Tag: Febrio Nathan Kacaribu

  • Inflasi Capai Titik Terendah karena Diskon Listrik, Kemenkeu: Jaga Daya Beli Masyarakat

    Inflasi Capai Titik Terendah karena Diskon Listrik, Kemenkeu: Jaga Daya Beli Masyarakat

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mengungkapkan kebijakan program diskon tarif listrik sebesar 50% mampu menekan inflasi tahunan, bahkan terjadi deflasi bulanan, di tengah kenaikan harga sejumlah komoditas pangan akibat musim hujan.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan kebijakan diskon tarif listrik selama Januari dan Februari 2025 merupakan bagian dari program Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi dan telah dirasakan oleh sebagian besar pengguna layanan.

    “Kebijakan ini berdampak positif bagi perekonomian sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/2/2025).

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari 2025 turun menjadi 0,76% secara tahunan atau year on year/YoY (Desember 2024 sebesar 1,57%). Secara bulanan atau month to month/MtM, terjadi deflasi sebesar 0,76%.

    Berdasarkan komponen, tren penguatan inflasi inti terus berlanjut mencapai 2,36% (YoY). Febrio menuturkan bahwa penguatan tersebut mencerminkan permintaan yang masih tumbuh.

    Beberapa kelompok yang meningkat, antara lain, pakaian dan alas kaki, pendidikan, peralatan rumah tangga, perawatan pribadi, dan jasa lainnya. Musim hujan yang masih berlangsung juga mendorong naiknya beberapa harga pangan sehingga menyebabkan peningkatan inflasi harga bergejolak mencapai 3,07% (YoY).

    Beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga antara lain produk unggas, cabai rawit, dan ikan segar. Di sisi lain, komponen harga diatur Pemerintah tercatat mengalami deflasi 6,41% didorong oleh program diskon tarif listrik.

    Di sisi lain, normalisasi tarif transportasi pasca libur Nataru, seperti tarif kereta api dan angkutan udara, juga berdampak pada menurunnya inflasi kelompok jasa angkutan penumpang.

    Febrio menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga inflasi tetap terkendali guna mendukung terjaganya daya beli masyarakat, terutama menjamin akses pangan. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga inflasi pada rentang sasaran 1,5%—3,5% dengan dukungan koordinasi pusat dan daerah melalui TPIP dan TPID.

    Pemerintah juga secara konsisten melakukan kebijakan untuk menjaga terkendalinya inflasi pangan, termasuk meningkatkan produksi dan memperkuat cadangan pangan guna mencapai ketahanan pangan. Terlebih, menjelang masa Ramadan dan Idulfitri yang akan jatuh pada Maret dan April 2025.

    “Dalam mempersiapkan Hari Besar Keagamaan Nasional [HBKN] Ramadan dan Idul Fitri, Pemerintah akan terus memitigasi risiko gejolak yang mungkin terjadi,” tutup Febrio.

    Adapun, diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan dengan kapasitas sampai dengan 2.200 VA (kategori pelanggan R1) merupakan kebijakan atas kompensasi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

    Pemerintah pun mengalokasikan anggaran sekitar Rp10,8 triliun untuk memenuhi insentif yang menyasar 81,1 juta pelanggan R1 subsidi dan nonsubsidi selama Januari hingga Februari 2025.

  • Indonesia Resmi Berlakukan Pajak Minimum Global 15 Persen Mulai 2025

    Indonesia Resmi Berlakukan Pajak Minimum Global 15 Persen Mulai 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia resmi memberlakukan kebijakan pajak minimum global sebesar 15% pada 2025, untuk menciptakan iklim investasi lebih sehat dan kompetitif.

    ”Dengan adanya ketentuan ini, praktik penghindaran pajak seperti melalui tax haven dapat dicegah. Kesepakatan ini kita sambut baik karena sangat positif dalam menciptakan sistem perpajakan global yang lebih adil,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

    Pajak minimum global diberlakukan berdasarkan  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 yang disahkan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Desember 2024. 

