Komisi IV DPR sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron menegaskan,
    wamen rangkap jabatan
    tidak melanggar undang-undang.
    Dengan catatan, tidak terjadi konflik kepentingan dan kehadiran posisi ini membantu meningkatkan performa BUMN.
    Berikut daftar wamen yang tercatat merangkap sebagai komisaris BUMN:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        MK Tegaskan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan, meski Tak Terima Uji Materi
                        Nasional

    4 MK Tegaskan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan, meski Tak Terima Uji Materi Nasional

    MK Tegaskan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan, meski Tak Terima Uji Materi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Larangan
    wakil menteri
    rangkap jabatan menjadi komisaris disinggung dalam Putusan 21/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi
    Undang-Undang Kementerian Negara
    Nomor 3 Tahun 2008.
    Dalam dokumen putusan tersebut, dalil pemohon yang menilai adanya putusan MK yang melarang rangkap jabatan bagi menteri juga berlaku untuk wakil menteri, termasuk rangkap jabatan sebagai komisaris.
    “Dengan adanya penegasan putusan
    Mahkamah Konstitusi
    Nomor 80/PUU-XVII/2019, maka terang bahwa wakil menteri juga dilarang merangkap jabatan lain sebagaimana disebut dalam Pasal 23 UU 39/2008,” tulis putusan MK yang ditetapkan hari ini, Kamis (17/7/2025).
    Penelusuran Kompas.com, Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang dimaksud berkaitan dengan pertimbangan MK yang menegaskan
    larangan rangkap jabatan
    untuk wakil menteri.
    Putusan ini mengatakan, jabatan menteri dan wakil menteri sama-sama ditunjuk oleh presiden sehingga memiliki status yang sama.
    “Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri,” tulis putusan 80/2019 itu.
    Alasan pertimbangan itu dibuat MK agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.
    Namun, posita pemohon yang ada dalam putusan ini tidak bisa dipertimbangkan lagi karena pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon meninggal dunia.
    Oleh karena itu, menurut Mahkamah, berkenaan dengan kedudukan hukum pemohon yang telah meninggal dunia, tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut karena syarat anggapan kerugian hak konstitusional yang dimiliki oleh pemohon dalam pengujian undang-undang di MK harus relevan dan berkesinambungan dengan keberadaan pemohon.
    “Dengan demikian, karena pemohon telah meninggal dunia, maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh pemohon,” jelas Hakim MK Saldi Isra dalam sidang, Kamis.
    Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, putusan MK yang melarang rangkap jabatan wakil menteri sudah jelas dan tak perlu diperdebatkan.
    Karena hal tersebut sudah tertuang dalam putusan 80/PUU-XVII/2019 yang menegaskan larangan rangkap jabatan menteri juga berlaku untuk wakil menteri.
    “Pada dasarnya putusan nomor 80 itu sudah tegas bahwa sebagaimana menteri, maka wamen tidak boleh rangkap jabatan. Jadi tidak ada perdebatan,” kata Feri kepada Kompas.com, Kamis.
    Alasan pemerintah yang menyebut larangan tidak ada dalam amar putusan, tetapi dalam pertimbangan hukum, tidak bisa diterima.
    “Istana (pemerintah) juga harus belajar apa itu putusan peradilan. Putusan peradilan itu satu kesatuan utuh baik amar, pertimbangan, dan lain-lain, tidak bisa dipisah-pisahkan,” katanya.
    Sebelumnya, sebanyak 30 wakil menteri (wamen) aktif ditunjuk sebagai komisaris BUMN.
    Keputusan ini pun menuai sorotan publik terkait efektivitas kinerja dan potensi konflik kepentingan dari rangkap jabatan.
    Terlebih, wakil menteri merupakan jabatan struktural di pemerintahan yang menuntut fokus penuh dalam pelaksanaan kebijakan publik.
    Walaupun begitu, Anggota Komisi IV DPR sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan, wamen rangkap jabatan tidak melanggar undang-undang.
    Dengan catatan, tidak terjadi konflik kepentingan dan kehadiran posisi ini membantu meningkatkan performa BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua DPR RI Respons Usulan Pemakzulan, Pakar Hukum Ingatkan Lolosnya Gibran di MK Tanpa Sidang

    Ketua DPR RI Respons Usulan Pemakzulan, Pakar Hukum Ingatkan Lolosnya Gibran di MK Tanpa Sidang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Forum Purnawirawan TNI telah mengusulkan kepada DPR MPR untuk melakukan pemakzulan terhadap Wapres Gibran Rakabuming.

    Alasan yang disampaikan terkait pemakzulan, Forum Purnawirawan TNI menyinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi soal perubahan syarat usia capres dan cawapres yang disebut melanggengkan putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi itu menjadi wakil presiden (wapres) mendampingi Presiden Prabowo Subianto.

