Tag: Ferdinand Hutahaean

  • Prabowo Ancam Copot Menteri Nakal, Ferdinand Hutahaean: Kabinet Sudah Tidak Kompak Sejak Purbaya Masuk

    Prabowo Ancam Copot Menteri Nakal, Ferdinand Hutahaean: Kabinet Sudah Tidak Kompak Sejak Purbaya Masuk

    “Satu kali peringatan masih nakal, masih nggak mau dengar, dua kali peringatan, tiga kali, apa boleh buat reshuffle,” tegasnya.

    Prabowo menegaskan, ia tidak akan merasa sungkan untuk mengganti menterinya jika dianggap menghambat kinerja kabinet. Menurutnya, rasa kasihan tidak boleh mengalahkan kepentingan bangsa.

    “Harus diganti, karena demi negara, bangsa, dan rakyat. Tidak boleh ada rasa kasihan, yang kasihan itu rakyat Indonesia,” sebutnya tegas.

    Lebih lanjut, Prabowo menuturkan bahwa dirinya tak peduli bila sikap tegasnya menimbulkan kebencian dari pihak-pihak tertentu. Ia menegaskan, yang penting baginya adalah kepercayaan rakyat.

    “Saya nggak apa-apa dibenci, asalkan rakyat saya tidak benci saya. Kalau saya dibenci oleh maling-maling, koruptor, manipulator, penipu-penipu yang serakah, nggak apa-apa. Nggak ada urusan,” ucapnya.

    Ia bahkan mengaku sudah diingatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk berhati-hati, namun dirinya tetap tidak gentar.

    “Saya dikasih peringatan, ‘Pak, hati-hati loh Pak, mereka uangnya banyak, mereka bisa bayar demo’. Nggak ada urusan. Yang penting rakyat Indonesia mendukung saya, saya tidak ragu-ragu,” tukasnya.

    Dalam kesempatan itu, Prabowo juga menyampaikan komitmennya untuk melawan korupsi dan segala bentuk kecurangan yang merugikan negara.

    “Saya tidak ragu-ragu, saya akan hadapi kalau koruptor, koruptor, maling. Saya hadapi bersama saudara-saudara. Saya yakin rakyat Indonesia di belakang saya. Saya percaya itu,” tandasnya.

    (Muhsin/Fajar)

  • Politisi apresiasi langkah tegas Kakorlantas tertibkan sirene-strobo

    Politisi apresiasi langkah tegas Kakorlantas tertibkan sirene-strobo

    Jakarta (ANTARA) – Politisi dari PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean mengapresiasi langkah tegas Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho dalam menertibkan penggunaan sirene dan strobo saat pengawalan.

    Menurutnya, kebijakan ini menjadi bukti bahwa Korlantas Polri mendengarkan kritik publik dan berkomitmen melakukan pembenahan kebijakan internal.

    “Kebijakan Korlantas menertibkan dan membatasi penggunaan strobo serta sirine yang hanya diperuntukkan bagi kendaraan skala prioritas adalah tindakan korektif internal. Hal ini menunjukkan bahwa Korlantas memiliki komitmen untuk menciptakan hubungan harmonis dengan membenahi aturan yang pro terhadap rakyat,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

    Ferdinand juga menilai upaya penertiban ini merupakan langkah Korlantas Polri untuk mencegah penyalahgunaan fungsi sinyal darurat yang seharusnya hanya digunakan dalam kondisi prioritas.

    “Ini merupakan bentuk komitmen untuk mengutamakan nyawa dan kepentingan kemanusiaan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Ferdinand menyebut kebijakan penertiban tersebut sebagai bentuk “comeback elegan” Korlantas Polri dalam memperjuangkan keadilan di jalan raya dengan mengembalikan makna prioritas hanya kepada golongan kendaraan yang berhak, antara lain ambulans, pemadam kebakaran, kendaraan pertolongan kecelakaan, dan iring-iringan jenazah.

    “Mereka telah bertindak sebagai penjaga muruah hukum di jalan raya, mengingatkan kita semua, termasuk internal mereka, bahwa di mata undang-undang dan di tengah kemacetan, hak utama sejatinya adalah hak untuk hidup dan hak untuk tertib. Kerja Korlantas ini adalah langkah awal yang berlian menuju jalan raya yang lebih setara, tertib, dan humanis,” ucapnya.