    Penerapan ketentuan pajak minimum global merupakan bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas oleh G20 dan dikoordinasikan oleh OECD, serta didukung oleh lebih dari 140 negara. Saat ini terdapat lebih dari 40 negara yang telah mengimplementasikan ketentuan tersebut, dengan mayoritas negara menerapkan pada 2025.

    Pajak minimum global merupakan wujud upaya negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, yang telah diusahakan bersama setidaknya dalam lima tahun terakhir. 

    Inisiatif ini bertujuan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat (race to the bottom) dengan memastikan bahwa perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro membayar pajak minimum sebesar 15% di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.

    “Ketentuan ini tidak berdampak bagi wajib pajak orang pribadi dan UMKM,” imbuh Febrio.

    Sejalan dengan kesepakatan global, ketentuan ini berlaku bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global sedikitnya 750 juta Euro. 

    Wajib pajak dimaksud akan dikenakan pajak minimum global dengan tarif 15% mulai tahun pajak 2025. Dalam hal tarif pajak efektif kurang dari 15%, Wajib Pajak harus melakukan pembayaran pajak tambahan (top up) paling lambat pada akhir tahun pajak berikutnya. Contohnya untuk tahun pajak 2025,  estimasi jumlah pajak dibayarkan paling lambat 31 Desember 2026.

    Terkait kewajiban pelaporan pajak minimum global, wajib pajak diberikan waktu paling lambat 15 bulan setelah tahun pajak berakhir. Khusus pada tahun pertama wajib pajak masuk dalam cakupan ketentuan ini, pemerintah memberikan kelonggaran untuk melakukan pelaporan, paling lambat 18 bulan setelah tahun pajak berakhir. 

    Sebagai contoh, apabila wajib pajak masuk dalam cakupan pada tahun pajak 2025, maka pelaporan pertama dilakukan paling lambat tanggal 30 Juni 2027. Selanjutnya, untuk tahun pajak 2026, pelaporan dilakukan paling lambat pada 31 Maret 2028. Ketentuan mengenai bentuk formulir, tata cara pengisian, pembayaran, dan pelaporan surat pemberitahuan tahunan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

    “Melalui sinergi bersama negara-negara di dunia, penerapan pajak minimum global menjadi tonggak penting dalam mereformasi sistem perpajakan global yang lebih inklusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutur dia.

    Dalam menerapkan pajak minimum global, pemerintah tetap memperhatikan iklim investasi di Indonesia. Untuk itu, sektor-sektor yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di masa mendatang akan dijaga daya saingnya melalui pemberian insentif yang terarah dan terukur.

    “Pemerintah optimistis bahwa langkah ini tidak hanya meningkatkan keadilan dalam sistem perpajakan, tetapi juga memperkuat daya saing investasi nasional di tengah tantangan global,” kata Febrio.

  • PPN 12% Barang Mewah, Potensi Tambahan Pendapatan Negara ‘Cuma’ Rp3 Triliun

    PPN 12% Barang Mewah, Potensi Tambahan Pendapatan Negara ‘Cuma’ Rp3 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan potensi tambahan penerimaan negara akibat penerapan PPN 12% khusus barang mewah tidak terlalu signifikan.

    Suryo mengaku sudah melakukan perhitungan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu terkait potensi tambahan penerimaan negara akibat keputusan Presiden Prabowo Subianto yang ingin PPN 12% hanya untuk barang mewah.

    “Hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio kemarin ya range-nya [rentannya] sekitar Rp1,5 triliun sampai Rp3 triliunan,” ucap Suryo dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

    Dia pun menyatakan akan terus memperluas basis perpajakan agar pendapatan negara bisa dimaksimalkan. Direktorat Jenderal Pajak, sambungnya, akan melakukan intensifikasi agar setiap wajib pajak membayar kewajibannya yang terutang dan ekstensifikasi sumber baru penerimaan.

    Untuk itu, Suryo mengaku tidak bisa bekerja sendiri. Dia menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

    “Kami pun juga melakukan join [kerja sama] untuk paling tidak mencari sumber-sumber baru tadi yang belum ke-cover [tercakup] selama ini atau mungkin kurang kami cover,” jelasnya.