    Terkait usulan itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa DPR RI masih menganalisa surat pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming untuk menetukan apakah bisa diproses atau tidak.

    Hal tersebut disampaikan Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/7/2025) dikutip dari laporan KompasTV.

    “Prosesnya itu masih dalam mekanisme yang ada, kita sedang melihat apakah itu akan diproses seperti apa, bagaimana dan sampai saat ini kita sedang melihat apakah itu memang surat yang bisa kami proses dengan mekanisme yang seperti apa,” ucap Puan.

    Diketahui, beberapa waktu lalu, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengungkapkan bahwa putusan MK 90 yang memberi jalan Gibran jadi cawapres tidak pernah disidangkan.

    Gugatan yang dilayangkan Almas Tsaqiibirru langsung dikabulkan MK tanpa proses pembuktian sidang, tanpa saksi, bahkan tanpa permohonan sah.

    Feri Amsari mengatakan bahwa kunci pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terletak pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

    Apalagi, dorongan pemakzulan Wapres Gibran itu kembali muncul dari sejumlah elemen masyarakat sipil dan segelintir elite politik, termasuk sejumlah Purnawirawan TNI yang mengirimkan surat ke DPR.

  • Beathor Suryadi PDIP Mendadak Tuntut Jokowi Umumkan Pengunduran Diri Gibran

    Beathor Suryadi PDIP Mendadak Tuntut Jokowi Umumkan Pengunduran Diri Gibran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Setelah pernyataannya mengenai tim Solo dan Jakarta diduga mencetak ijazah palsu Jokowi di Pasar Pramuka, Beathor Suryadi kembali menyerang Presiden dua periode itu.

    Kali ini, politisi senior PDIP tersebut mendesak agar Jokowi meminta maaf secara terbuka kepada publik atas kegaduhan yang dibuatnya dalam kurun waktu dua tahun terkahir.

    Dikatakan Beathor, selama 21 tahun menjadi pejabat, mulai dari Walikota hingga Presiden, Jokowi tidak menunjukkan dokumen ijazah secara jelas.

    “Kita tuntut Jokowi minta maaf kepada bangsa dan negara,” ujar Beathor dikutip pada Selasa (2/7/2025).

    Tidak berhenti soal ijazah yang diduga palsu, Beathor juga meminta agar Gibran Rakabuming menanggalkan jabatannya sebagai Wakil Presiden.

    Melihat Gibran tidak memiliki niat untuk mengundurkan diri, Beathor meminta agar menarik putra sulungnya dari panggung politik nasional.

    “Ini untuk memperjelas kita telah kembali kepada konstitusi asli bangsa Indonesia. Namun dengan pengunduran diri Gibran, proses cukup 2 hari saja, lebih cepat dibanding pemakzulan,” tandasnya.

    Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menguliti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam sebuah acara televisi swasta baru-baru ini.

    Feri bahkan menuding bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran maju sebagai calon wapres, tidak pernah melalui proses pembuktian sebagaimana seharusnya.

    “Perkara putusan MK yang mengabulkan bahwa Gibran memenuhi syarat, tidak pernah disidangkan dalam perkara pembuktian di MK. Dari daftar, langsung putusan,” tegas Feri di hadapan publik, dikutip pada Jumat (13/6/2025).

  • Dua Pakar Hukum Tata Negara Ini Ungkap Dampak Luar Biasa Jika Benar Akun Fufufafa Milik Gibran

    Dua Pakar Hukum Tata Negara Ini Ungkap Dampak Luar Biasa Jika Benar Akun Fufufafa Milik Gibran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Akun Kaskus Fufufafa yang dikaitkan dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali disorot dua pakar hukum tata negara sekaligus, yakni Mahfud MD dan Feri Amsari.

    Akun ini mencuri atensi publik karena kedapatan kerap menuliskan hinaan dan hujatan terhadap sejumlah tokoh politik nasional, salah satunya Prabowo Subianto.

    Mahfud mengatakan, jika kepemilikan Fufufafa benar adalah Gibran Rakabuming Raka terbukti, maka proses pemakzulan bukan sekadar kemungkinan, tapi bisa menjadi keniscayaan hukum.

    “Kalau Fufufafa itu benar terkait Gibran, itu alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan. Itu bisa, tetapi tidak mudah,” kata Mahfud dilansir dari kanal Youtube pribadinya, Selasa (1/7/2025).

    Menurut Mahfud, langkah awal dimulai dari disposisi pimpinan DPR, lalu dilanjutkan pembahasan melalui komisi atau Badan Legislasi (Baleg).

    Setelah itu, harus ada persetujuan dari sidang paripurna DPR. Dan di sinilah tantangan utama muncul jumlah suara.