    Diketahui, Korlantas Polri tengah membekukan sementara penggunaan sirene dan strobo dalam pengawalan menyusul adanya aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan kedua hal tersebut.

    Kakorlantas Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho menegaskan bahwa sirene hanya boleh digunakan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.

    “Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” ujarnya.

    Dia juga mengatakan bahwa sirene dan strobo tetap bisa digunakan untuk tugas kepolisian, khususnya pada kegiatan patroli dan pengaturan lalu lintas.

    “Ini penting, terutama di jalan tol, di mana tanda-tanda isyarat seperti lampu dan suara sirene sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi peristiwa kecelakaan,” ucapnya.

    Saat ini, Korlantas Polri sedang menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator untuk mencegah penyalahgunaan.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fitra Eri Ungkap Bahaya Tersembunyi BBM Campur Etanol

    Fitra Eri Ungkap Bahaya Tersembunyi BBM Campur Etanol

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar otomotif, Fitra Eri, memberikan pandangan berbeda terkait kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan bahan bakar campuran etanol mulai 2026.

    Jika sebelumnya Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, menilai kebijakan tersebut aman dan sudah lazim di dunia internasional, Fitra justru mengingatkan bahwa penggunaan etanol tidak sesederhana itu.

    Dikatakan Fitea, etanol memang memiliki sejumlah kelebihan.

    Salah satunya dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta meningkatkan angka oktan dengan mudah.

    “Kelebihannya yang pertama, mengurangi konsumsi bahan bakar fosil. Kedua, bisa meningkatkan oktan dengan mudah,” ujar Fitra di trheads (9/10/2025).

    Namun, Fitra menegaskan bahwa di balik kelebihannya, etanol juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diwaspadai.

    Salah satunya, nilai energi etanol yang lebih rendah dibanding bahan bakar fosil.

    “Nilai energinya tidak sebanyak bahan bakar fosil. Sehingga dengan volume yang sama, tenaga sedikit berkurang, konsumsi bahan bakar lebih boros,” jelasnya.

    Selain itu, ia menjelaskan bahwa sifat dasar etanol yang mudah menyerap air dari udara dapat menimbulkan risiko korosi pada mesin, terutama di negara beriklim lembap seperti Indonesia.

    “Etanol itu menyerap air dari atmosfer. Kita tahu bahwa air itu korosif, makanya etanol juga memiliki korosif ke mesin,” imbuhnya.

    Meski begitu, Fitra menegaskan bahwa penggunaan etanol tetap aman asalkan kendaraan yang digunakan memang dirancang untuk itu.

    “Ya aman asal mesin yang kita pakai memang sudah dirancang untuk menggunakan etanol. Artinya, mesin itu sudah memiliki metal, jalur bahan bakarnya tahan karat, serta bahan bakar yang digunakan sudah memiliki aditif yang dirancang dari awal untuk dicampur dengan etanol,” tandasnya.

  • Unggah Potret SBY dan Kapolri Duduk Bersama, Ferdinand Hutahaean: Bikin Penasaran Banyak Orang

    Unggah Potret SBY dan Kapolri Duduk Bersama, Ferdinand Hutahaean: Bikin Penasaran Banyak Orang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean, turut merespons momen kebersamaan antara Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Ferdinand membagikan foto yang menampilkan SBY dan Kapolri duduk berdampingan dengan mengenakan seragam loreng.

    “Bikin penasaran banyak orang,” kata Ferdinand di trheads, Rabu (8/10/2025).

    Foto tersebut ramai dibicarakan warganet lantaran muncul tak lama setelah viralnya video yang memperlihatkan momen Listyo Sigit tampak tidak disalami oleh SBY dalam sebuah acara.

    Kini, potret keduanya yang duduk berdampingan itu seolah menjadi penegasan bahwa hubungan di antara mereka baik-baik saja.

    Dalam foto yang beredar, tampak SBY mengenakan seragam loreng berwarna hijau muda, sementara Kapolri mengenakan seragam loreng bernuansa gelap.