    Sebagai informasi, penerapan tarif PPN 12% khusus untuk barang mewah diperkirakan dapat mengurangi penerimaan negara hingga Rp71,8 triliun.

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa potensi pendapatan negara dari penerapan PPN 12% khusus barang mewah hanya sekitar Rp3,2 triliun. Padahal, sambungnya, potensi penerimaan negara apabila PPN 12% diberlakukan pada semua barang/jasa mencapai Rp75 triliun.

    “Ini tentunya pilihan yang sulit bagi pemerintah,” kata Dasco dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (1/1/2025).

    Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah akan tetap memberikan paket insentif fiskal sebesar Rp38,6 triliun meski PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah. Paket insentif fiskal tersebut berupa diskon pajak untuk pembelian rumah, diskon listrik, dan pajak gaji karyawan ditanggung pemerintah.

    Sementara itu, ruang fiskal pemerintah seperti yang ditetapkan dalam APBN 2025 memang sempit. Kementerian Keuangan mencatat profil utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun.

    Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo SBN sejumlah Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.

    Untuk pembayaran bunga utang pada 2025 direncanakan senilai Rp552,9 triliun. Alhasil, Pemerintahan Prabowo perlu menyiapkan uang dari kas negara sekitar Rp1.353,23 triliun untuk membayar utang pokok dan bunga utang.

    Di sisi lain, APBN 2025 telah menetapkan belanja pemerintahan senilai Rp3.621,3 triliun. Dengan skema ini, hanya Rp2.268,07 triliun yang dapat dibelanjakan karena sisanya digunakan untuk membayar utang.

  • Tok! Pemerintah Rombak Aturan Main DHE, Berlaku Januari 2025

    Tok! Pemerintah Rombak Aturan Main DHE, Berlaku Januari 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyelesaikan rapat koordinasi evaluasi peraturan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA). Hasilnya, revisi aturan itu akan terbit pada Januari 2025.

    Rapat itu dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Reza, hingga Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.

    Airlangga mengatakan, aturan DHE SDA itu akan diubah secara menyeluruh, mulai dari level Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bank Indonesia (PBI), serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sebagaimana diketahui PP DHE SDA kini diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023.

    “Jadi untuk kapannya (pengumuman perubahan) lagi kita siapin PP, PMK, dan juga kita siapin PBI nya, dan juga dari OJK. Time framenya mungkin sekitar sebulan dari sekarang,” kata Airlangga saat ditemui usai rapat koordinasi tersebut di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2024).

    Meski belum mau mendetailkan apa saja yang diubah dalam aturan PP DHE SDA, ia menekankan, dari hasil rapat evaluasi ini implementasi PP DHE yang wajib ditempatkan sebesar 30% dari total ekspor telah berjalan dengan baik dengan tingkat kepatuhan eksportir hampir 90%.

    Selain itu, ia memperkirakan, potensi retensi dari hasil penempatan dolar hasil ekspor yang diwajibkan selama tiga bulan di sistem keuangan dalam negeri akan mencapai US$ 14 miliar.

    “Kita perkirakan bisa sampai akhir tahun ini US$ 14 billion, tentu kita akan intensifkan lagi retensi yang 3 bulan, dan kita juga melihat kan kita punya trade baik, antara ekspor dan impor kan positif di November, tinggi,” ucap Airlangga.

    Sebagaimana diketahui, kajian perubahan ketentuan PP DHE SDA ini sudah lama santer berhembus sejak pertengahan tahun lalu. Staf Khusus Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan, selain rancangan ketentuan durasi penempatan yang lebih lama di dalam negeri, nilai hasil ekspor yang harus disimpan di sistem keuangan domestik juga tengah dikaji.

    Ia mengatakan, opsi yang dipertimbangkan ialah apakah menurunkan kewajiban penempatan dananya menjadi 25% dari yang selama ini sebesar 30% atau bahkan menaikkannya ke level 50% sampai dengan 75%.