    “Melihat konfigurasi koalisi sekarang, untuk mencapai sepertiga saja susah,” kata Mahfud.

    Hal senada juga diungkapkan Feri Amsari. Menurutnya, jika benar Fufufafa itu terkait Gibran, bisa menjadi alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan.

    “Kalau benar akun Fufufafa itu milik Gibran, maka selesai dia. DPR seharusnya membongkar kebenaran itu,” ujar Feri Amsari.

    Feri pun mendorong DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasannya dalam mengusut kepemilikan akun fufufafa yang masih menjadi misteri.

    Isu yang berawal dari akun anonim bernama Fufufafa di forum daring Kaskus kini bertransformasi menjadi topik panas yang menyeret konstitusi ke tengah panggung politik nasional.

  • Feri Amsari Ungkap Fakta Baru Terkait Akun Fufufafa Diduga Milik Gibran

    Feri Amsari Ungkap Fakta Baru Terkait Akun Fufufafa Diduga Milik Gibran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sorotan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali datang dari Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari terkait kepemilikan akun Kaskus bernama fufufafa.

    Akun yang kerap menuliskan hinaan terhadap sejumlah tokoh politik nasional, salah satunya Prabowo Subianto itu diduga milik Gibran.

    Menurut Feri, jika benar Fufufafa itu terkait Gibran, bisa menjadi alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan.

    “Kalau benar akun Fufufafa itu milik Gibran, maka selesai dia. DPR seharusnya membongkar kebenaran itu,” ujar Feri Amsari, dikutip Senin (30/6/2025).

    Feri pun mendorong DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasannya dalam mengusut kepemilikan akun fufufafa yang masih menjadi misteri.

    Isu yang berawal dari akun anonim bernama Fufufafa di forum daring Kaskus kini bertransformasi menjadi topik panas yang menyeret konstitusi ke tengah panggung politik nasional.

    Sebelumnya, pandangan yang sama juga pernah diutarakan Mahfud MD.

    Pakar Hukum Tata Negara itu menyebutkan, jika Fufufafa terkait dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terbukti, maka proses pemakzulan bukan sekadar kemungkinan, tapi bisa menjadi keniscayaan hukum.

    “Kalau Fufufafa itu benar terkait Gibran, itu alasan yang sangat kuat untuk pemakzulan. Itu bisa, tetapi tidak mudah,” kata Mahfud.

    Menurut Mahfud, langkah awal dimulai dari disposisi pimpinan DPR, lalu dilanjutkan pembahasan melalui komisi atau Badan Legislasi (Baleg).

    Setelah itu, harus ada persetujuan dari sidang paripurna DPR. Dan di sinilah tantangan utama muncul jumlah suara.

  • Feri Amsari Ungkap Fakta Baru Terkait Akun Fufufafa Diduga Milik Gibran

    Feri Amsari Sebut Putusan MK yang Mengabulkan Gibran Memenuhi Syarat Tak Pernah Disidangkan: Saya Pertanggungjawabkan Dunia Akhirat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menguliti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam sebuah acara televisi swasta baru-baru ini.

    Feri bahkan menuding bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran maju sebagai calon wapres, tidak pernah melalui proses pembuktian sebagaimana seharusnya.

    “Perkara putusan MK yang mengabulkan bahwa Gibran memenuhi syarat, tidak pernah disidangkan dalam perkara pembuktian di MK. Dari daftar, langsung putusan,” tegas Feri di hadapan publik, dikutip pada Jumat (13/6/2025).

    Ia bahkan menyebut bahwa banyak orang merasa tahu, padahal tidak tahu, mengenai kejanggalan proses hukum di balik pencalonan Gibran.

    “Apa yang Anda mau katakan soal kebohongan dan fakta baru ini? Saya pertanggungjawaban dunia akhirat,” sebutnya lantang.

    Feri menggambarkan kondisi politik nasional dengan narasi getir. Menurutnya, hanya ada tiga jenis manusia di dunia politik: mereka yang pragmatis, mereka yang suka menjilat, dan mereka yang tetap idealis meski dalam kesepian.

    “Saya melihat banyak anak muda yang baru, mencoba menjilat sekaligus pragmatis untuk mendapatkan keuntungan,” Feri menuturkan.

    Feri juga menyinggung ketimpangan peluang bagi generasi muda. Ia mengatakan bahwa hanya satu anak muda yang diberikan karpet merah dalam panggung kekuasaan, Gibran.

    “Cuma satu anak muda yang boleh dapat karpet merah ini, yang namanya Gibran Rakabuming Raka. Saya tanyakan, berapa banyak anak muda pintar dengan segala prestasinya, apakah mereka dapat karpet merah ini?,” cetusnya.