    Momen tersebut memunculkan beragam komentar dari netizen.

    Tidak sedikit yang menilai kemunculan foto itu menjadi jawaban atas isu renggangnya hubungan keduanya, sementara sebagian lainnya menyebut unggahan Ferdinand sukses mencuri perhatian publik.

    Sebelumnya, perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (5/10/2025), tak hanya menampilkan kemegahan parade militer, tetapi juga menyisakan satu momen yang ramai dibicarakan publik.

    Sorotan itu tertuju pada sikap Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tampak melewati Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ketika sesi salaman di mimbar kehormatan.

  • Ferdinand Hutahaean: Jokowi Pikirkan Gibran, Megawati Utamakan Rakyat

    Ferdinand Hutahaean: Jokowi Pikirkan Gibran, Megawati Utamakan Rakyat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ada pernyataan menarik dari kader PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahean soal dua mantan presiden Megawati dan Joko Widodo.

    Dalam unggahannya di threads Ferdinand menyoroti kontras kedua pemimpin tersebut yang dinilai sangat bertolak belakang.

    “Beda MEGA PDIP dengan JKW PSI, MEGA PDIP memikirkan rakyat, JKW PSI memikirkan Gibran 2 periode. Sungguh rakus..!!,” tulisnya dikutip Threads Selasa (7/10/2025).

    Dalam unggahan tersebut juga memperlihatkan video dirinya sedang membicarakan soal hanya partainya sendiri saat ini yang kekeuh memperjuangkan UU Perampasan Aset.

    “Saya gak bilang Mbak Puan. Saya ralat. Saya mau sampaikan bahwa saat ini di DPR, PDI Perjuangan satu-satunya yang meminta segera sahkan UU perampasan aset,” katanya.

    Selain itu, saat ini masih ribut-ribut soal pemakzulan Gibran. Meski sudah menjabat kurang lebih setahun, banyak yang masih memperdebatkan keabsahan pendaftarannya.

    “Yang kedua, soal celah politik dan celah hukum pemakzulan Gibran yang tadi kita bicarakan. Saya mau sampaikan bahwa sampai saat ini masih terjadi perdebatan keabsahan pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden,” jelasnya

    Menurutnya ini menjadi salah satu celah hukum yang perlu didalami saat ini. Belum sampai di situ, kini banyak pula yang mempertentangkan soal ijazah Gibran.

    Lebih lanjut, Ferdinand membahas soal.wacana dua periode Prabowo-Gibran. Dia menyindir apakah wacana tersebut untuk kebaikan rakyat atau hanya kerakusan politik.

    “Periode Prabowo-Gibran, dua periode ini untuk apa? Untuk negara atau untuk keluarga? Saya berpikir bahwa ini adalah bentuk satu kerakusan politik yang memang sudah tidak bisa ditahan syahwat politiknya melihat kekuasaan,” jelasnya.

  • Kader PDIP Ungkap Perbedaan Mencolok Megawati dan Jokowi

    Kader PDIP Ungkap Perbedaan Mencolok Megawati dan Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean memberi pernyataan menarik Ketua Umum PDIP Megawati dan Mantan Presiden Jokowi.

    Pernyataan ini disampaikannya melalui unggahan di akun Threads pribadinya.

    Ferdinand menyebut ada dua perbedaan mencolok dari kedua pemimpin partai ini.

    Perbedaan paling mencolok itu terlihat dari target dan prioritas yang sama-sama mereka kejar.

    “Beda MEGA PDIP dgn JKW PSI,” tulisnya dikutip Selasa (7/10/2025).

    Megawati Soekarnoputri menurutnya lebih karena sampai saay ini masih terus mementingkan rakyat.

    “MEGA PDIP memikirkan rakyat,” sebutnya.

    Hal berbeda terlihat dari Joko Widodo, dimana menurutnya mantan Presiden RI itu masih haus kekuasaan.

    Ia menyebut fokus dan target Jokowi saat ini adalah mencoba untuk membuat Wapres Gibran Rakabuming Raka naik kembali selama dua periode.