    “Apakah 50% atau 75%, apakah 25%, itu masih akan dikaji,” kata Raden seusai menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, pada awal Desember lalu.

    Raden menekankan, perubahan ketentuan ini dilakukan dalam rangka pemerintah semakin menciptakan transparansi pencatatan nilai hasil ekspor yang selama ini terjadi di Indonesia. Selain itu, juga untuk makin mempertambah cadangan devisa pemerintah untuk stabilitas kurs.

    “Kalau dia lebih banyak lagi yang bisa masuk maka cadangan devisa kita akan lebih baik, ya. Jadi kita jadi punya instrumen untuk bisa tetap membuat, menjaga rupiah stabil,” tegasnya.

    Sebagai informasi, dalam aturan yang berlaku saat ini, para eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor 250 ribu dolar AS atau lebih, wajib menempatkan DHE-nya minimal 30% ke rekening khusus (reksus) dalam negeri yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) minimal 3 bulan.

    (arj/mij)

  • Sekolah-Rumah Sakit Kena PPN 12%, Ini Kriterianya

    Sekolah-Rumah Sakit Kena PPN 12%, Ini Kriterianya

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mendetailkan kriteria jasa pendidikan dan kesehatan premium atau mahal yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% per 1 Januari 2025. Daftar tersebut ditargetkan akan keluar akhir tahun ini.

    Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Utomo mengatakan salah satu pendekatan yang ditargetkan kena PPN 12% adalah pendidikan dan rumah sakit yang biayanya mahal dan berstandar internasional.

    “Kriteria premium sedang rumuskan. Salah satu pendekatannya adalah SPP atau biaya kuliahnya mahal dan atau berstandar internasional,” kata Wahyu kepada detikcom, Kamis (19/12/2024).

    Sebelumnya, jasa kesehatan dan pendidikan secara umum terbebas dari pengenaan PPN. Ketentuan itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

    Keputusan itu harus diambil pemerintah karena kedua jasa premium tersebut bukanlah konsumsi warga kelas menengah bawah, melainkan kelas atas. Maka dari itu, demi keadilan dan gotong royong, jasa pendidikan dan kesehatan premium akan dikenakan PPN 12%.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan jasa pendidikan yang bisa terkena PPN 12% di antaranya adalah sekolah yang bayarannya lebih dari Rp 100 juta dalam setahun.

    “Ada uang sekolah yang Rp 100 juta lebih setahun tidak bayar PPN, ada lagi jasa kesehatan tang premium, VIP, apa iya layak PPN 0%? Jadi ini yang kita tunjukan keadilan yang harus kita tegakkan ya kita pegang dalam perpajakan,” tegas Febrio.

    (aid/rrd)

  • Pemerintah Beri Insentif saat PPN 12%, Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Rp40 Triliun

    Pemerintah Beri Insentif saat PPN 12%, Penerimaan Negara Berpotensi Hilang Rp40 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Penerimaan negara berpotensi hilang Rp30 triliun hingga Rp40 triliun pada tahun depan akibat belasan insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk kompensasi kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12%.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyatakan pihaknya tidak khawatir dengan potensi kehilangan penerimaan negara tersebut. Pemerintah, sambungnya, menganggap potensi kehilangan tersebut sebagai belanja pemerintah.

    Meski penerimaan negara berpotensi berkurang, Febrio meyakini kekuatan fiskal tetap akan terjaga. “Nanti kita kelola lagi APBN-nya,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

    Oleh sebab itu, sambungnya, target defisit anggaran APBN 2025 sebesar Rp616 triliun belum berubah. Lagipula, sambungnya, kebijakan PPN dari 11% menjadi 12% juga akan berdampak positif ke penerimaan negara.

    “Itu sekitar Rp75 triliun [potensi penerimaan negara akibat kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%],” ungkap Febrio.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan penerimaan perpajakan sangat diperlukan untuk biaya berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Akibatnya, PPN harus tetap naik.

    Hanya saja, sebagai mengkompensasi, pemerintah keluarkan kebijakan insentif fiskal agar kenaikan PPN tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.