    “JKW PSI memikirkan Gibran 2 periode,” jelasnya.

    “Sungguh rakus..!!,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Prabowo Lebih Sering Bertemu Jokowi daripada Gibran, Ferdinand Hutahaean: Ini Aneh, Janggal

    Prabowo Lebih Sering Bertemu Jokowi daripada Gibran, Ferdinand Hutahaean: Ini Aneh, Janggal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, menyinggung intensitas pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dengan mantan Presiden Jokowi yang dinilai berlangsung terlalu sering.

    Dikatakan Ferdinand, kebiasaan tersebut terasa janggal karena dilakukan secara berulang, bahkan lebih sering dibandingkan dengan pertemuan Presiden Prabowo bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.

    “Ya kalau kita sih menangkap ada yang kalau dibilang janggal iya ya, karena pertemuan terlalu sering itu dengan Jokowi agak aneh sebetulnya,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Minggu (5/10/2025).

    Lanjut Ferdinand, dari sisi etika dan praktik pemerintahan, pertemuan dua tokoh di luar struktur kabinet seharusnya memiliki batas yang jelas.

    Apalagi, kata dia, Jokowi kini sudah tidak lagi menjabat presiden.

    “Kalau kita melihat sejarah normal, agak aneh seorang presiden terlalu banyak ketemu, terlalu sering bertemu dengan seseorang yang bukan di jajaran kabinetnya,” tegasnya.

    Ia menambahkan, hubungan Presiden Prabowo dengan Wapres Gibran justru tampak lebih jarang terekspos secara personal.

    “Bahkan dengan Gibran pun tampaknya Presiden Prabowo tidak sesering itu bertemu berdua, bahkan mungkin tidak pernah bertemu berdua ya dengan Gibran,” Ferdinand menuturkan.

    Bagi Ferdinand, hal itu mengindikasikan adanya bentuk keterlibatan politik Jokowi yang masih terasa kuat meski masa jabatannya sudah berakhir.

    “Dan ini kan aneh, janggal bagi kita semua. Kita melihat ini bagian dari bentuk cawe-cawe Jokowi sebetulnya terhadap pemerintahan Pak Prabowo,” imbuhnya.

  • Dulu Dihujat, Kini Dimuliakan, Chusnul Chotimah Semprot Sikap Termul ke Abu Bakar Ba’asyir

    Dulu Dihujat, Kini Dimuliakan, Chusnul Chotimah Semprot Sikap Termul ke Abu Bakar Ba’asyir

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Chusnul Chotimah, ikut mengomentari pertemuan mantan Presiden Jokowi dengan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir.

    Dikatakan Chusnul, perubahan sikap sebagian pihak terhadap sosok Abu Bakar terkesan aneh.

    “Dulu mereka panggil ABB dengan sebutan kadrun, teroris, dan lain-lain,” ujar Chusnul di X @ch_chotimah2 (1/10/2025).

    “Setelah Jokowi sungkem padanya, tiba-tiba dipanggil Ustaz, ulama, dan sebutan terhormat lainnya,” tambahnya.

    Chusnul bahkan melontarkan kritik pedas dengan analogi yang menohok.

    “Mungkin besok kalau Jokowi sungkem ke iblis, mereka panggil iblis itu malaikat. Atau Jokowi sentuh tai, tai itu dibilang cokelat,” tandasnya.

    Terpisah, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, mengatakan bahwa di balik pertemuan tersebut memberikan sebuah tanda kepada publik.

    “Pertanda bahwa memang Jokowi ini manusia labil,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Rabu (1/20/2025).

    Blak-blakan, Ferdinand membeberkan bahwa tidak heran jika publik ragu dengan integritas seorang Presiden dua periode itu.

    “Karena Abu Bakar Ba’asyir ini adalah terpidana teroris puluhan tahun, terlibat bom Bali,” Ferdinand menuturkan.

    “Abu Bakar Ba’asyir juga tidak menerima Pancasila,” tambahnya.

    Mengenai Jokowi yang pernah membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) yang dianggap berbahaya, Ferdinand memberikan komentar menohok.

    “Jadi kalau Jokowi seorang mantan Presiden yang pernah membubarkan ormas FPI hingga HTI, inikan jadi lucu. Di mana sebetulnya ideologi Jokowi, tidak jelas,” timpalnya.

    Ia pun semakin curiga, setelah cawe-cawe Jokowi meminta relawan mendukung Prabowo-Gibran dua periode, ada upaya lain setelahnya.

  • Hak Apa Ngatur Prabowo Bareng Gibran di 2029

    Hak Apa Ngatur Prabowo Bareng Gibran di 2029

    GELORA.CO – Politikus PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean mempertanyakan arahan Jokowi untuk para relawan.

    Dimana, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan relawan untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode.

    “Jokowi perintahkan relawan untuk dukung Prabowo-Gibran dua periode, emangnya siapa Jokowi? bisa memaksa Prabowo berdampingan dengan Gibran di 2029,” kata Ferdinand Hutahaean dikutip dari akun instagramnya, Senin (22/9/2025).

    Ferdinand mengingatkan relawan tidak memiliki hak politik untuk mencalonkan seseorang menjadi capres atau cawapres.

    “Peserta pemilu itu bukan relawan Pak Jokowi. Peserta pemilu itu partai politik jadi kok bisa-bisanya jokowi perintahkan relawannya dukung Prabowo-Gibran dua periode,” kata Ferdinand Hutahaean.

    Ferdinand menduga Jokowi mulai ketakutan saat Prabowo mencium gelagat Gibran ingin maju pada Pilpres 2029.

    Gibran Rakabuming Raka merupakan putra sulung Jokowi. 

    Gibran yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden RI merupakan suami Selvi Ananda. Anak kedua Jokowi yakni Kahiyang Ayu, istri dari Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.

    Terakhir, putra bungsu Jokowi yakni Kaesang Pangarep yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia PSI.

    “Makanya sekarang pura-pura menahan diri bilang akan mendampingi akan dua periode jadi wapres, gaya berpolitikmu itu Jokowi, Jokowi,” kata Ferdinand Hutahaean.

    “Hak apa kamu ngatur-ngatur Prabowo untuk berdampingan dengan Gibran di 2029, haduh bukannya istirahat masih ribut aja,” sambung Ferdinand.

  • Ferdinand Tidak Sepakat dengan Qodari Soal Purbaya: Gaya Dewa Mabuk

    Ferdinand Tidak Sepakat dengan Qodari Soal Purbaya: Gaya Dewa Mabuk

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, tidak sepakat dengan pengakuan Kepala Staf Kepresidenan M. Qodari tentang Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa.

    Seperti diketahui, Qodari menyebut Purbaya sebagai sosok yang seperti koboi dalam memimpin Kemenkeu.

    Gaya ceplas-ceplos Purbaya justru disebutnya sebagai warna baru di lingkaran kabinet merah putih.

    Ia juga tidak tanggung-tanggung menggunakan bahasa bahwa ada perbedaan mencolok dari Sri Mulyani dengan Purbaya.

    Sri Mulyani yang sebelumnya menjabat Menkeu lebih cenderung menginjak rem dibandingkan Purbaya yang menginjak gas.

    “Purbaya itu bukan gaya koboi tapi gaya dewa mabok tabrak sana, tabrak sini,” kata Ferdinand di X @ferdinand_mpu (20/9/2025).

    Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut, kebijakan tersebut sulit mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Permasalahan utama kita saat ini bukan kekurangan likuiditas,” ujar Anthony kepada fajar.co.id, Minggu (14/9/2025).

    Dikatakan Anthony, kondisi perbankan justru sebaliknya. Likuiditas di dalam negeri masih sangat longgar.

    Ia menunjuk indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang berada di kisaran 86 hingga 88 persen.

    “Angka itu artinya dana pihak ketiga lebih besar dibanding penyaluran kredit,” jelasnya.

    Tak hanya itu, Anthony juga menyoroti penempatan dana perbankan pada instrumen negara.

    “Dana perbankan yang ditempatkan di SBN dan SRBI mendekati Rp1.900 triliun,” ungkapnya.

    Fakta itu, kata Anthony, menegaskan bahwa likuiditas perbankan nasional justru berlebih.