    “Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

    Berikut Daftar Skema Insentif Fiskal 2025:

    1. Beras, daging, telur, sayur, buah-buahan, garam, gula konsumsi, tetap bebas PPN.

    2. Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap bebas PPN.

    3. MinyakKita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah).

    4. PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025.

    5. PPh Pasal 21 karyawan industri padat karya yang bergaji sampai dengan Rp10 juta, ditanggung pemerintah

    6. Diskon Listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai 2.200 VA selama Januari—Februari 2025

    7. Bantuan pangan/beras tiap keluarga 10 kg untuk 16 juta kader pembangunan manusia (KPM) selama Januari—Februari 2025

    8. Diskon PPN 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar

    9. Pekerja yang mengalami PHK akan diberikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan dan kartu prakerja.

    10. Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untuk produktivitas di sektor padat karya.

    11. Bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan. 

    12. Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% untuk KBLBB CKD dan CBU (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang diimpor dalam keadaan utuh dan dalam keadaan terurai lengkap)

    13. PPN ditanggung pemerintah (DTP) 10% KBLBB CKD

    14. Bea masuk nol untuk KBLBB CBU.

    15. PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah DTP 3% kendaraan listrik hybrid. 

  • Kabar Baik, Sri Mulyani Disebut Restui Perpanjang PPh UMKM 0,5%

    Kabar Baik, Sri Mulyani Disebut Restui Perpanjang PPh UMKM 0,5%

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui untuk memperpanjang insentif PPh Final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM sebesar 0,5%.

    Notabenenya, insentif PPh Final UMKM 0,5% akan berakhir pada 31 Desember 2024. Kendati demikian, Maman mengaku sudah menyurati Sri Mulyani agar insentif tersebut diperpanjang.

    “Secara pembicaraan di level teknis sudah ada kesepahaman. Tinggal nanti saya tindak lanjuti dengan Bu Sri Mulyani,” jelasnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

    Politisi Partai Golkar ini mengaku baik Kementerian UMKM dan Kementerian Keuangan punya semangat yang sama untuk meringankan beban pelaku usaha kecil-menengah. Apalagi, sambungnya, kondisi perekonomian masih naik-turun.

    Oleh sebab itu, Maman menyatakan pemerintah ingin mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pelaku UMKM seperti perpanjangan PPh Final 0,5%.

    Kendati demikian, dia belum bisa mengungkapkan berapa lama perpanjangan insentif tersebut. Menurutnya, pemerintah masih terus melakukan pembicaraan.

    “Kalau saya sih pengennya pasti selama-lamanya, kan dari sisi UMKM kan gitu. Tapi kan kita juga harus melihat dari semua aspek lho, enggak bisa hanya dari satu sisi,” ujar Maman.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan tidak menutup kemungkinan perpanjangan kebijakan insentif pajak untuk UMKM tersebut.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa pihaknya akan mengecek dampak pelaksanaan kebijakan PPh final UMKM sebesar 0,5% yang sudah berlaku sejak 2018 itu, sebelum memutuskan apakah diperpanjang atau tetap diakhiri pada akhir 2024.

    “Nanti kita lihat arahan Bu Menteri [Sri Mulyani] ya, memang itu pasti akan selalu kita evaluasi,” ujar Febrio di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

    Kendati demikian, menurutnya, Kemenkeu selalu menunjukkan keberpihakan ke UMKM. Bahkan, anak buah Sri Mulyani itu merasa pemerintahan seakan memberikan penghasilan tidak kena pajak kepada UMKM.

    Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018 mengatur jangka waktu tertentu pengenaan PPh final 0,5% paling lama tujuh tahun masa pajak bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi (OP) UMKM terdaftar. Artinya, bagi WP yang terdaftar sejak 2018 akan mulai menggunakan tarif normal pada 2025.

  • Prabowo Naikkan Kuota FLPP 2025 Jadi 300.000 Unit, Ini Kata Pengembang

    Prabowo Naikkan Kuota FLPP 2025 Jadi 300.000 Unit, Ini Kata Pengembang

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang properti berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merealisasikan rencana penambahan kuota pembiayaan rumah subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2025.

    Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestate Indonesia (REI), Joko Suranto mengatakan Presiden Prabowo sebelumnya telah berkomitmen untuk menambah kuota FLPP di tahun depan. Dia pun berharap agar janji tersebut dapat direalisasikan.

    Joko menyebut Prabowo bakal menambah cakupan kuota FLPP hingga 300.000 unit rumah atau meningkat dari kuota FLPP pada 2024 yaitu 200.000 unit.

    “FLPP itu [biasanya hanya sampai sekitar] 220.000 unit, kemudian Tapera 40.000 unit. Komitmen di awal [untuk tahun 2025] akan ada kenaikan [kuota FLPP] menjadi 300.000. Itu tetap kita pegang dan kita yakini,” kata Joko saat ditemui di Kantor DPP REI, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Joko menyebut, apabila komitmen tersebut benar terealisasi, maka hal itu bakal menjadi katalis positif bagi perekonomian nasional. Di tambah, angka itu juga sedikit banyak bakal menekan angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog yang dilaporkan masih berada di angka 9,9 juta unit.

    Di sisi lain, penambahan kuota FLPP juga akan menopang realisasi pembangunan 3 juta rumah yang digagas oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Kami juga nanti di Rakernas akan menambah banyak hal dan kita akan menyiapkan strategi di organisasi kita, menyesuaikan terhadap nomenklatur kementerian-kementerian yang ada, sehingga kita bisa bersama-sama mendorong program 3 juta rumah ini,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, pemerintah telah menambah kuota FLPP dari 168.000 unit menjadi 200.000 unit untuk 2024.  

    Adapun saat ini, total serapan kuota rumah subsidi tersebut telah mendekati limit, mencapai 178.000 unit.

    “Saat ini kita pantau, sampai akhir Oktober, itu sudah mencapai realisasi 178.000 unit,” ungkap Febrio dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (9/11/2024).  

    Dengan demikian, kuota pembangunan rumah subsidi lewat FLPP kini tersisa 22.000 unit lagi. Febrio meyakini, sisa kuota 22.000 unit tersebut bisa tercapai hingga akhir 2024.

    Adapun, kuota FLPP pada 2025 awalnya ditargetkan mencapai 220.000 unit. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan total nilai alokasi 220.000 unit kuota FLPP tahun anggaran 2025 itu mencapai Rp18,77 triliun yang bersumber dari APBN.

    “Alokasi ini nantinya akan digunakan untuk penyaluran FLPP kepada 220.000 unit rumah dan diharapkan memberi kontribusi sebesar 2,8% terhadap backlog kepemilikan rumah MBR,” kata Heru dalam keterangan resmi, Kamis (5/9/2024).

  • Awas Kehabisan, Kuota Rumah Subsidi FLPP Semakin Menipis!

    Awas Kehabisan, Kuota Rumah Subsidi FLPP Semakin Menipis!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengungkapkan bahwa kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP untuk tahun ini semakin menipis.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, pemerintah telah menambah kuota FLPP dari 168.000 unit menjadi 200.000 unit untuk 2024.

    “Saat ini kita pantau, sampai akhir Oktober, itu sudah mencapai realisasi 178 ribu unit,” ungkap Febrio dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (9/11/2024).

    Dengan demikian, kuota pembangunan rumah subsidi lewat FLPP kini tersisa 22.000 unit lagi. Febrio meyakini, sisa kuota 22.000 unit tersebut bisa tercapai hingga akhir 2024.

    Sebagai informasi, mengutip laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), FLPP merupakan dukungan fasilitas likuiditas perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Singkatnya, FLPP merupakan subsidi KPR yang diberikan pemerintah untuk mendukung para MBR memiliki hunian yang layak. 

    Adapun, program FLPP ditujukan bagi kelompok sasaran dengan batasan penghasilan per bulan maksimal Rp8 juta. Masyarakat yang menerima fasilitas ini akan menikmati suku bunga paling tinggi hanya 5% dengan masa subsidi KPR paling lama akan diberikan selama 20 tahun.

    Sementara itu, sumber dana FLPP berasal dari suntikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah rutin dialokasikan sejak tahun 2010.

    Selain FLPP, sambung Febrio, pemerintah juga memberikan insentif lain untuk sektor perumahan yaitu pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) sebesar 100%. Insentif PPN-DTP untuk perumahan tersebut juga sudah diperpanjang hingga 31 Desember 2024.

    Hingga 31 Oktober 2024, ujar Febrio, realisasi insentif PPN-DTP perumahan sampai mencapai 31,6 ribu unit rumah. Hingga akhir tahun, pemerintah memproyeksikan realisasinya hingga 54 ribu unit rumah.

    Insentif PPN DTP tersebut sendiri berlaku untuk unit rumah berharga di bawah Rp5 miliar serta dengan batasan pemberian insentif sebesar Rp2 miliar.

    Febrio mengeklaim, salah satu faktor kenaikan pertumbuhan realisasi investasi selama Kuartal III/2024 yaitu karena dua insentif sektor perumahan tersebut. Oleh sebab itu, insentif FLPP dan PPN-DTP perumahan diharapkan juga mendongkrak perekonomian pada sisa tahun ini.

  • Pastikan Pajak Minimum Global 15% Berlaku 2025, RI Siapkan Aturan Teknis

    Pastikan Pajak Minimum Global 15% Berlaku 2025, RI Siapkan Aturan Teknis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan memastikan penerapan pajak minimum global sebesar 15% akan berlaku pada 2025. 

    Pajak minimum global merupakan konsensus Pilar 2 Organisation for Economic Cooperation and Development atau OECD.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, Pilar 2 OECD tersebut akan segera diejawantahkan dalam peraturan perundang-undangan.

    “Kami siapkan bagaimana pengaturannya secara rinci bersama Pak Suryo di DJP [Direktorat Jenderal Pajak] agar memberikan kepastian di pelaku usaha dan investor ini,” jelas Febrio dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).

    Dia menjelaskan, secara implisit penerapan pajak minimum global tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 69/2024. PMK itu sendiri mengatur tentang pengurangan dan/atau pembebasan pajak korporasi alias tax holiday yang akan berlaku hingga 31 Desember 2025.

    Karena penerapan pajak minimum global juga akan diberlakukan pada tahun depan, harus ada penyesuaian dengan aturan tax holiday. Nantinya, perusahaan multinasional tidak akan menerima pembebasan pajak secara maksimal karena pemberlakuan pajak minimum global 15%.

    Meski demikian, Febrio menyatakan pemerintah masih merancang berbagai macam insentif lain agar perusahaan-perusahaan asing tetap mau berinvestasi di Indonesia.

    “Kami sudah kolaborasi erat terutama dengan Kementerian Investasi,” ujarnya.

    Sebelumnya, Gabungan Asosiasi Perusahaan Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) takut para investor asing tidak berminat menanamkan modalnya ke Tanah Air usai pemerintah berencana menerapkan pajak minimum global 15% untuk perusahaan multinasional.

    Ketua Umum Gamma Dadang Asikin menjelaskan masih banyak permasalahan ihwal ketidakpastian hukum, birokrasi perizinan investasi, dan beban biaya untuk berusaha yang masih perlu dibenahi pemerintah Indonesia. Kini, investor asing akan ditambahkan beban pajak minimum global 15%.

    “Kita tahu pemerintah sedang berbenah dalam hal perizinan ini, walaupun di lapangan masih sering terjadi terkendala dengan perizinan dan kebijakan masing-masing sektor atau kementerian/lembaga,” jelas Dadang kepada Bisnis, Senin (4/11/2024).

    Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah lebih giat mensosialisasikan kepada calon investor asing ihwal berbagai insentif termasuk pengurangan pajak korporasi atau tax holiday usai resmi diperpanjang hingga akhir 2025 melalui PMK No. 69/2024.